BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sebagai penggerak utama organisasi, Sumber Daya Manusia (SDM)merupakan aset perusahaan yang paling berharga karena peran SDM sangat mendukung keberhasilan organisasi dalam mencapai visi misinya. Di era persaingan global yang semakin ketat termasuk tantangan dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) di tahun 2015, SDM harus dikelola secara optimal dan kontinuitas agar perusahaan mampu memenangkan persaingan melalui sumber daya manusia yang berkualitas dan berkompeten tanpa menyampingkan pemenuhan hak-haknya. Untuk membangun kinerja optimal karyawan dalam perusahaan, maka diperlukan strategi yang tepat dalam mengelola karyawan melalui proses pembelajaran (learning process) yang terus menerus. Selain memiliki peran sebagai makhluk sosial, SDM juga berperan sebagai sumber daya pembangunan yang memiliki aspekpsikologis seperti motivasi, produktivitas dan profesionalisme bekerja.Kinerja karyawan merupakansalah satu hal penting dalam meningkatkan produktivitas karyawan tersebut. Terdapat beberapa faktor yang mampu mempengaruhi naik atau turunnya kinerja karyawan diantaranya pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja.
Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) merupakan Pusat Rujukan Nasional untuk pelayanan kardiovaskular yang paripurna (komprehensif/holistik). Institusi ini juga menjadi wahana pendidikan /pelatihan kardiovaskular, memproduksi Dokter Spesialis/Subspesialis, perawat,
teknisi dan tenaga kesehatan lainnya yang mendalami bidang kardiovaskular. Namun dinamika pasar untuk jasa layanan kardiovaskular berubah cepat. Di masa lalu, rumah sakit berfokus menciptakan citra positif atau identitas merek melalui pemasaran yang agresif. Saat ini, reputasi yang solid dari sebuah rumah sakit di masyarakat tidak lagi menjamin kesuksesan. Sebaliknya, masing-masing program klinis rumah sakit, khususnya program pelayanan kardiovaskular akan ditentukan oleh kemampuannya untuk merespon kebutuhan tiga konstituen yang terpisah, yaitu pasien, pembayar dan dokter. Terbukti bahwa ketiga konstituen ini membidik tidak hanya rumah sakit terbaik, tetapi juga nilai spesifik yang dimilikinya, yakni kualitas klinis, efisiensi ekonomis dan kepuasan yang diperoleh. Dengan ditetapkannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai penyelenggara sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mulai tahun 2014, hal tersebut akan semakin nyata. Sebagai respons terhadap tekanan tersebut, RSJPDHK telah mengambil inisiatif awal dengan mengembangkan layanan kardiovaskular yang dapat meningkatkan kinerja, mendorong keterlibatan dokter dan berusaha untuk mendapatkan keuntungan kompetitif.
Kinerja pelayanan rumah sakit dapat diketahui dari beberapa indikator yang dipakai untuk mengukur tingkat pemanfaatan, mutu dan efisiensi pelayanan, yaitu BOR (Bed Occupancy Rate), AVLOS (Average Length of Stay), TOI (Turn Over Interval) danGDR (Gross Death Rate). BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Idikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Berikut di Tabel 1.1 adalah hasil kinerja instalasi rawat inap di RSJPDHK pada tahun 2011-2013:
Tabel 1.1
Gambaran Kinerja Instalasi Rawat Inap (2011-2013)
Sumber : Laporan Tahunan RSJPDHK 2011-2013
Pada Tabel 1.1. nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005). Pada tabel 1.1, Rata-rata BOR pada instalasi rawat inap di RSJPDHK diketahui dari tahun 2011-2013 pada posisi yang terus menurun. Indikator lain yaitu AVLOS yang memberikan gambaran tingkat efisiensi dan mutu pelayanan rumah sakit. Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes RI, 2005). Dari tahun 2011-2013 diketahui bahwa RSJPDHK belum mencapai minimal AVLOS yang diharapkan (<6) bahkan terjadi penurunan pada tiga tahun terakhir hampir di semua rawat inap terkecuali di unit rawat bedah biasa dewasa dan kelas III. Selanjutnya, TOI adalah indikator yang memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari (Depkes RI, 2005). Kekosongan ini masih dijumpai di rawat inap Paviliun Sukaman yang melebihi 6 hari di tahun 2013.
