• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Implementasi menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah sama dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Implementasi menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah sama dengan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Implementasi

Implementasi menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah sama dengan pelaksanaan. Implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijaksanaan. Dalam kaitan ini, seperti yang dikemukakan oleh Ujodi dalam Wahab (1990:51) yang menyatakan bahwa pelaksanaan kebijaksanaan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuat kebijaksanaan.

Kebijaksanaan-kebijaksanaan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan (Wahab, 1990:51).

Lebih jauh Van Meter dan Van Horm dalam Wahab (1990:49) merumuskan proses implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah dan swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.

Sedangkan Jefry L. Presman dan Aaron B. Wildavsky mendefenisikan implementasi sebagai penerapan mungkin dapat dipandang sebagai sebuah proses interaksi antara suatu perangkat tujuan atau tindakan yang mampu untuk meraihnya.

Pelaksanaan atau penerapan program dengan demikian telah menjadi suatu rangkaian yang tidak tampak. Penerapan adalah kemampuan untuk membentuk hubungan- hubungan lebih lanjut dalam rangkaian sebab akibat yang menghubungkan tindakan dengan tujuan (Jones, 1996:295).

(2)

Sementara itu Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1979) mengatakan bahwa defenisi implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan, yaitu kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul yang sudah disyahkan pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat atau dampak nyata pada masyarakat (Wahab, 1990:51).

Jadi dengan demikian, dapat dikatakan bahwa implementasi adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan suatu program. Tiga kegiatan berikut ini adalah pilar-pilarnya :

1. Organisasi yaitu pembentukan atau penataan kembali sumber daya, unit-unit serta metode-metode untuk menjadikan program ini berjalan.

2. Interpretasi yaitu menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima dan dilaksanakan.

3. Penerapan yaitu ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program (Jones, 1996:296)

Implementasi adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk melaksanakan atau mengoperasikan sebuah program. Program merupakan tahap-tahap dalam penyeleasian rangkaian kegiatan yang berisi langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan.

Hasil defenisi-defenisi implementasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan

(3)

implementasi. Program akan menunjang implementasi, karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek antara lain :

a. Adanya tujuan yang ingin dicapai.

b. Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang akan diambil dalam mencapai tujuan.

c. Adanya aturan-aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui.

d. Adanya strategi dalam pelaksanaan.

Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam proses implementasi program yaitu adanya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program tersebut telah gagal dilaksanakan.

Berhasil atau tidaknya suatu program diimplementasikan tergantung dari unsur pelaksanaannya (eksekutif). Unsur pelaksanaan ini merupakan unsur ketiga. Pelaksanaan penting artinya karena pelaksanaan baik itu organisasi maupun perorangan bertanggungjawab dalam pengelolaan maupun pengawasan dalam proses implementasi.

Dalam tahap implementasi, eksekutif melaksanakan rencana yang tercantum dalam anggaran dalam bentuk kegiatan nyata. Anggaran merupakan bagian dari program, dan program merupakan penjabaran dari strategi objektif dan strategi inisiatif. Oleh karena itu, eksekutif harus menyadari keterkaitan erat antara implementasi, anggaran, program, strategi objektif, strategi inisiatif dan strategi mewujudkan visi organisasi.

Isi daripada kebijaksanaan pada dasarnya meliputi adanya program yang bermanfaat, kelompok sasaran, terjadinya jangkauan perubahan. Terdapatnya sumber daya, serta adanya pelaksanaan program. Hasil akhir dari kegiatan implementasi ini dapat dilihat dari dampaknya terhadap masyarakat baik individu maupun kelompok, dan juga dapat dilihat dari tingkat perubahan yang dialami penerimanya. Kegagalan atau

(4)

keberhasilan implementasi dapat dilihat dari kemampuan pelakasana secara nyata dalam mengoperasionalkan program yang telah dirancang.

Dalam mengoperasionalkan implementasi program agar tercapai sesuatu tujuan serta terpenuhinya misi program diperlukan kemampuan tinggi pada organisasi pelaksananya. Organisasi ini bisa dimulai dari organisasi ditingkat atas sampai yang berada dilevel baik itu negeri atau swasta. Baik tidaknya suatu program atau kebijaksanaan yang telah diterapkan merupakan masalah yang sungguh-sungguh kompleks bagi setiap organisasi, termasuk pemerintah serta menjadi masalah karena biasanya terdapat kesenjangan waktu antara penetapan program atau kebijaksanaan dengan pelaksanaannya. Dalam kaitan ini, Jones mengatakan bahwa implementasi adalah suatu proses interaktif dengan kegiatan-kegiatan kebijakan yang mendahuluinya dengan kata lain pelaksanaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program dengan pilar-pilarnya organisasi, interpretasi dan penerapan (Jones, 1996:294).

