• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETAATAN SOSIAL DI DALAM TRADISI SAPARAN PADA MASYARAKAT DESA BANDUNGREJO KECAMATAN NGABLAK KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2018 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KETAATAN SOSIAL DI DALAM TRADISI SAPARAN PADA MASYARAKAT DESA BANDUNGREJO KECAMATAN NGABLAK KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2018 SKRIPSI"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

i

KETAATAN SOSIAL DI DALAM TRADISI SAPARAN PADA

MASYARAKAT DESA BANDUNGREJO KECAMATAN

NGABLAK KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Emha Arif Budiman

NIM. 11111099

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

vi

MOTTO

يِزِبَٔ بًَبَس ْحِإ ٌٍَِْذِنإَْنبِبَٔ ۖ بًئٍَْش ِِّب إُكِشْشُت َلََٔ َ هاللَّ أُذُبْعأَ

ِسبَجْنأَ ٰىَبْشُقْنا يِر ِسبَجْنأَ ٍٍِِكبَسًَْنأَ ٰىَيبَتٍَْنأَ ٰىَبْشُقْنا

ِبُُُجْنا

هٌِإ ۗ ْىُكَُبًٌََْأ ْتَكَهَي بَئَ ِمٍِبهسنا ٍِْبأَ ِبَُْجْنبِب ِبِحبهصنأَ

اًسُٕخَف ًلَبَت ْخُي ٌَبَك ٍَْي ُّبِحٌُ َلَ َ هاللَّ

Sembahlah Allah danjanganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan

sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan

(6)

vii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahi robbil alamin dengan rahmat Allah SWT skripsi ini telah

selesai dikerjakan. Skripsi ini saya persembahkan kepada yang telah berjasa dan

hadir dalam kehidupaku :

1. Kepada sang maha kuasa Allah SWT dan Baginda Rasulullah Muhammad

SAW.

2. Bapak tercinta M Muhtadi dan Ibu tercinta Puji Hastutik yang telah luar biasa

mendidik anak-anaknya dan memberikan kasih sayang yang tiada henti.

3. Adik-adikku tersayang Asna Arifatun Nisa, Fahmi Andi prabowo dan Nina

Atifa Munawaroh. Belajarlah yang rajin jangan malas, bahagiakan bapak

ibuk, dan jangan tiru kakakmu yang malas ini.

4. Segenap keluarga besar yang selalu memberikan motivasi dan teguran ketika

aku berbuat salah.

5. IAIN Salatiga yang telah memberiku tempat dan waktu untuk mengasah diri

dan juga bertemu dengan orang-orang hebat.

6. Seluruh sahabat saya yang tidak dapat aku sebut satu-persatu dari TK

Perwanida, MIM Mojorejo, MTsN Gondangrejo, MAN 1 Surakarta, IAIN

Salatiga, Pondok AL ISHLAH dan juga keluarga Ibu Asyiah yang sudah saya

(7)

viii

KATA PENGANTAR

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala

puji hanya milik Allah swt atas segala kenikmatan yang bersifat lahir maupun

batin yang senantiasa diberikan kepada kita. Shalawat salam semoga senantiasa

Allah swt limpahkan kepada teladan kita, Nabi Muhammad saw beserta keluarga,

keturunan, dan para sahabat beliau. Semoga Allah memberikan ampunan-Nya

kepada para pemimpin yang adil, serta kaum mukminin dan mukminat yang setia

kepada ajaran Allah dan Rasul-Nya.

Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan

guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Program StudiPendidikan Agama

Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga dengan judul:

“Kesalehan Normatif Dan Kebatinan Dalam Islam Jawa (Studi Tradisi Saparan di

Desa Bandung Rejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Tahun 2018)”.

Penulis mengakui bahwa dalam menyusun penulisan skripsi ini tidak dapat

diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.Karenanya,

penulismengucapkanterimakasihkepada:

1. Bapak Dr. Rahmad Hariyadi, M. Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama

Islam IAIN Salatiga.

(8)

ix

5. Bapak Imam Mas Arum, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

6. Seluruh Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali ilmu pengetahuan

serta karyawan akademik dan pegawai perpustakaan kampus IAIN Salatig

sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang pendidikan S1.

7. Semua pihak yang telah membantu baik doa, motivasi dan dukunganya.

Penulis menyadari karya tulis ini masih banyak kekurangan di dalamnya.

Maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para

pembaca untuk perbaikan karya tulis ini. Semoga hasil penelitian ini dapat

bermanfaat bagi penulis khususnya serta pembaca pada umumnya. Aamiin.

Salatiga, 15 Maret 2018

(9)

x

ABSTRAK

Budiman, Emha Arif. 2018. Ketaatan Sosial Di Dalam Tradisi Saparan Pada Masyarakat Bandungrejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Tahun 2018 Skripsi. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan ilmu keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum, M.Pd.

Kata Kunci: Ketaatan Sosial, Tradisi, Saparan

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui wujud Ketaatan sosial di dalam tradisi Saparan pada masyarakat Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang tahun 2018. Mengetahui alasan masyarakat di Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang masih mempertahankan Tradisi Saparan. Mengetahui nilai positif dan negatif tradisi Saparan Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang tahun 2018.

Jenis penelitian ini termasuk penelitian studi lapangan. Dalam melakukan penelitian bentuk yang digunakan adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bersifat deskriptif, menjelaskan secara detail dari objek yang diteliti. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Subjek penelitian ini adalah warga desa Bandungrejo Kecamatan Ngablak Kabupaten magelang.

(10)
(11)

xii BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian...28

B. Lokasi Penelitian………... ...29

C. Sumber Data...29

D. Prosedur Pengumpulan Data………...30

E. Analisis Data………...30

F. Pengecekan Keabsahan Data……….…32

G. Tahap-tahap Penelitian……….….32

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA A. Paparan Data………...34

1. Letak Geografis…………...34

2. Batas-batas Administratif………...35

3. Kependudukan………..……...35

4. Keadaan Sosial Budaya…..………37

5. Keadaan Sosial Pendidikan……….38

6. Sarana Prasarana……….39

7. Latar Belakang Saparan………...39

B. Analisis Data………...51

(12)

xiii

2. Alasan Masyarakat di Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngablak,.

Kabupaten Magelang Masih Mempertahankan Tradisi Saparan

...61

3. Nilai Positif dan Negatif Dalam Tradisi Saparan di Desa Bandungrejo,

Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang...66

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...72

B. Saran...73

DAFTAR PUSTAKA

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Di dalam kehidupan beragama, khususnya agama Islam, tingkat

kesalehan seseorang dapat dilihat dari intensitas ketaatan terhadap ajaran

Tuhan-Nya. Ketaatan yang dimaksud di sini adalah ketaatan untuk

menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Seseorang

yang beragama Islam percaya bahwa Tuhan itu ada dan selalu merasa bahwa

ia diawasi oleh Tuhan-Nya di dalam kehidupan sehari-hari. Ketaatan di sini

tak hanya hubunganya dengan tuhanNya namun juga dengan sesama, hablum

minaallah dan hablum minannas. Seperti yang di jelaskan dalam Al-Quran

Annisa ayat 36 yang berbunyi :

ٰىَيبَتٍَْنأَ ٰىَبْشُقْنا يِزِبَٔ بًَبَس ْحِإ ٌٍَِْذِنإَْنبِبَٔ ۖ بًئٍَْش ِِّب إُكِشْشُت َلََٔ َ هاللَّ أُذُبْعأَ

ٍٍِِكبَسًَْنأَ

ْتَكَهَي بَئَ ِمٍِبهسنا ٍِْبأَ ِبَُْجْنبِب ِبِحبهصنأَ ِبُُُجْنا ِسبَجْنأَ ٰىَبْشُقْنا يِر ِسبَجْنأَ

اًسُٕخَف ًلَبَت ْخُي ٌَبَك ٍَْي ُّبِحٌُ َلَ َ هاللَّ هٌِإ ۗ ْىُكَُبًٌََْأ

Artinya : “Sembahlah Allah danjanganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai

orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (Q.S. An-Nisa

:36)

Cermin ketaatan dalam kehidupan sehari-hari kaitanya dengan

hablum minanas yaitu memiliki jiwa sosial yang tinggi. Selain hubungan

(14)

2

kerabat dan juga masyarakat. Hidup di dalam masyarakat harus bisa berbaur

serta berinteraksi dengan baik supaya bisa memposisikan diri sebagaimana

mestinya. Dengan begitu akan dapat tercipta lingkungan yang kondusif dan

harmonis. Masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang saling

berinteraksi berdasarkan suatu sistem adat istiadat tertentu yang kontinu dan

menimbulkan ikatan rasa identitas yang sama (Koentjaraningrat, 2000:146).

