• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dewan Redaksi. Forum Didaktik. Penanggung Jawab Prof. Dr. H. Cece Rakhmat, M. Pd. Redaktur Ade Maftuh, M. Pd.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dewan Redaksi. Forum Didaktik. Penanggung Jawab Prof. Dr. H. Cece Rakhmat, M. Pd. Redaktur Ade Maftuh, M. Pd."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

i Dewan Redaksi

“Forum Didaktik”

Penanggung Jawab

Prof. Dr. H. Cece Rakhmat, M. Pd.

Redaktur Ade Maftuh, M. Pd.

Penyunting Dina Ferisa, M. Pd. Tri Agustini Solihati, M. Pd.

Asep Rizki Mukti, M. Pd. Rudi Permadi, M. Pd.

Mitra Bestari

Prof. Dr. H. Dedi Heriadi, M. Pd. (Universitas Siliwangi) Dr. Dian Indihadi, M. Pd. (Universitas Pendidikan Indonesia)

Desain Grafis Geri Syahril Sidik, M. Pd.

Sekretariat Fajar Nugraha, M. Pd.

(4)

ii Jurnal Forum Didaktik adalah jurnal ilmiah yang difungsikan untuk menyebarluaskan hasil penelitian dan pemikiran ilmiah tentang inovasi pendidikan. Jurnal terbit dua kali dalam setahun yaitu bulan Januari dan bulan Juli. Jurnal diperuntukan bagi para pendidik, pemerhati, dan praktisi pendidikan yang berkonstribusi positif dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.

Pengelola jurnal didaktik menunggu kiriman artikel untuk di-desiminasi-kan sebagai rujukan dan pelengkap dalam merealisasikan tugas mendidik di lembaga-lembaga pendidikan yang ada. Agar tulisan yang dimuat dalam jurnal forum didaktik memiliki keseragaman, disajikan petunjuk bagi para calon penulis Jurnal Forum Didaktik sebagai berikut:

1. Artikel yang dikirim belum diterbitkan pada jurnal ilmiah lain.

2. Artikel yang ditulis untuk JFD meliputi hasil telaah (hanya atas undangan) dan hasil penelitian di bidang kependidikan. Naskah diketik dengan program Microsoft Word,

huruf Times New Roman, ukuran 12 pts, dengan spasi 1,5 panjang maksimum 30 halaman. Pengiriman naskah melalui email : forum.didaktik.unper@gmail.com

3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Sistematika artikel hasil penelitian adalah judul; nama penulis, abstrak disertai kata kunci; pendahuluan, metode, hasil dan pembahasan, simpulan, serta daftar rujukan.

4. Judul artikel dalam bahasa Indonesia sebaiknya tidak lebih dari 15 kata, dan judul artikel dalam bahasa Inggris tidak lebih dari 12 kata. Judul dicetak dengan huruf kapital di tengah-tengah, dengan ukuran 14 poin. Judul tidak mengandung lokasi penelitian.

5. Nama penulis dicantumkan tanpa gelar akademik, alamat instansi, disertai akun email dan ditempatkan di bawah judul artikel. Berjarak 2 spasi dari judul, ukuran huruf 12. 6. Abstrak dan kata kunci ditulis dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris). Abstrak berisi

tujuan penelitian, pendekatan atau desain penelitian, hasil penelitian, dan implikasi penelitian. Panjang masing-masing abstrak maksimum 150 kata. Berjarak 2 spasi dari nama penulis. Ukuran huruf 10 poin, menggunakan rata kiri-dan kanan. Kata kunci terdiri atas 3-5 kata atau gabungan kata dan merujuk pada konsep penting penelitian.

7. Bagian pendahuluan berisi latar belakang, konteks penelitian, hasil kajian pustaka, dan tujuan penelitian. Latar belakang memuat 2-3 alasan penting, berisi teori yang digunakan sebagai dasar menjawab rumusan masalah, dan mencantumkan 2-3 penelitian terdahulu yang mirip. Seluruh bagian pendahuluan dipaparkan secara terintegrasi dalam bentuk paragraf. Panjang pendahuluan 10-15% dari keseluruhan jumlah halaman artikel.

8. Bagian metode berisi paparan dalam bentuk paragraf tentang rancangan penelitian (pendekatan dan desain penelitian). Memuat sumber data/subjek penelitian/populasi/sampel. Mencantumkan instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan analisis data secara nyata dilakukan oleh peneliti. Panjang halaman 10-15% dari keseluruhan jumlah halaman artikel.

9. Bagian hasil penelitian berisi paparan hasil analisis yang berkaitan dengan pertanyaan penelitian. Setiap hasil penelitian berisi deskripsi hasil penelitian dan sesuai dengan tujuan penelitian. Pembahasan berisi jawaban atas masalah penelitian/bagaimana tujuan penelitian itu dicapai. Selain itu dalam pembahasan menafsirkan temuan-temuan, mengintegrasikan temuan penelitian ke dalam kumpulan pengetahuan, dan menyusun

(5)

iii 10. Bagian simpulan berisi temuan penelitian berupa jawaban atas pertanyaan penelitian yang diajukan atau berupa intisari hasil pembahasan. Simpulan disajikan dalam bentuk esai yang komunikastif dengan kalimat variatif.

11. Daftar rujukan memuat sumber yang dirujuk dan semua sumber yang dirujuk harus tercantum dalam daftar rujukan. Daftar rujukan berisi sumber relevan, mutahkir (10 tahun terakhir), dan sumber primer 80%. Sumber rujukan primer yang digunakan berupa artikel penelitian dalam jurnal atau laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi).

12. Pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama akhir, tahun). Pencantuman sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan. Contoh: (Syahril, 2017:47).

13. Daftar rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut ini dan diurutkan secara alfabetis dan kronologis.

Buku:

Akbar, Sa’dun. 2013. Intrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung: Rosdakarya.

Jalongo, M.R. 2007. Early Childhood Language Arts Fourth Edition. Boston: Pearson Education.

Artikel dalam Jurnal atau Majalah:

Nurjamin, A. 2011. Tipe Isi dan Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Buku Ajar SD.

Jurnal Ilmu Pendidikan, 20 (1):48-54. Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian:

Syahril, G S. 2014. Analisis Proses Berpikir dalam Pemahaman Matematika Siswa dengan Pemberian Scaffolding. Tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indoensia. Makalah Seminar, Lokakarya, Penataran:

Zamzani. 2014. Eksistensi Bahasa Indonesia Dalam Pendidikan Berbasis Keragaman Budaya. Makalah disajikan dalam Seminar Internasional Berbasis Budaya: Sumbangan Bahasa dan Sastra Indonesia, FBS Universitas Negeri Jogjakarta, Jakarta, 4−6 November.

Internet (tulisan/berita dalam koran, tanpa nama pengarang):

Republika.co.id. 2014. Aduan Bullying Tertinggi. (Online), (http://www.republika.co.id),

Rabu, 15 Oktober 2014.

14. Artikel berbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia dan istilah-istilah yang dibakukan oleh Pusat Bahasa.

15. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bestari (reviewers) yang ditunjuk oleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bestari atau penyunting. Kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahuan secara tertulis melalui email pengirim.

16. Segala sesuatu yang menyangkut perizinan pengutipan untuk pembuatan naskah terkait dengan HAKI yang dilakukan oleh penulis artikel, berikut konkuensi hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel.

(6)

iv

Forum Didaktik adalah jurnal yang lahir dan terbentuk di bawah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Perjuangan Tasikmalaya. Edisi perdana jurnal ini memuat tujuh karya akademik yang bersumber dari hasil penelitian dan kajian literatur para dosen. Enam diantaranya berasal dari dosen tetap yang berada di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNPER, dan satu orang lainnya berasal dari Perguruan Tinggi negeri di wilayah Priangan Timur. Naskah tersebut terbagi menjadi 3 gagasan utama dalam isu pendidikan, yaitu kompetensi guru, media pembelajaran, dan model pembelajaran.

Hasil penelitian Fajar Nugraha menyajikan bahasan mengenai kompetensi guru. Sedangkan hasil penelitian Tri Agustini Solihati, Rudi Permadi, dan Geri Syahril Sidik membahas mengenai penggunaan dan pengembangan media pembelajaran. Topik terakhir

yaitu model pembelajaran yang dimunculkan merukan hasil penelitian Dedi

Heryadi, Asep Rizki Mukti, dan Dina Ferisa.

(7)

v Hal.