Jadi implementasi atau pelaksanaan dapat dikatakan merupakan kemampuan yang tersusun untuk membentuk hubungan-hubungan yang lebih lanjut dalam rangkaian sebab akibat yang menghubungkan tindakan dengan tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan model yang dikembangkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam Wahab (1990:67) yang disebut dengan A Frame Work For Implementation dikatakan bahwa peran penting dari analisa kebijakan negara adalah mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan pada keseluruhan proses implementasi kebijaksanaan yaitu :

A. Mudah tidaknya masalah dikendalikan

(5)

1. Kesukaran teknis.

2. Keseragaman prilaku yang akan diatur.

3. Presentasi atau totalitas penduduk yang mencakup dalam kelompok sasaran dibandingkan jumlah penduduk.

B. Kemampuan kebijaksanaan untuk menstrukturkan proses implementasi 1. Kecermatan dan kejelasan perjenjangan tujuan resmi yang akan dicapai.

2. Keterandalan teori kausalitas yang dipergunakan.

3. Ketetapan alokasi sumber dana.

4. Keterpaduan hierarki dan lingkungan diantara lembaga atau instansi pelaksana.

5. Aturan pembuatan keputusan dari badan pelaksana.

6. Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaktub dalam Undang-Undang dan peraturan.

7. Akses formal pihak-pihak luar.

C. Variabel diluar kebijaksanaan yang mempengaruhi proses implementasi 1. Kondisi sosio-ekonomi dan teknologi.

2. Dukungan publik

3. Sikap dan sumber yang dimiliki masyarakat.

4. Dukungan dari pejabat atasan yang berwenang.

5. Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan dari pejabat-pejabat pelaksana.

Didalam mengimplementasikan suatu program pemerintah harus merangsang masyarakat untuk memikul tanggungjawab yang harus meningkat dan program harus dikembangkan dimulai dari bawah dan berakar secara kukuh. Jadi harus terdapat keadaan

(6)

yang membangkitkan spontanitas dan dukungan masyarakat terhadap program yang dirancang oleh organisasi pemerintah yang berorientasi pada tujuan.

2.2 Pengertian Program

Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan. Di dalam program dibuat beberapa aspek, disebutkan bahwa di dalam setiap program dijelaskan mengenai:

1. Tujuan kegiatan yang akan dicapai.

2. Kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan.

3. Aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui.

4. Perkiraan anggaran yang dibutuhkan.

5. Strategi pelaksanaan.

Melalui program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk diopersionalkan. Hal ini sesuai dengan pengertian program yang diuraikan.

“A programme is collection of interrelated project designed to harmonize and integrated various action an activities for achieving averral policy abjectives” (suatu program adalah kumpulan proyek-proyek yang berhubungan telah dirancang untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang harmonis dan secara integraft untuk mencapai sasaran kebijaksanaan tersebut secara keseluruhan.

Menurut Charles O. Jones, pengertian program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang dapat membantu seseorang untuk mengindentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau tidak yaitu:

1. Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan atau sebagai pelaku program.

(7)

2. Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, program kadang biasanya juga diidentifikasikan melalui anggaran.

3. Program memiliki identitas sendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat diakui oleh publik.

Program terbaik didunia adalah program yang didasarkan pada model teoritis yang jelas, yakni: sebelum menentukan masalah sosial yang ingin diatasi dan memulai melakukan intervensi, maka sebelumnya harus ada pemikiran yang serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi dan apa yang menjadi solusi terbaik (Jones, 1996:295).

2.3 Kelompok Usaha Bersama (KUBE)

KUBE adalah kelompok warga atau keluarga binaan yang dibentuk warga atau keluarga yang telah dibina melalui proses kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk melaksanakan kegiatan kesejahteraan sosial dan usaha ekonomi dalam semangat kebersamaan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya. KUBE merupakan metode pendekatan yang terintegrasi dan keseluruhan proses pemberdayaan masyarakat. Pembentukan KUBE dimulai dengan proses pembentukan kelompok sebagai hasil bimbingan sosial, pelatihan keterampilan berusaha, bantuan stimulans, dan pendampingan.

2.3.1 Tujuan Penumbuhan KUBE

Tujuan penumbuhan KUBE diarahkan kepada upaya mempercepat penghapusan kemiskinan melalui :

(8)

1. Peningkatan kemampuan berusaha para anggota KUBE secara bersama dalam kelompok.

2. Peningkatan pendapatan.

3. Pengembangan usaha.

4. Peningkatan kepeduliaan dan kesetiakawanan sosial diantara para anggota KUBE dan masyarakat sekitar.

Sasaran pemberdayaan masyarakat adalah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan.