Masyarakat sendiri bersifat dinamis. Selalu bergerak kearah perubahan.

Perubahan tersebut dapat berdampak besar yang melibatkan aspek-aspek

sosial yang vital dalam masyarakat ataupun hanya berpengaruh kecil dan

tidak mengubah tatanan dasar masyarakat. Karena sifat dinamisnya suatu

masyarakat dapat berkembang dan sangat mungkin untuk mengalami

perubahan.

Di samping agama, kehidupan manusia juga dipengaruhi oleh

kebudayaan. Kebudayaan menjadi identitas dari bangsa dan suku bangsa.

Suku tersebut memelihara dan melestarikan budaya yang ada. Dalam

masyarakat, baik yang kompleks maupun yang sederhana, ada sejumlah nilai

budaya yang satu dengan yang lain saling berkaitan sehingga menjadi suatu

sistem. Dan sistem itu kemudian menjadi pedoman dari konsep-konsep yang

ideal dalam kebudayaan yang memberi pendorong kuat terhadap arah

kehidupan warga masyarakatnya.

Menurut Koentjaraningrat (1984: 5), kebudayaan itu mempunyai

(15)

3

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,

nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peratuan dan sebagainya.

2. Wujud kebudayaan sebagai satu kompleks aktifitas kelakuan berpola dari

manusia dalam masyarakat.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Salah satu kebudayaan yang ada di Indonesia adalah budaya Jawa.

Masyarakat Jawa sangat kental dengan persoalan budaya sehingga

kebudayaan ini masih lebih dominan dari kebudayaan masyarakat lain yang

ada di Indonesia.

Karkono Kamajaya (1995: 166), memberikan batasan tentang

kebudayaan jawa, yaitu pancaran atau pengejawentahan budi manusia Jawa

yang mencakup kemauan, cita-cita, ide maupun semangat untuk mencapai

kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaan hidup lahir batin. Menurutnya,

kebudayaan Jawa telah ada sejak zaman pra sejarah. Dengan datangnya

agama Hindu dan Islam, maka kebudayaan Jawa kemudian menyerap unsur

budaya-budaya tersebut sehingga menyatulah unsur pra Hindu, Hindu-Jawa

dan Islam dalam budaya jawa tersebut. Jadi, nilai budaya jawa yang telah

terpadu dengan Islam itulah yang kemudian disebut budaya Jawa-Islam

Paling tidak ada dua faktor yang mendorong terjadinya perpaduan

nilai-nilai budaya Jawa dan Islam tersebut, yaitu pertama, secara alamiah,

sifat dari budaya itu pada hakekatnya terbuka untuk menerima unsur budaya

lain. Karena lapangan budaya berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, maka

(16)

4

terjadinya interaksi manusia yang satu dengan lainnya memungkinkan

bertemunya unsur-unsur budaya yang ada dan saling mempengaruhi. Dalam

realitas memang ada sebagian unsur budaya yang memiliki pengaruh

dominan terhadap individu atau kelompok, tetapi tidak ada budaya yang

tumbuh terisolir dari pengaruh budaya lain. Karena manusia yang

memproduksi dan memakai hasil budaya itu adalah makhluk sosial yang

selalu berinteraksi dengan masyarakat lain, maka terbuka kemungkinan untuk

menyerap nilai-nilai budaya dari orang lain yang dijumpainya, dan dipandang

cocok.

Selain sifat dasar budaya yang terbuka, maka terjadinya perpaduan

nilai budaya Jawa Islam tidak terlepas dari faktor pendorong kedua, yaitu

sikap toleran para Walisongo dalam menyampaikan ajaran Islam ditengah

masyarakat Jawa yang telah memiliki keyakinan pra Islam yang sinkretis itu.

Dengan metode manut ilining banyu para wali membiarkan adat istiadat Jawa

tetap hidup, tetapi diberi warna keislaman, seperti upacara sesajen diganti

kenduri/slametan. Acara sesaji dulu disertai mantra, kemudian para wali

menggantinya dengan slametan yang disertai kalimah thoyyibah. Dari sejarah

terciptanya kesepakatan para wali dalammentolerir budaya Jawa pra Islam itu

diketahui bahwa keputusan tersebut bersifat sementara, sewaktu masa transisi

antara budaya Jawa Kuno yang bersumber pada Animisme, Dinamisme,

Hinduisme dan Budhisme, berpindah pada budaya Islam. Yang mengusulkan

adat istiadat Jawa itu diberi rasa keislaman adalah Sunan Kalijaga. Pendapat

(17)

5

mengkhawatirkan orang Islam nantinya akan memandang adat istiadat sesaji

tersebut berasal dari ajaran Islam. Perbedaan pendapat itu dikompromikan

oleh Sunan Kudus yang dapat menyetujui pendapat Sunan Kalijaga, dengan

alasan agama Budha juga memiliki kesamaan ajaran sosial dengan islam yang

menganjurkan orang kaya menolong fakir miskin. Keputusan mentolerir adat

Jawa pra Islam itu menurut Solichin Salam sangat bersifat sementara. Dan

para wali mengharapkan setelah proses Islamisasi berhasil, akan ada pemeluk

Islam yang menjelaskan duduk persoalan adat istiadat Jawa yang diberi baju

keislaman tersebut (Solichin, 1950 :30).

Tradisi dan kebudayan sebagai hasil dari cipta, karsa dan rasa

manusia merupakan suatu keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari

unsur-unsur yang berbeda-beda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni,

hukum, moral, adat istiadat, dan segala kecakapan yang diperoleh manusia

sebagai anggota masyarakat (Masrin, 2009:2). Awal mula dari sebuah tradisi

adalah ritual-ritual individu kemudian disepakati oleh beberapa kalangan dan

akhirnya diaplikasikan secara bersama-sama. Bahkan tak jarang tradisi-tradisi

itu kemudian menjadi sebuah ajaran yang jika ditinggalkan akan

mendatangkan bahaya.

Di tengah zaman modernisasi sekarang ini ternyata masih ada yang

mau menjaga dan melestarikan kebudayaan. Modernisasi merupakan proses

yang dilandasi dengan seperangkat rencana dan kebijaksanaan yang disadari

untuk mengubah masyarakat kearah kehidupan masyarakat yang kontemporer

(18)

6

(Suratman, dkk, 2010:1 21). Sedangkan ciri-ciri modernisasi antara lain

adalah kemajuan teknologi dan industrialisasi, individualisasi, sekularisasi,

diferensiasi, dan akulturasi. Sistem terbuka dunia saat ini memudahkan

masyarakat saling berinteraksi dan bersentuhan dengan budaya asing

sehingga timbul akulturasi. Dalam masyarakat modern mekanisme

masyarakatnya menuju kearah prinsip logika ekonomi serta orientasi

kebendaan yang berlebihan dan kehidupan seseorang perhatian religiusnya

dicurahkan untuk bekerja dan menumpuk kekayaan (Suratman, dkk,

2010:122-123). Namun tidak semua daerah mudah melepaskan kebudayaan

mereka meskipun modernisasi telah mereka rasakan. Mereka adalah

masyarakat yang mengerti dengan baik apa yang telah diyakini dan

dilaksanakan oleh para nenek moyang mereka dari generasi ke generasi.

Mereka masih menghormati budaya yang mereka yakini kesucian dan

keluhurannya.

Terdapat beberapa masyarakat yang masih memilih untuk

mempertahankan warisan budaya mereka. Mereka menganggap budaya

tersebut merupakan kebiasaan yang tetap harus dipertahankan bahkan

meskipun telah mengalami tantangan baik tantangan internal maupun

eksternal. Salah satunya adalah sebuah masyarakat di desa yang terletak di

lereng gunung Merbabu, yaitu desa Bandungrejo, kecamatan Ngablak,

kabupaten Magelang. Masyarakat di Desa Bandung Rejo Kecamatan Ngablak

Kabupaten Magelang memiliki berbagai tradisi yang sangat sakral. Salah

(19)

7

mertidesa merupakan upacara yang diadakan setiap satu tahun sekali. Adapun

tujuan dari pelaksanaan saparan tersebut adalah sebagai rasa syukur kepada

Tuhan atas nikmat dan rezeki yang telah diberikan di tahun tersebut serta

untuk mempererat tali kekerabatan diantara warganya. Dengan tradisi

Saparannya yang sampai sekarang masih eksis di tengah modernisasi

sekarang ini Desa Bandungrejo mampu menjaga masyarakatnya untuk tetap

kompak, harmonis serta memiliki jiwa sosial yang tinggi.