Dewan Redaksi ... i

Petunjuk Bagi Penulis ... ii

Pengantar ... iv

Daftar Isi ... v

Analisis Proses Berpikir Siswa Sekolah Dasar dalam Memahami Aplikasi Operasi Hitung Matematika dengan Pemberian Scaffolding Geri Syahril Sidik1, Fajar Nugraha2, Dina Ferisa3 (Universitas Perjuangan Tasikmalaya)... 1

Menumbuhkan Karakter Akademik dalam Perkuliahan Berbasis Logika Dedi Heryadi (Universitas Siliwangi Tasikmalaya)... 8

The Effects of Short Story and Vocabulary Mastery on the Students’ Reading Comprehension (Experiment at the Eleventh Grade of Private Islamic Senior High School in Tasikmalaya-West Java) Rudi Permadi (Perjuangan University of Tasikmalaya)... 20

Pembelajaran Naskah Drama Melalui Bedah Naskah Ridzky Firmansyah Fahmi (Universitas Siliwangi Tasikmalaya)... 32

The Analysis of Students’ Errors in Making Passive Voice Asep Rizki Mukti, Perjuangan University of Tasikmalaya... 41

English Vocabulary Teaching Through Active Learning (Classroom Action Research On English Lesson At Grade One of SDN Banjaran Tasikmalaya) Tri Agustini Solihati, Perjuangan University of Tasikmalaya... 56

Analisis Kompetensi Menyusun Instrumen Penilaian IPS Di Sekolah Dasar (Penelitian Deskriptif Kualitatif pada Guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya). Fajar Nugraha (Universitas Perjuangan Tasikmalaya)... 64

Penerapan Model Kooperatif Learning dengan Tipe Talking Stick pada Pengajaran IPS untuk Meningkatkan Proses dan Mendapatkan Hasil Belajar Siswa di Kelas VB SDN Karapyak 1 Kabupaten Sumedang Utara Tahun Pelajaran 2015/2016 Rana Gustian Nugraha1, Dissa Revitasari2 (Sekolah Tinggi Keguruan Ilmu Pendidikan Sebelas April Sumedang)... 71

(8)

1

ANALISIS PROSES BERPIKIR SISWA SEKOLAH DASAR

DALAM MEMAHAMI APLIKASI OPERASI HITUNG MATEMATIKA

DENGAN PEMBERIAN SCAFFOLDING

Geri Syahril Sidik1, Fajar Nugraha2, Dina Ferisa3 Universitas Perjuangan Tasikmalaya

geri.syahril.unper@gmail.com1, fajar_ngrha@gmail.com2, dinaferisa@ymail.com3 ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi dari keunikan hasil jawaban siswa SD kelas IV mengenai materi aplikasi operasi hitung. Jawaban menggambarkan kemampuan memahami operasi hitung siswa masih rendah. Tujuan penelitian untuk memperoleh gambaran tentang proses berpikir siswa, kesulitan dan scaffolding yang diberikan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Diperoleh data berdasarkan lembar tugas yang diberikan kepada seluruh siswa untuk mengetahui

proses berpikir sebelum mendapatkan scaffolding. Dipilih enam orang siswa dengan kemampuan

matematika baik, sedang, dan rendah. Siswa yang terpilih melalui tahap wawancara klinis dan scaffolding untuk melihat proses berpikirnya. Berdasarkan analisis data diperoleh bahwa proses berpikir diklasifikasikan ke dalam dua jenis, yaitu proses berpikir instrumental dan relasional instrumental. Subjek banyak kesulitan dalam merubah persoalan ke dalam kalimat matematika. Kesulitan yang dialami subjek dapat diatasi dengan pemberian scaffolding. Dengan dasar temuan

pada penelitian ini, disarankan pada guru untuk menggunakan teknik scaffolding dalam

pembelajaran dengan memperhatikan pemahaman siswa terhadap penguasaan konsep operasi hitung matematika.

Kata kunci: proses berpikir, operasi hitung matematika, pemberian scaffolding

THE ANALYSIS OF ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS’

THINKING PROCESS ON COMPREHENDING MATHEMATICS

OPERATION THROUGH SCAFFOLDING

ABSTRACT

The research carried out when seeing the fourth grade elementary school students‟ unique results answer of mathematic counting operation application topic. Those answers described their capabilities of mathematic counting operation is still low. The purpose of the research is to achieve the students‟ thinking process description, the difficulties, and scaffolding given. This is descriptive qualitative research. The data obtained from the tasks given to the students to recognize the students‟ thinking process before getting scaffolding. Six students were chosen with different mathematic capabilities; high, middle and low. The chosen students‟ experienced clinic interview and scaffolding to have their thinking process. The analysis data shows that the thinking process classified into two categories, instrumental thinking process and relational instrumental thinking process. The students got many difficulties in converting the problems into mathematic sentences, and doing counting operation (subtraction, multiplication and division). The difficulties can be maintained by scaffolding. With the research findings,the researchers suggests the teacher to use scaffoldings technique in learning process by noticing the students‟ comprehension on mathematic counting operation concepts

(9)

2 PENDAHULUAN

Operasi hitung merupakan salah satu materi yang dipelajari untuk menyederhanakan dan memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Operasi hitung dalam matematika terdiri dari operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Hal ini dapat dilihat dalam silabus kurikulum 2013 untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) kelas tiga dalam Kompetensi Dasar 4.1 “Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, bilangan bulat, waktu, panjang, berat benda dan uang terkait dengan aktivitas sehari-hari di rumah, sekolah, atau tempat bermain dan memeriksa kebenarannya serta menyatakan kalimat matematikanya dan mengemukakan dengan kalimat sendiri”.

Sejauh ini masih banyak siswa yang

mengalami kesulitan dalam

mengaplikasikan operasi hitung untuk memecahkan persoalan dalam kehidupan. Sidik, (2014) menyatakan bahwa “pada umumnya subjek kesulitan dalam tahap pemahaman soal. Subjek lemah dalam pemahaman konsep, akibatnya subjek salah menerjemahkan soal ke dalam model matematika”. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa bukan disebabkan tidak mampu melakukan perhitungan saja melainkan siswa tidak memahami permasalahan.

Memahami konsep matematika merupakan salah satu tujuan diajarkannya matematika. Depdiknas (2006) menyebutkan bahwa salah satu tujuan diajarkannya matematika adalah memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Namun masih banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahami masalah matematika saat belajar.

Dalam proses pembelajaran, munculnya kesulitan untuk memahami suatu konsep merupakan hal yang wajar. Itu menggambarkan bahwa siswa sedang

melakukan proses berpikir. Mereka berusaha untuk mengintegrasikan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya. Marpaung (1986) mengatakan “proses berpikir adalah proses yang dimulai dari penemuan informasi (dari luar atau diri siswa), pengolahan, penyimpanan dan memanggil kembali informasi itu dari ingatan siswa.”

Proses berpikir siswa akan terstruktur berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa tersebut. Pengetahuan awal setiap siswa tidaklah sama sehingga kesulitan yang dihadapi setiap siswa pasti berbeda. Suatu situasi mungkin merupakan masalah bagi seseorang pada waktu tertentu, akan tetapi belum tentu merupakan masalah baginya pada saat yang berbeda, Sidik (2014). Sebagai seorang guru atau orang yang membimbing mereka belajar, sebaiknya kita dapat mengenali dan memahami kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa. Karena jika dibiarkan kesulitan tersebut tidak lagi menjadi sebuah kewajaran, melainkan suatu masalah yang dapat menghambat perkembangan intelektual siswa.

Pada kenyataanya justru guru tidak menyadari bahwa kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa disebabkan oleh kurangnya perhatian, pemahaman dan peran guru di dalam proses pembelajaran. Selain itu, tidak jarang bantuan atau intervensi yang diberikan guru kurang memperhatikan letak kesulitan siswa. Terkadang guru justru memberikan bantuan di saat siswa mampu, jelas hal ini akan membuat siswa merasa terganggu sedangkan di saat siswa merasa memerlukan bantuan justru diabaikan. Salah satu teori yang membahas mengenai tingkat kesulitan siswa serta konsep pemberian bantuan adalah teori kontruktivisme Vygotsky.

Vygotsky (dalam Sidik, 2014) menyatakan bahwa interaksi sosial merupakan faktor terpenting dalam mendorong perkembangan kognitif seseorang. Seseorang akan dapat menyelesaikan permasalahan yang tingkat kesulitannya lebih tinggi dari kemampuan dasarnya setelah ia mendapat bantuan dari

(10)

3 seseorang yang lebih mampu (lebih

kompeten). Vygotsky menyebut bantuan yang demikian ini dengan dukungan dinamis atau Scaffolding. Sebenarnya pemberian Scaffolding oleh guru sudah banyak dilakukan saat pembelajaran. Namun praktik pemberian Scaffolding yang telah dilakukan tidak terencana sehingga tidak diperoleh suatu gambaran mengenai pola pikir siswa ketika memperoleh

Scaffolding selama pembelajaran

berlangsung. Gambaran mengenai pola pikir siswa ini seharusnya dicermati dan selanjutnya dapat dipakai sebagai salah satu bahan acuan untuk melakukan perbaikan perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran berikutnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk memperoleh gambaran tentang proses berpikir, kesulitan dan scaffolding yang diberikan kepada siswa sekolah dasar dalam memahami aplikasi operasi hitung matematika.

