• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh wartawan tidak lepas dari usaha

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh wartawan tidak lepas dari usaha"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh wartawan tidak lepas dari usaha mengkonstruksi realitas, karena pada dasarnya setiap upaya menceritakan sebuah peristiwa, keadaan, benda atau apapun adalah usaha untuk mengkonstruksi realitas. Maka tidak berlebihan bila dikatakan bahwa isi media atau laporan jurnalistik di media massa pada dasarnya adalah realitas yang dikonstruksikan dalam bentuk sebuah cerita (Sudibyo, dkk., 2001: 65).

Dalam proses mengkonstruksi realitas, sesungguhnya media massa menggunakan politik media massa yang dirumuskan dalam kebijakan redaksi. Setiap media massa memiliki kebijakan redaksi dalam mengkonstruksi realitas dan menyajikannya sesuai dengan ideologinya masing-masing. Ideologi suatu media tercermin dari setiap produknya, berupa produksi berita dan artikel. Titik pandang yang mewakili redaksi media massa terhadap suatu masalah tertentu tercermin dalam artikel opini mereka.

Sebuah artikel opini, sebagai hasil karya jurnalistik berkategori opini

(views), tidak hadir begitu saja. Ia hadir sebagai hasil pembingkaian atas realitas

fakta atau peristiwa yang terjadi di masyarakat. Redaktur atau wartawan yang bertanggung jawab menulis artikel opini telah melakukan pembingkaian terhadap sebuah peristiwa atau fakta yang selanjutnya dituangkan dalam opini berbentuk tulisan.

(2)

Pembingkaian (framing) atas fakta atau peristiwa inilah yang akan menjadi fokus dalam penelitian Penulis. Penulis akan menganalisis frame wartawan yang tetap mengedepankan visi, misi dan ideologi masing-masing media massa, dalam hal ini karya artikel opini dari Majalah Rolling Stone Indonesia mengenai rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait dengan pembajakan musik yang terjadi di Indonesia.

Bagi sebagian besar orang, musik telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya sehari-hari. Musik telah berubah fungsi, tidak lagi hanya dijadikan sebagai alat hiburan akan tetapi juga telah menjadi kebutuhan utama. Saat ini, musik tidak lagi dipandang sebagai sebuah karya seni yang hanya dinikmati oleh para peminat seni saja, musik telah menjadi industri yang mendatangkan uang bagi para pelakunya.

Pada perkembangannya, musik yang awalnya hanya sebagai alternatif hiburan untuk pengisi waktu luang kemudian menjadi sebuah produk yang potensial untuk dijadikan industri.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu menyatakan sumberdaya musik adalah sebuah cultural capital yang luar biasa. Untuk itu pemerintah bertekad untuk mengangkat kekayaan sumber daya musik ini dalam konteks pengembangan ekonomi dan industri kreatif. (Okezone.com,

November, 2011)

Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia menceritakan awal mula

pembajakan musik yang diawali oleh komersialisme di masa lalu yang berkembang seiring perkembangan jaman menjadi sebuah permasalahan kompleks ketika industri tersebut dikejutkan oleh isu pembajakan melalui format digital yang tersebar di internet.

Industri musik rekaman yang kita kenal sekarang berawal dari mulainya komersialisme produk musik lewat piringan hitam. Musik yang ingin kita

(3)

nikmati hanya bisa kita nikmati lewat pertunjukan langsung, dan pembelian piringan hitam. Para pelaku industri musik rekaman memiliki kekuasaan cukup ketat terhadap distribusi musik, karena akses ke musik dibatasi pada sebuah produk fisik tersebut. Sebuah pola bisnis yang relatif sempurna terbentuk – sebuah struktur industri yang menjual beraneka ragam musik, dalam format dan harga yang relatif sama. (Majalah Rolling Stone

Indonesia #78 edisi Oktober 2011)

Salah satu inovasi yang mengembangkan industri musik rekaman juga jadi salah satu penyebab besar industrinya secara relatif turun drastis adalah digunakannya Compact Disk Audio (CDA) sebagai media distribusi musik.