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, penulis tertarik mencoba

menuangkan dalam suatu penelitian guna mengetahui bentuk ketaatan sosial

di dalam Tradisi Saparan yang di laksanakan di Desa Bandungrejo

Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Maka dari itu penulis mengambil

judul skripsi “KETAATAN SOSIAL DI DALAM TRADISI SAPARAN

PADA MASYARAKAT DESA BANDUNGREJO KECAMATAN

NGABLAK KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2018”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam skripsi ini

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana wujud pelaksanaan Ketaatan Sosial di dalam tradisi saparan

Desa Bandungrejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang tahun 2018?

2. Mengapa masyarakat di Desa Bandungrejo Kecamatan Ngablak

Kabupaten Magelang masih mempertahankan Tradisi Saparan?

3. Apa nilai positif dan negatif pelaksanaan tradisi saparan di Desa

(20)

8 C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui wujud pelaksanaan ketaatan sosial dalam tradisi

saparan di Desa Bandungrejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang

tahun 2018.

2. Untuk mengetahui alasan masyarakat di Desa Bandungrejo Kecamatan

Ngablak Kabupaten Magelang masih mempertahankan Tradisi Saparan.

3. Untuk mengetahui nilai positif dan negatif dalam tradisi saparan di Desa

Bandungrejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang tahun 2018.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat baik secara teoritis

maupun secara praktis.

1. Secara teoritis

a. Menambah pengetahuan tentang salah satu bagian tradisi masyarakat

bandungrejo yang masih bertahan hingga saat ini, juga sebagai usaha

untuk memperkaya kepustakaan budaya.

b. Dapat memberikan pengetahuan dan wawasan kepada pembaca

mengenai salah satu tradisi budaya bangsa Indonesia yang masih terjaga

keberadaanya oleh masyarakat itu sendiri.

2. Secara praktis

a. Memberikan kesempatan bagi peneliti-peneliti lain untuk memperdalam

kajian penelitian budaya Saparan.

b. Bagi masyarakat desa Bandungrejo, hasil penelitian ini diharapkan

(21)

9

pentingnya tradisi Saparan dalam menjaga kearifan dan nilai-nilai

budaya lokal Indonesia.

E. Penegasan Istilah

Penegasan istilah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk

menjelaskan konsep-konsep atau memberikan batasan operasional atas

beberapa istilah yang berkaitan dengan judul. Adapun istilah yang dimaksud

adalah sebagai berikut:

1. Ketaatan Sosial

a. Ketaatan

Kata taat berasal dari bahasa Arab “taat” yang memiliki makna

menuruti atau mengikuti. Secara istilah taat berarti mengikuti dan

menuruti keinginan atau perintah dari luar diri kita. Dengan kata lain,

taat artinya tunduk, patuh saat kita mendapat perintah atau larangan

untuk dihindari.

b. Sosial

Kata sosial berasal dari bahasa latin yaitu ’socius’ yang berarti

segala sesuatu yang lahir, tumbuh, dan berkembang dalam kehidupan

bersama Sudarno (dalam Salim, 2002 :12) menekankan pengertian

sosial pada strukturnya, yaitu suatu tatanan dari hubungan-hubungan

sosial dalam masyarakat yang menempatkan pihak-pihak tertentu

(individu, keluarga, kelompok, kelas) didalam posisi-posisi sosial

tertentu berdasarkan suatu sistem nilai dan norma yang berlaku pada

(22)

10 2. Tradisi saparan

a. Tradisi

Tradisi adalah suatu kebiasaan yang teraplikasikan secara

terus-menerus dengan berbagai simbol dan aturan yang berlaku pada sebuah

komunitas (Masrin, 2009:3).

b. Saparan

Saparan merupakan sebuah tradisi yang ada di daerah Jawa.

Daerah-daerah yang melaksanakan Saparan diantaranya adalah sekitar

daerah Magelang, dan Yogyakarta. Masing-masing Saparan di setiap

daerah prosesnya dapat berbeda, yang menjadi persamaan adalah tradisi

tersebut berlangsung di bulan Safar atau Sapar, nama yang sering orang

Jawa ucapkan.

3. Masyarakat

Istilah masyarakat sendiri menurut Koentjaraningrat “ berasal dari

bahasa Arab “syaraka” yang artinya ikut serta, berpartisipasi, atau

musyaraka” yang artinya saling bergaul”. Di dalam bahasa Inggris

dipakai istilah “society”, yang berasal dari bahasa latin “socius” berarti

kawan. Dalam bahasa Inggris, kata masyarakat diterjemahkan menjadi dua

pengertian, yaitu society dan community (Basrowi, 2005:37).

F. Kajian Penelitian Terdahulu

Kajian penelitian mengenai berbagai ritual atau ritus masyarakat telah

banyak dilakukan. Mengingat ragam budaya yang beraneka disetiap daerah

(23)

11

Pramushinta (2010), melalui judul penelitian Keberadaan tradisi

Nyadran dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat petani desa

Gowak kecamatan Pringsurat kabupaten temanggung, menyimpulkan bahwa

masyarakat desa Gowak tersebut masih memilih melaksanakan tradisi

Nyadran dengan besar-besaran dan mengeluarkan banyak biaya. Upaya yang

dilakukan oleh masyarakat tersebut untuk mendapatkan dana yaitu ada yang

dengan menabung, menjual hasil pertanian maupun peternakan, serta

berhutang kepada sesama warga desa Gowak maupun suatu lembaga atau

instansi yang ada didesa tersebut. Nyadran masih dipertahankan di desa

tersebut karena ternyata memiliki fungsi yang diperoleh masyarakatnya, yaitu

fungsi sosial, fungsi ekonomi dan fungsi religi.

Haryati (2006) dengan judul penelitian Fungsi dan makna tradisi

Ruwatan Sawanan, studi kasus di desa Badakarya kecamatan Punggelan

kabupaten Banjarnegara menyimpulkan bahwa tradisi ruwatan Sawanan 11

merupakan pernyataan untuk memohon keselamatan dan kesehatan kepada

Tuhan Yang Maha Esa serta agar lebih mendekatkan diri kepadaNya dan

melestarikan warisan budaya daerah dari leluhur. Masyarakat desa Badakarya

ini menyadari betul akan warisan budaya yang ada sehingga mereka berusaha

melestarikannya.

Penelitian Sri sumarsih dalam jurnal Patra-Widya (2006), dengan

judul Makna dan fungsi upacara menyambut tanggal 1 Sura di desa Traji

kecamatan Parakan kabupaten Temanggung menyimpulkan bahwa di dalam

(24)

12

macam fungsi, diantaranya fungsi mengumpulkan kerabat, fungsi hiburan dan

fungsi ekonomi.

Sebagai wacana, terdapat penelitian mengenai tradisi yang ada diluar

pulau Jawa, yaitu penelitian Ilham Halid dalam jurnal April 2011 yang

menuliskan sebuah penelitian yang berjudul Tradisi minta hujan

Armarohimin. Penelitian ini adalah penelitian tentang sebuah tradisi di tanah

Minangkabau, tepatnya daerah Nagari Taram kecamatan Harau kabupaten

Limapuluh Kota. Halid menyimpulkan bahwa tradisi ini semakin luntur

karena kebutuhan masyarakat terhadap tradisi ini mulai berkurang. Dengan

kata lain, tradisi ini ada karena kebutuhan masyarakat itu sendiri. Masyarakat

Nagari Taram sangat rendah curah hujannya, sehingga tradisi ini seperti

membawa harapan bagi mereka. Namun ketika terjadi perkembangan

semakin baiknya sistem irigasi daerah Nagari Taram tidak lagi mengalami

kekeringan yang berarti sehingga tradisi ini mulai ditinggalkan.