No Ruang Rawat
BOR (%) AvLOS(hari) TOI(hari) GDR(0/00)
‘11 ‘12 ‘13 ‘11 ‘12 ‘13 ‘11 ‘12 ‘13 ‘11 ‘12 ‘13 1 Pav. Sukaman 51,8 43,1 35,2 4,3 4 3,5 1 5,5 6,5 0 4,9 0,8 2 Ranap Anak - ICU 81,5 80,3 77,7 4 4,4 3,6 1 1 1,1 95,8 79,6 65,1 - Intermediate 88 80.6 3,2 3,0 0,4 6 0,7 5 14,5 5 14,4 5 - Biasa 61,5 58 4 3,7 2,5 2,6 3,1 2,1 3 Ranap Dewasa - ICU Dewasa 79,5 67,5 74,5 2,4 2,4 2,6 0,6 1,2 0,9 51,1 56,3 5 46,0 8 - CVCU 85,5 84,6 83,3 3,9 3,8 3,8 0,6 0,7 0,6 126 129 131 - Intermediate o Surgikal o Medikal 79,2 48,2 79,4 61.2 75,6 3,3 2,2 3,4 2,1 3,2 0,8 2,3 0,9 2 1 9,5 3 24,9 0,4 14,4 - Bedah lt.6 62 48,2 46,7 2,3 2,2 2,8 1,4 2,3 1,4 1,1 3 2,4 - Kelas III lt.3 83,3 88,0 77,2 3,9 3,9 3,1 0,8 1,1 1,2 7,8 4,6 7,4 - Kelas II lt. 3,4 68,4 56,9 62,5 3,7 3,7 3,2 1,7 2,8 1,9 3,1 3,5 1,5 - Kelas I lt.5 72,4 65,7 68 3,8 3,6 3,4 1,4 1,9 1,6 1,6 3,8 3,4 Rata-Rata 73,7 67,6 66,7 3,5 3,4 3,2 1,0 1,9 1,8 32,9 27,5 24,1
Terakhir, indikator GDR yakni angka kematian umum pasien. Di RSJPDHK pada 3 tahun terakhir(2011-2013)terjadi peningkatan kematian terbanyak di CVCU, ICU Anak dan ICU dewasa.
Salah satu faktor yang menentukan naik dan turunnya kinerja RSJPDHK yaitu kinerja dokter sebagai pemangku pelayanan kesehatan utama rumah sakit. Pada tabel 1.2 diketahui kinerja dokter terkait pelayanan rehabilitasi pasien pada tiga fase. Fase I adalah upaya dokter dalam menangani pasien pada masa perawatan, fase II merupakan fase dimana pasien setelah melakukan tindakan operasi dan memutuskan apakah pasien dipulangkan atau masih harus rawat inap. Sedangkan fase III merupakan fase dimana pasien melakukan program rehabilitasi secara mandiri/pemeriksaaan fisik (tidak rawat inap). Pada fase I dan II mayoritasnya adalah pasien rujukan dari rumah sakit daerah, pengguna ASKES, BPJS, asuransi, dll. Sementara di fase III, terjadi penurunan jumlah pasien yang signifikan. Hal ini disebabkan karena semakin banyaknya rumah sakit tipe kelas A terutama rumah sakit swasta asing dengan fasilitas lengkap, alat diagnosis modern dan canggih,dokter yang mahir dan berpengalaman serta birokrasi pelayanan medis yang mudah. Berikut laporan kinerja dokter pada pelayanan rehabilitasi RSJPDHK secara umum menurun pada tahun 2011-213:
Tabel 1.2
Kinerja Pelayanan Rehabilitasi (2011-2013)
No Pelayanan Rehabilitasi 2011 2012 2013
1 Fase I 4.604 6.347 4.537
2 Fase II 6.347 6.387 7.896
3 Fase III 10.703 4.526 4.276
Berdasarkan data menurunnya kedua kinerja tersebut, maka RSJPDHK perlu meningkatkan kompetensi para pemangku pelayanan kesehatan terutama para dokterdalam melayani pasiennya secara optimal. Salah satu cara yang dipercaya mampu meningkatkan kinerja SDMyaitu melalui pelatihan (Daft,2010:394). Karyawan, baik yang baru ataupun yang sudah bekerja perlu mengikuti pelatihan karena akan selalu ada tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, tuntutan IPTEK dan lain sebagainya. Melalui pelatihan, para karyawan bisa terbantu mengoptimalkan pekerjaan serta meningkatkan prestasi kerjanya. Begitu penting peran pelatihan bagi karyawankarena merupakan sebuah proses yang mengajarkan atau menambah pengetahuan dan keahlian tertentu sertasikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggungjawabnya semakin baik sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.