Musik yang dikemas dalam CDA diperkenalkan ke publik pada tahun ’80-an, dan menawarkan kemurnian suara yang nyaris menandingi piringan hitam. Setelah mengalami masa kaset yang memiliki beberapa keterbatasan teknologi, CDA memberikan sebuah pengalaman mendengarkan musik yang cukup konsisten, yang hanya akan dibatasi oleh perangkat audio yang digunakan. Dilengkapi dengan pola media dan berita yang pada zaman itu masih relatif tersentralisasi, promosi dan penjualan produk musik sangat berkembang untuk kemudian menjadikan era CDA sebagai era keemasan industri musik rekaman.

Pertumbuhan pemakaian Personal Computer (PC) pada tahun ’90-an memicu industri perangkat lunak untuk makin berkembang – bukan saja oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Microsoft dan Apple, tapi juga pengembang-pengembang lunak independen dan open source – yang menemukan cara supaya isi CDA dapat disalin ke dalam komputer, dalam format MP3, yang semula dimaksudkan oleh Moving Picture Experts Group sebagai bagian dari protokol enkripsi video. Software pertama yang bisa membuat file format MP3 dikeluarkan oleh Fraunhofer Society pada tahun 1994, yang kemudian disusul oleh berdirinya website MP3.com untuk musisi-musisi independen, dan keluarnya WinAmp yang mempopulerkan MP3 sebagai format penyebaran musik, sampai akhir ’90-an. CD yang semula tidak mudah dibuat duplikatnya (dibandingkan dengan kaset yang sangat mudah diduplikasi dengan perangkat dubbing), ternyata dapat diduplikasi dengan mudah melalui perangkat lunak khusus dan CD writer, dan bahkan disalin isinya menjadi MP3 yang dapat disebar dengan mudah melalui Internet. Keberadaan format MP3 inilah yang kemudian menjadi pemicu tumbuhnya pembajakan musik secara masal melalui medium internet. (Majalah Rolling Stone Indonesia #78 edisi Oktober 2011)

Komersialisme atas musik tidak hanya menghasilkan dampak positif saja, namun juga terdapat dampak negatif. Seiring perkembangan teknologi, tingkat pembajakan musik terus meningkat. Musik-musik ilegal yang beredar di internet

(4)

dianggap sebagai sumber masalah yang akan mengubur industri musik. Hal tersebut terjadi secara global, dan seiring dengan semakin dikenalnya format MP3 di negara-negara maju, perkembangan industri musik di Indonesia juga mulai terpengaruh.

Nilai pembajakan musik pada 2010 mencapai Rp 4,5 triliun! Angka ini sama saja dengan nilai pada tahun lalu. Padahal, bisnis musik sendiri turun dari Rp 6,31 triliun pada 2009 menjadi Rp 6 triliun pada 2010 ini. Dari omset ini, musik digital menyumbang Rp 1, 81 triliun (2009) kemudian Rp 1,5 triliun (2010). (Bisnis Indonesia, Desember, 2010)

Banyak musisi lokal mulai merasa dirugikan dengan tingginya angka pembajakan musik di Indonesia, salah satunya adalah sebuah kampanye anti-pembajakan yang diluncurkan oleh para musisi dan pelaku industri musik tanah air, Heal Our Music. Keresahan yang timbul di kalangan industri musik menjadi motivasi yang kuat untuk Heal Our Music dalam menyuarakan kampanye anti-pembajakan mereka.

Dalam setiap kesempatan yang berhubungan dengan musik, Heal Or Music senantiasa hadir untuk mengajak para penikmat musik tanah air lebih peduli kepada isu pembajakan. Beberapa acara seperti Java Soulnation, Java

Rockingland, Pekan Produk Kreatif Indonesia, Bandung Berisik, serta

konser-konser musik para musisi tanah air, menjadi media penyampaian kampanye mereka. Selain ikut ambil bagian dalam acara-acara yang berkaitan dengan musik, tuntutan mereka juga disampaikan baik secara langsung kepada pemerintah, maupun melalui media massa. Kampanye aktif dari Heal Our Music ini menimbulkan wacana baru di masyarakat tanah air tentang pembajakan musik di Indonesia.