2.3.2 Langkah atau Kegiatan Pokok Pembentukan KUBE

Selain KUBE yang ditumbuhkembangkan melalui program pemberdayaan masyarakat, langkah atau kegiatan pokok pembentukan KUBE untuk sasaran penduduk miskin lainnya adalah:

1. Pelatihan keterampilan berusaha dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan praktis berusaha yang disesuaikan dengan minat dan keterampilan penduduk miskin serta kondisi wilayah, termasuk kemungkinan pemasaran dan pengembangan hasil usahanya. Nilai tambah lain dari pelatihan adalah tumbuhnya rasa percaya diri dan harga diri penduduk miskin untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dan memperbaiki kondisi kehidupannya.

2. Pemberian bantuan stimulan sebagai modal kerja atau berusaha yang disesuaikan dengan keterampilan penduduk miskin dan kondisi setempat. Bantuan ini merupakan hibah (bukan pinjaman atau kredit) akan tetapi diharapkan bagi penduduk miskin penerima bantuan untuk mengembangkan dan meggulirkan kepada warga masyarakat lain yang perlu dibantu.

(9)

3. Pendampingan mempunyai peran sangat penting bagi keberhasilan dan berkembangnya KUBE, mengingat sebagian besar penduduk miskin merupakan kelompok yang paling miskin dan fakir miskin. Secara fungsional pendampingan dilaksanakan oleh pekerja sosial di kecamatan yang dibantu oleh infrastruktur kesejahteraan sosial di daerah seperti Karang Taruna (KT), Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), Organisasi Sosial (Orsos), dan Wanita Pemimpin Usaha Kesejahteraan Sosial (WPUKS).

2.3.3 Kepengurusan KUBE

Pada hakikatnya, KUBE dibentuk dari, oleh, dan untuk anggota kelompok.

Pengurus KUBE dipilih dari anggota kelompok yang mau dan mampu mendukung pengembangan KUBE, memiliki kualitas seperti kesediaan mengabdi, rasa keterpanggilan, mampu mengorganisasikan dan mengkordinasikan kegiatan anggotanya, mempunyai keuletan, pengetahuan, dan pengalaman yang cukup serta yang penting adalah merupakan hasil pilihan dari anggotanya.

Anggota KUBE adalah penduduk miskin sebagai sasaran program yang telah disiapkan. Jumlah anggota setiap KUBE berkisar antara 5 sampai 10 orang/KK sesuai dengan jenis usaha atau komunitas penduduk miskin. Khusus untuk pembinaan masyarakat terasing dan rehabilitasi sosial daerah kumuh pembentukan KUBE berdasarkan unit pemukiman sosial adalah satu KUBE.

2.3.4 Administrasi KUBE

Agar KUBE dapat berjalan dan berkembang dengan baik, pengurus maupun pengelola KUBE perlu memiliki catatan atau administrasi yang baik, yang mengatur

(10)

keanggotaan, organisasi, kegiatan, keuangan, pembukuan, dan lain sebagainya. Catatan dan administrasi KUBE meliputi antara lain buku anggota, buku peraturan KUBE, pembukuan keuangan/pengelolaan hasil, daftar pengurus dan sebagainya.

Selanjutnya dalam rangka keberlanjutan program, diperlukan pembinaan terhadap KUBE. Pembinaan dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penumbuhan dan pengembangan KUBE, disamping meningkatkan motivasi dan kemampuan pelaksanaan di lapangan serta kapasitas manajemen pengelola KUBE.

Pembinaan dilaksanakan oleh petugas atau pendamping sosial wilayah mulai dari tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan secara berjenjang.

Monitoring dan evaluasi perlu senantiasa dilakukan untuk mengetahui perkembangan KUBE dan permasalahan yang merupakan hambatan serta upaya pemecahannya, sehingga upaya penumbuhan dan pengembangan KUBE berjalan sesuai dengan rencana. Kegiatan monitoring dan evaluasi beserta pelaporannya dilaksanakan melalui mekanisme secara berjenjang mulai tingkat desa sampai pusat (Sumodiningrat, 2009 : 88-90).

2.4 Peternakan

Peternakan adalah kegiatan memelihara hewan ternak untuk dibudidayakan dan mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut. Pengertian peternakan tidak hanya memelihara. Memelihara dan peternakan perbedaannya terletak pada tujuan yang ditetapkan. Tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip- prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal.Peternakan adalah suatu proses biologis yang dikendalikan.Banyak unsur yang terkait didalamnya dan ini boleh dikatakan merupakan suatu sistem, dimana manusia

(11)

sebagai subjek dan ternak adalah objeknya sedangkan penerapan tekhnologi sebagai alat untuk mencapai tujuan produksi peternakan. Kegiatan di bidang peternakan dapat dibagi atas dua golongan, yaitu peternakan hewan besar seperti sapi, kerbau dan kuda, sedangkan kelompok kedua yaitu peternakan hewan kecil seperti ayam, kelinci dan lainnya.

Beternak dapat memberikan berbagai manfaat, misalnya beternak kambing.