Banyak dari penelitian-penelitian di atas juga telah menggambarkan

bagaimana eksistensi sebuah budaya masih terjaga. Penelitian yang akan

dilakukan oleh peneliti merupakan penelitian mengenai salah satu budaya

yang ada di tanah Jawa. Penelitian ini bercirikan proses mempertahankan

budaya oleh masyarakat itu sendiri meskipun sempat melewati guncangan

sosial. Masyarakat sepakat untuk menghidupkan kembali budaya mereka.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan penulisan ini maka disusun

(25)

13

BAB I PENDAHULUAN Pada bab I yaitu pendahuluan berisi tentang

Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan penelitian, Manfaat

penelitian, Penegasan istilah, Kajian penelitian terdahulu, dan Sistematika

penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI Pada bab IIdiuraikan

sebagaipembahasan teori yang menjadi landasan teoritik penelitiantentang:

pengertian Ketaatan Sosial, islam jawa, tradisi dan saparan.

BAB III METODE PENELITIAN Pada bab III ini akan dilaporkan

metode penelitian yang meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, lokasi

penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data,

pengecekan keabsahan data, serta tahap-tahap penelitian.

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA Pada bab IV

pembahasan, yang akan membahas tentangpaparan data dan analisis data

yang terkumpul dalam klasifikasi data. Dalam paparan data membahas

tentang gambaran tempat meliputi, letak geografis, keadaan penduduk,

keadaan sosial budaya, keadaan sosial pendidikan, sarana prasarana, struktur

organisasi desa Bandungrejo dan temuan data berupa tradisi saparan di desa

Bandungrejo. Sedangkan dalam analisis data untuk menjawab rumusan

masalah.

BAB V PENUTUP Pada bab V merupakan bagian akhir penulisan

skripsi,akan diuraikan mengenai kesimpulan akhir. Saran-saran

yangberhubungan dengan penelitian dari pihak-pihak terkait dari subjek

(26)

14

menuruti atau mengikuti. Secara istilah taat berarti mengikuti dan

menuruti keinginan atau perintah dari luar diri kita. Dengan kata lain, taat

artinya tunduk, patuh saat kita mendapat perintah atau larangan untuk

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah

dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang

kekuasaan)) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda

pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan

lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisa/4: 59)

Seperti yang di jelaskan pada surat An-Nisa ayat 59 bahwa wujud

taat kita terhadap Allah SWT yaitu dengan menjadi hambaNya yang saleh

dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi segala laranganNya.

(27)

15

Rasulullah sebagai suri tauladan dan menjalankan tuntunanya. Sedangkan

wujud taat kepada ulil amri yaitu mematuhi segala kebijakan pemimpin

jika baik dan benar serta mengingatkan ketika pemimpin berbuat salah.

Ada 3 makna taat kepada Allah swt., yaitu taat bermakna patuh,

penurut dan tunduk.

a. Taat Bermakna Patuh

Taat bermakna patuh adalah mematuhi perintah Allah swt. dan

menjauhi larangannya. Perintah Allah, contohnya salat, puasa, dan

menunaikan zakat. Sementara itu, yang dilarang Allah, seperti minum

minuman yang memabukkan, meninggalkan salat fardu, berjudi, dan

mengambil hak orang lain.

b. Taat Bermakna Penurut

Taat bermakna penurut adalah menuruti semua aturan yang

bersumber dari ajaran Islam. Contohnya, yang tercantum dalam surah

Al-Maidah ayat 6, yang menerangkan jika kita hendak melaksanakan

salat harus ada aturan, yaitu harus berwu«u atau bertayamum.

c. Taat Bermakna Tunduk

Taat bermakna tunduk adalah tunduk terhadap qada dan qadar

yang datangnya dari Allah swt., seperti kita tunduk bahwa Allah swt.

(28)

16 2. Sosial

a. Pengertian Sosial

Kata sosial berasal dari bahasa latin yaitu ’socius’ yang berarti

segala sesuatu yang lahir, tumbuh, dan berkembang dalam kehidupan

bersama (Salim, 2002 :40). Sudarno (dalam Salim, 2002 : 34)

menekankan pengertian sosial pada strukturnya, yaitu suatu tatanan

dari hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat yang

menempatkan pihak-pihak tertentu (individu, keluarga, kelompok,

kelas) didalam posisi-posisi sosial tertentu berdasarkan suatu sistem

nilai dan norma yang berlaku pada suatu masyarakat pada waktu

tertentu. Ibrahim (2003 :26) mendefenisikan struktur sosial sebagai

seperangkat unsur yang mempunyai ciri tertentu dan seperangkat

hubungan diantara unsur-unsur tertentu. Dapat disimpulkan bahwa

sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat yang

lahir, tumbuh, dan berkembangan dalam kehidupan bersama

b. Faktor-faktor Sosial

1) Pendidikan

Pendidikan sebagai suatu konsep, memiliki sifat yang

cukup terbuka untuk menelaah. Pendidikan dalam arti formal

sebenarnya adalah suatu proses penyampaian bahan/materi

pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidikan (anak didik)

guna mencapai perubahan tingkah laku (Notoatmodjo, 1993 :21).

(29)

17

menyebutkan suatu jenis peristiwa yang dapat terjadi di berbagai

jenis lingkungan. Jenis peristiwa ini ialah interaksi antara dua

manusia atau lebih yang dirancang untuk menimbulkan atau

berdampak timbulnya suatu proses pengembangan atau

pematangan pandangan hidup pribadi. Jenis lingkungan tempat

terjadinya interaksi ini dapat berupa keluarga, sekolah, tempat

kerja, tempat bermain, berolahraga atau berekreasi, ataupun

tempat lain (Muzaham, 1995 : 3).

2) Suku

Suku merupakan unit-unit kebudayaan, dimana latar

belakang kebudayaan tersebut berbeda-beda. Perbedaan ini akan

menghasilkan tingkah laku yang berbeda pula, baik itu tingkah

laku individu maupun tingkah laku kelompok. Tingkah laku yang

dimaksud bukan hanya kegiatan yang bisa diamati dengan mata

saja, tetapi juga apa yang ada dalam pikiran. Pada manusia,

tingkah laku ini tergantung pada proses pembelajaran. Apa yang

mereka lakukan adalah hasil dari proses belajar yang dilakukan

oleh manusia sepanjang hidupnya disadari atau tidak. Mereka

mempelajari bagaimana bertingkah laku dengan cara mencontoh

atau belajar dari generasi di atasnya dan juga dari lingkungan

alam dan sosial yang ada disekitarnya (Muzaham,1995 :53).

(30)

18

Keluarga didefenisikan oleh Friedman (1992 :32) sebagai

dua individu atau lebih yang bergabung bersama karena adanya

ikatan saling berbagi dan ikatan kedekatan emosi yang

mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian keluarga.

Keluarga mengemban fungsi untuk kesejahteraan anggota

keluarga yang mencakup 5 bidang yaitu biologi, ekonomi,

pendidikan, psikologi dan sosial.

3. Ketaatan Sosial

Ketaatan sosial merupakan kepatuhan yang di jalani bersama di

dalam kehidupan bersosial. Cakupan sosial menurut Sudarno ada dua

yaitu interaksi sosial dan hubungan sosial. Interaksi sosial didefenisikan

sebagai interaksi lembaga sosial, individu, dalam tata hubungan yang

dikendalikan oleh kepentingan tertentu (Salim, 2002 :55), sedangkan

Soerjono Soekanto mendefenisikan interaksi sosial sebagai hubungan

timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok,

dan antara kelompok dengan kelompok (Ibrahim, 2003 : 23).

Hubungan sosial merupakan hubungan antara lembaga, individu

yang bersifat umum yang memiliki dasar kegiatan kemasyarakatan

(Soedarno dalam Salim, 2002 :56). Jadi dapat di artikan bahwasanya

Ketaatan sosial itu tercermin dalam bentuk Sikap maupun perbuatan

seseorang di dalam berinteraksi maupun berhubungan sosial di dalam

(31)

19

aturan yang harus di laksanakan. Maka dari itu dalam kehidupan sosial

aturan tersebut harus di jalankan dan di tepati sebagai mana mestinya.

B. Masyarakat

Istilah masyarakat sendiri menurut Koentjaraningrat “ berasal dari

bahasa Arab “syaraka” yang artinya ikut serta, berpartisipasi, atau

musyaraka” yang artinya saling bergaul”. Di dalam bahasa Inggris dipakai

istilah “society”, yang berasal dari bahasa latin “socius” berarti kawan.

Dalam bahasa Inggris, kata masyarakat diterjemahkan menjadi dua

pengertian, yaitu society dan community (Basrowi, 2005:37). Ralph Clinton

mengemukakan bahwa masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah

hidup cukup lama dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat

mengorganisasikan dirinya sebagai salah satu kesatuan sosial dengan

batas-batas tertentu. Suatu masyarakat ada karena adanya pengalaman hidup

bersama dalam suatu kesatuan manusia dari yang terkecil (tetangga) hingga

yang terbesar (negara) dalam jangka waktu relatif lama.