METODE

Penelitian ini mendeskripsikan tahapan proses berpikir siswa dalam menyelesaikan suatu masalah matematika dengan pemberian scaffolding. Proses berpikir siswa diamati dengan mencermati (mengkaji) hasil kerja siswa dalam menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi. Ketika siswa menemui kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan, guru mengajukan pertanyaan atau pernyataan untuk memberikan bantuan (scaffolding) pada siswa, supaya siswa dapat melanjutkan penyelesaian masalah yang dihadapinya. Tindakan ini merupakan suatu upaya untuk mengetahui proses berpikir siswa dalam memahami aplikasi operasi hitung dengan pemberian scaffolding.

Aktivitas ini diharapkan dapat mengungkap pokok permasalahan mendasar yang dialami oleh siswa ketika menyelesaikan soal matematika yang merupakan masalah. Selanjutnya dicermati tahap-tahap proses berpikir siswa serta bantuan apa saja yang diperlukan siswa tersebut untuk sampai pada kemampuan menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data verbal, oleh karenanya penelitian ini termasuk penelitian kualitatif – deskriptif – eksploratif.

Untuk mengetahui proses berpikir siswa dalam memahami operasi hitung matematika sebelum mendapatkan bantuan dari peneliti (sebelum pemberian

scaffolding), peneliti memberikan lembar tugas. Lembar tugas yang digunakan dalam penelitian ini disusun untuk mengetahui proses berpikir siswa kelas IV di SDN Nagarasari 1 Kota Tasikmalaya dalam menyelesaikan masalah sederhana terkait dengan aplikasi operasi hitung matematika. Permasalahan mendasar yang terkait dengan aplikasi operasi hitung matematika adalah siswa kesulitan menerjemahkan soal cerita ke dalam kalimat matematika dan kesulitan mengoperasikan operasi hitung pengurangan, perkalian dan pembagian.

HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Berpikir Dalam Memahami Aplikasi Operasi Hitung Matematika Secara rinci, proses berpikir dalam memahami aplikasi operasi hitung matematika yang terjadi pada penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Proses berpikir Instrumental

Proses berpikir instrumental ditandai dengan jawaban subjek yang tidak relevan dengan maksud soal. Subjek terkesan sembarang dalam menjawab dan hanya memperhatikan angka yang ada dalam soal. Proses ini terjadi pada S5 dan S6 ketika mengerjakan Q2 dan Q3.

b. Proses berpikir relasiona linstrumental

Proses berpikir relasional instrumental

ditandai dengan subjek yang mencoba mencari makna soal menggunakan logika berpikirnya kemudian melanjutkan perhitungan secara algoritmik. Proses ini dapat dikategorikan menjadi:

1) Relasional kuat, instrumental kuat Proses berpikir ini ditandai dengan jawaban subjek yang relevan dengan maksud soal. Kategori ini terjadi pada S1dan S2 ketika mengerjakan Q1 dan Q3, terjadi pada S3, S4dan S5 ketika mengerjakan Q1.

(11)

4 2) Relasional kuat, instrumental lemah

Proses berpikir ini ditandai dengan jawaban subjek yang relevan dengan maksud soal, namun masih salah dalam melakukan operasi hitung. Secara konsep sudah sesuai, namun secara teknis pengerjaan masih lemah. Kategori ini terjadi pada S1,S2, S3, S4 ketika mengerjakan Q2, terjadi pada S5 dan S6 ketika mengerjakan Q1.

3) Relasional lemah instrumental kuat Proses berpikir ini ditandai dengan jawaban subjek yang tidak relevan dengan maksud soal, namun subjek dapat melakukan perhitungan dengan baik walaupun hasilnya tidak sesuai maksud soal. Subjek keliru membuat model matematika dari soal, tetapi subjek dapat melakukan perhitungan menurut model matematika yang dibuatnya. Secara konsep masih lemah, namun secara teknis pengerjaan sudah bagus.Kategori ini terjadi pada S3, S5 dan S6 ketika mengerjakan Q3.

4) Relasional lemah instrumental lemah Proses berpikir ini ditandai dengan jawaban subjek yang tidak relevan dengan maksud soal dan salah dalam perhitungan, namun dalam pengerjaan masih dalam koridor materi yang dimaksudkan oleh soal. Kategori ini terjadi pada S5 dan S6 ketika mengerjakan Q2.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan, dapat diketahui bahwa proses berpikir merupakan aktifitas kognitif subjek dalam memahami aplikasi operasi hitung matematika ketika menyelesaikan masalah. Proses berpikir subjek tercermin pada langkah-langkah kerja yang mereka tulis dalam memahami masalah matematika yang mereka hadapi, maupun ungkapan verbal yang mereka kemukakan terkait langkah-langkah kerja yang mereka tuliskan. Hal ini sependapat dengan Herbert (dalam Siswono, 2002:46) menyatakan bahwa “Proses berpikir dalam belajar matematika adalah kegiatan mental yang ada dalam pikiran subjek. Karena itu untuk mengetahuinya hanya dapat diamati melalui proses cara mengerjakan tes dan hasil yang ditulis secara terurut. Selain itu ditambah

dengan wawancara mendalam mengenai cara kerjanya”.

Kesulitan Dalam Memahami Aplikasi Operasi Hitung Matematika

Pada umumnya, subjek kesulitan pada tahap merubah soal cerita ke dalam kalimat matematika. Kesulitan tersebut terjadi karena subjek kurang memahami bahasa, kalimat atau konsep matematika yang ada pada soal. Hal ini menunjukkan bahwa subjek belum mampu menyelesaikan soal pemahaman relasional yaitu soal yang menunjukkan kemampuan subjek dalam menguasai suatu konten yang dikaitkan dengan konten yang lain kemudian menyelesaikannya, (Skemp, 2006).

Dalam hal ini yaitu memahami maksud soal dan menghubungkannya dengan model matematika. Menurut Michener (Sumarmo, 1987:24) untuk memahami suatu objek secara mendalam seseorang harus mengetahui: (1) objek itu sendiri; (2) relasinya dengan objek lain yang sejenis; (3) relasinya dengan objek lain yang tidak sejenis; (4) relasi dual dengan objek lainnya yang sejenis; dan (5) relasi dengan objek dalam teori lainnya. Pendapat lain disampaikan oleh Soekisno, (2002:3) yang mengatakan bahwa:

Soal-soal yang berkaitan dengan bilangan tidaklah begitu menyulitkan subjek, namun soal-soal yang menggunakan kalimat, sangat menyulitkan bagi subjek yang

kurang memiliki kemampuan dalam

berhitung. Kesulitan-kesulitan yang

dihadapi subjek bukan disebabkan tidak

mampu melakukan perhitungan saja

melainkan subjek tidak memahami

permasalahan. Hal ini diakibatkan karena subjek tidak terbiasa mengerjakan soal yang kontekstual atau soal yang dikemas dalam cerita.

Subjek berusaha menerjemahkan secara langsung kata-kata kunci dalam soal untuk menyelesaikan masalah yang terdapat dalam soal. Tindakan yang dilakukan oleh subjek akan mengarahkan kepada jawaban yang salah. Kesalahan yang dilakukan subjek dapat terjadi diantaranya karena subjek kurang dapat memahami tentang apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal cerita, sehingga ketika menyusun rencana

(12)

5 penyelesaian dan dilanjutkan dengan

melakukan perhitungan, subjek akan melakukan kesalahan.

Kesulitan subjek banyak juga terjadi pada saat melakukan operasi hitung. kesulitan-kesulitan disebabkan karena pemahaman konsep operasi hitung yang dimiliki subjek sangat lemah. Banyak subjek yang masih belum memahami maksud dari operasi hitung dasar seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian atau pembagian. Akibatnya subjek lemah dalam mengoperasikan operasi hitung tersebut. Kebanyakan subjek mengalami kesulitan pada saat melakukan operasi hitung pengurangan, perkalian dan pembagian. Terlihat bahwa pemahaman instrumental

menurut Skemp (2006) yaitu kemampuan subjek dalam memahami konten tertentu secara algoritmik, belum dikuasai dengan baik oleh subjek.

Kesulitan yang terjadi pada proses berpikir dalam memahami aplikasi operasi hitung matematika ini memberikan gambaran bahwa subjek yang memiliki pemahaman relasional lebih sedikit mengalami kesulitan dibandingkan dengan subjek yang hanya memiliki pemahaman

instrumental. Jawaban subjek yang berpikir

instrumental lebih mengarah kepada jawaban sembarangan sedangkan jawaban subjek yang berpikir relasional instrumental

cenderung ada konstruksi logis dalam menyelesaikan persoalan.