Banyak manfaat yang dapat diambil dari usaha beternak kambing. Selain diambil dagingnya, kambing dapat dimanfaatkan kulitnya, kotorannya dan tulangnya. Bahkan jenis-jenis kambing tertentu dapat diambil susunya, bulunya untuk kain wol dan sebagainya.

2.4.1 Tujuan Peternakan

Suatu usaha agribisnis seperti peternakan harus mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Tanpa tujuan sulit bagi peternak untuk mengevaluasi sudah sejauh mana langkah yang telah dilakukan. Sulit baginya untuk menilai apakah langkah itu salah atau benar.

Dalam suatu kegiatan peternakan, tujuan yang dapat dicapai dapat berupa : peternakan dibuka untuk tujuan komersial, yaitu kegiatan peternakan untuk memperoleh keuntungan.

Bila tujuan ini yang ditetapkan maka segala prinsip ekonomi perusahaan, ekonomi mikro dan makro, konsep akuntansi dan manajemen harus diterapkan. Namun apabila peternakan dibuka untuk tujuan untuk pemanfaatan sumber daya, misalnya tanah atau untuk mengisi waktu luang tujuan utama memang bukan merupakan aspek komersial, namun harus tetap mengharapkan modal yang ditanamkan dapat kembali (Wikipedia, 2010).

(12)

2.5 Kemiskinan

Konsepsi umum mengenai kemiskinan biasa terkait dengan masalah ketiadaan sumber daya ekonomi dan sosial kultural karena informasi yang diperoleh hanya dari dalam dan politik masyarakat tertentu. Ketiadaan modal sosial ekonomi inilah yang kemudian membatasi gerak aktivitas dan aktualisasi diri setiap individu dan dinamika sosial dalam masyarakat.

Kondisi kemiskinan merupakan masalah yang sampai hari ini tidak kunjung selesai. Sebab memiliki problematika dan dinamika tersendiri dalam masyarakat.

Terlebih kemiskinan terkait dengan krisis sosial, ekonomi, dan politik (Syaifullah, 2008:9).

2.5.1 Indikator Kemiskinan di Indonesia

Menurut Chazali H. Situmorang dalam tulisannya yang berjudul “Penanganan Masalah Kemiskinan di Sumatera Utara (Poverty Reduction At North Sumatera)” yang salah satu sub bagian didalamnya menjelaskan tentang indikator kemiskinan, penduduk miskin di Indonesia dibedakan menjadi dua jenis. Yaitu penduduk miskin yang diakibatkan oleh kemiskinan kronis atau kemiskinan struktural yang terjadi terus- menerus (sebagaimana defenisi ini telah dikemukakan) dan kemiskinan sementara yang ditandai dengan menurunnya pendapatan masyarakat secara sementara sebagai akibat dari perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi kondisi krisis.

Dalam hal ini, karakteristik masyarakat miskin secara umum ditandai oleh ketidakberdayaan/ketidakmampuan (powerlessness) dalam hal :

1. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan

(13)

2. Melakukan kegiatan usaha produktif

3. Menjangkau akses sumber daya sosial ekonomi

4. Menentukan nasibnya sendiri serta senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis dan fatalistik 5. Membebaskan diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa

mempunyai martabat dan harga diri yang rendah.

Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan ini menumbuhkan perilaku miskin yang bermuara pada hilangnya kemerdekaan untuk berusaha, meningkatkan pendapatan dan minkmati kesejahteraan secara bermartabat. Indikator nasional dalam menentukan jumlah penduduk yang dikategorikan miskin ditentukan oleh standar garis kemiskinan dari Badan Pusat Statistik (BPS) dengan cara menetapkan nilai standar kebutuhan minimum.

Baik berupa kebutuhan makanan dan non-makanan yang harus dipenuhi seseorang untuk hidup layak. Penetapan nilai standar inilah yang digunakan untuk membedakan antara penduduk miskin dan tidak miskin. Apabila penduduk dalam pengeluaran tidak mampu memenuhi kecukupan makanan setara 2100 kalori/hari ditambah pemenuhan kebutuhan pokok minimum non-makanan berupa perumahan, pakaian, kesehatan dasar, pendidikan dasar, transportasi dan aneka barang/jasa lainnya maka ia dapat dikategorikan miskin (BPS, 1999). Sementara penduduk yang tidak mampu memenuhi kecukupan konsumsi makanan setara 1800 kalori/hari dikategorikan fakir miskin. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1981 mendefenisikan, fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak memiliki sumber daya hidup berupa mata pencaharian dan tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan atau seseorang yang mempunyai sumber

(14)

mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya yang layak bagi kemanusiaan.

Selain indikator-indikator kemiskinan diatas, indikator kemiskinan lainnya yaitu:

1. Angka buta huruf (dewasa) adalah proporsi seluruh penduduk berusia 1 tahun ke atas yang tidak dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya.