(5)

Puncak kampanye Heal Our Music adalah mendesak Kementrian Komunikasi dan Informatika untuk segera mengeluarkan kebijakan mengenai pembajakan musik digital melalui internet. Pada tanggal 27 Juli 2011, Kementrian Kominfo mempublikasikan sebuah rilisan pers mengenai rencana penutupan blog-blog musik serta pemblokiran situs-situs file sharing terkait dengan tingginya pembajakan musik secara digital melalui internet. Dalam rilis pers tersebut, disampaikan bahwa penanganan pembajakan musik melalui internet ini diatur oleh UU ITE dan menjadi kewajiban Kementrian Komunikasi dan Informatika.

Sejak beberapa waktu lalu, Kementrian Komunikasi dan Informatika mulai mensosialisasikan program pemblokiran situs-situs Internet yang menyediakan akses pengunduhan lagu ilegal. Tidak bisa dipungkiri bahwa hal ini adalah pengaruh desakan dari asosiasi musik seperti Asirindo, Prisindo, PAMMI, RMI, PAPPRI, ASIRI, APMINDO, Gapersindo, WAMI, dan KCI, yang bergabung dalam payung kampanye ‘Heal Our Music’ dalam melawan pembajakan musik di era digital. (National Affairs Majalah

Rolling Stone Indonesia, Oktober 2011)

Reaksi masyarakat tidak kemudian menjadi seragam, muncul pro dan kontra mengenai tindakan-tindakan yang akan dilakukan pemerintah mengenai isu pembajakan tersebut, terutama rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs

file sharing oleh pemerintah. Pro dan kontra mengenai penanganan isu

pembajakan ini yang kemudian menjadi pokok pemberitaan di beberapa media massa baik itu yang tidak mengkhususkan diri sebagai majalah musik, maupun yang secara khusus bergerak dalam ranah pemberitaan musik.

Penulis sendiri adalah seorang pemerhati musik yang aktif mengikuti perkembangan musik serta pemberitaan tentang musik di Indonesia maupun manca negara. Salah satu yang beredar di kalangan pemerhati musik tanah air adalah keberadaan artikel mengenai pembajakan musik di Indonesia pada Rubrik

(6)

National Affairs dan Rubrik Music Biz dalam Majalah Rolling Stone Indonesia edisi #78 Oktober 2011.

Majalah Rolling Stone Indonesia sebagai salah satu media massa cetak yang

memberi porsi besar terhadap perkembangan musik di Indonesia peneliti anggap sebagai media yang kredibel untuk dijadikan bahan penelitian mengenai rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia tersebut. Popularitas Majalah Rolling Stone Indonesia ini tentu saja dibangun oleh kredibilitas induknya yaitu Rolling Stone Magazine yang pada tahun 2003 dibaca oleh lebih dari delapan juta pembaca di seluruh dunia

(Komunikasi Pemasaran Terpadu, 2003). Peneliti memilih melakukan penelitian

mengenai rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia dalam Majalah Rolling Stone Indonesia edisi #78 yang terbit pada Oktober 2011 karena dalam dua artikel opini edisi tersebut peneliti anggap sebagai cerminan sikap redaksi Majalah Rolling Stone Indonesia terhadap wacana-wacana aktual yang berkembang di masyarakat.

Melalui Majalah Rolling Stone Indonesia edisi #78, masyarakat bisa mengetahui pandangan ataupun analisis dari Majalah Rolling Stone Indonesia mengenai rencana penutupan blog-blog musik dan situs-stus file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia yang tengah banyak dibicarakan oleh kalangan musisi serta penikmat musik tanah air. Hal ini penting, mengingat media massa seperti Majalah Rolling Stone Indonesia mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi opini kelompok masyarakat tersebut. Peneliti percaya, dengan menelaah lebih dalam tulisan yang diangkat oleh Majalah Rolling Stone

(7)

Indonesia, pembaca dapat menemukan sikap sebenarnya dari pengelola media yang bersangkutan.

Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui bagaimana cara media massa khususnya Majalah Rolling Stone Indonesia melakukan pembingkaian secara eksplisit ataupun implisit dalam artikel-artikel mengenai isu tersebut. Penelitian ini tidak hanya menelaah tingkat teks, namun juga konstruksi realitas pembuat teks atau pandangan redaksional terhadap permasalahan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik untuk membuat sebuah penelitian dengan rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana Frame dari Rencana Penutupan Blog-blog Musik dan Pemblokiran Situs-situs File Sharing Terkait Pembajakan Musik di Indonesia dibangun melalui Rubrik National Affairs dan Rubrik Music Biz oleh Majalah

Rolling Stone Indonesia apabila ditinjau dari Analisis Framing Model Robert N.

Entman?”

1.3 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian Robert N. Entman mengenai elemen framing, maka peneliti menjabarkan identifikasi masalah melalui sudut pandang Define Problems (pendefinisian masalah), Diagnose Causes (menjabarkan masalah), Make Moral

Judgement (membuat keputusan moral), dan Treatment Recomendation

(rekomendasi solusi), sebagai berikut:

1.3.1 Bagaimana Majalah Rolling Stone Indonesia mendefinisikan masalah

(Define Problem) mengenai rencana penutupan blog-blog musik dan

(8)

1.3.2 Bagaimana Majalah Rolling Stone Indonesia menjabarkan masalah

(Diagnose Causes) mengenai rencana penutupan blog-blog musik dan

pemblokiran situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia? 1.3.3 Bagaimana Majalah Rolling Stone Indonesia memberikan keputusan moral

(Make Moral Judgement) terhadap rencana penutupan blog-blog musik dan

pemblokiran situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia? 1.3.4 Bagaimana Majalah Rolling Stone Indonesia menawarkan solusi (Treatment

Recommendation) terhadap rencana penutupan blog-blog musik dan

pemblokiran situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian identifikasi masalah, maka peneliti merumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:

1.4.1 Mengetahui bagaimana rencana penutupan blog-blog musik dan pemblokiran situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia didefinisikan (Define Problem) oleh Majalah Rolling Stone Indonesia. 1.4.2 Mengetahui bagaimana rencana penutupan blog-blog musik dan

pemblokiran situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia dijabarkan (Diagnose Causes) oleh Majalah Rolling Stone Indonesia. 1.4.3 Mengetahui bagaimana keputusan-keputusan moral mengenai rencana

penutupan blog-blog musik dan pemblokiran situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia diberikankan (Make Moral Judgement) oleh

Majalah Rolling Stone Indonesia.

1.4.4 Mengetahui bagaimana solusi terhadap rencana penutupan blog-blog musik dan pemblokiran situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di

(9)

Indonesia direkomendasikan (Treatment Recommendation) oleh Majalah

Rolling Stone Indonesia.

1.5 Kegunaan Penelitian 1.5.1 Kegunaan Teoritis

Sebagai sumbangan bagi pengembangan studi framing model Robert N. Entman khususnya di kalangan mahasiswa Jurnalistik dan umumnya mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran. Melalui hasil penelitian ini, akan diketahui bagaimana Majalah Rolling Stone Indonesia membingkai rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia dan bagaimana Majalah Rolling Stone Indonesia memberikan gambaran tentang realitas kepada pembacanya.

1.5.2 Kegunaan Praktis

Sebagai sumbangan mengenai kajian framing model Robert N. Entman dan pengaruh media massa cetak di Indonesia. Selain itu, sebagai upaya memberikan saran bagi media massa, khususnya Majalah Rolling Stone Indonesia sebagai objek penelitian dan umumnya media massa cetak di Indonesia secara keseluruhan dalam memandang dan menyajikan realitas secara objektif, terutama di dalam penelitian artikel.

Melalui teks yang disajikan oleh Majalah Rolling Stone Indonesia, pembaca dapat melihat bagaimana Majalah Rolling Stone Indonesia membingkai masalah sosial dan memberikan solusi yang bisa dilakukan oleh pembacanya, juga termasuk jajaran pemerintahan. Majalah Rolling Stone Indonesia berusaha untuk

(10)

bertukar makna dengan pembacanya melalui teks dalam Rubrik National Affairs

dan Rubrik Music Biz-nya.