Scaffolding Dalam Memahami Aplikasi

Operasi Hitung Matematika

Kesulitan dalam berpikir subjek dapat terungkap dan teratasi dengan pemberian

scaffolding. Scaffolding tersebut dilakukan setelah mengetahui bentuk kesulitan yang dialami subjek. Kegiatan scaffolding dalam proses berpikir subjek yang diberikan mengacu pada tingkatan Scaffolding yang dikemukakan Anghileri (2006) adalah sebagai berikut;

Proses Berpikir Instrumental

Scaffolding yang diberikan pada jenis berpikir ini antara lain:

1) Meminta subjek mengulangi membaca soal

2) Memberikan kesempatan kepada subjek untuk memahami kalimat yang dibacakan.

3) Memberikan analogi dengan kasus serupa yang cenderung lebih mudah dipahami subjek

4) Memberikan pemahaman konsep terkait materi yang dihadapi

5) Mengajukan pertanyaan arahan hingga subjek memahami masalah.

6) Meminta subjek melakukan refleksi terhadap jawaban sehingga dapat menemukan kesalahan

7) Diskusi tentang jawaban dan memberikan pertanyaan-pertanyaan arahan sampai subjek menyadari kesalahannya

8) Memeriksa kembali kepahaman subjek terhadap masalah

9) Meminta subjek menyusun kembali rancangan jawaban dan memperbaiki pekerjaannya.

Proses Berpikir Relasional Instrumental

1) Relasional kuat, instrumental kuat Tidak ada scaffolding yang diberikan peda jenis berpikir ini.

2) Relasional kuat, instrumental lemah

Scaffolding yang diberikan pada jenis berpikir ini antara lain:

(a) Meminta subjek melakukan refleksi terhadap jawaban sehingga dapat menemukan kesalahan.

(b) Diskusi tentang jawaban dan memberikan pertanyaan-pertanyaan arahan sampai subjek menyadari kesalahannya.

(c) Memeriksa kembali pemahaman subjek terhadap masalah

(d) Meminta subjek menyusun kembali rancangan jawaban dan memperbaiki pekerjaannya

3) Relasional lemah instrumental kuat (a) Meminta subjek mengulangi

membaca soal

(b) Peneliti memberikan kesempatan kepada subjek untuk memahami kalimat yang dibacakan.

(c) Memberikan analogi dengan kasus serupa yang cenderung lebih mudah dipahami subjek

(13)

6 (d) Memberikan pemahaman konsep

terkait materi yang dihadapi

(e) Mengajukan pertanyaan arahan hingga subjek memahami masalah. 4) Relasional lemah instrumental lemah

(a) Meminta subjek mengulangi membaca soal

(b) Peneliti memberikan kesempatan kepada subjek untuk memahami kalimat yang dibacakan.

(c) Memberikan analogi dengan kasus serupa yang cenderung lebih mudah dipahami subjek

(d) Mengajukan pertanyaan arahan hingga subjek memahami masalah. (e) Meminta subjek melakukan refleksi

terhadap jawaban sehingga dapat menemukan kesalahan

(f) Diskusi tentang jawaban dan memberikan pertanyaan-pertanyaan arahan sampai subjek menyadari kesalahannya

(g) Memeriksa kembali kepahaman subjek terhadap masalah

(h) Meminta subjek menyusun kembali rancangan jawaban dan memperbaiki pekerjaannya.

Dalam memahami aplikasi operasi hitung matematika, subjek mengalami empat tahapan, yaitu pemahaman soal, mengubah soal ke dalam model matematika, melakukan operasi hitung dan menarik kesimpulan. Sejalan dengan Margaret (2006) menyatakan ada empat dimensi pemahaman matematik sebagai kerangka dasar dalam memecahkan masalah, yaitu: (a) reading/extracting allinformation from the question (membaca/ mendapatkan semua informasi dari pertanyaan); (b) real-life and common sense approach to solving problems (pendekatan kehidupan nyata dan akal sehat untuk menjawab soal); (c)

mathematics concepts, mathematisation and

reasoning (konsep matematika,

matematisasi dan pemberian alasan); dan (d)

Standard computational skills

andcarefulness in carrying out computations

(keterampilan dan ketelitian berhitung standar).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian tentang proses berpikir yang dilaksanakan di kelas IV SDN Nagarasari 1 Kota Tasikmalaya, disimpulkan bahwa subjek mengalami dua jenis proses berpikir, yaitu proses berpikir

instrumental dan proses berpikir relasional instrumental. Proses berpikir relasional instrumental terdiri dari empat bagian, yaitu (1) relasional kuat instrumental kuat, (2)

relasional kuat instrumental lemah, (3)

relasional lemah instrumental kuat, (4)

relasional lemah instrumental lemah. Selain itu terdapat empat tahapan proses berpikir dalam memahami operasi hitung matematika yang ditemukan dalam penelitian yaitu tahapan pemahaman soal, mengubah soal ke dalam model matematika, melakukan operasi hitung dan menarik kesimpulan. Tahapan memahami soal dan mengubah soal ke dalam model matematika digolongkan ke dalam jenis pemahaman

relasional sedangkan tahapan melakukan operasi hitung dan menarik kesimpulan di golongkan ke dalam jenis pemahaman

instrumental.

Pada umumnya subjek kesulitan dalam tahap pemahaman soal.Subjek lemah dalam pemahaman konsep, akibatnya subjek salah menerjemahkan soal ke dalam model matematika. Selain itu subjek kesulitan dalam tahap melakukan perhitungan. Kebanyakan subjek mengalami kesulitan pada saat melakukan operasi hitung pengurangan, perkalian dan pembagian. Hal itu menunjukkan bahwa kemampuan memahami aplikasi operasi hitung matematika subjek (pemahaman relasional

dan pemahaman instrumental) masih lemah. Scaffolding yang diberikan berkaitan dengan kesulitan yang dialami subjek dalam proses berpikir diantaranya:

1. Proses Berpikir Instrumental

Scaffolding yang diberikan berupa pemberian kesempatan kepada subjek untuk memahami setiap kalimat dalam soal, memberikan analogi kasus serupa yang cenderung lebih mudah dipahami subjek, memberikan pemahaman konsep terkait materi yang dihadapi dan memberi penjelasan terkait prosedur pengerjaan.

(14)

7 Pemberian scaffolding cenderung lebih sulit

dan memerlukan waktu yang cukup lama. 2. Proses berpikir Relasional

Instrumental

a. Relasional kuat, instrumental kuat Scaffolding yang diberikan berupa pertanyaan arahan untuk mencari alternatif lain dalam penyelesaian masalah yang dihadapi.

b. Relasional kuat, instrumental lemah Scaffolding yang diberikan berupa permintaan melakukan refleksi terhadap jawaban, pertanyaan-pertanyaan arahan sehingga subjek dapat menemukan kesalahan

c. Relasional lemah instrumental kuat

Scaffolding yang diberikan berupa pemberian kesempatan kepada subjek untuk memahami setiap kalimat dalam soal, memberikan analogi kasus serupa yang cenderung lebih mudah dipahami subjek. d. Relasional lemah instrumental lemah

Scaffolding yang diberikan berupa pemberian kesempatan kepada subjek untuk memahami setiap kalimat dalam soal, memberikan analogi kasus serupa yang cenderung lebih mudah dipahami subjek, memberikan pemahaman konsep terkait materi yang dihadapi dan memberi penjelasan terkait prosedur pengerjaan.

DAFTAR RUJUKAN

Anghileri, J. 2006. Scaffolding Practices That Enhance Mathematics Learning, Journal of Mathematics Teacher Education, 9, 33-52.

Depdiknas. 2006. Kurikulum 2006. Jakarta: Media Makmur Majumandiri.

Margaret, W. 2006. Modelling Mathematics Problem Solving Item Responses Using a Multidimensional IRT Model: University of Melbourne, Mathematics Education Research Journal, 18(2), 93-113.

Marpaung, Y. 1986. Proses Berpikir Siswa dalam Pembentukan Konsep Algoritma Matematis. Makalah Pidato Dies Natalies XXXI IKIP Sanata Dharma Salatiga, 25 Oktober 1986.

Syahril, G S. 2014. Analisis Proses Berpikir dalam Pemahaman Matematika

Siswa dengan Pemberian

Scaffolding. Tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Siswono, Y. E. 2002. Proses Berpikir Siswa

dalam Pengajuan Soal. Jurnal Nasional Matematika, ISSN: 0852-7792, hlm. 44-50.

Skemp, R. 2006. Relational Understanding and Instrumental Understanding,

Journal of Mathematics Teaching in The Middle School, 12 (2), 88 – 95. Soekisno B.A.R. 2002. Kemampuan

Pemahaman Matematik Matematika Siswa Dengan Strategi Heuristik. Tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sumarmo, U. 1987. Kemampuan

Pemahaman dan Penalaran

Matematika Siswa SMA dikaitkan dengan kemampuan penalaran logik siswa dan beberapa unsur proses belajar mengajar. Disertasi. Universitas Pendidikan Indonesia.