2. Penolong persalinan oleh tenaga tradisional adalah penolong persalinan oleh dukun, keluarga atau tenaga tradisionil lainnya.

3. Penduduk tanpa akses air bersih adalah proporsi penduduk yang tidak mempunyai akses air bersih. Yang termasuk air bersih disini adalah air kemasan, air leding/PAM, pompa, sumur terlindung dan mata air terlindung dengan jarak ke tempat penampungan lebih dari 10 meter.

4. Penduduk tanpa akses sanitasi adalah proporsi penduduk yang menggunakan jamban umum atau lainnya sebagai tempat buang air bersih.

5. Angka kesakitan adalah proporsi penduduk yang mempunyai gangguan kesehatan sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari.

6. Angka pengangguran adalah proporsi penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha, tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan, dan sudah punya pekerjaan namun belum mulai bekerja.

2.5.2 Dimensi Kemiskinan di Indonesia

Menurut Bank Dunia (World Bank, 2006) ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia :

(15)

1. Banyak rumah tangga yang berada disekitar garis kemiskinan nasional, yang setara dengan AS$1,55 per hari, sehingga banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan.

2. Ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia.

3. Mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia.

Banyak penduduk Indonesia rentan terhadap kemiskinan. Angka kemiskinan nasional menyembunyikan sejumlah besar penduduk yang hidup sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional. Hampir 42 persen dari seluruh rakyat Indonesia hidup di antara garis kemiskinan AS$1 dan AS$2 perhari, suatu aspek kemiskinan yang luar biasa dan menentukan di Indonesia.

Analisis kemiskinan dan faktor-faktor penentunya di Indonesia, dan juga belajar dari sejarah pengentasan kemiskinan di Indonesia, menunjuk kepada tiga cara untuk mengentaskan kemiskinan. Cara untuk membantu mengangkat diri dari kemiskinan adalah:

a. Melalui Pertumbuhan Ekonomi Bermanfaat Bagi Rakyat Miskin

Pertumbuhan ekonomi telah dan akan tetap menjadi landasan bagi pengentasan kemiskinan. Pertama, langkah membuat pertumbuhan bermanfaat bagi rakyat miskin merupakan kunci bagi upaya untuk mengkaitkan masyarakat miskin

(16)

dengan proses pertumbuhan, baik dalam konteks pedesaan dan perkotaan ataupun dalam berbagai pengelompokan berdasarkan daerah dan pulau. Hal ini sangat mendasar dalam menangani aspek perbedaan antar daerah. Kedua, dalam menangani ciri kerentanan kemiskinan yang berkaitan dengan padatnya konsentrasi distribusi pendapatan di Indonesia, apapun yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat akan dapat dengan cepat mengurangi angka kemiskinan serta kerentanan kemiskinan.

b. Membuat Layanan Sosial Bermanfaat Bagi Rakyat Miskin

Penyediaan layanan sosial bagi rakyat miskin baik oleh sektor pemerintah ataupun sektor swasta adalah mutlak dalam penanganan kemiskinan di Indonesia.

Pertama, hal itu merupakan kunci dalam menyikapi dimensi non pendapatan kemiskinan di Indonesia. Indikator pembangunan manusia yang kurang baik, misalnya angka kematian ibu yang tinggi, harus diatasi dengan memperbaiki kualitas layanan yang tersedia untuk masyarakat miskin. Hal ini lebih dari sekedar persoalan yang berkaitan dengan pengeluaran pemerintah, karena berkaitan dengan perbaikan sistem pertanggungjawaban, mekanisme penyediaan layanan, dan bahkan proses kepemerintahan. Kedua, ciri keragaman antar daerah kebanyakan dicerminkan oleh perbedaan dalam akses terhadap layanan, yang pada akhirnya mengakibatkan adanya perbedaan dalam pencapaian indikator pembangunan manusia di berbagai daerah. Dengan demikian, membuat layanan masyarakat bermanfaat bagi rakyat miskin merupakan kunci dalam menangani masalah kemiskinan dalam konteks keragaman antar daerah.

(17)

c. Pengeluaran Pemerintah Bermanfaat Bagi Rakyat Miskin

Disamping pertumbuhan ekonomi, dengan menentukan sasaran pengeluaran untuk rakyat miskin, pemerintah dapat membantu mereka dalam menghadapi kemiskinan (baik dari segi pendapatan maupun non pendapatan). Pertama, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk membantu mereka yang rentan terhadap kemiskinan dari segi pendapatan melalui suatu sistem perlindungan sosial modern yang meningkatkan kemampuan mereka sendiri untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi. Kedua, pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk memperbaiki indikator-indikator pembangunan manusia, sehingga dapat mengatasi kemiskinan dari aspek non pendapatan. Membuat pengeluaran bermanfaat bagi masyarakat miskin sangat menentukan saat ini, terutama mengingat adanya peluang dari sisi fiskal yang ada di Indonesia saat kini.