Di sini waktu memegang peranan penting bagi berjalanya proses

adaptasi antar individu sehingga antara mereka terjalin suatu kerja sama.

Karena tiap individu telah diberikan bekal oleh Tuhan Yang Maha Esa sejak

dilahirkan. Dengan pembawaan yang berbeda-beda serta kebutuhan yang

tidak dapat mereka penuhi sendiri mereka harus beradaptasi terhadap tingkah

laku orang lain. Pengalaman hidup bersama 25 membuat kelompok ini

(32)

20

tingkah laku yang berbeda dengan kelompok manusia yang lain (Soekanto,

2002:24).

Dari pendapat para ahli di atas, kiranya peneliti dapat menarik

kesimpulan bahwa masyarakat merupakan sekumpulan individu yang berupa

kelompok kecil sampai kelompok terbesar, yang tinggal atau atau menempati

satu wilayah yang sama dengan batas-batasnya dalam jangka waktu yang

relatif lama, sehingga di antara anggotanya terjalin suatu kerja sama yang

cukup erat untuk memenuhi kebutuhan kelompok secara mandiri dan

menghasilkan suatu kebudayaan dengan memiliki nilai-nilai serta aturan yang

berbeda dengan kesatuan hidup lain dan setiap anggotanya memiliki identitas

khusus terhadap kelompoknya.

C. Islam Jawa

1. Definisi dan Munculnya Islam Jawa

Masyarakat Jawa adalah masyarakat yang tinggal di daerah tengah

dan timur Pulau Jawa, yakni Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta.

Sebagian besar masyarakat Jawa beragama Islam, yang lain beragama

Kristen, Katolik, Budha, Hindu dan Konghucu. Memang Pulau Jawa

merupakan pulau terpadat di negara Indonesia. Sehingga keanekaragaman

agama dan adat juga terlihat di Jawa. Selain enam agama yang diakui

negara di atas, ada pula keyakinan suku Jawa yang disebut Kejawen.

Kepercayaan ini terutama berdasarkan aliran animisme dengan pengaruh

Hindu-Budha yang kuat. Selain itu, masyarakat Jawa juga terkenal dengan

(33)

21

Hindu dan Islam. Sehingga Koentjaraningrat (1994: 310) bahkan

menggolongkan agama Islam di Jawa menjadi dua, yaitu agama Islam

Jawa yang sinkretis dan agama Islam puritan.

Amin (2000: 93) kembali menegaskan bahwa munculnya Islam

sinkretik dalam masyarakat Jawa karena memang sebelum kedatangan

Islam di Jawa, agama Hindu, Budha, dan kepercayaan asli yang

berdasarkan animisme dan dinamisme telah berakar kuat di kalangan

masyarakat Jawa. Sehingga akibatnya muncul dua kelompok dalam

menerima Islam. Pertama, yang menerima Islam secara total dengan tanpa

mengingat pada kepercayaan-kepercayaan lama. Dalam hal ini dapat kita

kaitkan dengan pernyataan Koentjaraningrat tentang Islam puritan. Kedua,

adalah mereka yang menerima Islam, tetapi belum dapat melupakan

ajaran-ajaran lama. Artinya, mereka mencampuradukkan antara

kebudayaan dan ajaran-ajaran Islam dengan kepercayaan-kepercayaan

lama (sinkretis).

Secara umum, kehidupan budaya orang Jawa tentunya memiliki

banyak tradisi dan kepercayaan yang merupakan hasil dari budaya mereka.

Kehidupan orang Jawa penuh dengan berbagai upacara-upacara. Baik

upacara yang terjadi dalam perjalanan lingkaran hidup manusia sejak

keberadaanya dalam perut ibu, lahir, anak-anak, remaja, dewasa sampai

saat kematiannya maupun upacara-upacara yang timbul berkaitan dengan

aktivitas kehidupan sehari-hari dalam mencari nafkah bagi keluarga

(34)

22

berhubungan dengan tempat tinggal seperti pembangunan rumah, pindah

rumah, peresmian tempat tinggal dan lain sebagainya.

Upacara-upacara tersebut mulanya diadakan untuk menangkal

pengaruh buruk yang diyakini bisa mengancam keberlangsungan

hidupnya. Upacara-upacara tersebut dalam kepercayaan Jawa lama

sebelum Islam masuk diadakan dengan mengadakan korban sesaji atau

semacam korban yang disajikan kepada daya kekuatan gaib seperti

roh-roh, makhluk halus atau dewa-dewa. Masyarakat Jawa ketika itu menganut

kepercayaan animisme dan dinamisme.

2. Perwujudan Kebudayaan

Beberapa ilmuan seperti Talcott Parson (Sosiolog) dan al Kroeber

(Antropolog) menganjurkan untuk membedakan wujud kebudayaan secara

tajam sebagai suatu sistem. Di mana wujud kebudayaan itu adalah sebagai

suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola. Sejalan

dengan pikiran para ahli tersebut, Koentjaraningrat mengemukakan bahwa

kebudayaan itu dibagi atau digolongkan dalam tiga wujud, yaitu (Elly

dkk,2010:28-30):

a. Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,

norma-norma, dan peraturan. Wujud tersebut menunjukkan wujud ide dari

kebudayaan yang bersifat abstrak dan tempatnya ada di alam pikiran

warga masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.

Kebudayaan ideal ini disebut juga dengan tata kelakuan, hal ini

(35)

23

mengendalikan dan memberi arah kepada tindakan atau perbuatan

manusia dalam masyarakat.

b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakkan

berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud tersebut bersifat

konkret sehingga dinamakan sistem sosial, karena menyangkut

tindakkan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Adapun wujud

ini bisa diobservasikan karena dalam sistem sosial ini terdapat aktivitas

manusia yang berinteraksi dan berhubungan serta bergaul satu dengan

lainnya dalam masyarakat.

c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud

ini disebut pula kebudayaan fisik. Dimana wujud budaya ini hampir

seluruhnya merupakan hasil fisik (aktivitas perbuatan, dan karya semua

manusia dalam masyarakat). Sifatnya paling konkret dan berupa

benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat yang berwujud besar

maupun kecil.

D. Tradisi

1. Definisi Tradisi

Tradisi berdasarkan Wikipedia bahasa Indonesia adalah kebiasaan

atau sesuatu yang telah dilakukan untuk waktu yang lama dan menjadi

bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu

negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama.

Menurut Murgiyanto (2004:10), tradisi adalah cara mewariskan

(36)

24

generasi dan dari leluhur ke anak cucu secara lisan. Pada dasarnya tradisi

merupakan bagian dari kebudayaan. Dilihat dari konsepnya, kebudayaan

merupakan hasil karya manusia yang dilakukan secara berulang-ulang

berdasarkan waktu tertentu dengan anggota masyarakat lain. Hasil karya

yang dilakukan secara berulang-ulang tersebut telah menjadi suatu

kebiasaan yang disebut dengan tradisi.

Sedangkan tradisi menurut Sztompka (2007:71) adalah kumpulan

benda material dan gagasan yang diberi makna khusus yang berasal dari

masa lalu. Tradisi bertahan dalam jangka waktu tertentu dan mungkin bias

lenyap bila benda material atau gagasan ditolak atau dilupakan.

Setiap tradisi dalam suatu masyarakat tidak lepas dari adanya

upacara tradisional atau yang kita kenal dengan upacara adat. Upacara itu

sendiri mengandung makna simbolik, nilai-nilai etika, moral dan sosial

yang menjadi acuan normatif individu dan masyarakat dalam menjalin

kehidupan bersama (Nursid, 2003:49). Upacara tradisional mencerminkan

semua perencanaan dan tindakan yang diatur dalam tata nilai luhur yang

diwariskan secara turun temurun yang mengalami perubahan menuju

perbaikan sesuai tata urutan zaman.

Jadi, tradisi merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia yang

telah berproses dalam waktu yang lama dan dilaksanakan secara turun

temurun dari nenek moyang. Tradisi dipengaruhi oleh kecenderungan

untuk berbuat sesuatu dan mengulang sesuatu hingga menjadi kebiasaan.