Berkembangnya bidang kedokteran kardiologi intervensi di dunia memberikan dampak yang sangat besar terhadap penanganan pasien di rumah sakit manapun di dunia termasuk di RSJPDHK. Sayangnya, sampai saat ini hanya 1 (satu) pusat pendidikan dan pelatihan intervensi kardiologi di Indonesia yaitu Departemen Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan Divisi Diklatnya pun belum terstruktur dengan baik. Kemudian, mengacu pada UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 dan Peraturan Presiden 008/2012 Pasal 5, belum ada aturan yang baku untuk pendidikan dan pelatihan intervensi kardiologi tingkat lanjut. Sejauh ini, pelatihan dokter kardiologi diselenggarakan oleh Kolegium Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darahyang membimbing dokter kardiologi dalam meningkatkan keterampilan medisnya seperti pelatihan penguasaan anatomi dan fisiologi kardiovaskular, biologi vaskular dan patologi, patofisiologi,
farmakologi, pencitraan radiologi dan keamanan penggunaan radiasi, design alat intervensi dan performanya, tata laksana klinis dan strategi, pra dan pasca-prosedur.Hal ini mengakibatkan kebutuhan pelatihan dokter RSJPDK masih sangat kurang dan perlu ditingkatkan. Memang sudah ada beberapa pelatihan kardiovaskular di luar negeri namun biaya yang dibutuhkan relatif mahal sementara alokasi dana RSJPDHK masih harus difokuskan untuk pembiayaan alat dan pembangunan fisik seperti rencana penambahan lantai gedung Diklat Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI, sehingga usaha untuk pengembangan SDMdalam meningkatkan keterampilan dan pengetahuan melalui pelatihan dokter belum diperhatikan.
Kinerja karyawan ditentukan juga oleh seberapa besar perusahaan mampu memotivasi meningkatkan kemampuan karyawannya (Noe, 2012:283). Selain pelatihan, motivasi berprestasi juga dapat memberikan sumbangan yang signifikan dalam peningkatankualitas pelayanan. MenurutTeori Maslow,motivasi diibaratkan seperti kerucut; bahwasanyamanusia akan termotivasi apabila kebutuhan yang menjadi sasaran hidupterpenuhi dengan baik mulai dari kebutuhan fisiologis sampai kebutuhanaktualisasi diri(Mullins, 2005:481). Jika sebuah organisasi tidak mampu memotivasi karyawannya untuk berprestasi,maka pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya tidak akan dipergunakansecara maksimum. Oleh karena itu, motivasi merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan semangat dan peningkatan kinerja karyawan. Banyak kasus dijumpai dimana karyawan bekerja secara maksimal disertai kelengkapan fasilitas yang memadai, namun jika tidak ada motivasi untuk melakukan pekerjaan tersebut makapekerjaan itu tidak akan berjalan sebagaimanayang diharapkan.