Masing-masing cara tersebut menangani minimal satu dari tiga ciri utama kemiskinan di Indonesia, yaitu: kerentanan, sifat multi dimensi dan keragaman antar daerah.

2.5.3 Sasaran dan Fokus Penanggulangan Kemiskinan

Penduduk miskin dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu :

1. Usia lebih dari 55 tahun, yaitu kelompok masyarakat yang tidak lagi produktif (usia sudah lanjut, miskin, dan tidak produktif), untuk kelompok ini program pemerintah yang dilaksanakan bersifat pelayanan sosial,

2. Usia di bawah 15 tahun, yaitu kelompok masyarakat yang belum produktif (usia sekolah, belum bisa bekerja), program yang dilaksanakan bersifat penyiapan sosial, dan

(18)

3. Usia antara 15-55 tahun, yaitu usia sedang produktif (usia kerja tapi tidak mendapat pekerjaan, menganggur), program yang dilaksanakan bersifat investasi ekonomi, kelompok inilah yang seharusnya menjadi sasaran utama penanggulangan kemiskinan.

Berdasarkan pengelompokan tersebut maka program penanggulangan kemiskinan harus difokuskan kepada penanganan penduduk miskin dalam usia produktif melalui peningkatan kesempatan kerja/berusaha, peningkatan kapasitas/pendapatan, dan untuk selanjutnya mampu mewujudkan kesejahteraan dan perlindungan sosial secara mandiri dan berkelanjutan (Sumodiningrat, 2009:49-50).

2.6 Kesejahteraan Sosial

2.6.1 Pengertian Kesejahteraan

Secara yuridis konsepsional pengertian kesejahteran sosial termuat dalam UU No.11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial, pasal 1 ayat 1 adalah sebagai berikut :

“Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”.

Dalam mewujudkan kesejahteraan sosial tersebut dilakukan penyelenggaraan kesejahteraan sosial, pasal 5 ayat 1 adalah sebagai berikut : “Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ditujukan kepada:

a. perseorangan b. keluarga c. kelompok d. masyarakat

(19)

Pasal 5 ayat 2 adalah sebagai berikut : “Penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial:

a. kemiskinan b. ketelantaran c. kecacatan d. keterpencilan

e. ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku f. korban bencana

g. korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi (Depsos RI, 2009).

Walter A. Friedlander, mengutarakan bahwa konsep dan istilah kesejahteraan sosial dalam pengertian program yang ilmiah baru saja dikembangkan sehubungan dengan masalah sosial dari pada masyarakat kita yang industrial. Kemiskinan, kesehatan yang buruk, penderitaan dan disorganisasi sosial telah ada dalam sejarah kehidupan umat manusia, namun masyarakat yang industrial dari abad ke 19 dan 20 itu menghadapi begitu banyak masalah sosial sehingga lembaga-lembaga insani yang sama.

Menurut Walter A. Friedlander mendefenisikan : “Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari usaha-usaha dan lembaga-lembaga sosial yang ditujukan untuk membantu individu maupun kelompok dalam mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan serta untuk mencapai relasi perseorangan sosial kemampuan- kemampuannya secara penuh untuk mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat” (Muhaidin, 1984:1-2).

Kesejahteraan sosial pada intinya mencakup tiga konsepsi yaitu :

(20)

1. Kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhan- kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial.

2. Institusi, yakni arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial.

3. Aktivitas, yakni suatu kegiatan-kegiatan atau usaha terorganisir untuk mencapai kondisi sejahtera (Suharto, 2009:2).

2.6.2 Pendekatan

Mengacu pada buku Charles Zastrow (2000), Introduction to Social Work and Social Welfare, ada tiga pendekatan dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, yaitu perspektif residual, institusional, dan pengembangan. Ketiga perspektif tersebut sangat berpengaruh dalam membentuk model welfare state (negara kesejahteraan) yang merupakan basis pembangunan kesejahteraan sosial, khususnya pemberantasan kemiskinan di negara-negara demokratis.

a. Pendekatan Residual

Pandangan residual menyatakan bahwa pelayanan sosial baru perlu diberikan hanya apabila kebutuhan individu tidak dapat dipenuhi dengan baik oleh lembaga- lembaga yang ada di masyarakat, seperti institusi keluarga dan ekonomi pasar.