(37)

25

pendukungnya masih melihat manfaatnya, sebaliknya tradisi akan

ditinggalkan atau mengalami perubahan apabila dirasa tidak lagi

bermanfaat bagi masyarakat pemiliknya.

2. Tujuan Tradisi

Tradisi yang ada pada masyarakat memiliki tujuan supaya hidup

manusia kaya akan budaya dan nilai-nilai bersejarah. Selain itu, tradisi

juga akan membuat kehidupan menjadi harmonis. Tetapi hal ini akan

terwujud jika manusia menghargai, menghormati dan menjalankan suatu

tradisi dengan baik dan benar dan juga sesuai dengan aturan

(www.spengetahuan.com).

3. Fungsi Tradisi

a. Penyedia Fragmen Warisan Historis

Fungsi dari tradisi adalah sebagai penyedia fragmen warisan

historis yang kita pandang bermanfaat. Tradisi yang seperti suatu

gagasan dan material yang bisa dipergunakan orang dalam tindakan saat

ini dan untuk membangun masa depan dengan dasar pengalaman masa

lalu. Misalnya adlah peran yang harus diteladani seperti tradisi

kepahlawanan, kepemimpinan karismatis dan lain sebagainya.

b. Memberikan Legitimasi Pandangan Hidup

Fungsi tradisi adalah untuk sebagai pemberi legitimasi pada

pandangan hidup, keyakinan, pranata dan aturan yang telah ada.

(38)

26

anggotanya. Seperti wewenang seorang raja yang disahkan oleh tradisi

deri seluruh dinasti terdahulu.

c. Menyediakan Simbol Identitas Kolektif

Fungsi tradisi adalah menyediakan simbol identitas kolektif yang

meyakinkan, memperkuat loyalitas primodial kepada bangsa,

komunitas dan kelompok. Seperti tradisi nasional dengan lagu, bendera,

emblem, mitologi dan ritual umum (www.spengetahuan.com).

E. Saparan

1. Definisi Saparan

Saparan merupakan sebuah tradisi yang ada di daerah Jawa.

Daerah-daerah yang melaksanakan Saparan diantaranya adalah sekitar

daerah Magelang, dan Yogyakarta. Masing-masing Saparan di setiap

daerah prosesnya dapat berbeda, yang menjadi persamaan adalah tradisi

tersebut berlangsung dibulan Safar atau Sapar, nama yang sering orang

Jawa ucapkan.

Saparan yang diteliti dalam penelitian ini adalah Saparan yang

berlangsung di desa Bandungrejo Kecamatan Ngablak Kabupaten

Magelang. Pada dasarnya Saparan yang berlangsung di Desa Bandungrejo

ini adalah sebagai bentuk tradisi Merti desa. Tradisi Merti desa sudah

menjadi hal yang wajar bagi kehidupan masyarakat Jawa. Merti desa

merupakan suatu upacara syukur atas keberkahan yang telah berlimpah di

(39)

27

Bandungrejo selalu berlangsung pada bulan Sapar. Oleh sebab itu, mereka

menyebut Merti desa tersebut dengan sebutan Saparan.

Saparan di desa ini dilaksanakan dengan saling mengundang para

teman, sanak saudara dan kerabat untuk berkunjung ke rumah mereka.

Mereka diundang secara lisan, biasanya ketika mereka saling bertemu di

jalan, di pasar, di ladang ataupun ditempat kerja. Namun banyak pula yang

diundang melalui telepon. Para warga desa Bandungrejo akan menjamu

sebaik mungkin tamu mereka tersebut. Untuk memeriahkan suasana desa,

mereka mengadakan berbagai kesenian Jawa untuk dipertontonkan (Nur

Rokhim, 12-02-18).

2. Tujuan Saparan

Adapun tujuan dari pelaksanaan saparan tersebut adalah sebagai

rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat dan rezeki yang telah diberikan di

tahun tersebut. Tujuan lainnya dari pada upacara ritual tradisi ini adalah

menjalin silaturrahmi antar warga satu sama lain dan saling bergotong

royong atau saling mambantu sehingga menjadikan desa tersebut aman,

tentram dan dipandang desa yang sejahtera dan menjadikan desa lebih

maju dalam segala hal apapun semisal dalam petani maka panenannya

akan meningkat atau bisa jadi dengan para pelajar di desa tersebut yang

dalam menempuh pendidikan diberi kelancaran dan masih banyak lainnya

(40)

28 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research). Disini

penulis mengumpulkan data dari lapangan dengan mengadakan

penyelidikan secara langsung di lapangan untuk mencari berbagai

masalah yang ada relevansinya dengan penelitian ini. Adapun jenis

penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kualitatif, yaitu kajian berbagai studi dan kumpulan berbagai

jenis materi empiris, seperti studi kasus, kisah hidup, pengalaman

personal, pengkuan introspektif, wawancara, artifak, berbagai teks dan

produksi kultural, pengamatan, sejarah, interaksional, dan berbagai teks

visual (Septiawan, 2007: 5).

Menurut Strauss dan Corbin (2007:4) Istilah penelitian kualitatif

dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak

diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya.

Dengan demikian, penelitian kualitatif ini menggambarkan secara

sistematis dan mendalam tentang fakta atau karakteristik subjek

penelitian tertentu atau bidang tertentu. Fakta tersebut diperoleh melalui

riset lapangan dengan mencari informasi dan data tentang masalah yang

diteliti.

Penelitian kualitatif memperoleh data-data yang dikumpulkan

(41)

29

tulisan-tulisan yang ada kaitannya dengan variabel yang akan diteliti.

Selain itu data dikumpulkan melalui riset lapangan dengan mencari

informasi dan data tentang masalah yang diteliti ke objek penelitian.

B. Lokasi Penelitian

Obyek penelitian ini adalah Desa Bandungrejo Kecamatan

Ngablak Kabupaten Magelang. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut

karena lokasi tersebut memiliki karateristik yang berbeda dari dusun lain

yaitu di desa tersebut termasuk desa yang mempunyai tradisi agama yang

masih tradisional. Maka dari itu, peneliti merasa tertarik dan ingin

melakukan penelitian di desa tersebut tentang Ketaatan Sosial di dalam

tradisi Saparan pada masyarakat Desa Bandungrejo Kecamatan Ngablak

Kabupaten Magelang.

C. Sumber Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini

diambil dari:

1) Data primer adalah data yang didapatkan melalui narasumber, yaitu

tokoh agama, melalui informan (kepala desa, tokoh pemuda, dan tokoh

masyarakat). Selain itu, data tersebut diperoleh melalui pengamatan

lapangan.

2) Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber-sumber

yang mendukung seperti dokumentasi, arsip desa dan referensi yang

(42)

30 D. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan

adalah sebagai berikut :

a. Wawancara mendalam dan langsung kepada narasumber dan informan.

Metode ini digunakan untuk mendapatkan data berupa sejarah

dilaksanakannya tradisi Saparan, upaya masyarakat mempertahankan

tradisi, unsur-unsur ritual yang terkandung dalam nilai-nilai Islam dan

tujuan dilaksanakannya.

b. Observasi langsung terlibat (participant observation), teknik metode ini

digunakan untuk mendapatkan fakta-fakta empirik yang tampak (kasat

mata) dan guna memperoleh dimensi-dimensi baru untuk pemahaman

konteks maupun fenomena yang diteliti yang digunakan untuk

mendapatkan data mengenai kehidupan beragama dan kegiatan aktifitas

kebiasaan pada masyarakat di Desa Bandungrejo.

c. Dokumentasi, metode ini merupakan pengumpulan data yang

mendukung kegiatan penelitian, seperti data asal usul Desa

Bandungrejo, letak wilayah, kondisi geografis, kependudukan, sosial

budaya, fasilitas sosial, struktur pemerintahan desa, dan kehidupan

beragama, lebih singkatnya potret masyarakat Desa Bandungrejo.

E. Analisis Data

Menurut Patton analisis data adalah proses mengatur urutan data,

mengorganisasikannya kedalam suatu pola kategori dan satuan uraian

dasar (Moleong, 2002: 103). Analisis data juga dapat diartikan sebagai

(43)

31

hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga mudah

dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.

Penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif untuk mengolah data

dari lapangan:

a. Pengumpulan data

Proses analisis data dimulai dari menelaah seluruh data yang

diperoleh dengan menggunakan beberapa teknik, seperti wawancara

mendalam, observasi, dan dokumentasi.

b. Reduksi Data

Proses analisis data dimulai dari menelaah seluruh sumber data

yang diperoleh dilakukan dengan jalan membuat abstraksi, abstraksi

merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan

pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijaga dalam penelitian. Dalam

penelitian kualitatif, data yang terkumpul di analisis setiap waktu

secara induktif, supaya dapat disederhanakan ke dalam bentuk yang

lebih mudah.

c. Penyajian Data

Dengan menggambarkan fenomena-fenomena atau keadaan

sesuai dengan data yang telah direduksi terlebih dahulu.

d. Kesimpulan

(44)

32 F. Pengecekan Keabsahan Data

Pengambilan data-data melalui tiga tahapan diantaranya yaitu

tahapan pendahuluan, tahap penyaringan, dan tahap melengkapi data yang

masih kurang. Dari ketiga tahap itu, untuk pengecekan keabsahan data

banyak terjadi pada tahap penyaringan data. Oleh sebab itu jika terdapat

data yang tidak relevan dan kurang memadai maka akan dilakukan

penyaringan data sekali lagi di lapangan sehingga data tersebut memiliki

kadar validitas yang tinggi.

Adapun tekhnik pemeriksaan keabsahan data yang akan dipakai

dalam penelitian ini adalah Trianggulasi Data yaitu dengan cara

membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, data

hasil wawancara dengan dokumentasi dan data hasil pengamatan dengan

dokumentasi. Hasil perbandingan ini diharapkan dapat menyatukan

persepsi atas data yang diperoleh.

G. Tahap-tahap Penelitian

Pelaksanaan penelitian yang akan penulis lakukan ada empat tahap

yaitu: tahap sebelum pelaksanaan penelitian lapangan, tahap pelaksanaan

penelitian lapangan, tahap analisis data, tahap penulisan laporan.

Tahap-tahap pelaksanaan penelitian yang akan peneliti lakukan

adalah sebagai berikut :

a) Tahap Sebelum Pelaksanaan Penelitian

Tahap ini meliputi kegiatan :

1) Mengajukan judul penelitin.

(45)

33 3) Konsultasi kepada pembimbing.

b) Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahap ini meliputi :

1) Melaksanakan penelitian di tempat yang telah ditentukan.

2) Mengumpulkan data yang sesuai dengan fokus penelitian.

3) Pencatatan data yang sudah terkumpul.

4) Mengembangkan data yang terkumpul.

c) Tahap Analisis Data

Tahap ini meliputi kegiatan :

1) Mencoding data.

2) Menganalisis dengan analisis diskriptif.

3) Penemuan hal-hal penting dalam penelitian.

4) Mengecek keabsahan data.

d) Tahap Penulisan Laporan

Tahap ini meliputi kegiatan :

1) Melaporkan hasil penelitian.

(46)

34 BAB IV

PAPARAN DAN ANALISIS DATA

A. Paparan Data 1. Letak Geografis

Berdasarkan Data Topografi, Secara geografis Desa Bandungrejo

terletak pada 6o51’ 46“ sampai dengan 7o11’ 47“ LS dan 109o40’ 19“

sampai dengan 110o 03’ 06“ BT. Desa Bandungrejo memiliki

karateristik wilayah yang beraneka ragam antara lain terletak pada

ketinggian dari permukaan laut antara 40 m dpl. Sedangkan keadaan

hidrologi di Desa Bandungrejo terdapat 3 sungai yaitu sungai

Nglempong yang melewati membelah antara Dusun Bandungrejo dan

Brongkol,Sungai Bengkok Antara Dusun soromayan Dengan Dusun

Kenanggan Sedangka Sungai saranggan Membatasi antara Dusun

Kenanggan dengan dusun kayuares.

Jenis iklim yang ada di Desa Bandungrejo adalah Iklim Tropis

dengan suhu rata- rata 27º C, sedangkan suhu maksimum bisa mencapai

37º C. Sebagaimana desa-desa Bandungrejo lain di wilayah Indonesia

mempunyai dua musim yaitu kemarau dan penghujan, hal tersebut

mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam yang ada di desa

(47)

35 2. Batas-batas adimistratif

Desa Bandungrejo merupakan salah satu Desa di Jawa Tengah

yang terletak di dekat pura mangkunegaran dengan batas Desa

Bandungrejo :

- sebelah utara : Desa Bandungrejo dan Sumberjo

- sebelah Timur : Desa Tejosari

- sebelah Selatan : Desa Jambe Wanggi Kecamatan Pakis

- sebelah Barat : Desa Magersari

Secara Administratif Desa Bandungrejo terdiri dari 9 dusun

dengan 18 RW dan 41 RT dengan rincian sebagai berikut :

a. Dusun Noyogaten : 7 RT Dan 3Rw.

Berikut penduduk dan kehidupan masyarakat Desa Bandungrejo

Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang sebagaimana tertulis dalam

(48)

36

Tabel I. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Jiwa

1. Laki-laki 1.739 jiwa

2. Perempuan 1.698 jiwa

Jumlah 3.437 jiwa

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa populasi laki-laki lebih banyak

dari perempuan yang berselisih sebanyak 41 jiwa.

Tabel II. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan

No Mata Pencaharian Jumlah

1 PNS 4

2 Pensiunan 5

3 Petani 1770

4 Swasta 197

5 Pedagang 27

6 Buruh tani 245

7 Tukang 139

(49)

37

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa secara umum penduduk Desa

Bandungrejo berprofesi sebagai petani. Yang lainnya hanya terdapat

beberapa persen.

4. Keadaan Sosial Budaya

a. Kerja bakti dan membersihkan makam yang dilaksanakan oleh

seluruh warga di Desa Bandungrejo.

b. PKK (Program Kesejahteraan Keluarga) dilaksanakan oleh seluruh

ibu-ibu di Desa Bandungrejo.

c. Nyadran, yang dilakukan setiap satu tahun sekali. Nyadran adalah

suatu rangkaian budayayang berupa pembersihan makam leluhur,

tabur bunga, dan puncaknya berupa kenduri selamatan di makam

leluhur. Nyadran adalah salah satu tradisi dalam menyambut

datangnya bulan Ramadhan. Kegiatan yang biasa dilakukan saat

nyadran adalah menyelenggarakan kenduri, dengan pembacaan ayat

al-Qur’an, dzikir, tahlil, dan do’a kemudian ditutup dengan makan

bersama. Melakukan besik yaitu pembersihan makam leluhur dari

kotoran dan rerumputan.

d. Saparan, yaitu kegiatan sebagai ngkapan rasa syukur kepada Tuhan

atas nikmat dan rezeki yang telah diberikan di tahun tersebut. Tujuan

lainnya daripada upacara ritual tradisi ini adalah menjalin

silaturrahmi antar warga satu sama lain dan saling bergotong royong

atau saling mambantu sehingga menjadikan desa tersebut aman,

(50)

38

lebih maju dalam segala hal apapun semisal dalam petani maka

panenannya akan meningkat atau bisa jadi dengan para pelajar di

desa tersebut yang dalam menempuh pendidikan diberi kelancaran

dan masih banyak lainnya.

5. Keadaan Sosial Pendidikan

Tabel III. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

No Tingkatan Jumlah

1 Sekolah Rakyat ( SR ) 235

2 Tamat SD 1200

3 Paket A 984

4 Tamat SLTP 750

5 Tamat SLTA 101

6 Tamat D3 2

7 Tamat S1 10

8 Masih Sekolah ,Balita Dll 984

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa 90% penduduk di Desa

Bandungrejo bersekolah baik ditingkat SD, SMP, SMA, maupun

(51)

39 6. Sarana Prasarana

Tabel IV. Jumlah Sarana dan Prasarana

No Sarana Prasarana Jumlah

1. Masjid 9

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang ada di

Desa Bandungrejo dapat dikatakan baik karena sudah termasuk

memadai.

7. Latar belakang adanya Tradisi Saparan di Desa Bandungrejo

Ditengah tantangan yang semakin besar pada masa kini dan masa

yang akan datang, peranan islam sebagai tenaga pendorong yang

memberi makna dan orientasi kehidupan pemeluknya sangat diperlukan,

lebih dari masa-masa sebelumnya.Dilihat dari pandangan ini, Nampak

bahwa kebudayaan adalah inti pengembangan kehidupan manusia,

(52)

40

semangat hidup suatu bangsa. Ini berarti, setiap upaya pembangunan

manusia hendaknya berpijak pada landasan realitas budayanya.

Kesenian dan tradisi yang beraneka macam lebih banyak yang

harus dihadapi, yang memang merupakan suatu keharusan dalam

kehidupan umat manusia. Sama halnya dengan tradisi Saparan yang

sudah berkembang dan menjadi tradisi kebudayaan orang jawa yang ada

sejak zaman dahulu. Adapun yang melatar belakangi adanya tradisi

Saparan tidak ada bahwasannya tradisi tersebut telah dilaksanakan

secara turun temurun dan tidak diketahui asal usul serta awal mulai

dilaksanakannya. Perayaan ini biasa dilaksanakan penduduk Desa

Bandungrejo setiap tahun sekali bertepatan pada bulan Sapar dan acara

tersebut berlangsung selama tiga hari.

Diadakannya tradisi tersebut bertujuan untuk nyelameti desa agar

desa tersebut menjadi tentram, sejahtera, harmonis, selaras dan

seimbang. (Bpk. Taryono, 14-02-2018) Upaya manusia juga untuk

menjaga kelestarian desa tersebut. Adapun penyelenggaraan upacara

tradisi tersebut pada umunya bertujuan untuk menghormati, mensyukuri

pemberian Tuhan mohon keselamatan kepada Tuhan melalui arwah

leluhur atau nenek moyang atau kepada kekuatan-kekuatan Illahi yang

(53)

41 B. Analisis Data

1. Wujud Ketaatan Sosial Dalam Tradisi Saparan Di Desa Bandungrejo a. Bentuk Ketaatan Sosial

Tujuan utama dari dilaksanakannya Saparan yaitu membentuk

dan menunmbuhkan jiwa sosial masyarakat Bandungrejo. Dengan

adanya Tradisi Saparan di harapkan mampu membentuk cara

pandang masyarakat Bandungrejo tentang kehidupan bersosial

dimana di dalamnya ada interaksi dan hubungan sosial yang di dapati

dalam kehidupan sehari-hari. Jadi masyarakat Bandungrejo menjadi

terbiasa untuk hidup bersama keluarga, sanak saudara, kerabat dan

warga masyarakat hidup rukun dan harmonis serta memiliki rasa

kepedulian yang tinggi. Di dalam Tradisi Saparan terdapat nilai

kebersamaan yang harus dijalankan bersama di antaranya :

1) Bersih sarasehan, bersih jalan dan bersih lingkungan

Bersih sarasehan, bersih jalan dan bersih lingkungan

merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan sebelum acara

Tradisi Saparan di laksanakan. Beberapa hari sebelum

pelaksanaan Saparan warga bergotong royong membersihkan

lingkungan tempat tinggal mereka. Seperti yang dikatakan bapak

Taryono (62 Tahun) :

(54)

42

isok e pas pelaksanaan sesaji niku di bagi-bagi pundi sing panggone di perteni niku diparingi sesaji”.

“Di dalam Saparan ritual yang pertama yaitu membersihkan sarehan, jalan dan lingkungan setelah itu warga makan bersama dib alai desa kemudian malamnya menyiapkan sesaji sambil tirakatan baru setelah perayaan sesaji tersebut di beberapa tempat” (Rabu, 20-02-2018).

Tujuan dari di adakannya kegiatan tersebut supaya Desa

Bandungrejo bersih. Sebab mereka akan kedatangan banyak

tamu yang akan datang ke desa mereka. Selain itu juga untuk

mengingatkan warga bahwa menjaga kebersihan itu sangat

penting.

2) Berkumpul berdoa bersama

Salah satu bentuk kebersamaan masyarakat Bandungrejo

juga ada di dalam Tradisi Saparan yaitu hari pertama Saparan di

mulai di tandai dengan di tabuhnya kentongan oleh bapak

pemangku adat di Desa Bandungrejo yakni bapak Taryono.

Warga berbondong-bondong berkumpul di lapangan untuk

berdoa bersama dengan membawa makanan untuk di doakan

bersama. Seperti yang dikatana bapak Taryono (62 Tahun) :

“Pas dino pertama riyoyo saparan warga kumpul ten lapangan mbeto panganan isine sego, ingkung, gedang lan ketan banjur di dongani sak bar e di dongani panganan kui mau di gowo bali ugo mengko di sajekno kanggo tamu tamu sing do di undang nyang ngomae dewe-dewe mboh iku sedulur adoh e opo konco ne.”

(55)

43

dan ketan untuk di doakan setelah itu di bawa pulang untuk disajikan buat tamu yang di undang kerumah baik itu kerabat maupun temanya” (Rabu, 20-02-2018).

3) Arakan Tumpeng

Sebagai acara pamungkas perayaan Tradisi Saparan di

tutup dengan membuat tumpeng besar lalu kemudian diarak

keiling kampung kemudian di bawa ketempat acara penutupan.

Tidak hanya nasi tumpeng yang di bawa melainkan juga ada

hasil bumi dari masyarakat Desa Bandungrejo. Sebab Saparan

juga sebagai bentuk rasa syukur masyarakat Bandungrejo atas

hasil panen yang di dapatkan karena di lihat dari data, mayoritas

penduduk bekerja sebagai petani. Seperti yang dikatana pak

Taryono (62 Tahun) :

“acara pungkasan dino ketigo di tutup karo arakan tumpeng gede soko sego kuning lan hasil tani masyarakat bandungrejo, di arak keliling deso di gowo menyang gon pentas”.

“Terakhir ditutup dengan acara arakan tumpeng besar dari nasi kuning dan hasil bumi masyarakat Bandungrejo di arak dijalan dibwa ketempat pentas” (Rabu, 20-02-2018).

Warga bergantian memikul/membawa tumpeng yang besar

tersebut ke tempat pentas dan di sanalah akhir dari rangkaian

(56)

44

4) Iuran bersama untuk melaksanakan Tradisi Saparan

Dalam melaksanakan Saparan warga saling bahu membahu

mengumpulkan dana dan dana yang dibutuhkan untuk

pelaksanaan Saparan tidaklah sedikit. Berdasarkan keterangan

bapak lurah Pujiono (34 tahun) mengatakan: Pembiayaan

kegiatan Saparan masih dari swadaya masyarakat ada bantuan

dari pemerintah tapi hanya sedikit selebihnya dari masyarakat

(kamis, 21-02-2018)

Untuk dapat melaksanakan tradisi Saparan memerlukan

dana. Iuran dana untuk memberikan hiburan kesenian dan dana

pribadi yang harus dikeluarkan untuk menjamu para tamu yang

diundang. Semakin banyak tamu yang diundang, maka semakin

banyak pula dana yang harus dipersiapkan. Faktor yang dapat

menghambat perkembangan Saparan adalah faktor biaya.

Pembiayaan yang makin membesar, dapat menghambat

perkembangan tradisi Saparan. Pembiayaan yang dimaksud

termasuk biaya mempersembahkan pertunjukan serta biaya

masing-masing rumah tangga untuk menyediakan hidangan bagi

para tamu yang hadir. Seperti yang dikatakan pak Taryono (62

Tahun):

Gambar

Tabel I. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Tabel III. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Tabel IV. Jumlah Sarana dan Prasarana

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini ada- lah mengetahui sampai sejauh mana masyarakat desa sekitar hutan terlibat dalam kegiatan Perhutanan Sosial ini (baik dalam

Tujuan penelitian ini yaitu: (1) mengetahui upaya yang dilakukan masyarakat petani dalam melakukan Tradisi Nyadran, (2) mengetahui fungsi Tradisi Nyadran dalam

Penelitian tentang ” Tradisi dan Perubahan Sosial dalam Kehidupan Masyarakat Pedesaan (Perubahan Tradisi Rewang di Desa Banjarsari Wetan Kabupaten Banyumas ).”

Tradisi menurut terminologi, seperti yang dinyatakan oleh Siti Nur Aryani dalam karyanya, Oposisi Pasca Tradisi , tercantum bahwa tradisi merupakan produk

Dampak adanya  keberadaan Tempat  Pembuangan  Akhir (TPA)  terhadap  kondisi sosial 

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu (1) mendeskripsikan prosesi tradisi suran di Makam Gedibrah Desa Tambak Agung, Kecamatan Klirong, Kabupaten Kebumen;

MASYARAKAT DI DESA MANONGKOKI KECAMATAN POLONGBANGKENG UTARA KABUPATEN TAKALAR Skripsi ini adalah studi tentang Tradisi Apanaung Panganreang bagi masyarakat di Desa

KONSTRUKSI SOSIAL TRADISI LAMARAN NDUDUT MANTU PADA MASYARAKAT DESA CENTINI