Peserta Simposium Imunologi
Membludak, Makalah Dalethyn
Jadi Primadona
UNAIR NEWS – Prodi Imunologi Sekolah Pascasarjana menggelar
gawe kaliber nasional bertajuk “Symposium Wound Infection, From Basic to Clinic”, pada Rabu (3/8) lalu. Peserta acara ini
melebihi target panitia. Awalnya, dibatasi hingga 200 penyimak. Namun, di menit-menit akhir, mereka yang datang mencapai 250 orang.
“Tidak mungkin kami menolak mereka. Karena, banyak yang dari luar daerah, seperti Madiun, Tulungagung, bahkan Makassar.
Mosok tidak diperkenankan masuk? Toh, kapasitas ruang masih
mencukupi dan kondusif,” kata Ketua Panitia, dr. Agung Dwi Wahyu Widodo, MSi.
Acara ini merupakan wujud kerjasama Prodi Imunologi dengan Perhimpunan Pengendalian Infeksi Jawa Timur yang didukung penuh oleh Dermozone. Ada dua sesi dalam event kali ini. Tiap sesi, terdapat dua pemakalah yang mempresentasikan riset.
Sesi pertama, bertajuk Wound and Infection Control. Yang menjadi pembicara di sesi ini adalah dr. Agung Dwi Wahyu Widodo dan dr. Ariandi Setiawan, SpB.,Sp.BA. Dengan moderator Prof. Dr. Burhan Hidayat. Sedangkan pada sesi kedua, bertajuk
Wound Infection. Narasumbernya adalah dr. Subagyo Adi, Sp.PD
dan dr. Lynda Hariani, SpBP dan dimoderatori oleh dr. Agung Dwi Wahyu Widodo.
Dalam kesempatan ini, salah satu materi yang disimak yakni, soal zat aktif dalethyn yang berasal dari olive oil alias minyak zaitun. Ditegaskan dalam makalah dr. Agung, zat tersebut dapat membunuh kuman nosocomial. Kuman tersebut kerap menyerang pasien yang sedang dirawat di Rumah Sakit. Serangan tersebut dapat menyebabkan kematian. Selama ini, untuk
“memerangi” kuman itu, dengan menggunakan antibiotik.
Nah, bertolak dari riset dr. Agung dan tim, diyakini kalau
kuman dapat dicegah maupun dibunuh dengan bahan alami. Sehingga, tidak melahirkan resistensi di kemudian hari. Nantinya, akan dilakukan penelitian lanjutan untuk memastikan berapa dosis yang pas untuk anak-anak, hingga bagaimana cara untuk menggenjot efektifitasnya. Sejumlah media massa lokal maupun nasional tertarik untuk melakukan liputan khusus tentang penelitian tersebut. (*)
Penulis: Rio F. Rachman Editor : Dilan Salsabila
FH UNAIR Gandeng Kemlu RI
Diskusikan Bisnis dan HAM
UNAIR NEWS – Fakultas Hukum Universitas Airlangga bekerjasama dengan Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu-RI) menyelenggarakan Simposium Nasional dan Focused Group
Discussion (FGD) dengan tema Mendorong Implementasi Efektif United Nation Guiding Principles (UNGP) on Business and Human Rights. Acara ini ditujukan untuk meningkatkan peran dan
kapasitas negara dalam mendorong bisnis yang menghormati HAM. Kegiatan yang diselenggaran pada tanggal 26-27 April 2016 tersebut, dihadiri oleh Dr. (HC) Triyono Wibowo, SH, Duta Besar Republik Indonesia untuk PBB, WTO dan Organisasi Internasional lainya di Jenewa. Alumnus FH UNAIR tersebut menjadi keynote speech dalam salah satu sesi dalam simposium tersebut.
untuk PBB, WTO dan Organisasi Internasional lainya di Jenewa, Kementrian Luar Negeri dan FH UNAIR,” ujar dubes yang juga alumni FH UNAIR.
Diantara tema besar mengenai bisnis dan HAM, terdapat pula sub-sub materi pembahasan. Antara lain, audit HAM, akuisisi lahan bersakala besar, supply chain, pekerja migran, pekerja paksa, pekerja anak serta human trafficking, akses pemulihan melalui mekanisme yudisial dan non-yudisial, perlindungan bagi pembela HAM, hak perempuan dalam kegiatan bisnis, dan perlindungan lingkungan dan masyarakat adat.
Selain dibagi dalam beberapa sub pembahasan simposium ini terbagi dalam tiga sesi diskusi. Pada penghujung diskusi Iman Prihandono, Ph.D., selaku Ketua Departemen Hukum Internasional FH UNAIR menyatakan bahwa mengenai kasus HAM hingga saat ini belum ada mekanisme penyelesaian yang belum disepakati terkait pelanggaran HAM yang dilakukan oleh korporasi. Banyak aturan yang menyinggung kedua hal tersebut namun belum ada yang secara spesifik mendalaminya. Selanjutnya UNGP nantinya diharapkan menjadi instrumen dan rencana nasional untuk diimplementasikan di Indonesia. Menurutnya, hasil simposiun ini nantinya akan menjadi rekomendasi kebijakan terkait langkah konkrit yang diambil dalam urusan bisnis dan HAM melalui aksi nasional dan audit HAM.