Bantuan finansial dan sosial sebaiknya diberikan dalam jangka pendek, pada masa kedaruratan, dan harus dihentikan manakala individu atau lembaga-lembaga kemasyarakatan tadi dapat berfungsi kembali. Perspektif residual sering disebut sebagai pendekatan yang “menyalahkan korban” atau blaming the victim approach. Masalah sosial, termasuk kemiskinan disebabkan oleh kesalahan-

(21)

kesalahan individu dan karenanya menjadi tanggungjawab dirinya, bukan sistem sosial. Metoda pekerjaan sosial dalam mengatasi masalah sosial melibatkan pendekatan klinis dan pelayanan langsung yang ditujukan untuk membantu orang menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Program-program pengentasan kemiskinan yang bergaya Jaring Pengaman Sosial (JPS) atau subsidi BBM adalah

“anak kandung” faham residual. Penerima pelayanan sosial dianggap sebagai klien, pasien, orang yang tidak mampu menyesuaikan diri atau bahkan penyimpang (deviant) (Parsons et.al, 1994).

b. Pendekatan Institusional

Pendekatan Institusioanal melihat sistem dan usaha kesejahteraan sosial sebagai fungsi yang tepat dan sah dalam masyarakat modern serta pelayanan sosial dipandang sebagai hak warga negara. Perspektif institusional termasuk dalam gugus pendekatan “yang menyalahkan sistem” atau blaming the system approach (Parsons, et.al, 1994). Individu dan kelompok dipandang sebagai warga negara yang sehat, aktif dan partisipatif. Kemiskinan bukan disebabkan oleh kesalahan individu. Melainkan produk dari sistem sosial yang tidak adil, menindas dan rasis.

Metoda pekerjaan sosial yang sering digunakan mencakup program-program pencegahan, pendidikan, pemberdayaan dan penguatan struktur-struktur kesempatan. Tiga bentuk program pemerintah yang umum ditekankan oleh pendekatan institusional meliputi: penciptaan distribusi pendapatan, stabilisasi mekanisme pasar swasta, dan penyediaan barang-barang publik tertentu (pendidikan, kesehatan, perumahan sosial, rekreasi), yang tidak disediakan oleh pasar secara efisien (Parsons et.al, 1994).

(22)

c. Pendekatan Pengembangan

Konsep pembangunan nasional yang diajukan Midgley (1995) dalam buku Social Development: The Development Perspective in Social Welfare (1995) menawarkan pendekatan alternatif, yakni perspektif pengembangan (developmental perspective) yang memadukan aspek-aspek positif dari pendekatan residual maupun institusional (Zastrow, 2000). Perspektif pengembangan ini sering disebut juga sebagai pendekatan pembangunan sosial oleh Midgley (1995) didefenisikan sebagai “a process of planned social change designed to promote the well-being of population as a whole in conjunction with a dynamic process of economic development”. Midgley mendukung pengembangan program-program kesejahteraan sosial, peran aktif pemerintah, serta keterlibatan tenaga-tenaga profesional dalam perencanaan sosial. Menurut Midgley (2005):

Selain memfasilitasi dan mengarahkan pembangunan sosial, pemerintah juga seharusnya memberikan kontribusi langsung pada pembangunan sosial lewat bermacam kebijakan dan program sektor publik. Perspektif institusional membutuhkan bentuk organisasi formal yang bertanggungjawab untuk mengatur usaha pembangunan sosial dan mengharmoniskan implementasi dari berbagai pendekatan strategis yang berbeda. Organisasi seperti ini berada pada tingkat yang berbeda tetapi tetap harus dikoordinasikan pada tingkat nasional. Mereka juga mempekerjakan tenaga spesialis yang telah terlatih dan terampil untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional. Metoda pekerjaan sosial yang digunakan adalah metode casework atau terapi individu dan konseling (Suharto, 2009:10-15).

(23)

2.7 Kerangka Pemikiran

Sebagai upaya pemerintah dalam menanggulangi masalah kemiskinan, dibentuk suatu program KUBE yang diberikan kepada keluarga miskin. Bantuan KUBE ini merupakan bagian Program Penanggulangan Fakir Miskin (P2FM) dimaksudkan untuk menanggulangi masalah kemiskinan. Diharapkan dengan program ini dapat meningkatkan dan memperbaiki kondisi keluarga miskin di Kecamatan Air Batu terutama di Desa Danau Sijabut dan Desa Sei Alim Ulu seperti: 1) Peningkatan kemampuan berusaha, 2) Peningkatan pendapatan, 3) Pengembangan usaha, 4) Peningkatan kepedulian dan kesetiakawanan sosial.

KUBE merupakan salah satu program Departemen Sosial RI untuk mengentaskan kemiskinan di desa-desa dengan sasaran rumah tangga miskin yang dibina melalui kelompok-kelompok usaha potensial. Masing-masing KUBE terdiri dari 10 Kepala Keluaraga miskin. Sistem pelaksanaan program ini sangat ketat karena masing-masing kelompok diawasi oleh pendamping dari Dinas Sosial Kabupaten Asahan.