(15)

8

MENUMBUHKAN KARAKTER AKADEMIK

DALAM PERKULIAHAN BERBASIS LOGIKA

Dedi Heryadi

Universitas Siliwangi Tasikmalaya dediheryadi61@yahoo.com

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji urutan perkuliahan berbasis logika, dan mengetahui pengaruhnya terhadap tumbuhnya karakter akademik mahasiswa (ketelitian berpikir, sikap kritis, dan tanggung jawab). Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian dan Pengembangan, dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah observasi, wawancara dan pengukuran (test). Pelaksanaan penelitian dilakukan pada mahasiswa semester pertama di FKIP, Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Data dioleh secara kuantitatif dan kualitatif. Hasilnya diketahui bahwa urutan model perkuliahan berbasis logika berpengaruh positif terhadap tumbuhnya karakter akademik mahasiswa (ketelitian berpikir, sikap kritis, dan tanggung jawab). Diharapkan hasil penelitian ini ditindaklanjuti dan divalidasi oleh orang-orang yang memiliki profesi yang sama.

Kata kunci: model perkuliahan, logika, karakter akademik, ketelitian berpikir, sikap kritis,

tanggung jawab

GROWING ACADEMIC CHARACTERS

IN LOGICAL-BASED LECTURING

ABSTRACT

The aim of this research are to study a logical-based lecturing order, and to recognize it‟s impact toward the growth student accademic characters ( precision thinking, critical atitude, and responsibility). The method used in this study is Research and Development. Besides the tecnique of data collecting was taken by observation, interview, and examination. The research held for student in 1st semester of 2015/2016 accademic year at Faculty of Teacher Training and Education Siliwangi University Tasikmalaya. The data were processed quantitativeli and qualitatively. The result know that syntax of lacturing based on the logic model have a positive impact toward student accademic characters ( precision thinking, critcal attitude, and reponsibility). To strether this research result the it is suggested that the research should be followed up and validated by whom in the same profesion.

Key words : lecturing model, logic, accademic characters, precision thinking, critical attitude, and responsibility.

PENDAHULUAN

Dalam interaksi belajar mengajar di Universitas Siliwangi Tasikmalaya peristiwa menyimak penjelasan dosen masih merupakan andalan yang ditempuh mahasiswa. Dari hasil Audit Mutu Internal Universitas Siliwangi pada tahun 2014 diketahui bahwa rata-rata dua pertiga dari alokasi waktu perkuliahan yang tersedia digunakan oleh mahasiswa untuk mendengarkan kuliah dari para dosennya. Keadaan demikian sejalan dengan temuan Fahinu (2013:163) bahwa proses

pembelajaran di perguruan tinggi masih banyak penekanannya pada pembelajaran berupa hapalan bukan penalaran, sehingga kemampuan berpikir kritis mahasiswa tidak berkembang.

Perkuliahan yang bersifat ekspositori tersebut tidak berkategori jelek, jika perkuliahan itu menghantarkan para mahasiswa menjadi manusia yang kritis, kreatif, mandiri, demokratis, kompetitif, serta bertanggung jawab dalam menghadapi pelbagai masalah kehhidupan. Perkuliahan di perguruan tinggi tidak hanya diarahkan

(16)

9 untuk menumbuhkan kemampuan

mahasiswa dalam memahami apa yang diperoleh dari dosennya karena hal tersebut berdampak tumbuhnya sikap konformisme

(yaitu sikap penerima dan penurut). Pendidikan tinggi harus menghindarkan mahasiswa dari konformisme, sebab konformisme merupakan musuh kreativitas yang terbesar.

Untuk membentuk model

perkuliahan yang dapat menumbuhkan sikap kritis, kreatif, teliti, dan tanggung jawab, para dosen perlu memiliki pijakan teoretis (approach) yang tepat. Salah satu teori yang dipertimbangkan sebagai pendekatan dalam pengembangan model perkuliahan adalah teori logika (Heryadi, 2013). Pertimbangan ini bertolak pada hasil kajian teoretis tentang hakikat proses perkulihan dari sudut teori psikolinguistik dan teori logika. Perkuliahan (khusus yang bersifat ekspositori) merupakan proses mental dengan berpola pada berpikir logis ketika menangkap gagasan-gagasan yang disampaikan dosennya. Yang dimaksud dengan pola berpikir logis atau berlogika dalam pernyataan tersebut adalah bernalar secara sistematis dalam menghasilkan keputusan-keputusan yang benar. Berlogika dengan benar dalam proses mendengarkan kuliah meliputi tiga tahapan, yaitu diawali dengan tahap pemahaman konsep

(conception), kemudian tahap pembentukan proposisi-proposisi (conceptuali-sation),

dan diakhiri dengan tahap pengambilan keputusan (conlusion)”.

Untuk membuktikan gambaran pola berlogika yang terjadi saat proses mendengarkan kuliah dapat dijelaskan dalam 3 tahap berikut ini. Tahap 1

mahasiswa mentransmisi dan mempersepsi bunyi-bunyi ujaran, hingga ia memahami konsep-konsep yang terkandung dalam materi wacana perkuliahan. Tahap 2

mahasiswa mengonseptualisasi konsep-konsep yang dipahaminya menjadi proposisi-proposisi; kemudian ia menggabungkan proposisi-proposisi itu menjadi wacana baru atau mengulang bentuk yang mengandung isi yang sama dengan wacana perkuliahan yang

disimaknya. Tahap 3 mahasiswa memverifikasi isi wacana perkuliahan yang dipahaminya berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya hingga ia memunculkan kesimpulan sebagai respon terhadap isi perkuliahan yang disimaknya (Heryadi, 2013).

Pengetahuan tersebut manjadi dasar keyakinan bahwa dalam proses mendengarkan kuliah para mahasiswa perlu memiliki kemampuan berlogika dengan benar. Keyakinan tersebut memunculkan sebuah pemikiran bahwa dalam upaya menumbuhkan ketelitian, ketajaman berpikir, sikap kritis, dan kejujuran mahasiswa dalam perkuliahan dosen perlu membiasakan mahasiswanya menerapkan pola berlogika.

Dasar pemikiran ini menjadi pijakan pokok dimunculkan model perkuliahan berlandasan atau berbasis logika. Dengan model tersebut prosedur perkuliahan dikembangkan secara bertahap dan bersistem dengan tujuan lebih diarahkan pada penumbuhan dan pemantapan kemampuan mahasiswa dalam hal: (1) memahami konsep-konsep yang terkandung dalam materi yang disimaknya; (2) membentuk dan menggabungkan proposisi-proposisi berdasarkan konsep-konsep yang dipahaminya sehingga membentuk pemahaman pesan yang sama dengan pesan/isi perkuliahan yang disimaknya; dan (3) memverifikasi pesan yang dipahaminya dengan melalui pertimbangan-pertimbangan yang logis sehingga menghasilkan respons yang tepat terhadap isi perkuliahan yang disimaknya. Gabungan dari ketiga kemampuan tersebut diyakini dapat membangun kemampuan memahami materi dari kuliahnya, serta tumbuh karakter ketelitian, kekritisan, dan kejujuran yang baik.

Sebagai realisasi dari dasar pemikiran di atas dicoba dikembangkan model perkulihan berbasis logika. Untuk menguji ketepatannya, model perkuliahan tersebut dicoba diaplikasikan pada mahasiswa semester pertama di FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya.

(17)

10 Atas dasar pemikiran yang

dikemukakan dalam uraian di atas, maka dirumuskanlah masalah penelitian sebagai berikut. 1) Bagaimanakah langkah-langkah (syntax) model perkuliahan yang dilandasi teori logika? 2) Bagaimana dampak model perkuliahan berbasis logika terhadap karakter ketelitian, berpikir kritis, dan tanggung jawab para mahasiswa?

Penerapan teori berpikir logis dalam pengembangan model perkuliahan yang dilaksanakan kepada mahasiswa FKIP di lingkungan Universitas Siliwangi Tasikmalaya, bertujuan untuk 1) mengetahui langkah-langkah (syntax) model perkuliahan yang dilandasi oleh teori logika, dan 2) mengetahui dampak model perkuliahan berbasis logika terhadap tumbuhnya karakter akademik yang terukur dalam perilaku ketelitian, kekritisan, dan kejujuran berpikir para mahasiswa.

Model perkuliahan berbasis logika merupakan model baru dalam khazanah perkuliahan. Oleh karena itu, hasil penelitian ini untuk pengembangan model perkuliahan di perguruan tinggi sangat bermanfaat sebagai pelengkap model-model perkuliahan yang sudah ada.

Jika diamati secara seksama, model perkuliahan yang saat ini sering digunakan di perguruan tinggi berupa model-model yang hanya diarahkan untuk menumbuhkan kemampuan mahasiswa dalam memahami materi kuliahnya. Model seperti demikian belum menyokong tumbuhnya kebiasaan bernalar dengan baik. Dalam perkuliahan berbasis logika, tahapan-tahapan perkuliahan yang dilaksanakan tidak hanya diarahkan untuk menumbuhkan kemahiran memahami isi kuliah yang disampaikan dosennya melainkan juga untuk tumbuhnya kemampuan bernalar dengan baik. Oleh karena itu, hasil perkuliahan yang dicapai dengan menggunakan model ini tidak semata-mata hanya menumbuhkan keterampilan para mahasiswa memahami materi kuliah yang disampaikan para dosennya, melainkan juga dapat bermanfaat untuk menumbuhkan kebiasaan mahasiswa dalam berpikir teliti, kritis, dan jujur atau

tanggung jawab terhadap segala hal yang didengarnya.