Posisi sebagai dokter spesialis apabila dilihat dari teori kebutuhan Maslow, tingkatan kebutuhan fisiologis (physiological), keamanan (safety), sosial (social) dan harga diri (esteem) sudah mampu terpenuhi oleh mereka. Akan tetapi, semangat mencapai kebutuhan berprestasi atau aktualisasi diri masih rendah. Pada tabel 1.3, RSJPDHK memiliki 10 (sepuluh) dokter spesialis dengan jumlah yang paling banyak adalah Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah (SpJP). Dari 84 total keseluruhan dokter RSJPDHK, 7 (tujuh) dokter berijazah S1 yaitu dokter umum dan dokter gigi, 64 (enam puluh empat) dokter lulus dengan gelar spesialis (S2), namun hanya 13 (tiga belas) dokter yang sudah lulus dengan gelar doktor, bahkan hanya 2 (dua) dokter yang sudah menjadi profesor. Dari 84 dokter RSJPDHK, dokter yang sudah menyandang gelar konsultan hanya berjumlah 26 (dua puluh enam) dan yang belum bergelar konsultan adalah 58 (lima puluh delapan) sehingga dapat disimpulkan bahwa dokter yang belum mengambil jenjang akademik S3 dan bergelar Konsultan masih sangat banyak. Dari hasil wawancara kepada beberapa dokter yang belum melanjutkan pendidikan S3 dan belum mendapatkan gelar konsultan, mereka berpendapat bahwa belum ada semangat untuk menulis karya ilmiah atau melanjutkan jenjang akademik yang lebih tinggi dikarenakan sejauh ini mereka fokus dalam hal melayani pasien saja. Padahal mereka juga menyadari bahwa kedua hal tersebut amat sangat penting, salah satunya yaitu menambah kekurangan staf pengajar di Departemen Kardiologi dan Vaskular FKUI yang pada saat ini baru memiliki 39 Dokter Pengajar (2 guru besar, 3 lektor kepala, 12 lektor dan 22 dosen luar biasa). Dan tak kalah pentingnya yaitu meningkatkan kinerja individu ataupun organisasi/rumah sakit dalam mencapai rumah sakit berstandar internasional JCI (Joint Commission International) sehingga memiliki kekuatan dan daya saing tinggi terhadap munculnya rumah sakit-rumah sakit swasta asing tipe A.
Tabel 1.3
Dokter Staf Aktif RSJPDHK 2014
Dokter Spesialis Jml Akademik Prof K* BK* S1 S2 S3
Spesialis Bedah Toraks Kardiovaskular (SpBTKV) 10 - - - - - - - - - 2 5 8 32 3 3 1 1 1 2 12 1 - 2 11 - - - - - - - - - - 2 - - - - - - - - - 5 21 - - - - - - - - - 5 22 3 3 1 1 1 2 12 3 5 Spesialis Jantung & Pembuluh
Darah (SpJP)
43
Spesialis Anak (SpA) 3
Spesialis Radiologi (SpRad) 3 Spesialis Saraf/Neurologist (SpS) 1 Spesialis Gizi Klinik (SpGK) 1
Spesialis Paru (SpP) 1
Spesialis Patologi Klinik (SpPK) 2 Spesialis Anestesiologi (SpAn) 12
Dokter Gigi (drg) 3
Dokter Umum (dr) 5
TOTAL 84 7 64 13 2 26 58
*K : Konsultan
*BK : Belum menjadi konsultan
Sumber: Sub-Bagian TU RSJPDHK (2014)
Selain pelatihan dan motivasi, lingkungan kerja tidak kalah pentingnya dalam menentukan kinerja karyawan. Lingkungan kerja mencakup kondisi-kondisi material dan psikologis yang ada dalam organisasi. Lingkungan kerja yang segar,nyaman dan memenuhi standar kebutuhan layak akan memberikan kontribusi terhadapkenyamanan karyawan dalam melakukan tugasnya. Secara psikologis, lingkungan kerja yangmeliputi keramahan sikap para karyawan, sikap saling menghargai waktu, perbedaanpendapat, dan lain sebagainya adalah syarat wajib dalam membina kualitaspemikiran karyawan yang akhirnya mampu meningkatkan kinerja karyawan secara terus-menerus.Di RSJPDHK, terdapat keluhan karyawan dan pasien terkait sarana dan prasarana (108 keluhan di tahun 2013) dan keluhan pelayanan sebanyak 296 (tahun 2013). Terkait dengan sarana