Pemerintah Kabupaten Asahan melalui Dinas Sosial Kabupaten Asahan menyalurkan bantuan KUBE yang diwakilkan pendamping kabupaten yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil ke pihak kecamatan. Pihak kecamatan menyalurkan bantuan tersebut ke pihak kelurahan atau desa melalui pendamping kecamatan yang berasal dari non Pegawai Negeri Sipil. Pihak kelurahan atau desa menyalurkan bantuan tersebut kepada rumah tangga miskin disaksikan oleh tokoh masyarakat, organisasi sosial dan karang taruna.

Dari uraian di atas dapat digambarkan bagan alur pemikiran sebagai berikut:

(24)

Bagan Kerangka Pemikiran

PROGRAM KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE)

PIHAK KECAMATAN

Hasil yang ingin dicapai:

- Peningkatan kemampuan berusaha - Peningkatan pendapatan

- Pengembangan usaha

- Peningkatan rasa kekeluargaan PIHAK KELURAHAN/DESA

MASYARAKAT PEMKAB. ASAHAN

melalui

DINAS SOSIAL KABUPATEN ASAHAN

(25)

2.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.8.1 Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial.

Konsep pada hakikatnya merupakan istilah, yaitu satu kata atau lebih yang menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide atau gagasan tertentu (Soehartono, 2004:4).

Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian..

Untuk mengetahui pengertian konsep-konsep yang akan diteliti, maka penulis membatasi konsep yang akan digunakan sebagai berikut :

1. Implementasi : suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk melaksanakan atau mengoperasikan sebuah program baik itu yang dilakukan individu, kelompok, organisasi, masyarakat maupun pemerintah sendiri.

2. Kelompok Usaha Bersama : kelompok warga atau keluarga binaan sosial yang dibentuk oleh warga atau keluarga binaan sosial yang telah dibina melalui proses kegiatan Program Kesejahteraan Sosial untuk melaksanakan kegiatan kesejahteraan sosial dan usaha ekonomi dalam semangat kebersamaan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.

3. Pemberdayaan Masyarakat : upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan demikian memberdayakan

(26)

masyarakat adalah unsur dasar yang memungkinkan masyarakat untuk bertahan dan mengembangkan diri untuk mencapai kemajuan.

4. Dinas Sosial : Lembaga Pemerintahan dibawah naungan Departemen Sosial yang berfungsi untuk memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat.

2.8.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional menyatakan bagaimana operasi atau kegiatan harus dilakukan untuk memperoleh data atau indikator yang menunjukkan konsep yang dimaksud. Defenisi inilah yang diperlukan dalam penelitian karena defenisi ini menghubungkan konsep atau konstruk yang diteliti dengan gejala empirik (Soehartono, 2004:29).

Adapun indikator yang akan dioperasionalkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Implementasi program yang dimaksud dalam penelitian ini adalah melihat pelaksanaan program Kelompok Usaha Bersama bidang peternakan yang dilaksanakan di Kecamatan Air Batu dengan indikator:

a. Peningkatan kemampuan berusaha b. Peningkatan pendapatan

c. Pengembangan usaha

d. Peningkatan kepedulian dan kesetiakawanan sosial 2. Pelaksanaan program dengan indikator:

a. Penafsiran yang dimaksud dengan program b. Organisasi dan unit kerja

c. Penerapan program

(27)

d. Kendala dan solusi pemecahan

3. Program KUBE kepada keluarga miskin dengan indikator:

a. Tepat waktu b. Tepat sasaran

Referensi

Dokumen terkait

Formulir Penjualan Kembali Unit Penyertaan yang telah lengkap sesuai dengan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak Investasi Kolektif MANDIRI DANA

doa bersama-sama d. Sedangkan skor maksimal adalah 20. Sehingga nilai yang diperoleh rata-rata adalah 90.. Dari hasil pengamatan kolaborator pada proses pembelajaran dengan

Selama penyangraian terjadi perubahan fisiko-kimia dalam biji kakao yang ditandai dengan penurunan kadar air, terbentuknya aroma khas cokelat, penurunan rasa sepat, keping

Alat itu digunakan pada proses terakhir yaitu pada proses pengaduk telur omlet, dimana alat tersebut bekerja menggunakan sumber daya dari motor listrik yang menggerakkan

Bila diatas jalur penggalian terdapat tiang-tiang listrik, telepon, atau sarana lainnya, maka Instalatur agar mengamankannya dengan mengadakan dan memasang

Atas kewenangan yang dimiliki sebagai penyidik perkara korupsi, Jaksa memiliki wewenang khusus yang tertuang dalam Pasal 26 Undang- undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Kelebihan yang disukai adalah munculnya pengeta- huan lokal dan pembangunan dinamika lokal untuk menfasilitasi komunikasi antara orang dalam (penduduk setempat) dengan orang luar

Penelitian ini dilakukan di LAZ PT Semen Padang dnagan tujuan untuk mengetahui : (1) Untuk mengetahui pelaksanaan dari pengelolaan serta pengunaan dana yang