Karakter Akademik Mahasiswa Berdasarkan Kebijakan Pemerintah

Karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak, tabiat, watak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Karakter dapat menjadi penciri seseorang atau sekelompok orang yang menduduki profesi, kesukuan dan keyakinan. Lingkungan sangat dominan mempengaruhi karakter seseorang. Namun, ada karakter khas yang dibentuk berdasarkan status atau keprofesian. Contohnya, mahasiswa sebagai sivitas akademika di perguruan tinggi wajib ditumbuhkan karakter yang khas sebagai dasar menjadi manusia yang berkualitas untuk dipersiapkan menjadi pemimpin masyarakat yang dapat membawa kehidupan yang semakin sejahtera. Mahasiswa harus menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten dan berbudaya untuk kepentingan bangsa.

Sebagai penjabaran dari tujuan pendidikan tinggi yang harus diwujudkan oleh setiap lembaga perguruan tinggi, dikembangkanlah ranah-ranah kompetensi yang saling berkaitan antara ranah satu dengan ranah lainnya. Ranah-ranah yang dimaksud adalah sikap pengetahuan, keterampilan. Sebagaimana dijelaskan di dalam Permenristek Dikti nomor 44 tahun 2015, tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, pasal 5 ayat (1) yang diterbitkan oleh Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, bahwa standar kompetensi lulusan merupakan keriteria minimal tentang kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dinyatakan dalam rumusan capaian pembelajaran lulusan. Terkait dengan ranah sikap dan keterampilan umum, rumusan capaian pembelajaran sebagai karakter yang harus dimiliki oleh mahasiswa sudah ditetapkan oleh pemerintah yang tertera dalam lampiran yang tidak terpisahkan dengan

(18)

11 Permenristek Dikti Nomor 44 tahun 2015.

Perlu ditegaskan bahwa salah satu capaian pembelajaran keterampilan umum yang harus menjadi penciri karakter para mahasiswa adalah mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora yang sesuai dengan bidang keahliannya.

Memperhatikan peraturan menteri tersebut sangat jelas bahwa menumbuhkan karakter mahasiswa sebagai generasi penerus pimpinan bangsa harus menjadi sasaran dalam pelaksanaan pendidikan di perguruan tinggi. Karakter-karakter yang harus ditumbuhkan di antaranya adalah karakter ketelitian, berpikir kritis, dan tanggung jawab. Karakter tersebut penulis kategorikan karakter akademik dengan alasan kerakter tersebut menjadi penciri orang cendikia.

Pengembangan Model Perkuliahan

Pelaksanaan perkuliahan di perguruan tinggi sebagian besar orang masih memandang sebagai bentuk interaksi searah antara dosen dan mahasiswa. Model ceramah masih menjadi andalan dosen dalam proses perkuliahan. Kejadian seperti ini tidak berarti salah, asalkan dosen melalui model ceramahnya memberi kesempatan untuk mengkreatifkan dan mengaktifkan pikiran para mahasiswanya. Dalam Permenristek Dikti, No 44, Tahun 2015 pasal 11 ayat 1 yang diterbitkan oleh Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, dijelaskan bahwa untuk dapat mewujudkan Standar Kompetansi Lulusan model perkuliahan yang dikembangkan harus bersifat interaktif, holistik, integratif, saintifik, kontekstual, tematik, efektif, kolaboratif, dan berpusat pada mahasiswa. Atas dasar penjelasan tersebut dosen perlu mengembangkan model-model perkuliahan yang inovatif. Oleh karena itu, pemahaman tentang model perkuliahan yang hanya membekali pengetahuan dan keterampilan adalah keliru. Model perkuliahan yang diharapkan adalah

model perkuliahan yang dapat menambah pengetahuan, keterampilan, serta membekali kebiasaan berpikir teliti, kritis dan jujur atau tanggung jawab para mahasiswa.

Model perkuliahan merupakan pola kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan oleh dosen berdasarkan teori pembelajaran yang dianggap tepat untuk mencapai tujuan perkuliahanan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Tokoh pembelajaran yang cukup terkenal pada abad XX, namun teorinya saat ini masih sangat berpengaruh di LPTK yaitu Joice and Weil (2009 : 1) mengemukakan, “A model of teaching is a plan or pattern that can be used to shape curriculum (long-term courses of studies), to design intructional materials, an to guide intruction in classroom and other setting.” Menurut

beliau (Joice dan Weil) dalam mengembangkan model pembelajaran terdapat tiga hal yang perlu dilalui, ketiga hal tersebut yaitu menentukan pendekatan (orientasi model), metode (desain pembelajaran) dan teknik (prosedur yang dilksanakan dalam kelas).

Dalam mengembangkan model pembelajaran pengajar harus dapat menciptakan lingkungan yang memberikan dampak langsung (intructional effect) dan dampak sampingan (nurturent effect). Dampak langsung adalah dampak yang telah diprogramkan sebagai tujuan pembelajaran, sedangkan dampak tidak langsung atau dampak penyerta adalah dampak tidak diprogramkan secara langsung dalam rancangan pembelajaran. Contoh dampak tidak langsung dalam pembelajaran adalah tumbuhnya sikap kejujuran, kerja sama, demokratis, dan kritis sebagai dampak dari model pembelajaran yang digunakan di kelas.

Sebagai contoh, ada penelitian yang bertujuan menemukan cara menumbuhkan sikap logis, kritis, analitis, konsisten dan teliti, bertanggung jawab, responsif, dan tidak menyerah dalam pembelajaran matematika. Peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dalam pembelajaran matematika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran

(19)

12 berbasis masalah selain meningkatkan

kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika dapat pula menunjang tumbuhnya sikap logis, kritis, analitis, konsisten dan teliti, bertanggung jawab, responsif, dan tidak menyerah dalam pembelajaran matematika (Wijaya, 2014 : 1). Model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model yang menuntut berpikir yang cukup tinggi, karena bernalar atau berlogika dalam model pembelajaran tersebut sangat dituntut.

Diketahui pula penelitian yang bertujuan menumbuhkan kemampuan berpikir kritis para siswa. Untuk itu, dilaksanakan penelitian dengan menggunakan strategi pembelajaran berbasis inkuiri dengan siklus 5 E (engagement, explorasi, explanation, elaborasi, and evaluation). Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pembelajaran berbasis inkuiri dengan siklus belajar 5 E sangat signifikan dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis dibandingkan dengan strategi pembelajaran konvensional (Asna, 2014:154). Jika dikaji tentang strategi pembelajaran inkuiri dengan siklus 5E, pasti akan ditemukan bahwa setiap tahapan dalam pembelajaran tersebut para peserta didik sangat dituntut berlogika, sehingga dapat berdampak pada tumbuhnya keterampilan berpikir kritis.

Dalam menumbuhkan karakter, selain melalui model pembelajaran dapat pula melalui pengemangan media dan buku pelajaran. Sebagai contoh, terdapat hasil penelitian yang mencoba mengembangkan media pembelajaran berbasis logika. Hasilnya menunjukkan bahwa media berbasis logika berdampak positif dalam menumbuhkan kreativitas dan kecerdasan anak (Sulchan, 2014 : 19). Kemudian, ada hasil penelitian tentang penguatan karakter di perguruan tinggi dengan cara pengembangan buku ajar yang berbasis pembelajaran kolaboratif (Diana, 2016).

Teori Logika

Istilah Logika berasal dari bahasa Yunani „logos‟ artinya, sabda, pikiran, ilmu. Secara etimologis logika adalah ilmu tentang pikiran atau ilmu menalar. Logika sering didefinisikan sebagai ilmu tentang hukum-hukum pemikiran. Berlogika adalah proses mental. Oleh karena itu, berlogika dapat dipastikan merupakan suatu kegiatan yang bertahap. Proses berlogika pada pokoknya meliputi tiga langkah, yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan ( Suryabrata, 2012 : 54) .

Pembentukan pengertian atau konsep merupakan unsur paling mendasar dalam berpikir. Manusia tidak dapat berpikir tanpa didasari oleh kemampuan memahami konsep yang hendak dipikirkan. Memahami konsep atau pengertian menjadi isi pokok berpikir. Seseorang dapat berpikir atau menyusun jalan pikirannya hanya melalui pemahaman konsep atau pengertian-pengertian.