dan prasarana, gedung RSJPDHK (luas 22.389 m2) memiliki lahan yang sempit dibandingkan dengan rumah sakit disampingnya yaitu RSAB Harapan Kita dan RS Kanker Dharmais dengan luas lahan dua kali lipat. Keterbatasan lahan parkir tentu saja menjadi kendala bagi karyawan, pasien maupun pengunjung rumah sakit. Selain itu, keluhan pelayanan pasien yang perlu diperhatikan adalah belum terfasilitasinya layanan ketergawatdaruratan (IGD) kardiovaskular tersier seperti ambulans kardiovaskular yang dilengkapi monitor, defibrillator dengan external pacing, ventilator bahkan intra aortic balloon pump. Jika fasilitas ini dioptimalkan dengan baik, maka akan sangat membantu mengurangi mortalitas pasien terutama pasien serangan jantung selama diperjalanan menuju RSJPDHK. Fasilitas pelayanan lain yang belum tersedia adalah CT-Scan (Computed Tomography Scanner). Sampai saat ini RSJPDHK belum memiliki CT-Scan namun masih menggunakan rontgen dan ultrasongraphy untuk screening kelainan pembuluh darah terutama pada penyakit jantung koroner. Padahal di rumah sakit pemerintah yang lain bahkan rumah sakit swasta sudah memiliki CT-Scan meskipun dalam bentuk KSO (Kerja Sama Operasional) dengan distributor asing PBAK (Pedagang Besar Alat Kesehatan). Sebagai “Health Center of
Excellence”semestinya RSJPDHK mampu menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi dan kualitas pelayanan yang lengkap dan prima, khususnya berkaitan dengan peralatan medis canggih untuk menjadi rumah sakit kelas A, rumah sakit khusus kardiovaskuler, rumah sakit pendidikan dan rumah sakit berkelas dunia dengan tata ruang yang lebih sesuai untuk menjadi world class hospitalserta efisiensi manajemen dan sumber dayanya.
Berdasarkan fakta dan pengamatan yang didapat, maka penulis meneliti tentang ”Pengaruh Pelatihan, Motivasi dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Dokter Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita”.
1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis mengidentifikasi inti permasalahan terkait dengan kinerja dokter RSJPDHK sebagai berikut:
a. Keahlian, keterampilan dan pengetahuan dokter RSJPDHK perlu ditingkatkan melalui pelatihan.
b. Masih rendahnya tingkat kesempatan pembelajaran bagi dokter RSJPDHK.
c. Lingkungan kerja di RSJPDHK terkait sarana dan prasarana pelayanan kesehatan belum optimal.
d. Motivasi berprestasi dokter RSJPDHK relatif rendah.
1.2.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang sudah dikemukakan sebelumnya, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Apakah pelatihan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja dokter RSJPDHK?
b. Apakah motivasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja dokter RSJPDHK?
c. Apakah lingkungan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja dokter RSJPDHK?
d. Apakah pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja dokter RSJPDHK?
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1.Maksud Penelitian
Penelitian ini dilakukan guna mendapatkan informasi tentang besarnya pengaruh pelatihan terhadap kinerja dokter Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, pengaruh motivasi terhadap kinerja dokter RSJPDHK, pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja RSJPDHK dan pengaruh pelatihan, motivasi serta lingkungan kerja terhadap kinerja dokter RSJPDHK.
1.3.2.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
a. Menganalisis dan mengetahui pengaruh pelatihan terhadap kinerja dokter RSJPDHK
b. Menganalisis dan mengetahui pengaruh motivasi terhadap kinerja dokter RSJPDHK
c. Menganalisis dan mengetahui pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja dokter RSJPDHK
d. Menganalisis dan mengetahui pengaruh pelatihan, motivasi dan lingkungan kerja secara bersama-sama terhadap kinerja dokter RSJPDHK
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian yang sudah dijelaskan di atas, manfaat penelitian ini antara lain:
a. Secara Praktis
Diharapkan mampu memberikan masukan khususnya kepada para dokter RSJPDHK dalam melakukan pelayanan terhadap pasien.
b. Secara Teknis
Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti kebenaran dan relevansi atas teori-teori yang penulis dapatkan selama perkuliahan secara empiris dan praktis terkait evaluasi kinerja. Selanjutnya, diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran untuk disempurnakan oleh peneliti berikutnya.
c. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat terutama tentang model-model pelatihan, motivasi, lingkungan kerja dan kinerja para dokter RSJPDHK.