“Kami akan mendorong dan mewajibkan audit HAM bagi korporasi, supaya jumlah pelanggaran HAM yang terjadi bisa ditekan,” pungkasnya. (*)
Penulis : M. Ahalla Tsauro Editor : Nuri Hermawan
Meraba Peluang Stem Cell
untuk Pengobatan Diabetes
UNAIR NEWS – Badan Kesehatan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO) memperkirakan pada tahun 2030 terdapat 21,3 juta penduduk Indonesia mengalami penyakit diabetes melitus. Perkiraan itu sejalan dengan fakta bahwa populasi penderita diabetes melitus (DM) di Indonesia saat ini menduduki peringkat kelima terbanyak di dunia.
Kondisi ini jelas memprihatinkan. Sekitar 80% dari prevalensi diabetes di Indonesia didominasi oleh penderita yang tidak menyadari kondisinya. Problematika diabetes ini dikupas secara menyeluruh dalam acara ‘The Quadruple Joint Symposium 2016’ yang diselenggarakan oleh Pusat Diabetes dan Nutrisi Surabaya (PDN) RSUD Dr. Soetomo – Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga bekerjasama dengan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) dan Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) di Hotel Shangri-La Surabaya 23-24 April 2016 lalu.
Simposium ini dihadiri oleh dua pembicara asal Jepang Prof. Hiroshi Taniguchi dan Prof. Naemi M. Kajiwara, serta sejumlah pakar dari 14 pusat penelitian dan pengobatan diabetes di seluruh Indonesia yang mencakup Banda Aceh, Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Solo, Surabaya, Makassar dan Manado.
Sony Wibisono, dr., Sp.PD-KEMD, FINASIM, selaku wakil ketua acara mengungkapkan bahwa saat ini penyakit diabetes sudah banyak menjangkiti individu dari segala usia. Bahkan, penyakit diabetes itu disertai komplikasi penyakit yang beragam. Komplikasi itu disebut dengan endo-kardiometabolik.
Komplikasi diabetes sudah mengenai jantung beserta organ lainnya yang melakukan proses metabolisme sehingga kondisi ini
mengakibatkan munculnya kelainan hormon termasuk testosteron. “Dulu kebanyakan penderita diabetes mengalami luka di kaki yang tidak kunjung kering. Namun sekarang, justru yang ditakutkan adalah dampak komplikasi diabetes yang mengenai jantung. Maka dari itu perlu upaya mengobati dampak komplikasinya,” jelas dokter Sony.
Untuk mengendalikan jumlah penderita diabetes, para pakar tidak hanya berfokus pada upaya pengobatan, tetapi juga pencegahan. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan metode pengobatan sel punca (stem cell).
Seperti diketahui, metode pengobatan dengan sel punca sudah dikembangkan di banyak negara guna mengatasi berbagai persoalan penyakit. Kini, peneliti sedang disibukkan dengan potensi metode sel punca terhadap penyakit diabetes.
Tingginya gula darah pada penderita diabetes mengakibatkan fungsi organ pankreas tidak mampu bekerja dengan baik. Akibatnya, jumlah sel pankreas terus menurun. Metode pengobatan sel punca sedang diteliti sebagai solusi perbaikan pankreas.
“Mungkin dapat dibayangkan, bagaimana seandainya stem cell ‘ditempelkan’ pada pankreas yang rusak. Dengan harapan dapat memulihkan kembali fungsi pankreas seperti sediakala,” ungkap dokter Sony.
Namun, metode pengobatan diabetes dengan sel punca ini masih dalam tahap pengembangan. Pada tahun 2010, peneliti sempat melakukan uji coba pada mencit. Ternyata, hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Menurut dokter Sony, sel punca belum bisa menjadi metode pengobatan.
“Stem cell belum bisa menjadi metode pengobatan. Metode ini hanya bekerja membantu mengurangi jumlah obat yang dikonsumsi oleh penderita diabetes,” tuturnya.
Mencegah diabetes
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Pusat Diabetes dan Nutrisi Surabaya Prof. Dr. dr. Askandar Tjokroprawiro, Sp.PD, K-EMD, FINASIM, mengungkapkan pentingnya langkah pencegahan sekaligus kontrol kadar gula darah.
Dosen emeritus FK UNAIR menekankan pentingnya bagi setiap individu untuk mengontrol lingkar pinggang. Jika seorang laki-laki memiliki ukuran lingkar pinggang lebih dari 90 cm, dan seorang perempuan lebih dari 80 cm, maka orang tersebut termasuk dalam kategori obesitas. Untuk mencegah diabetes dan komplikasinya, setiap orang sebaiknya menjalankan pola hidup dan diet sehat.
Sedangkan, bagi pengidap diabetes, Prof. Askandar menyarankan penderita untuk mengonsumsi buah ketimbang olahan seperti jus. Buah yang secara langsung dikonsumsi akan mengalami proses cerna lebih lama di usus sehingga makanan lambat diserap dan gula darah tidak terlalu cepat meningkat. (*)
Penulis: Sefya Hayu Istighfarica Editor: Defrina Sukma S