Setelah pengertian/konsep terbentuk tahap berikutnya dalam berlogika adalah pembentukan pendapat/pernyataan. Membentuk pernyataan atau proposisi yaitu meletakan hubungan antara dua buah atau lebih pengertian. Hasil pengamatan terhadap suatu objek atau kejadian secara umum tidak terjadi hanya sekedar munculnya pengertian melainkan terjadinya perangkaian pengertian. Rangkaian pikiran itulah yang membentuk pendapat atau pernyataan tentang suatu objek atau kejadian.

Dari pernyataan-pernyataan yang dimunculkan berdasarkan konsep-konsep yang muncul dalam pikiran, tahap berikutnya terjadi suatu proses nalar untuk munculnya proposisi baru sebagai simpulan atau respons terhadap objek/kejadian yang diamati. Penyimpulan adalah kegiatan pikir manusia, yang diawali dari pengetahuan yang dimiliki dan berdasarkan pengetahuan itu melakuan evaluasi atau pertimbangan yang bergerak kepada pengetahuan baru. Di dalam proses penyimpulan ini tindakan penimbangan/judgement pemikiran yang tepat merupakan syarat dasar untuk

(20)

13 memperoleh proposisi baru sebagai

kesimpulan yang benar.

Berlogika dalam Proses Mendengarkan Kuliah

Tujuan utama mendengarkan adalah memahami dan merespons pesan yang disampaikan oleh pembicara. Untuk dapat mencapai tujuan mendengarkan, pendengar harus beraktivitas mental yang tinggi dalam melaksanakan tahapan-tahapan menyimak. Menurut Heryadi (2013), “Tahapan proses menyimak terbagi atas hearing

(mendengar), understanding (memahami pesan), evaluating (mempertimbangkan pesan), dan responding (memberi tanggapan terhadap pesan yang dipahami)”.

Pada tahap hearing, pendengar menangkap dan mengenali rangkaian bunyi-bunyi ujar. Jika bunyi-bunyi-bunyi-bunyi ujar yang didengar itu merupakan bunyi-bunyi yang dikenal maka akan terjadilah rangkaian bunyi membentuk kata, frase, klausa dan kalimat. Pada tahap ini kemampuan dasar yang harus dimiliki pendengar adalah kemampuan linguistik yang dapat membangun konsep-konsep (conceptus).

Pada tahap understanding terjadi tranformasi bunyi-bunyi ujaran ke dalam syaraf-syaraf pendengaran, kemudian melalui proses persepsi bunyi-bunyi itu diterjemahkan menjadi pesan-pesan bermakna yang dipahami. Pada tahap ini pendengar dituntut mampu mempersepsi konsep-konsep yang terkandung dalam unsur-unsur bahasa lisan. Untuk memperoleh pemahaman seorang penyimak harus menggunakan pengetahuan linguistik untuk mengidentifikasi bunyi ujar, kemudian dengan menggunakan strategi linguistiknya disertai dengan kemampuan lain (mengusai situasi, gerak-gerik tubuh, dan lain-lain), ia dapat mengolah bunyi-bunyi ujar yang telah membentuk konsep menjadi rangkaian pesan yang bermakna.

Pada tahap evaluating atau memverifikasi pesan, pendengar dituntut untuk mampu secara intelektual mempertimbangkan pesan yang diperolehnya berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya. Pada tahap ini dalam

kognisi pendengar terjadi proses pengujian, penelaahan dan penilikan dari berbagai segi. Apakah pesan yang diterimanya didukung oleh fakta-fakta atau tidak, apakah pesan itu baik atau jelek dan sebagainya. Yang pada akhirnya pendengar memutuskan untuk menerima atau menolak.

Pada tahap responding, pendengar dituntut mampu memberi respon yang benar-benar sesuai dengan keputusan hasil verifikasi pesan. Respons itu dapat berupa verbal atau nonverbal. Apabila muncul aktivitas verbal maka aktivitas berlogika sangat dituntut pula.

Dari uraian di atas sangat tampak bahwa aktivitas mental berlogika dalam kuliah sangat diperlukan. Aktivitas mental dalam memahami konsep, memahami hubungan konsep-konsep menjadi pesan yang dipahami, dan kemampuan memverifikasi pesan hingga menjadi keputusan untuk munculnya respons terjadi dalam proses mendengarkan kuliah.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan prosedur penelitian dan pengembangan dengan melalui tahapan-tahapan: (1) studi pendahuluan yang meliputi kajian teoritis dan empiris untuk mendapatkan landasan dalam pengembangan model pembelajaran menyimak; (2) pembentukan model pembelajaran menyimak; (3) uji lapangan model yang diikuti dengan analisis dan revisi model, (4) validasi model; dan (5)

diseminasi model.

Pada tahap studi pendahuluan dilakukan dua kegiatan yaitu studi lapangan dengan tujuan untuk mengenali masalah yang ada dalam pelaksanaan perkuliahan di Universitas Siliwangi, dan studi literatur dalam mengkaji hakikat mendengarkan saat proses perkuliahan dari sudut psikolinguistik dan logika. Hasil pengkajian teoretis diperoleh dasar pemikiran yang dijadikan landasan dalam pengembangan model perkuliahan pada mahasiswa FKIP Universitas Silliwangi Tasikmalaya. Dasar pemikiran yang diperoleh yaitu (1) Mendengarkan adalah proses berpikir logis dalam menangkap informasi yang didengar,

(21)

14 (2) mendengarkan dalam proses perkuliahan

merupakan aktivitas berpikir logis mahasiswa dalam menangkap informasi, menimbang, dan memberi keputusan tentang materi kuliah yang didengarnya.

Dasar-dasar pemikiran di atas dijadikan pertimbangan dalam menyusun draf model. Draf model perkuliahan yang disusun dimulai dengan draf kasar yang masih bersifat konseptual sehingga memerlukan pengkajian lebih seksama dan perinci. Dari hasil pengkajian terhadap model konseptual dapat dihasilkan model awal yang siap untuk diuji lapangan. Model awal yang dapat dibentuk dapat dilihat pada diagram 1.

Diagram 1

Model Awal Perkuliahan Berbasis Logika Untuk memperoleh model yang siap pakai, model awal perlu diuji lapangan terlebbih dahulu. Uji lapangan model dilakukan dengan melalui tujuh tahapan, yaitu: 1) melaksanakan tes awal ketelitian, kekritisan berpikir, dan tanggung jawab dalam mendengarkan materi ceramah; 2) melaksanakan proses perkuliahan dengan melalui prosedur yang telah dirancang; 3) melaksanakan tes akhir ketelitian, kekritisan berpikir, dan tanggung jawab dalam mendengarkan materi perkuliahan; 4) melakukan analisis hasil; 5) melakukan interpretasi; 6) meminta umpan balik; dan 7) melakukan penyempurnaan.

Setelah melalui uji lapangan, hasilnya dievaluasi, dianalisis, dan direvisi sehingga diperoleh model perkuliahan berbasis logika yang efektif.

Untuk memperoleh model Perkuliahan berbasis Logika yang konsisten perlu pengujian kembali melalui validasi model. Validasi model dilakukan dengan uji lapangan kembali kepada kelompok mahasiswa yang memiliki tingkatan yang sama dengan jumlah yang nomal dalam rombongan kelas. Tahapan uji validasi dilakukan melalui tahapan yang sama dengan pengujian sebelumnya. Hasilnya dianalisis dan dibahas.

Hasil dari proses validasi diperoleh model perkuliahan berbasis logika yang siap didesiminasikan atau dipublikasikan. Pendesiminasian dilakukan dalam bentuk seminar yang diikuti para dosen di Universitas Siliwangi dan publikasi pada jurnal penelitian yang siap menerbitkan. Variabel dan Desain Penelitian

Penyelenggaraan perkuliahan mencakup banyak komponen, di antaranya adalah kurikulum, dosen, mahasiswa, model (metode) sarana pendukung, dan evaluasi untuk menentukan hasil yang dicapai. Di dalam penelitian ini semua aspek perkuliahan terlibat, namun ada dua aspek yang menjadi fokus yaitu model perkuliahan yang digunakan dan hasil perkuliahan yang berupa sikap (karakter akdemik) yang dapat terbentuk oleh model perkuliahan yang digunakan. Oleh karena itu, variabel ORIENTASI

MODEL

- Mendengarkan adalah proses berpikir logis dalam me-nangkap yang didengar.

- Mendengarkan perkuliahan adalah upaya berpikir logis dalam menangkap, memahami, menimbang dan memberi keputusan tentang materi kuliah yang didengar.

PENENTUAN TUJUAN PEMBELAJARAN

- dapat mengenali konsep-konsep pokok perkuliahan dengan teliti

- dapat menceritakan kembali materi perkuliahan dengan tanggung jawab - dapat merespons materi

perkuliahan dengan kritis.

