• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KERJA PRAKTEK BADAK LIQUEFIED NATURAL GAS LAPORAN TUGAS KHUSUS MENGEVALUASI PREHEATER (2E-6) DENGAN MENGGUNAKAN A2E-7

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KERJA PRAKTEK BADAK LIQUEFIED NATURAL GAS LAPORAN TUGAS KHUSUS MENGEVALUASI PREHEATER (2E-6) DENGAN MENGGUNAKAN A2E-7"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KERJA PRAKTEK BADAK LIQUEFIED NATURAL GAS

LAPORAN TUGAS KHUSUS

“MENGEVALUASI PREHEATER (2E-6) DENGAN MENGGUNAKAN A2E-7”

Disusun Oleh: Riyanti Nur Malina

1009055027

Pembimbing:

Novy Pralisa Putri, S. T., M. Eng Ferry Adhi Perdana

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA 2014

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KHUSUS KERJA PRAKTEK

“Mengevaluasi Preheater (2E-6) Dengan Menggunakan A2E-7”

PT BADAK LNG Bontang – Kalimantan Timur Periode : 01 April 2014 s.d. 20 Mei 2014

Oleh :

Riyanti Nur Malina 1009055027

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

Telah diperiksa dan disetujui,

Pembimbing Lapangan,

Ferry Adhi Perdana

Pembimbing Utama,

(3)

Riyanti Nur Malina/ 1009055027 ii Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik

Universitas Mulawarman Samarinda DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR GAMBAR ... iv BAB I ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan... 2 1.3. Ruang Lingkup ... 3 1.4. Metode Penulisan ... 3

1.5. Sistematika Penyusunan Laporan... 3

BAB II ... 5

2.1. Tinjauan Umum... 5

2.2. Mekanisme Perpindahan Panas ... 5

2.3. Dhydration Unit ... 7

2.4. Proses Regenaration Dhydration Unit ... 9

2.5. Heat Exchanger ... 10

2.6. Fungsi Heat Exchanger ... 12

2.7. Jenis – Jenis Heat Exchanger ... 12

BAB III ... 31

3.1. Mencari Data yang Diperlukan ... 31

3.2. Melakukan Simulasi ... 31

3.3. Hipotesis Hasil Pengamatan ... 33

3.4. Melakukan Perhitungan Saving Kebutuhan Steam Masuk di E2E – 7 ... 34

BAB IV ... 36 4.1. Hasil Pengamatan ... 36 BAB V ... 41 5.1. Kesimpulan... 41 5.2. Saran ... 41 DAFTAR PUSTAKA ... 42

(4)

Riyanti Nur Malina/ 1009055027 iii Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik

Universitas Mulawarman Samarinda

DAFTAR TABEL

(5)

Riyanti Nur Malina/ 1009055027 iv Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik

Universitas Mulawarman Samarinda

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Diagram Proses Plant – 2 ... 8

Gambar 2. 2 Tipe Shell Standar dan Front- dan Rear-End ... 16

Gambar 2. 3 Susunan Standar Tube pada Heat Exchanger ... 17

Gambar 2. 4 Penukar Kalor Tipe Tabung dan Pipa (Shell and Tube) ... 18

Gambar 2. 5 Penukar Kalor Tabung dan Pipa Tipe Pipa U ... 20

Gambar 2. 6 Penukar Kalor Tabung dan Pipa Tipe Dua Pipa (Double Pipe) ... 21

Gambar 2. 7 Penukar Kalor Tipe Pipa Bersirip (Fins and Tube) ... 22

Gambar 2. 8 Penukar Kalor Tipe Pelat (Plate Heat Exchanger) ... 23

Gambar 2. 9 Penukar Kalor Tipe Spiral... 24

Gambar 2. 10 Segmental Baffle ... 28

Gambar 2. 11 Disc & Doughnut Baffle ... 29

Gambar 2. 12 Orifice Baffle ... 29

Gambar 3. 1 Simulasi HYSYS Heat Exchnger (2E- 7) pada Train A sebelum menjadi Preheater ... 32

Gambar 3. 2 Simulasi HYSYS Saat A2E – 7 menjadi Preheater di Train E ... 32

Gambar 3. 3 Hasil Perhitugan Perubahan Temperatur Pada 2E – 7 Setelah Penambahan Preheater Menggunakan Software HYSYS ... 33

Gambar 4. 1 Hasil Pengamatan Nilai UA ... 36

Gambar 4. 2 Hasil Pengamatan ∆T Approach ... 37

Gambar 4. 3 Hasil Pengamatan Steam Masuk di E2E – 7 ... 38

(6)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dehydration Unit terdapat pada Plant-2 dari setiap Process Train. Dehydration Unit berfungsi untuk menghilangkan kandungan air yang masih terkandung dalam feed gas. Air perlu dipisahkan karena memiliki titik beku 0oC sehingga akan membeku dan menghambat perpipaan pada proses pencairan LNG yang berlangsung pada -156oC. Feed gas keluaran dari Plant-2 diharapkan mengandung H2O tidak lebih dari 0,5 ppm.

Pada Plant-2 terdapat tiga buah kolom Drier yang dioperasikan secara bergantian, 2 unit dioperasikan sedangkan satu unit lainnya akan diregenerasi. Drier akan diregenerasi ketika hasil uji terhadap sampel aliran keluar Drier menunjukkan kadar H2O dalam aliran sudah mendekati 0,5 ppm, dan proses

penghilangan H2O dalam feed gas akan diswitch ke Drier yang sudah stand by.

Proses regenerasi bertujuan untuk menghilangkan kandungan H2O yang

tertahan pada molecular sieve ketika proses pengeringan feed gas. Proses regenerasi memanfaatkan feed gas yang sudah bebas H2O, untuk menjadi gas

pengering (gas panas) molecular sieve. Proses regenerasi terdiri dari beberapa tahap diantaranya :

Tahap heating, dengan mengalirkan gas panas bersuhu sekitar 244oC dari bawah kolom dengan laju alir sekitar 40 kNm3/h selama 420 menit. Gas panas ini berasal dari sebagian gas keluaran 2C-2 yang dipanaskan dengan HP Steam di 2E-7. Air yang teradsorbsi oleh molecular sieve akan teruapkan bersama hidrokarbon berat dan keluar bersamaan dengan aliran gas panas dari bagian atas kolom.

Tahap cooling, dilakukan dengan mengalirkan gas yang tidak dipanaskan kurang lebih selama 150 menit sampai temperatur turun menjadi 20oC. Kolom perlu didinginkan agar siap digunakan kembali untuk menyerap air dari feed gas, karena proses adsorbsi akan lebih efisien pada temperatur rendah.

(7)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 2

Tahap standby adalah tahap menunggu sebelum kolom lain diregenerasi. Saat standby aliran gas akan di by-pass menuju upstream 2E-3 untuk mencegah surging pada Kompresor 2K-2. Feed gas yang telah digunakan untuk meregenerasi molecular sieve didinginkan oleh Fin – Fan Cooler 2E-3A/B hingga temperatur sekitar 43oC, kemudian dialirkan ke kolom Feed Drier Reactivation Separator (2C-3) untuk memisahkan kondensat dan air dari aliran gas. Kondensat akan dikirim ke Plant-16 sedangkan air akan dikirim ke burn pit/grown flare.

Perpindahan panas terjadi jika terjadi kontak antara 2 aliran atau lebih yang memiliki perbedaan temperatur. Perbedaan temperatur menjadi driving force dari proses perpindahan panas. Panas akan berpindah dari aliran yang bertemperatur tinggi ke temperatur rendah. Pada proses regenerasi Drier dibutuhkan aliran gas panas untuk menguapkan kandungan H2O yang terdapat pada molecular sieve.

Gas panas yang digunakan diambil dari alian feed gas keluaran kolom 2C-2. Feed gas keluaran kolom 2C-2 memiliki temperatur sekitar 20,56oC sehingga perlu dilakukan peningkatan temperatur terhadap feed gas agar dapat digunakan dalam proses regenerasi. Temperatur feed gas ditingkatkan hingga mencapai 243,3oC dengan memanfaatkan perpindahan panas dari High Pressure Steam. Proses perpindahan panas antara High Pressure Steam dengan feed gas berlansung pada Heat Exchanger 2E-7.

Salah satu kegiatan dalam penghematan energi adalah mempergunakan kembali energi yang tersisa diantaranya didalam kelompok perlatan, untuk memanfaatkan kembali panas (heat recovery) adalah alat penukar panas (heat exchanger). Maka gas yang keluar dari drier saat regenerasi untuk menuju Fin Fan Cooler masih memiliki suhu yang cukup tinggi yaitu sekitar 260oC. Gas tersebut masih dapat dimanfaatkan sebagi fluida pemanas pada Preheater.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan pengerjaan tugas khusus ini, yaitu :

1. Mengevaluasi A2E – 7 sebagai Preheater (2E – 6) pada Train E

2. Menetukan suhu optimum pada gas regenerasi outlet Preheater (E2E – 6 )

(8)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 3

3. Melakukan saving kebutuhan steam di E2E – 7

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup yang digunakan pada tugas khusus ini, yaitu : 1. Mencari data komposisi – komposisi gas saat ini.

2. Melakukan simulasi menggunakan HYSYS untuk mengetahui kondisi proses tersebut.

3. Mencari kondisi operasi optimumnya.

4. Menghitung saving kebutuhan steam di E2E-7

1.4 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan laporan ini, yaitu : 1. Studi pustaka

2. Perhitungan duty menggunakan simulasi software HYSYS 7.3 dan Microsof Excel 2010

3. Diskusi dengan pembimbing terkait masalah yang dibahas di tugas khusus

1.5 Sistematika Penyususnan Laporan

Sistematika penyusunan laporan tugas khusus ini adalah sebagi berikut : BAB I : Pendahuluan

Bab ini membahas tentang latar belakang, tujuan, ruang lingkup, metode penulisan serta sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang mengenai hal- hal teoritis yang menjadi dasar studi tentang heat exchanger.

BAB III : Metodologi

Bab ini membahas tentang tahapan atau langkah-langkah perhitungan yang akan dilakukan.

(9)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 4

Bab ini membahas tentang hasil “Mengevaluasi Preheater (E2E – 7) Menggunakan A2E – 7”

BAB V : Penutup

Bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran berkaitan dengan “Mengevaluasi Preheater (E2E – 7) Menggunakan A2E – 7”

(10)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum

Semua industri pengolahan kimia lebih khususnya pengolahan gas bumi, masalah perpindahan energi atau perpindahan panas adalah hal yang sangat banyak dilakukan, kebutuhan akan energi yang semakin meningkatkan akan terasa pada peningkatan biaya operasi. Masa sekarang ini para pengusaha atau pemimpin perusahaan semakin menggairahkan penghematan energi yang disebut dengan saving energi.

Salah satu kegiatan dalam penghematan energi adalah mempergunakan kembali energi yang tersisa diantaranya didalam kelompok perlatan, untuk memanfaatkan kembali panas (heat recovery) adalah alat penukar panas (heat exchanger). Perpindahan kalor dari suatu zat ke zat lain seringkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari baik penyerapan atau pelepasan kalor, untuk mencapai dan mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu proses berlangsung. Kalor sendiri adalah salah satu bentuk energi.

Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak musnah, contohnya hukum kekekalan massa dan momentum, ini artinya kalor tidak hilang. Energi hanya berubah bentuk dari bentuk yang pertama ke bentuk yang ke dua. Kalor dapat berpindah dengan tiga macam cara yaitu:

1. Pancaran, sering juga dinamakan radiasi. 2. Hantaran, sering juga disebut konduksi. 3. Aliran, sering juga disebut konveksi.

2.2 Mekanisme Perpindahan Panas (Heat Transfer)

Mekanisme perpindahan panas dapat berlangsung dengan beberapa cara : 2.2.1. Perpindahan panas secara konduksi

Yang dimaksud dengan hantaran ialah pengangkutan kalor melalui satu jenis zat. Sehingga perpindahan kalor secara hantaran/konduksi

(11)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 6

merupakan satu proses dalam karena proses perpindahan kalor ini hanya terjadi di dalam bahan. Arah aliran energi kalor, adalah dari titik bersuhu tinggi ke titik bersuhu rendah.

Bahan yang dapat menghantar kalor dengan baik dinamakan konduktor. Penghantar yang buruk disebut isolator. Sifat bahan yang digunakan untuk menyatakan bahwa bahan tersebut merupakan suatu isolator atau konduktor ialah koefisien konduksi termal. Apabila nilai koefisien ini tinggi, maka bahan mempunyai kemampuan mengalirkan kalor dengan cepat. Untuk bahan isolator, koefisien ini bernilai kecil. Pada umumnya, bahan yang dapat menghantar arus listrik dengan sempurna (logam) merupakan penghantar yang baik juga untuk kalor dan sebaliknya. Selanjutnya bila diandaikan sebatang besi atau sembarang jenis logam dan salah satu ujungnya diulurkan ke dalam nyala api. Dapat diperhatikan bagaimana kalor dipindahkan dari ujung yang panas ke ujung yang dingin. Apabila ujung batang logam tadi menerima energi kalor dari api, energi ini akan memindahkan sebagian energi kepada molekul dan elektron yang membangun bahan tersebut.

2.2.2. Perpindahan panas secara konveksi

Yang dimaksud dengan aliran ialah perpindahan kalor oleh gerak dari zat yang dipanaskan. Proses perpindahan kalor secara aliran/konveksi merupakan satu fenomena permukaan. Proses konveksi hanya terjadi di permukaan bahan. Jadi dalam proses ini struktur bagian dalam bahan kurang penting. Keadaan permukaan dan keadaan sekelilingnya serta kedudukan permukaan itu adalah yang utama. Lazimnya, keadaan kesetimbangan termodinamik di dalam bahan akibat proses konduksi, suhu permukaan bahan akan berbeda dari suhu sekelilingnya. Dalam hal ini terdapat keadaan suhu tidak setimbang diantara bahan dengan sekelilingnya.

Perpindahan kalor dengan jalan aliran dalam industri kimia merupakan cara pengangkutan kalor yang paling banyak dipakai. Oleh karena konveksi hanya dapat terjadi melalui zat yang mengalir, maka bentuk

(12)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 7

pengangkutan kalor ini hanya terdapat pada zat cair dan gas. Pada pemanasan zat ini terjadi aliran, karena massa yang akan dipanaskan tidak sekaligus dibawa ke suhu yang sama tinggi. Oleh karena itu bagian yang paling banyak atau yang pertama dipanaskan memperoleh massa jenis yang lebih kecil daripada bagian massa yang lebih dingin. Sebagai akibatnya terjadi sirkulasi, sehingga kalor akhimya tersebar pada seluruh zat.

2.2.3. Perpindahan panas secara radiasi

Yang dimaksud dengan pancaran (radiasi) ia1ah perpindahan ka1or mela1ui gelombang dari suatu zat ke zat yang lain. Semua benda memancarkan ka1or. Keadaan ini baru terbukti setelah suhu meningkat. Pada hakekatnya proses perpindahan kalor radiasi terjadi dengan perantaraan foton dan juga gelombang elektromagnet. Apabila sejumlah energi kalor menimpa suatu permukaan, sebagian akan dipantulkan, sebagian akan diserap ke dalam bahan, dan sebagian akan menembusi bahan dan terus ke luar. Jadi dalam mempelajari perpindahan kalor radiasi akan dilibatkan suatu fisik permukaan.

Ciri-ciri radiasi yaitu :

• Kalor radiasi merambat lurus.

• Untuk perambatan itu tidak diperlukan medium (misalnya zat cair atau gas).

2.3 Dhydration Unit

Dehydration Unit terdapat pada Plant-2 dari setiap Process Train. Dehydration Unit berfungsi untuk menghilangkan kandungan air yang masih terkandung dalam feed gas. Air perlu dipisahkan karena memiliki titik beku 0oC sehingga akan membeku dan menghambat perpipaan pada proses pencairan LNG yang berlangsung pada -156oC. Feed gas keluaran dari Plant-2 diharapkan mengandung H2O tidak lebih dari 0,5 ppm. Diagram proses dari Plant-2

(13)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 8

Gambar 2.1 Diagram Proses Plant-2

Feed gas yang bebas CO2 dialirkan ke Drier Precooler 4E-10 untuk

didinginkan hingga temperatur 19oC dengan propane sebagai media pendingin. Pendinginan feed gas mengakibatkan sebagian uap air dan hidrokarbon berat yang masih terkandung dalam feed gas akan terkondensasi. Aliran ini kemudian dimasukkan ke kolom Drier Separator Decantor 2C-1 untuk memisahkan air dan kondensat hidrokarbon dari feed gas. Temperatur masukan dari kolom 2C-1 harus dijaga pada temperatur 19oC, feed gas dengan suhu terlalu panas akan menyebabkan air yang terdapat dalam feed gas tidak terkondensasi sehingga menambah beban kerja pada Drier 2C-2A/B/C. Sedangkan aliran feed gas yang terlalu dingin akan mengakibatkan terbentuknya hidrat antara hidrokarbon dan air di 2C-1 yang akan menghambat aliran. Feed gas dari 2C-1 kemudian dialirkan ke

(14)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 9

kolom 2C-2A/B/C yang berisi molecular sieve untuk mengadsorbsi air. Kolom 2C-2 berisikan unggun tetap molecular sieve sebagai adsorben utama, alumdum ball sebagai support, serta alumina. Molecular sieve dipilih sebagai unggun tetap karena memiliki kemampuan untuk menyerap air dalam feed gas hingga dibawah batas 0,5 ppm. Sedangkan alumina memiliki nilai water loading yang besar dan kuat terhadap tekanan bulk air.

Feed gas yang sudah bersih dari H2O akan disaring oleh Filter 2Y-1A untuk

menghilangkan debu molecular sieve yang ikut terbawa. Kemudian feed gas ini dialirkan menuju Mercury Removal Unit (2C-4).

2.4 Proses Reagenaration Dhydration Unit

Pada Plant-2 terdapat tiga buah kolom Drier yang dioperasikan secara bergantian, 2 unit dioperasikan sedangkan satu unit lainnya akan diregenerasi. Drier akan diregenerasi ketika hasil uji terhadap sampel aliran keluar Drier menunjukkan kadar H2O dalam aliran sudah mendekati 0,5 ppm, dan proses

penghilangan H2O dalam feed gas akan diswitch ke Drier yang sudah stand by.

Proses regenerasi bertujuan untuk menghilangkan kandungan H2O yang

tertahan pada molecular sieve ketika proses pengeringan feed gas. Proses regenerasi memanfaatkan feed gas yang sudah bebas H2O, untuk menjadi gas

pengering (gas panas) molecular sieve. Proses regenerasi terdiri dari beberapa tahap diantaranya :

Tahap heating, dengan mengalirkan gas panas bersuhu sekitar 244oC dari bawah kolom dengan laju alir sekitar 40 kNm3/h selama 420 menit. Gas panas ini berasal dari sebagian gas keluaran 2C-2 yang dipanaskan dengan HP Steam di 2E-7. Air yang teradsorbsi oleh molecular sieve akan teruapkan bersama hidrokarbon berat dan keluar bersamaan dengan aliran gas panas dari bagian atas kolom.

Tahap cooling, dilakukan dengan mengalirkan gas yang tidak dipanaskan kurang lebih selama 150 menit sampai temperatur turun menjadi 20oC. Kolom perlu didinginkan agar siap digunakan kembali untuk menyerap air dari feed gas, karena proses adsorbsi akan lebih efisien pada temperatur rendah.

(15)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 10

Tahap standby adalah tahap menunggu sebelum kolom lain diregenerasi. Saat standby aliran gas akan di by-pass menuju upstream 2E-3 untuk mencegah surging pada Kompresor 2K-2.

Feed gas yang telah digunakan untuk meregenerasi molecular sieve didinginkan oleh Fin – Fan Cooler 2E-3A/B hingga temperatur sekitar 43oC, kemudian dialirkan ke kolom Feed Drier Reactivation Separator (2C-3) untuk memisahkan kondensat dan air dari aliran gas. Kondensat akan dikirim ke Plant-16 sedangkan air akan dikirim ke burn pit. Feed gas yang keluar dari kolom ini dikompresi oleh Kompresor 2K-2 dan dialirkan kembali untuk digabung dengan gas umpan 1C-2 (Plant-1). Kompresi dengan Kompresor 2K-2 bertujuan agar tekanan dari feed gas yang digunakan untuk regenerasi sesuai dengan tekanan feed gas masuk ke kolom CO2 Absorber. Tujuan dari pengembalian feed gas yang

digunakan unuk regenerasi ke kolom CO2 Absorber adalah untuk mengantisipasi

terjadinya CO2 spike (kenaikan kandungan CO2) pada aliran feed gas.

2.5 Heat Exchanger

Perpindahan panas terjadi jika terjadi kontak antara 2 aliran atau lebih yang memiliki perbedaan temperatur. Perbedaan temperatur menjadi driving force dari proses perpindahan panas. Panas akan berpindah dari aliran yang bertemperatur tinggi ke temperatur rendah. Pada proses regenerasi Drier dibutuhkan aliran gas panas untuk menguapkan kandungan H2O yang terdapat pada molecular sieve.

Gas panas yang digunakan diambil dari alian feed gas keluaran kolom 2C-2. Feed gas keluaran kolom 2C-2 memiliki temperatur sekitar 20,56oC sehingga perlu dilakukan peningkatan temperatur terhadap feed gas agar dapat digunakan dalam proses regenerasi. Temperatur feed gas ditingkatkan hingga mencapai 243,3oC dengan memanfaatkan perpindahan panas dari High Pressure Steam. Proses perpindahan panas antara High Pressure Steam dengan feed gas berlansung pada Heat Exchanger 2E-7.

Heat Exchanger digunakan untuk berbagai kepentingan dan kegunaannya yang paling esensial adalah untuk mendinginkan atau memanaskan suatu fluida. Selain itu digunakan pula untuk evaporasi atau kondensasi, untuk menyimpan

(16)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 11

panas yang terbentuk dari reaksi kimia atau reaksi pembakaran, sterilisasi, pasteurisasi, fraksionasi, distilasi, kristalisasi, dan lain-lain. Persamaan umum untuk menyatakan jumlah kalor yang dipindahkan dari fluida pada alat penukar kalor dinyatakan dengan persamaan :

Dimana :

Q = Panas yang berpindah dari fluida panas ke fluida dingin, W A = Luas permukaan perpindahan panas, m2

U = Koefisien perpindahan panas keseluruhan, W/ m2oC ΔTM = Perbedaan temperatur rata-rata, o

C

Penukar kalor banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan di industri. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari sering dipergunakan peralatan masak memasak yang semuanya sebenarnya merupakan alat penukar kalor. Di dalam mobil maupun alat transportasi lainnya banyak dijumpai radiator maupun alat pengkondisi udara kabin, yang keduanya juga merupakan penukar kalor. Di industri, banyak sekali peralatan penukar kalor seperti ketel uap (boiler), pemanas lanjut (super heater), pendingin oli pelumas (oil cooler), kondenser (condenser), dan lain-lain. Khusus untuk industri semen, sebenarnya peralatan utama produksi seperti suspension Preheater, calciner, kiln, dan cooler sebenarnya juga merupakan alat penukar kalor. Selain itu masih banyak penukar kalor untuk fungsi lainnya yang dipergunakan dalam industri semen seperti pendingin minyak pelumas, pendingin udara untuk kebutuhan jet pulse filter, dan lain sebagainya.

Jika ditinjau dari fungsinya, semua penukar kalor sebenarnya sama fungsinya yaitu menukarkan energi yang dimiliki oleh suatu fluida atau zat ke fluida atau zat lainnya. Perlu dicatat di sini bahwa fluida atau zat yang saling ditukarkan energinya tersebut dapat merupakan fluida atau zat yang sama namun berbeda temperaturnya. Sebagai contoh dalam hal penukar kalor yang berfungsi untuk mendinginkan minyak pelumas gearbox dengan pendingin air, ini berarti bahwa penukar kalor tersebut berfungsi memindahkan energi yang dimiliki oleh minyak pelumas ke air pendinginnya, sehingga air tersebut menerima energi dari minyak pelumas yang ditandai dengan kenaikan temperaturnya. Sedangkan bagi

(17)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 12

minyak pelumas yang memberikan energinya ke air akan mengalami penurunan temperaturnya sehingga kekentalannya dan sifat melumasinya akan menjadi lebih baik dan dapat dipergunakan untuk melumasi kembali. Dalam kasus seperti ini seolah-olah penukar kalor hanyalah merupakan tempat berlangsungnya transfer energi dari minyak pelumas menuju air pendingin.

2.6 Fungsi Heat Exchanger

Dalam praktek fungsi penukar kalor yang dipergunakan di industri lebih diutamakan untuk menukarkan energi dua fluida (boleh sama zatnya) yang berbeda temperaturnya. Pertukaran energi dapat berlangsung melalui bidang atau permukaan perpindahan kalor yang memisahkan kedua fluida atau secara kontak langsung (fluidanya bercampur). Energi yang dipertukarkan akan menyebabkan perubahan temperatur fluida (kalor sensibel) atau kadang dipergunakan untuk berubah fasa (kalor laten). Laju perpindahan energi dalam penukar kalor dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kecepatan aliran fluida, sifat-sifat fisik (viskositas, konduktivitas termal, kapasitas kalor spesifik, dan lain-lain), beda temperatur antara kedua fluida, dan sifat permukaan bidang perpindahan kalor yang memisahkan kedua fluida. Walaupun fungsi penukar kalor adalah untuk menukarkan energi dua fluida atau dua zat, namun jenisnya banyak sekali. Hal ini terjadi karena biasanya desain penukar kalor harus menunjang fungsi utama proses yang akan terjadi di dalamnya.

2.7 Jenis-Jenis Heat Exchanger

Standar yang banyak dipergunakan dalam masalah penukar kalor ini yaitu TEMA (Tubular Exchanger Manufacturer Association) yaitu suatu asosiasi para pembuat penukar kalor di Amerika dan ASME (American Society of Mechanical Engineers). TEMA lebih banyak membahas mengenai jenis penukar kalor, metode perhitungan kinerja dan kekuatannya (proses perancangan), istilah bagian-bagian dari penukar kalor (parts), dan dasar pemilihan dalam aplikasi penukar kalor dalam kehidupan sehari-hari khususnya di industri. Sedangkan ASME lebih memuat masalah prosedur dasar bagaimana membuat penukar kalor serta standard

(18)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 13

bahan yang akan atau biasa dipergunakan. Kedua aturan atau prosedur tersebut tidak lain bertujuan untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan, kegagalan operasi, serta kemana dan dengan alasan apa apabila terjadi “complaint” terhadap masalah yang terjadi. Hal ini dapat dimengerti karena pada umumnya penukar kalor bekerja pada temperatur dan tekanan yang tinggi serta kadang-kadang menggunakan fluida yang bersifat kurang ramah terhadap kehidupan manusia.

Berdasarkan TEMA secara garis besar jenis penukar kalor dibagi menjadi dua kelompok besar berdasarkan pemakaiannya di industri yaitu:

• Kelas R : untuk pemakaian dengan kondisi kerja yang berat, misalnya untuk industri minyak dan industri kimia berat.

• Kelas C : yaitu yang dibuat untuk pemakaian umum (general purpose), yang dasar produksinya lebih memperhatikan aspek ekonomi dengan ukuran dan kapasitas pemindahan panas yang kecil. Kelas ini dipergunakan untuk pemakaian umum di industri.

Namun demikian di dalam pembicaraan di kalangan akademisi, klasifikasi penukar kalor ini menjadi lebih luas karena dapat digolong-golongkan berdasarkan berbagai aspek, antara lain:

 Proses perpindahan kalor yang terjadi.

 Tingkat kekompakan permukaan pemindah kalor.  Profil konstruksi permukaan.

 Susunan aliran fluida.

 Jumlah atau banyaknya fluida yang dipertukarkan energinya.  Mekanisme perpindahan kalor yang dominan.

2.7.1.Jenis penukar kalor berdasarkan proses perpindahan kalor yang terjadi.

Berdasarkan proses perpindahan kalor yang terjadi, penukar kalor dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu :

(19)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 14

Tipe kontak langsung adalah tipe alat penukar kalor dimana antara dua zat yang dipertukarkan energinya dicampur atau dikontakkan secara langsung. Contohnya adalah clinker cooler dimana antara clinker yang panas dengan udara pendingin berkontak langsung. Contoh yang lain adalah cooling tower untuk mendinginkan air pendingin kondenser pada instalasi mesin pendingin sentral atau PLTU, dimana antara air hangat yang didinginkan oleh udara sekitar saling berkontak seperti layaknya air mancur. Dengan demikian ciri khas dari penukar kalor seperti ini (kontak langsung) adalah bahwa kedua zat yang dipertukarkan energinya saling berkontak secara langsung (bercampur) dan biasanya kapasitas energi yang dipertukarkan relatif kecil. Contoh-contoh lain adalah desuper-heater tempat mencampur uap panas lanjut dengan air agar temperatur uap turun, pemanas air umpan ketel uap (boiler) dengan memanfaatkan uap yang diekstraksi dari turbin uap. Alat yang terakhir ini sering disebut feed water heater. b. Tipe tidak kontak langsung

Tipe tidak kontak langsung adalah tipe alat penukar kalor dimana antara kedua zat yang dipertukarkan energinya dipisahkan oleh permukaan bidang padatan seperti dinding pipa, pelat, dan lain sebagainya sehingga antara kedua zat tidak tercampur. Dengan demikian mekanisme perpindahan kalor dimulai dari zat yang lebih tinggi temperaturnya mula-mula mentransfer energinya ke permukaan pemisah untuk kemudian diteruskan ke zat yang berfungsi sebagai pendingin atau penerima energi. Untuk meningkatkan efektivitas pertukaran energi, biasanya bahan permukaan pemisah dipilih dari bahan-bahan yang memiliki konduktivitas termal yang tinggi seperti tembaga dan aluminium. Contoh dari penukar kalor seperti ini sering kita jumpai antara lain radiator mobil, evaporator AC, pendingin oli gearbox dengan air, dan lain-lain. Dengan bahan pemisah yang memiliki konduktivitas termal yang tinggi diharapkan tahanan termal bahan tersebut akan rendah sehingga seolah-olah antara kedua zat yang saling dipertukarkan energinya seperti kontak lansung. Bedanya dengan yang kontak langsung adalah masalah luas permukaan transfer energi. Pada jenis

(20)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 15

kontak langsung luas permukaan perpindahan kalor sangat tergantung pada luas kontak antara kedua zat, sedangkan pada tipe tidak kontak langsung luas permukaan sama dengan luas permukaan yang memisahkan kedua zat. 2.7.2.Jenis penukar kalor berdasarkan tingkat kekompakan permukaan

pemindah kalor

Yang dimaksud dengan kekompakan luas permukaan perpindahan kalor di sini adalah luas permukaan efektif yang tersentuh oleh salah satu zat (biasanya diambil yang tertinggi nilainya dalam m2) per atau dibagi dengan volume penukar kalor yang menempati ruang dalam m3. Jadi dimensi kekompakan penukar kalor adalah m2/m3. Apabila ditinjau dari kekompakan luas permukaan perpindahan kalor ini, suatu penukar kalor dikategorikan sebagai penukar kalor kompak bila luas permukaan perpindahan kalor per volumenya lebih besar dari 700 m2/m3. Sedangkan yang nilainya kurang dari nilai itu disebut penukar kalor tidak atau kurang kompak. Radiator mobil dan kondenser AC split merupakan dua contoh penukar kalor kompak.

2.7.3.Jenis penukar kalor berdasarkan profil konstruksi permukaan

Berdasarkan profil konstruksi permukaan, penukar kalor yang banyak di pergunakan di industri antara lain dengan konstruksi tabung dan pipa (shell and tube), pipa bersirip (tube with extended surfaces/fins and tube), dan penukar kalor pelat (plate Heat Exchanger).

Shell and Tube Heat Exchanger terdiri dari sekumpulan pipa silinder yang membentuk cylindrical shell dengan sisi horizontal pada pipa sejajar dengan shell tersebut. Tipe - tipe shell-and-tube exchanger adalah (1) fixed tube sheet design, (2) U-tube design, (3) floating-head type. Pada ketiga tipe tersebut, bagian ujung-depan kepala dibuat stasioner sedangkan bagian ujung-belakang dapat berupa stasioner atau mengapung tergantung pada tegangan-tegangan termal di dalam shell, tube, atau tubesheet, karena adanya perbedaan tekanan sebagai hasil dari perpindahan panas.

(21)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 16

Shell and Tube Heat Exchanger memberikan luas permukaan yang cukup besar untuk volum yang kecil

Shell and Tube Heat Exchanger memiliki layout dan bentuk mekanik yang baik

 Perancangan yang lebih mudah dan konstruksinya dapat dipisah  Harga yang relatif murah dibandingkan tipe plate and frame.

Shell and Tube Heat Exchanger memiliki kode standar yang biasa disebut sebagai kode standar TEMA. Berikut gambar dari tipe shell sesuai dengan kode standard TEMA dan tipe-tipe bagian kepala front- dan rear-end ditampilkan pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Tipe Shell Standar dan Front- dan Rear-End

Susunan tube di dalam shell tidak dapat saling berdekatan satu sama lain, karena jarak yang saling berdekatan antara satu tube dengan tube lain secara struktural akan mengurangi kekuatan tube sheet. Tube umumnya

(22)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 17

disusun dalam bentuk triangular atau square, beberapa gambar susunan standar tube ditampilkan pada Gambar 2.2. kelebihan dari penggunaan susunan tube bentuk square adalah tube dapat dibersihkan dari luar dan akan menghasilkan pressure drop yang lebih kecil. Tube pitch (PT) adalah jarak terpendek antara pusat 1 tube dengan tube lainnya yang saling berdekatan.

Gambar 2.3 Susunan Standar Tube pada Heat Exchanger

Komponen penting lainnya dalam Heat Exchanger adalah baffles. Baffles berfungsi untuk menjaga aliran dalam Heat Exchanger tetap bersifat aliran turbulen. Secara teoretis aliran turbulen menyebabkan perpindahan panas yang lebih baik. Beberapa jenis baffles yang umum digunakan pada Heat Exchanger adalah jenis segmental baffles dan disc and doughnut baffles. Berikut ini akan diuraikan satu persatu dari setiap jenis penukar kalor tersebut:

a. Tipe tabung dan pipa (shell and tube)

Tipe tabung dan pipa merupakan jenis penukar kalor yang paling banyak digunakan di industri khususnya industri perminyakan. Jenis ini terdiri dari suatu tabung dengan diameter cukup besar yang di dalamnya berisi seberkas pipa dengan diameter relatif kecil seperti diperlihatkan pada Gambar 2.4 Salah satu fluida yang dipertukarkan energinya dilewatkan di dalam pipa atau berkas pipa sedang fluida yang lainnya dilewatkan di luar pipa atau di dalam tabung.

(23)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 18

Konstruksi dari penukar kalor jenis ini sangat banyak. Salah satu contohnya diperlihatkan pada Gambar 2.4, yaitu jenis dengan konstruksi “fixed tube sheet” artinya pelat pemegang pipa-pipa pada kedua ujung pipa, keduanya memiliki konstruksi yang tetap (tidak dapat bergeser secara aksial dalam arah sumbu tabung relative antara satu sisi dengan sisi lainnya) seperti terlihat pada Gambar 2.4c. Contoh yang lain adalah jenis “floating tube sheet” artinya salah satu pelat pemegang pipa-pipa pada kedua ujung pipa dapat bergerak relatif terhadap satunya karena tidak terjepit oleh flens (mengambang) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4a.

Pergerakan relatif ini dimaksudkan sebagai kompensasi akibat pertambahan panjang bila terjadi perubahan temperatur pada pipa sehingga tidak memberikan tambahan beban gaya pada baut pengencang flens tabung di luar pipa. Hal ini selain untuk alasan kekuatan bahan juga dimaksudkan untuk keamanan dalam hal menghindari kebocoran.

Pada Gambar 2.4c nampak bahwa diameter tabung tidak sama sepanjang penukar kalor. Pebesaran diameter dimaksudkan untuk menampung perubahan fasa dari fluida yang berada di luar pipa dan di dalam tabung. Alat ini diaplikasikan untuk proses penguapan atau pendidihan fluida di luar pipa. Jenis ini sering disebut dengan jenis ketel (kettle).

(24)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 19

Gambar 2.4. Penukar Kalor Tipe Tabung dan Pipa (Shell and Tube)

Nomenklatur dari Gambar 2.4 : 1. Tabung (shell)

2. Tutup tabung (shell cover)

3. Flens sisi alur (shell flange channel end) 4. Flens sisi tutup tabung (shell flange cover end) 5. Nosel (shell nozzle)

6. Pemegang pipa mengambang (floating tube sheet) 7. Penutup tabung mengambang (floating head cover) 8. Flens mengambang (floating head flange)

9. Peralatan di belakang flens (floating head backing device) 10. Pemegang pipa tetap (stationary tubesheet)

11. Kanal atau tutup tetap (channel or stationary head) 12. Tutup kanal (channel cover)

13. Nosel kanal (Channel nozzle)

14. Batang penguat dan pemisah (tie rod & spacers) 15. Bafel atau pelat pendukung(baffles or support plate) 16. Bafel penahan semprotan (impingement baffle) 17. Partisi laluan (pass partition)

18. Penghubung pengeluaran gas (vent connection) 19. Penghubung tempat pembuangan (drain connection) 20. Tempat alat ukur (instrument connection)

(25)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 20

21. Tempat penopang (support saddles)

22. Lobang tempat untuk mengangkat (lifting lugs) 23. Pipa-pipa (tubes)

24. Weir penyambung alat untuk melihat ketinggian cairan (liquid level connection)

Selain jenis seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.4 untuk tipe tabung dan pipa masih ada jenis lain yang banyak pula dipergunakan di industri yaitu tipe pipa U (U tube type) seperti diperlihatkan pada Gambar 2.5 dan tipe dua pipa (double pipe type) seperti diperlihatkan pada Gambar 2.6. Pada jenis yang terakhir ini setiap tabung berisi berkas pipa masing-masing.

Fluida yang dipertukarkan energinya dalam penukar kalor tipe tabung dan pipa ini dapat berwujud cair dan cair atau cair dan gas, atau cair dan cair dalam proses perubahan fasa menjadi gas.

(26)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 21

Gambar 2.6. Penukar Kalor Tabung dan Pipa Tipe Dua Pipa (Double Pipe)

b.Tipe Pipa Bersirip (Fins and Tube)

Salah satu contoh penukar kalor tipe pipa bersirip ini diperlihatkan pada Gambar 2.4. Contoh yang lain banyak dijumpai di lapangan antara lain radiator mobil, kondensor dan evaporator mesin pendingin dan masih banyak lagi yang lain. Pada umumnya penukar kalor jenis pipa bersirip ini dipergunakan untuk fluida cair dan gas dimana fluida gas dilalukan di luar pipa, yaitu bagian yang bersirip. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas transfer energi karena biasanya pada sisi gas koefisien perpindahan kalor memiliki nilai yang kecil sehingga untuk kompensasi agar laju transfer energinya meningkat diperlukan luas permukaan perpindahan kalor yang relatif tinggi.

Namun demikian pada kenyataannya dengan peningkatan luas permukaan sirip bukan berarti laju transfer energi meningkat secara proporsional terhadap peningkatan luas tersebut karena adanya efektivitas penggunaan sirip. Secara umum tentunya di dalam sirip juga terjadi mekanisme perpindahan kalor, sementara itu sirip juga memiliki tahanan termal sehingga temperatur sirip akan bervariasi dengan nilai yang selalu berbeda dengan temperatur fluida yang berada di dalam pipa. Oleh karena

(27)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 22

laju transfer energi sangat tergantung pada beda temperatur antara kedua fluida sedangkan dengan adanya sirip akan menambah tahanan termal proses dan bagi suatu tempat di sirip yang lokasinya jauh dari fluida yang berada di dalam pipa akan bertemperatur sedemikian rupa sehingga bedanya dengan fluida yang berada di luar pipa akan mengecil, maka efektivitas laju transfer energi akan mengecil.

Penukar kalor tipe pipa bersirip juga bermacam-macam konstruksinya, antara lain penampang pipanya tidak selalu lingkaran, artinya banyak sekali pipa jenis pipih, oval, dan persegi yang dilengkapi dengan sirip. Penukar kalor pipa bersirip ini termasuk golongan penukar kalor kompak karena kebanyakan memiliki luas permukaan perpindahan kalor per volume lebih besar dari 700 m2/m3.

Gambar 2.7. Penukar Kalor Tipe Pipa Bersirip (Fins and Tube)

c. Tipe Pelat (Plate Heat Exchanger)

Penukar kalor tipe pelat merupakan penukar kalor yang sangat kompak karena memiliki kekompakan yang sangat tinggi. Penukar kalor jenis ini terdiri dari pelat-pelat yang sudah dibentuk dan ditumpuk-tumpuk sedemikian rupa sehingga alur aliran untuk suatu fluida akan terpisahkan oleh pelat itu sendiri terhadap aliran fluida satunya serta dipisahkan dengan gasket. Jadi kedua fluida yang saling dipertukarkan energinya tidak saling

(28)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 23

bercampur. Salah satu contoh penukar kalor tipe pelat ini diperlihatkan pada Gambar 2.8

Gambar 2.8. Penukar Kalor Tipe Pelat (Plate Heat Exchanger)

d. Tipe Spiral (Spiral Heat Exchanger)

Penukar kalor tipe spiral diperlihatkan pada Gambar 2.9 Arah aliran fluida menelusuri pipa spiral dari luar menuju pusat spiral atau sebaliknya dari pusat spiral menuju ke luar. Permukaan perpindahan kalor efektif adalah sama dengan dinding spiral sehingga sangat tergantung pada lebar spiral dan diameter serta berapa jumlah spiral yang ada dari pusat hingga diameter terluar.

(29)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 24

Gambar 2.9. Penukar Kalor Tipe Spiral

2.7.4.Klasifikasi penukar kalor berdasarkan susunan aliran fluida.

Yang dimaksud dengan susunan aliran fluida di sini adalah berapa kali fluida mengalir sepanjang penukar kalor sejak saat masuk hingga meninggalkannya serta bagaimana arah aliran relatif antara kedua fluida (apakah sejajar/parallel, berlawanan arah/counter atau bersilangan/cross). Berdasarkan berapa kali fluida melalui penukar kalor dibedakan jenis satu kali laluan atau satu laluan dengan multi atau banyak laluan.

Pada jenis satu laluan, masih terbagi ke dalam tiga tipe berdasarkan arah aliran dari fluida yaitu:

a. Penukar kalor tipe aliran berlawanan

Yaitu bila kedua fluida mengalir dengan arah yang saling berlawanan. Pada tipe ini masih mungkin terjadi bahwa temperatur fluida yang menerima kalor saat keluar penukar kalor lebih tinggi dibanding temperatur fluida yang memberikan kalor saat meninggalkan penukar kalor. Bahkan idealnya apabila luas permukaan perpindahan kalor adalah tak berhingga dan tidak terjadi rugi-rugi kalor ke lingkungan, maka temperatur fluida yang menerima kalor saat keluar dari penukar kalor bisa menyamai temperatur fluida yang memberikan kalor saat memasuki penukar kalor. Dengan teori

(30)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 25

seperti ini jenis penukar kalor berlawanan arah merupakan penukar kalor yang paling efektif.

b. Penukar kalor tipe aliran sejajar

Yaitu bila arah aliran dari kedua fluida di dalam penukar kalor adalah sejajar. Artinya kedua fluida masuk pada sisi yang satu dan keluar dari sisi yang lain. Pada jenis ini temperatur fluida yang memberikan energi akan selalu lebih tinggi dibanding yang menerima energi sejak mulai memasuki penukar kalor hingga keluar. Dengan demikian temperatur fluida yang menerima kalor tidak akan pernah mencapai temperatur fluida yang memberikan kalor saat keluar dari penukar kalor. Jenis ini merupakan penukar kalor yang paling tidak efektif.

c. Penukar kalor dengan aliran silang

Artinya arah aliran kedua fluida saling bersilangan. Contoh yang sering ditemui adalah radiator mobil dimana arah aliran air pendingin mesin 12 yang memberikan energinya ke udara saling bersilangan. Apabila ditinjau dari efektivitas pertukaran energi, penukar kalor jenis ini berada diantara kedua jenis di atas. Dalam kasus radiator mobil, udara melewati radiator dengan temperatur rata-rata yang hampir sama dengan temperatur udara lingkungan kemudian memperoleh kalor dengan laju yang berbeda di setiap posisi yang berbeda untuk kemudian bercampur lagi setelah meninggalkan radiator sehingga akan mempunyai temperatur yang hampir seragam.

Sedangkan untuk multi laluan, terbagi ke dalam beberapa tipe sesuai dengan arah aliran kedua fluida yang saling bertukaran energinya, antara lain:

 Tipe gabungan antara aliran berlawanan dan bersilangan, misalnya pada tipe tabung dan pipa.

 Tipe gabungan antara aliran sejajar dan bersilangan,

(31)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 26

 Tipe aliran fluida terbagi dan fluida bercampur, misalnya pada kondenser AC.

2.7.5.Jenis penukar kalor berdasarkan jumlah fluida yang saling dipertukarkan energinya.

Pada umumnya penukar kalor beroperasi dengan dua fluida (keduanya dapat merupakan zat yang sama). Namun demikian ada pula penukar kalor yang dirancang untuk beroperasi dengan tiga jenis fluida misalnya yang sering digunakan pada instalasi proses pemisahan udara (yaitu antara refrigeran, oksigen, dan nitrogen), pada unit pemisah antara helium dan udara yang terdiri dari oksigen dan nitrogen, serta penukar kalor yang dipergunakan dalam proses sintesa gas ammonia pada pabrik pupuk. Dengan demikian berdasarkan jumlah fluida yang dipergunakan, terdapat dua kategori penukar kalor yaitu penukar kalor dengan dua fluida dan penukar kalor dengan lebih dari dua fluida kerja.

2.7.6.Klasifikasi penukar kalor berdasarkan mekanisme perpindahan kalor yang dominan

Berdasarkan mekanisme perpindahan kalor yang dominan, penukar kalor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis antara lain:

a. Penukar kalor tipe konveksi satu fasa (konveksi dapat secara alamiah atau paksa),

Dimana mekanisme perpindahan kalor yang terjadi didominasi oleh mekanisme konveksi dan selama proses perpindahan kalor tidak terjadi perubahan fasa pada kedua fluida yang saling dipertukarkan energinya. Contoh penukar kalor jenis ini adalah radiator mobil, pendingin pelumas dengan air, dan lain-lain.

b. Penukar kalor tipe konveksi dua fasa

Dimana mekanisme konveksi masih dominan namun salah satu dari fluida mengalami perubahan fasa, misalnya evaporator AC, kondenser dari PLTU atau AC, dan lain-lain.

(32)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 27

c. Penukar kalor tipe konveksi dan radiasi

Dimana mekanisme radiasi dan konveksi sama-sama dominan seperti yang terjadi pada generator uap tipe pipa air dimana air yang 13 akan diuapkan mengalir di dalam pipa-pipa sedangkan api atau gas hasil pembakaran yang dipergunakan untuk memanaskan air berada di luar pipa-pipa tersebut.

2.7.7.Alokasi Fluida

Untuk menentukan apakah suatu fluida memlalui shell atau melalui tube, terdapat beberapa hal yang bisa dijadikan acuan antara lain :

Corrosion, akan lebih sedikit biaya yang dikeluarkan apabila fluida yang korosif ditempatkan di tube.

Fouling, menempatkan fluida yang kotor dalam tube memudahkan pengaturan kecepatan. Kecepatan ditambah dapat menurunkan fouling. Tube lurus memudahkan pembersih secara mekanis tanpa melepas tube bundle.

Temperatur, untuk operasional pada suhu tinggi atau rendah memerlukan material khusus dan mahal, akan lebih membutuhkan sedikit material khusus bila fluida panas atau terlau dingin ditempatkan di tube.

Pressure, menempatkan aliran bertekanan tinggi didalam tube membutuhkan sedikit komponen bertekanan tinggi.

Pressure drop, untuk pressure drop yang sama, koefisien perpindahan panas yang lebih besar dapat dihasilkan pada bagian tube.

Viscosity, aliran perpindahan panas yang tinggi biasanya dihasikan dengan menempatkan fluida yang lebih kental di dalam shell.

Flow rate, turbulansi muncul pada bagian shell pada kecepatan yang lebih rendah dibandingkan bagian tube.

(33)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 28

2.7.8.Bentuk Baffle Dalam Heat Exchanger

Bentuk buffle pada alat penukar kalor bermacam-macam. Buffle pada dasarnya adalah penyekat yang berfungsi mengarahkan arus. Dilihat dari konstruksi baffle ada 2 macam tipe, yaitu ;

a. Transfersal baffle  Segmental baffle

Bentuk ini paling umum dipakai, berbentuk lengkung mengikuti shell dengan bagian-bagian yang dipotong secara vertical dan horizontal (mencapai anatara 20-50 %).

Gambar 2.10. Segmental Baffle

Disc & doughnut baffle

Disc & doughnut baffle dipotong dari circulair plate yang sama dan ditempatkan secara berselang-selang sepanjang tube bundles.

(34)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 29

Gambar 2.11. Disc & Doughnut Baffle

Orifice baffle

Hanya dapat dipakai pada design khusus. Disususn dari plate bulat yang dilubangi untuk tempat tube dengan clearance 1/16’’ – 1/8’’. Fluida mengalir melalui sela-sela tube.

(35)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 30

3.1 Longitudinal baffle

Dipergunakan untuk membagi aliran shell side menjadi dua atau lebih diperlihatkan pada gambar 2.12. Pada inlet shell yang dipasang longitudinal baffle yang berfungsi sebagai pelindung tube dan pemerata aliran.

Kegunaan baffle, antara lain sebagai :  Pengaturan kecepatan fluida pada shell side  Pengatur pressure drop dari inlet dan outlet  Pengaturan effectiveness heat transfer  Support dari tube bundle

 Menahan vibrasi yang timbul karena aliran fluida  Pengatur banyaknya panas

(36)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 31

BAB III METODOLOGI

Metode yang akan dilakukan untuk mengevaluasi Preheater (2E – 6) menggunakan A2E – 7 adalah sebagai berikut :

3.1 Mencari Data yang Diperlukan

Mencari data – data yang diperlukan untuk melakukan simulasi Heat Exchanger (A2E – 7) menjadi Preheater (2E – 6) di Train E pada software Hysys seperti data design pada Train A.

3.2 Melakukan Simulasi

Untuk melakukan simulasi menggunakan software HYSYS, dibutuhkan data-data sebagai input dan output sebagai perhitugan simulasi. Data input berupa kondisi operasi, seperti tekanan, temperatur, flow rate serta komposisi gas yang didapat dari data design pada Train A. Selanjutnya data – data tersebut disimulasikan di software HYSYS dibuat dua simulasi, yaitu simulasi pertama 2E – 7 pada Train A sebelum menjadi Preheater. Pada simulasi ke dua 2E – 7 telah di install ke Train E. Dapat dilihat pada gambar 3.1 dan 3.2 hal tersebut dilakukan untuk melihat perubahan temperatur steam masuk pada E2E – 7 setelah Preheater dipasang dan melihat kondisi optimum Preheater yang telah dipasang.

(37)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 32

Gambar 3.1 Simulasi HYSYS Heat Exchnger (2E- 7) pada Train A sebelum menjadi Preheater

(38)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 33

3.3 Hipotesis Hasil Pengamatan

Pada simulasi tersebut setelah A2E – 7 diinstal sebagai Preheater di Train E terlihat pada gambar 2.3 maka di dapat pengoptimasian suhu outlet Preheater dengan cara metode trial and error dalam temperatur 50oC sampai temperatur 255oC ketika suhu melebihi temperatur 255oC dan dibawah temperatur 50oC terjadi temperatur cross. Sehingga temperatur optimum bisa dicari dalam range yang telah dicoba dari temperatur 50oC sampai temperatur 255oC. Setelah melakukan metode trial and error maka didapat perubahan suhu pada temperatur masuk E2E – 7 serta melihat mass flow pada steam yang masuk di E2E – 7, semakin tinggi temperatur outlet gas regenerasi maka semakin rendah temperatur masuk di 2E – 7, sehingga mass flow pada steam masuk di 2E – 7 akan semakin meningkat. Dapat dilihat dari hasil perhitungan HYSYS yang di peroleh sebesar :

Gambar 3.3 Hasil Perhitugan Perubahan Temperatur Pada 2E – 7 Setelah Penambahan Preheater Menggunakan Software HYSYS

(39)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 34

3.4 Melakukan Perhitungan Saving Kebutuhan Steam masuk di E2E – 7

Setelah mendapatkan hasil dari perhitungan HYSYS, maka untuk mendapatkan temperatur optimum dalam kondisi proses tersebut dapat dilihat melalui parameter pertama pendekatan nilai UA dengan nilai UA sebesar 542.249 W/K hasil perhitungan dari data design Train A sebagai pembatasnya . Parameter kedua melihat nilai ∆T Approach dengan temperatur minimum Approach sebesar 10oC sebagai pembatasnya. Lalu dari kedua parameter diatas dapat ditentukan temperatur optimum yang akan dijadikan landasan dalam menetukan kebutuhan steam di 2E – 7 pada Train E dan dapat menghitung saving kebutuhan steam masuknya, yaitu :

 Pertama – tama dengan mengkonversi satuan mass flownya, sperti terlihat dalam tabel

Tabel 3.1 Hasil konversi mass flow pada steam masuk di 2E – 7

Parameter

Mass Flow (kg/h) Mass Flow (Ton/h)

State 1 610.50 0.61 State 2 809.27 0.80 State 3 1013.97 1.01 State 4 1225.65 1.22 State 5 1445.48 1.44 State 6 1674.75 1.67 State 7 1914.88 1.91 State 8 2167.46 2.16 State 9 2434.24 2.43 State 10 2717.13 2.71 State 11 2982.87 2.98 State 12 3156.15 3.15 State 13 3330.13 3.33 State 14 3504.83 3.50 State 15 3680.29 3.68 State 16 3856.53 3.85 State 17 4033.58 4.03 State 18 4211.47 4.21 State 19 4390.23 4.39 State 20 4569.87 5.03 State 21 4750.41 5.23

(40)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman Samarinda 35 State 22 4931.88 5.43 State 23 5114.29 5.63 State 24 5297.66 5.83 State 25 5482.02 6.04 State 26 5667.36 6.24 State 27 5853.71 6 State 28 6041.09 6.65 State 29 6229.49 6.86 State 30 6418.95 7.07 State 31 6609.46 7.28 State 32 6801.04 7.49 State 33 6993.69 7.70 State 34 7187.43 7.92 State 35 7382.27 8.13 State 36 7578.21 8.35 State 37 7775.26 8.57 State 38 7973.43 8.78 State 39 8172.72 9.01 State 40 8373.14 9.22 State 41 8574.69 9.45 State 42 8777.38 9.67

 Kemudian dapat dihitung operating cost yang telah dilihat pada tabel di atas dengan persamaan :

1 Ton = 3. 12 USD

 Sehingga saving kebutuhan steam masuk di E2E – 7, yaitu : Saving kebutuhan steam masuk = basis – operating cost

Asumsi basis yang digunakan dalam hal ini adalah operating cost pada temperatur 260oC yaitu sebesar 30, 8883 Ton/h, karena pada temperatur ini temperatur dry gas masuk = temperatur dry gas keluar sehingga kemungkinan transfer pans yang terjadi sangat kecil.

(41)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 36

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1.Grafik Hubungan antara Nilai UA dengan Temperatur Gas Regen Outlet Preheater

Gambar 4.1 Hasil Pengamatan Nilai UA

Grafik diatas menyatakan hubungan nilai UA dengan temperatur gas regen oulet Preheater, dimana dapat terlihat bahwa dengan semakin tingginya temperatur dry gas outline Preheater maka nilai UA akan semakin kecil. Dengan nilai UA yang di dapat dari data design Train A sebesar 542.249 W/K sebagai nilai pembatasnya. Sehingga diperoleh temperatur optimumnya, yaitu pada temperatur 55oC dan nilai UA sebesar 358.000 W/C.

(42)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 37

4.1.2.Grafik Hubungan antara ∆T Approach dengan Temperatur Gas Regen Outlet Preheater

Gambar 4.2 Hasil Pengamatan ∆T Approach

Grafik diatas menyatakan hubungan ∆T Approach dengan temperatur gas regen oulet Preheater, dimana dapat terlihat bahwa dengan semakin tingginya temperatur dry gas outlet Preheater maka ∆T Approach akan semakin tinggi pula. Dengan minimum Approach sebesar 10oC sebagai temperatur pembatasnya. Sehingga diperoleh temperatur optimumnya, yaitu pada temperatur 55oC dan ∆T Approach sebesar 8, 883oC.

Dapat dilihat dari kedua penjelasan parameter yang telah dijabarkan diatas bahwa temperatur optimum yang dapat dilihat dari gambar grafik 4.1 dan 4.2 bahwa kondisi operasi optimum dari Preheater (E2E – 6) yang telah diinstall dari Train A adalah pada temperatur 55oC sehingga pada temperatur inilah dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan steam masuk pada E2E – 7 dan dapat menghitung saving kebutuhan steam di 2E – 7.

(43)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 38

4.1.3.Grafik Hubungan antara Steam Masuk di E2E – 7 dengan Temperatur Gas Regen Outlet Preheater

Gambar 4.3 Hasil Pengamatan Steam Masuk di E2E – 7

Grafik diatas menyatakan hubungan steam masuk pada E2E – 7 dengan temperatur gas regen oulet Preheater, dimana dapat terlihat bahwa dengan semakin tingginya temperatur dry gas outlet Preheater maka steam masuk pada E2E – 7 akan semakin tinggi pula. Dengan mengetahui steam yang masuk pada train A sebelum menjadi Preheater sebesar 8410 kg/h dan dengan adanya kondisi optimum pada temperatur 55oC. Sehingga diperoleh kebutuhan steam pada E2E – 7 senilai 809, 278 kg/h.

(44)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 39

4.1.4.Grafik Hubungan antara Steam Masuk di E2E – 7 dengan Temperatur Gas Regen Outlet Preheater

Gambar 4.4 Hasil Pengamatan Saving Kebutuhan Steam Masuk di E2E – 7

Grafik diatas menyatakan hubungan saving kebutuhan steam masuk pada E2E – 7 dengan temperatur gas regen oulet Preheater, dimana dapat terlihat bahwa dengan semakin tingginya temperatur dry gas outlet Preheater maka saving kebutuhan steam masuk pada E2E – 7 akan semakin kecil pula. Dengan mengetahui kebutuhan steam di E2E-7 kemudian setelah dikonversikan kebutuhan steam lalu dapat dihitung operating costnya dengan mengetahui 1 Ton/h = 3.12 USD/h. Sehingga dapat dihitung dan diketahui saving kebutuhan steam masuk pada E2E – 7 dengan asumsi basis yang digunakan dalam hal ini adalah operating cost pada temperatur 260oC yaitu sebesar 30, 8883 Ton/h, karena pada temperatur ini temperatur dry gas masuk = temperatur dry gas keluar sehingga kemungkinan transfer panas yang terjadi sangat kecil. Maka untuk mencari saving kebutuhan steam tersebut memiliki persamaan:

(45)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 40

Jadi setelah perhitungan tersebut diperoleh saving kebutuhan steam masuk pada E2E-7 sebesar 28 USD/h pada kondisi operasi optimum 55oC.

(46)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 41

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari studi yang dilakukan adalah :

1. Heat Exchanger pada Train A dapat digunakan sebagai Preheater pada Train E

2. Suhu optimum pada gas regenerasi outlet Preheater adalah 55oC

3. Pada suhu optimum yaitu 55oC di dapatkan saving kebutuhan steam masuk pada Heat Exchanger di Train E yang besar sebesar 28 USD/h

5.2. Saran

Heat Exchanger pada Train A dapat dijadikan sebagai Preheater di Train E karena saving kebutuhan steam yang sangat besar pada suhu optimum 55oC dan juga perlu adanya studi tambahan untuk mengevaluasi secara dinamis pada temperatur keluaran drier terhadap saving kebutuhan steam.

(47)

Riyanti Nur Malina / 1009055027 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Samarinda 42

DAFTAR PUSTAKA

Kern, D.Q., 1965,” Process Heat Transfer”, Mc. Graw Hill Book Company, New York. International Student Edition.

Coulson, J.H, and Richardson, J.F., 1989, “Chemical Engineering, An Introducing to Chemical Engineering Design”, vol. 6, Pergamon Press, Oxford.

Putera, Yurico, 2013, “Laporan Kerja Praktik Badak LNG”, Bontang: Badak LNG.

Gambar

Gambar 2.2 Tipe Shell Standar dan Front- dan Rear-End
Gambar 2.3 Susunan Standar Tube pada Heat Exchanger
Gambar 2.4. Penukar Kalor Tipe Tabung dan Pipa (Shell and Tube)
Gambar 2.5. Penukar Kalor Tabung dan Pipa Tipe Pipa U
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam distribusi multi eselon akan terjadi persediaan di dalam setiap fasilitasnya untuk mengantisipasi permintaan konsumen karena pengiriman produk dari eselon

Membaca, Relaas pemberitahuan memeriksa berkas perkara (inzage) kepada Kuasa Pembanding I dan II semula Tergugat I dan II Dalam Konpensi/Penggugat I dan II Dalam

perineum dengan terbentuknya jaringan baru yang menutupi luka perineum dalam jangka waktu 6-7 hari post partum. Kriteria penilaian luka adalah: 1) baik, jika

Kelompok ini mencakup kegiatan memproduksi tenaga listrik, penyaluran tenaga listrik melalui jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik, serta penjualan tenaga listrik

Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir Salt Lake City, Utah... Komentar dan

Family Development Session atau lebih dikenal dengan FDS adalah kegiatan turunan dari program PKSA, dimana kegiatan ini ditujukan untuk membangung Kapasitas orangtua anak

Mandor panen memberikan arahan pembagian kerja untuk pemanen, membagi hanca panen dan memastikan hanca tersebut tuntas, melakukan kontrol lapangan dan sensus buah untuk rotasi