Di bidang Ilmu Jurnalistik, melalui penelitian ini akan tercermin keberpihakan media massa dalam suatu permasalahan sosial yang melibatkan penguasa dan masyarakat.

1.6 Kerangka Pemikiran

Penelitian berita berhubungan dengan bagaimana rutinitas yang terjadi dalam ruang pemberitaan. Aspek konstruksi realitas berhubungan dengan bagaimana wartawan atau media massa menampilkan sebuah peristiwa sehingga relevan bagi khalayak. Aspek ini dilakukan dengan memutuskan item yang dipandang dapat dipahami oleh khalayak. Karena realitas dan peristiwa itu begitu kompleksnya dan acak, ia harus diidentifikasi dan ditempatkan dalam konteks sosial tertentu dimana khalayak tersebut berada.

Media berperan mengidentifikasi bagaimana realitas seharusnya dipahami, bagaimana realitas itu dijelaskan dengan cara tertentu kepada khalayak. Pendefinisian tersebut bukan hanya pada peristiwa, melainkan juga aktor-aktor sosial. Diantara berbagai fungsi dari media dalam mengidentifikasi realitas, fungsi pertama dalam ideologi adalah media sebagai mekanisme integrasi sosial. Media disini berfungsi menjaga nilai kelompok dan mengontrol bagaimana nilai-nilai kelompok itu dijalankan. Dalam produksi berita, yang menjadi dasarnya adalah adanya semacam konsensus, yakni bagaimana suatu peristiwa dipahami bersama dan dimaknai. Melalui konsensus ini, realitas yang beragam dan tidak beraturan diubah menjadi realitas yang mudah dan bisa dikenali, sesuatu yang plural menjadi tunggal.

(11)

Konsep mengenai paradigma konstruktivis diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman. Unsur utama dari paradigma konstruktivis adalah manusia dan masyarakat. Pandangan paradigma konstruktivis mempunyai posisi yang berbeda dibandingkan dengan pandangan positivis. Dalam pandangan paradigma konstruktivis, media dilihat bukan sebagai saluran yang bebas, ia juga sebagai subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan keberpihakannya. Media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas. Produk jurnalistik yang dibaca bukan hanya menggambarkan realitas dan menunjukkan pendapat sumber berita, tapi juga konstruksi dari media itu sendiri.

Media massa menjadi kunci untuk mengatur hal apa saja yang akan ditampilkan atau diberikan bobot berita yang lebih penting, sehingga pembaca dan redaksi memliki kesesuaian dalam penentuan unsur penting dan fakta yang disajikan dalam artikel. Pada dasarnya, analisis framing adalah instrumen metodologis yang digunakan untuk melihat cara wartawan mengkonstruksi sebuah realitas. Dalam analisis framing, yang dilihat adalah cara wartawan memaknai, memahami, dan membingkai peristiwa. Dalam hal ini, yang menjadi titik persoalan adalah bagaimana realitas atau peristiwa dikonstruksi oleh media, bukan apakah media memberitakan negatif atau positif, melainkan bagaimana bingkai yang dikembangkan oleh media. Bagaimana realitas dan peristiwa dikonstruksi dalam pemberitaan media menjadi sikap positif atau negatif adalah efek dari bingkai yang dikembangkan oleh media.

Oleh karena setiap wartawan memiliki cara pandang yang berbeda terhadap suatu realitas, maka ada kemungkinan terjadinya perbedaan dalam mengkonstruksi realitas meskipun fakta yang terjadi sama. Selain menyampaikan kebenaran, media massa juga memiliki kemampuan untuk

(12)

memanipulasi realitas. Isi media massa bisa berdasar pada apa yang terjadi dalam dunia nyata, namun unsur kepemilikan media dan pengetahuan yang dimiliki oleh wartawan, juga memiliki pengaruh yang besar dalam proses penyampaian fakta oleh media massa. Secara retoris, khalayak bisa dijabarkan dengan label yang beragam. Salah satu cara nyata yang dilakukan oleh media massa dalam memberikan menyusun fakta dalam isi media massa adalah dengan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap isu-isu terpilih, serta orang-orang dan kelompok-kelompok tertentu, dibandingkan dengan isu-isu lainnya yang terjadi bersamaan. (Shoemaker dan Reese, 1996: 37)

Meskipun wartawan harus mampu mengkonstruksi realitas yang dimiliki, namun wartawan harus tetap menjaga independensinya dari pihak yang diliput. Hal ini juga berlaku untuk wartawan yang bekerja di ranah opini, kritik, dan komentar, termasuk artikel didalamnya. Independensi semangat dan pikiran inilah yang harus diperhatikan sungguh-sungguh oleh wartawan. Menurut Maggie Gallagher, seorang wartawan harus mampu mengungkapkan dan menyampaikan fakta sebagaimana wartawan tersebut melihatnya. Maka langkah penting dalam menyampaikan kebenaran dan memberikan informasi kepada khalayak bukanlah netralitas, melainkan independensi. (Kovach dan Rosenstiel, 2006: 122)

Rubrik National Affairs dan Music Biz yang diterbitkan pada Majalah

Rolling Stone Indonesia edisi #78 Oktober 2011 mengenai pembajakan musik di

Indonesia, merupakan hasil pembingkaian redaksi terhadap fakta. Semua fakta di lapangan dihimpun sedemikian rupa sesuai dengan hakikat jurnalisme, kemudian berdasarkan fakta-fakta tersebut, wartawan Majalah Rolling Stone Indonesia membangun frame yang dituangkan ke dalam tulisan berupa artikel. Masalah yang diangkat adalah konflik sosial yang terjadi antara pemerintah dan masyarakat mengenai rencana penutupan blog-blog musik dan pemblokiran situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia. Masyarakat menilai bahwa rencana penutupan blog-blog musik serta pemblokiran situs-situs file

(13)

sharing tersebut akan memberikan dampak yang kurang baik terhadap industri musik itu sendiri.

1.7 Metode Penelitian

Peneliti menggunakan analisis framing dengan pendekatan kualitatif melalui paradigma konstruktivis. Analisis framing digunakan untuk melihat bagaimana aspek tertentu ditonjolkan atau ditekankan oleh media. Dalam analisis framing, yang dilakukan pertama kali adalah melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas dari sebuah fenomena yang terjadi. Wartawan dan media akan secara aktif mengkonstruksi realitas dari fenomena tersebut, sehingga realitas tercipta dalam konsepsi yang dikonstruksi oleh keduanya.

Analisis framing termasuk kedalam paradigma konstruktivis. Dalam penjelasan ontologi paradigma konstruktivis, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian, kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. (Hidayat, 1999: 39, dalam Bungin, 2008: 11).

Pada kenyataannya, realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu, baik di dalamnya maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial itu memiliki makna, ketika realitas sosial dikonstruksi dan dimaknai secara subyektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara obyektif.

Peneliti memilih analisis framing yang dikembangkan oleh Robert N. Entman. Alasannya karena model analisis framing milik Robert N. Entman bisa menjadi paradigma penelitian komunikasi untuk meneliti beberapa konsep, salah satunya untuk melihat bagaimana frame mempengaruhi kerja wartawan. Apa yang diperhatikan wartawan ketika pertama kali meliput peristiwa, kenapa wartawan melihat aspek tertentu dan bukan dengan cara lain. Bagaimana wartawan

(14)

membuat satu informasi lebih penting dan menonjol dibandingkan informasi lain, serta faktor-faktor apa yang menyebabkannya.

Menurut Entman, konsep framing digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain. Framing memberikan tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan atau dianggap penting oleh pembuat teks. Bentuk penonjolan bisa beragam: menempatkan satu aspek informasi lebih menonjol dibandingkan yang lain, lebih mencolok, melakukan pengulangan informasi yang dipandang penting, atau dihubungkan dengan aspek budaya yang akrab dengan khalayak. (Eriyanto, 2005: 186).

Entman melihat framing dalam 2 dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas atau isu, seperti yang tergambar dalam tabel berikut ini:

Tabel 1.1

Dimensi Framing menurut Robert N. Entman

Seleksi Isu

Aspek ini berhubungan dengan pemilihan fakta. Dari realitas yang kompleks dan beragam itu, aspek mana yang diseleksi untuk ditampilkan? Dari proses ini selalu terkandung di dalamnya ada bagian berita yang dimasukkan (included). Tidak semua aspek atau bagian dari isu ditampilkan, wartawan memilih aspek tertentu dari suatu isu.

Penonjolan Aspek tertentu dari Isu

Aspek ini berhubungan dengan penulisan fakta. Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa atau isu tersebut telah dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis? Hal ini sangat berkaitan dengan pemakaian kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak.

(15)

Sementara pendekatan kualitatif pada hakekatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Ada empat dasar penyusunan teori dalam pendekatan kualitatif yakni fenomenologik, interaksi simbolik, pendekataan kebudayaan, dan pendekatan etnometodologik.

Penelitian kualitatif berasumsi bahwa penelitian sistematik harus dilakukan dalam suatu lingkungan yang alamiah dan langsung pada tindakan atau interaksi manusia itu sendiri, dalam memaknai dan menginterpretasikan kejadian-kejadian sosial dan bukan pada lingkungan yang palsu atau artifisial, seperti halnya eksperimen. Dalam penelitian kualitatif konstruktivis, peneliti harus menemukan bagaimana media membingkai atau mengkonstruksi peristiwa dengan cara tertentu. Tujuan dari penelitian kualitatif konstruktivis adalah untuk memperlajari bagaimana individu hidup dalam lingkungan sosial atau bagaimana seseorang memahami realitas sosial. (Eriyanto, 2005: 46)

1.8 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah 2 buah artikel opini mengenai pembajakan musik di Indonesia, yang masing-masing merupakan bagian dari Rubrik National

Affairs dan Rubrik Music Biz dari Majalah Rolling Stone Indonesia edisi #78

Oktober 2011.

Tabel 1.2

Majalah Rolling Stone Indonesia edisi #78 sebagai Objek Penelitian

No. Judul Penulis

1 National Affairs: Penindakan Situs Musik Ilegal: Pakai UU ITE atau UU Hak Cipta?

Ari Juliano Gema

2 Music Biz: Industri Musik, Apa Selanjutnya?

Ario Tamat

(16)

Peneliti memilih menggunakan Rubrik National Affairs dan Rubrik Music

Biz Majalah Rolling Stone Indonesia untuk dijadikan objek penelitian karena

selain telah memenuhi fungsi artikel opini dan memiliki unsur nilai berita, juga karena Majalah Rolling Stone Indonesia menempatkan rencana penutupan blog-blog musik serta pemblokiran situs-situs file sharing oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika terkait pembajakan musik di Indonesia sebagai sebuah isu penting yang harus mendapatkan banyak perhatian dari khalayak. Hal tersebut dapat dilihat dengan diterbitkannya dua artikel opini Majalah Rolling Stone

Indonesia mengenai rencana penutupan blog-blog musik serta pemblokiran

situs-situs file sharing terkait pembajakan musik tersebut dalam edisi #78 yang terbit Oktober 2011.

1.9 Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, data dikumpulkan melalui beberapa teknik pengumpulkan data dengan cara:

1.9.1 Studi Dokumentasi

Analisis teks dokumentasi dilakukan dengan cara menghimpun data-data berupa artikel, berita, buku, maupun materi lainnya mengenai pembajakan musik di Indonesia. Analisis tersebut dilakukan baik itu terhadap objek penelitian utama berupa dua artikel opini dari Majalah Rolling Stone Indonesia, artikel-artikel lain mengenai pembajakan musik di Indonesia yang terbit dalam Majalah Rolling

Stone Indonesia baik sebelum ataupun sesudah edisi #78 Oktober 2011, maupun

media-media lain yang penulis anggap kredibel untuk dijadikan sumber referensi dalam penelitian ini.

(17)

1.9.2 Wawancara

Wawancara dengan redaktur Majalah Rolling Stone Indonesia dilakukan guna mendapatkan data sekunder mengenai penulisan rubrik National Affairs serta rubrik Music Biz tentang rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs

file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia.

1.10 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan analisis framing model Robert N. Entman dengan konsep Define Problems (pendefinisian masalah), Diagnose Causes (menjabarkan masalah), Make Moral Judgement (membuat keputusan moral), dan Treatment Recomendation (rekomendasi solusi).

Pada bagian Define Problems, penelitian dilakukan dengan menguraikan masalah yang diangkat dalam artikel opini Majalah Rolling Stone Indonesia edisi #78 mengenai rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file sharing terkait pembajakan musik di Indonesia. Peneliti menjabarkan permasalahan secara deskriptif berdasarkan data-data akurat yang diperoleh dari hasil studi dokumentasi. Pada bagian Diagnose Causes, penelitian dilakukan dengan cara mencari penyebab masalah. Dalam bagian ini dicari juga siapa yang harus bertanggung jawab atas masalah yang terjadi. Diagnose Causes dilakukan berdasarkan uraian Define Problems.

Pada bagian Make Moral Judgement, penelitian dilakukan dengan cara menjabarkan nilai moral seperti apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah melalui artikel opini. Pada bagian TreatmentRecomendation, penelitian dilakukan dengan cara menguraikan penyelesaian masalah yang ditawarkan oleh Majalah

(18)

Rolling Stone Indonesia melalui artikel opini-nya mengenai pembajakan musik di Indonesia.

Dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif melalui paradigma konstruktivis, peneliti berperan sebagai fasilitator yang menjembatani berbagai pemaknaan subjek sosial. Peneliti menempatkan diri di tengah-tengah keanekaragaman pandangan karena setiap orang memiliki pemaknaan dan konstruksi yang berbeda-beda. Dalam pandangan paradigma konstruktivis, peneliti harus berempati dengan objek yang akan diteliti dan mengerti bagaimana mereka memahami realitas dan peristiwa yang beraneka ragam tersebut. (Eriyanto, 2005: 49).

1.11 Keabsahan Data

Untuk menghindari subjektivitas peneliti, maka dibutuhkan beberapa cara untuk menentukan keabsahan data. Cara yang ditempuh adalah sebagai berikut: 1.11.1 Kredibilitas.

Proses dan hasil penelitian dapat diterima dan dipercaya. 1.11.2 Transferabilitas.

Hasil penelitian dapat diterapkan pada situasi yang lain. 1.11.3 Dependabilitas.

Hasil penelitian mengacu pada kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan data, membentuk, dan menggunakan konsep-konsep teoritis ketika membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan.

1.11.4 Konfirmabilitas.

Hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya. Hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan di lapangan.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian ini adalah 1) untuk Menganalisis proporsi sumber-sumber penerimaan pajak daerah terhadap total penerimaan pajak daerah dan Pendapatan Asli Daerah di

Nolan (2011) menjelaskan bahwa ada keterlibatan perempuan Sendang Biru dalam lingkungan kerja mulai dari perdagangan ikan sampai pengaturan usaha perahu milik mereka. Penelitian

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif terhadap objek orang, barang, dan

Reply Yudho Setyo January 6, 2014 at 3:07 PM Halo Fasdheva, You’re welcome.. Semoga bermanfaat. Monggo gan, langsung aja  Reply 19. 

termasuk dana dana dana rapat dana rapat rapat rapat atau atau atau atau survey survey yang survey survey yang yang yang dilakukan dilakukan dilakukan panitia dilakukan panitia

Keberhasilan kegiatan belajar mengajar dikelas, tidak hanya tergantung dalam penguasaan bahan ajar atau penggunaan metode pembelajaran, tetapi proses pembelajaran yang baik

Penelitian ini adalah bertujuan untuk untuk mengetahui, menganalisis, dan membuktikan pengaruh kualitas pelayanan yang terdiri dari variabel bukti fisik

karena adanya masyarakat dan hubungan antar individu dalam bermasyarakat. Hubungan antar individu dalam bermasyarakat merupakan suatu hal yang hakiki sesuai kodrat