PENENTUAN MATERI & ALAT EVALUASI PROSEDUR PEMBELAJARAN PEMBEN-TUKAN MODEL FASE 1 Pemaham -an konsep tahapan berlogika dalam kuliah FASE 2 Penerapan pemahaman tahapan berpikir logis dalam menyimak a.mendengarkan kuliah

dari dosen b.memahami

konsep-konsep penting dalam materi perkuliahan c.membuat pernyataan – pernyataan berdasarkan konsep-konsep penting d.menceritakan isi perkuliahan dengan tanggung jawab e.merespon isi wacana

dengan pertimbangan kritis dan tanggung jawab FASE 3 Pembahasa n hasil penerap-an fase 2 FASE 4 Pembimbingan FASE 5 Evaluasi Hasil

(22)

15 penelitian ada dua yaitu model perkuliahan

berbasis logika sebagai variabel bebas, dan hasil belajar yang berupa karakter akademik sebagai variabel terikat. Desain penelitian yang dikembangkan dalam diagram 2.

Diagram 2 Desain Penelitian

Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Data primer yang dibutuhkan adalah karakter akademik (yaitu ketelitian, kekritisan dan tanggung jawab) mahasiswa sebagai dampak dari perkuliahan berbasis logika. Selain data primer diperlukan pula data pendukung (data skunder) seperti informasi tentang aktivitas mahasiswa saat proses perkuliahan berlangsung, serta informasi tentang pendapat mahasiswa mengenai perkuliahan yang telah ditempuhnya. Untuk mendapatkan data tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik pengukuran, pengamatan dan wawancara.

Untuk merealisasikan teknik pengumpulan data tentang karakter akademik mahasiswa disiapkan instrumen pengukuran ketelitian, kekritisan berpikir, dan tanggung jawab mahasiswa. Cara pengukuran ketelitian dilakukan dengan pengukuran kemampuan membuat ringkasan materi perkuliahan. Cara pengukuran kekritisan berpikir dilakukan dengan pengukuran kemampuan memberi respons kritis terhadap keputusan yang telah ditetapkan. Cara pengukuran sikap tanggung jawab dilakukan dengan pengukuran

kemampuan memberi alasan atau solusi terhadap respons kritis yang dibuatnya.

Untuk mendapatkan data pendukung disiapkan instumen pengamatan tentang aktivitas mahasiswa saat proses perkuliahan berlangsung. Yang diamati meliputi kreativitas, dan kesungguhan, mahasiswa saat proses perkuliahan berlangsung. Kemudian, untuk mendapatkan informasi tambahan tentang motivasi mahasiswa mengikuti kuliah dengan pola penerapan logika digunakan instrumen wawancara.

Data yang terkumpul ada dua kategori, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Yang tergolong data kualitatif adalah uraian tahapan/langkah-langkah pelaksanaan perkuliahan berbasis logika. Yang termasuk data kuantitatif adalah skor hasil pengukuran ketelitian, kekritisan berpikir, dan tanggung jawab mahasiswa.

Berdasar pada dua jenis data primer yang diperoleh, maka penganalisisan data dilakukan dengan dua cara yaitu cara kualitatif dan cara kuantitatif. Pengolahan data dengan cara kualitatif dilakukan pada pengkajian data tentang tahapan-tahapan proses perkuliahan berbasis logika. Setiap langkah perkuliahan yang dilalui dikaji dan dipertimbangkan efektivitasnya sehingga diperoleh langkah-langkah (syntax) perkuliahan yang layak untuk dibakukan dalam sebuah model perkuliahan. Data kuantitatif dianalisis, dengan menggunakan teknik statistika, seperti uji rata-rata dan uji beda. Uji rata-rata digunakan untuk mengetahui kecenderungan memusat skor ketelitian, kekritisan berpikir, dan tanggung jawab. Uji beda digunakan untuk mengetahui kemajuan karakter akademik (ketelitian, kekritisan berpikir, dan tanggung jawab) mahasiswa dari sebelum dengan sesudah perlakuan perkuliahan berbasis logika.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Setelah melalui proses pembentukan model koseptual, uji lapangan, revisi model, dan uji validasi model diperolehlah hasil penelitian yang berupa langkah-langkah (sintax) perkuliahan berbasis logika yang Teori Logika dalam men-dengark an kuliah Pelaksanaan Perkuliahan Hasil Toeri model Per- kulia-han dosen mahasis wa Proses perkuliahan berbasis logika Materi Kuliah Sarana pendu kung Karakter akademik : (ketelitian, kekritisan & tanggung ja- wab) landasa n

(23)

16 telah teruji kefektifannya, serta gambaran

ringkas data skor karakter akademik (ketelitian, kekritisan berpikir, dan tanggung jawab) mahasiswa dari hasil uji lapangan dan hasil uji validasi.

Langkah-langkah (sintax) model perkuliahan berbasis logika yang telah terbukti efektif dalam menumbuhkan karakter akademik adalah sebagai berikut.

Fase pendahuluan

Memberikan orientasi tentang perkuliahan yang akan dilaksanakan

Fase Inti

a. mendengarkan kuliah dari dosen dengan

penuh konsentrasi;

b. memahami konsep-konsep pokok materi

perkuliahan dengan teliti (terbentuk dalam peta konsep);

c. menceritakan kembali ringkasan materi

perkuliahan dengan teliti;

d. merespon materi perkuliahan dengan

pertimbangan kritis dan bertanggung jawab;

e. membahas/mendiskusikan hasil kerja setiap

mahasiswa;

f. memberi bimbingan khusus pada mahasiswa

yang menghadapi kesulitan.

Fase Penutup

a. merefleksi hasil perkuliahan

b. pengukuran hasil

Hasil penelitian dari uji lapangan dan validasi model perkuliahan berbasis logika dalam menumbuhkan karakter akademik yang meliputi gabungan dari karakter ketelitian berpikir, sikap kritis, dan tanggung jawab tertera pada tablel berikut.

Tabel 1 Hasil Perlakuan Model Perkuliahan Berbasis Logika N o Sebelum Perlakuan PBL Setelah Perlakuan PBL K ate gor i K egi ata n N il ai T ar af x1 x2 x3 ẋ y1 y2 y3 ý T sig ni f 1. U ji L apa nga n 29,9 21,2 23,9 24,4 70,2 62,0 67,0 66,4 9,2 0,0 2 U ji V ali da si 30,0 18,0 20,2 22,7 75,8 72,6 74,5 74,3 20,2 0,0

Pembahasan Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian ini diperoleh temuan-temuan yang dapat menjadi

khasanah pengetahuan dan pengalaman, khususnya tentang pelaksanaan perkuliahan. Temuan-temuan yang dimaksud adalah sebagai berikut.

Teori logika sangat efektif dijadikan landasan atau pendekatan pelaksanaan perkuliahan di perguruan tinggi. Temuan ini telah dibuktikan dengan terbentuknya model Perkuliahan Berbasis Logika yang dilaksanakan kepada mahasiswa semester pertama FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Temuan ini menjadi pendukung pandangan tentang pentingnya kajian teori indisipliner sebagai dasar pertimbangan dalam penetapan metode perkuliahan. Pemahaman hakikat mendengarkan dan hakikat proses mendengarkan dalam perkuliahan, serta teori logika ternyata sangat berguna sebagai dasar pijakan (approach) dalam menetapkan model perkuliahan di perguruan tinggi.

Dari tabel hasil perlakuan perkuliahan berbasis logika dapat dijelaskan bahwa model perkuliahan berbasis logika diujicobakan dua kali yaitu uji lapangan sebagai tahap pengujian model untuk mencari bagian-bagian yang harus direvisi, dan uji validasi untuk menjastifikasi keefektifan model yang sudah direvisi. Hasil uji lapangan pada mahasiswa kelompok pertama dengan jumlah 30 orang diperoleh hasil pengukuran tentang karakter akademik (yang meliputi ketelitian berpikir, sikap kritis, dan tanggung jawab) sebelum diberi perlakuan memperoleh rata-rata skor 24,4 dengan kategori sangat rendah sedangkan sesudah perlakuan memperoleh rata-rata skor 66,4 dengan kategori cukup. Skor yang diperoleh pada tahap uji lapangan menjadi umpan balik untuk revisi model. Tahapan yang direvisi dalam syntax model Perkuliahan Berbasis Logika yaitu pada tahap pembimbingan yang masih kurang, sehingga dalam revisi perlu ada penambahan aktivitas.

Setelah dilakukan revisi model sesuai dengan hasil analisis, maka dilakukan uji validasi model dengan melaksanakan perlakuan perkuliahan pada mahasiswa kelompok kedua dengan jumlah 35 orang. Hasilnya diperoleh bahwa rata-rata karakter

Gambar

Diagram 2  Desain Penelitian
Tabel 1 Hasil Perlakuan Model Perkuliahan   Berbasis Logika  N o     Sebelum Perlakuan PBL  Setelah Perlakuan PBL        Kategori  Kegiatan Nilai Taraf    x1  x2  x3  ẋ  y1  y2  y3  ý  T  signif  1
Table 1.1 Various of Passive Voice Forms
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa Kelas  VB SDN Karapyak I Pra Siklus, Siklus I, dan

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait