• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anggit Paramitha, Hendra. Dept. Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Anggit Paramitha, Hendra. Dept. Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR RISIKO ERGONOMI DAN KELUHAN

MUSCULOSKELETAL DISORDERS

(MSDs) PADA PERAJIN UKIRAN

BATU DI DUTA ALAM SEKTOR INFORMAL, JAKARTA SELATAN

TAHUN 2014

Anggit Paramitha, Hendra

Dept. Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

E-mail : anggit.paramitha@yahoo.com

ABSTRAK

Aktivitas pekerjaan perajin ukiran batu dalam proses produksinya memiliki bahaya ergonomi yang dapat berisiko terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) terkait dengan postur janggal dalam durasi lama, gerakan berulang dan rutin dilakukan setiap hari. Penelitian dilakukan pada proses kerja perajin ukiran batu di Duta Alam, Jakarta Selatan tahun 2014 bertujuan untuk menilai tingkat risiko ergonomi berdasarkan metode

Rapid Entire Body Assessment (REBA) dan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) menggunakan Nordic Body Map. Hasil penelitian didapatkan tingkat risiko ergonomi pada pekerjaan perajin yaitu risiko sedang sebanyak 6 aktivitas kerja dan tingkat risiko tinggi sebanyak 8 aktivitas kerja dari 14 aktivitas pekerjaan yang ada. Dari hasil kuesioner dan nordic body map diketahui keluhan MSDs yang paling banyak dirasakan perajin pada pinggang bagian bawah dan pinggang bagian atas (92,9%). Keluhan yang dirasakan berupa pegal-pegal, sakit/nyeri, kaku, kejang/keram dan kesemutan. Selain risiko ergonomi, di dapatkan juga faktor lain yang memperberat keluhan MSDs yaitu karakteristik individu yang terdiri dari umur, jenis kelamin, masa kerja, jam kerja per hari, Indeks Massa Tubuh (IMT), kebiasaan merokok dan aktifitas fisik. Sebagian besar aktivitas kerja memiliki tingkat risiko ergonomi tinggi sehingga diperlukan segera tindakan perbaikan desain tempat kerja. Disarankan juga adanya pengaturan waktu kerja dan istirahat yang efisien bagi perajin.

Risk Analysis Ergonomics and Musculoskeletal Disorders

(MSDs) in Stone Artisans at Duta Alam in the Informal Sector, South Jakarta in 2014 ABSTRACT

Job activities stone artisans in the production process has ergonomic hazard that could have risk the occurence of Muskuloskeletal Disorders (MSDs) associated with awkward posture with long-duration, repetitive movements and routine activity. The study was conducted on the working process of stone artisans in Duta Alam, South Jakarta in 2014 to assess the level of ergonomic risk based methods Rapid Entire Body Assessment (REBA) and Musculoskeletal Disorders (MSDs) using Nordic Body Map. From the results on the occupational risk levels obtained medium risk 6 work activities and high risk 8 work activities of 14 processes the work activities. The results of the questionnaire and nordic body map is known complaint MSDs that be perceived stone artisans to low back and upper back (92.9%). The complaints is stifness, painful, tingling, and spasms. In addition to ergonomic risk, other factors also found that complaints aggravate MSDs risk factors consists of individual characteristic consisting of age, length of service, hours worked, body mass index, smoking habit, and physical activities. Most of the work activities have a high level of ergonomic risk that required immediate corrective action design of the workplace. In addition, suggested of regulating working and rest time efficient for crafters.

(2)

Pendahuluan

Ergonomi merupakan komponen kegiatan K3 yang meliputi penyesuaian antara pekerjaan terhadap tenaga kerja dan kenyamanan dengan memperhatikan kemampuan dan keterbatasan manusia sehingga mencapai efisiensi dan efektifitas dalam pekerjaan serta meningkatkan produktivitas kerja(Tarwaka, 2004). Gangguan kesehatan yang dapat timbul dari penerapan ergonomi yang kurang tepat antara lain Muskuloskeletal disorders (MSDs) (Tarwaka, 2004). Keluhan MSDs merupakan keluhan pada bagian otot-otot skeletal yang dirasakan seseorang dari keluhan yang sangat ringan hingga dapat menimbulkan gangguan fungsional (Tarwaka, 2004). Beban statis yang diterima otot secara berulang dan dalam waktu yang lama maka dapat meyebabkan gangguan pada otot, syaraf, tendon, persendian dan

discus intervertebralis (Tarwaka, 2004).

Laporan WHO (2009) menunjukkan bahwa MSDs berdampak lebih dari 10% dari semua waktu hilang akibat kecacatan. Di Republik Korea, kasus MSDs meningkat tajam dari 1.634 kasus pada tahun 2001 menjadi 5.502 kasus pada tahun 2010. Di Inggris, kasus MSDs terjadi sekitar 40% dari semua kasus penyakit akibat kerja pada tahun 2011-2012. Keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs) dari beberapa perajin yang berbeda di India, disebabkan

karena aktivitas mengangkat secara manual, postur kerja yang buruk, dan jam kerja yang panjang (Ali et al, 2012). Selain itu, kurangnya peraturan yang mengatur aktivitas kerja di industri sektor informal dan kurangnya pengetahuan pekerja mengenai cara bekerja yang ergonomis juga menjadi faktor penyebab tingginya risiko gangguan kesehatan pekerja(Ali et al, 2012). Dari hasil observasi penelitian yang dilakukan, pekerja merasakan keluhan sakit pada paha, kaki, dan punggung sekitar 80% dan sakit pada lengan dan bahu sekitar 50% (Ali et al, 2012).

Aktivitas pekerjaan perajin ukiran batu di Duta Alam masih dilakukan secara manual. Berdasarkan hasil observasi pendahuluan tanggal 5 Maret 2014 ditemukan adanya potensi bahaya ergonomi yang dapat berisiko terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs). Potensi bahaya ergonomi tersebut terkait dengan durasi lama, pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang dan rutin setiap hari dengan postur statis dan janggal saat melakukan aktivitas kerjanya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan informasi mengenai besarnya tingkat risiko ergonomi dan dampaknya terhadap keluhan MSDs pada perajin ukiran batu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat risiko ergonomi dan keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada perajin ukiran batu di Duta Alam, Jakarta Selatan

(3)

TINJAUAN TEORI

Istilah “ergonomi” berasal dari bahasa latin yaitu ergon yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum. Di dalam International Ergonomics Association, ergonomi disebut sebagai “Human factors” dimana ergonomi membutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya (Nurmianto, 2004). NIOSH (1997) menyebutkan bahwa “kesesuaian” yang efektif dan berhasil menjamin produktifitas yang tinggi, menghindari risiko penyakit dan cedera serta meningkatkan kepuasan di antara tenaga kerja.

Menurut Tarwaka (2004), sudut pandang ergonomi, antara tuntutan tugas dan kapasitas kerja harus selalu dalam garis keseimbangan sehingga dapat mencapai performa kerja yang tinggi. Konsep keseimbangan antara kapasitas kerja dengan tuntutan tugas dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini:

Gambar 1 Konsep Keseimbangan Ergonomi

(Sumber : Tarwaka, 2004)

Menurut NIOSH (1997), faktor risiko ergonomi yang berkontribusi terhadap terjadinya MSDs yaitu Postur janggal yang merupakan sikap atau posisi tubuh yang menyimpang dari posisi netral atau normal. Deviasi yang signifikan terhadap posisi normal ini akan meningkatkan beban kerja otot sehingga jumlah tenaga yang dibutuhkan lebih besar. Frekuensi tinggi atau gerakan yang berulang dengan sedikit variasi yang dilakukan secara

Material   Characteristics   Task/   Workplace   Characteristics     Organization   Characteristics     Environmental   Characteristics   Task   demands     Phsychological   Capacity   Personal   Capacity   Physiological   Capacity     Biomechanical   Capacity   Work   Capacity   Performance     Quality     Stress   Fatigue     Accident   Discomfort   Disease   Injury  

(4)

terus menerus untuk durasi yang lama dan penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan kelelahan dan ketegangan otot dan tendon karena kurangnya istirahat. Pekerjaan yang menggunakan otot yang sama untuk durasi yang lama dapat meningkatkan potensi timbulnya kelelahan. Semakin lama durasi pekerja terpajan dengan faktor risiko ergonomi, maka waktu yang diperlukan untuk pemulihan juga akan semakin lama.

Gerakan yang berulang dengan sedikit variasi yang dilakukan secara terus menerus (setiap beberapa detik) untuk durasi yang lama dan penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan kelelahan pada otot, tendon dan sendi, sehingga dapat menimbulkan ketegangan otot dan meningkatkan tekanan pada syaraf. Beban berat menimbulkan iritasi, inflamasi, kelelahan otot serta kerusakan otot, tendon dan jaringan sekitarnya.

Faktor indvidu yang memperngaruhi terjadinya keluhan MSDs antara lain meningkatnya umur akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi di saat seseorang berumur 30 tahun (Bridger, 2003). Umur secara signifikan berkaitan dengan terjadinya cidera. Potensi dampak yang terjadi dengan terakumulasinya pajanan. Secara alamiah kemampuan fisik seseorang akan mengalami penurunan saat memasuki umur 40 tahun, karena jaringan tubuh akan mulai mengalami proses degenerasi.

Masa kerja merupakan faktor risiko yang sangat mempengaruhi seorang pekerja untuk meningkatkan risiko terjadinya MSDs, terutama untuk jenis pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi. Masa kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot. Jumlah jam kerja yang efisien untuk seminggu adalah antara 40-48 jam yang terbagi dalam 5 atau 6 hari kerja. Lama jam kerja berkaitan dengan lama pembebanan terhadap tulang punggung yang meningkatkan tekanan pada diskus sehingga terjadi kerusakan dan berdampak nyeri di daerah punggung (Nurmianto, 1996).

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan perbandingan antara berat badan (dalam kilogram) dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Semakin besar IMT, maka risiko terjadinya keluhan MSDs semakin besar.

Boshuizen et al. (1993) yang menemukan adanya hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs terkait dengan pekerjaan. Hal ini terjadi karena kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas paru sehingga kemampuan menghirup oksigen menurun. Akibatnya adalah kekuatan dan ketahanan otot menurun karena suplai oksigen ke otot juga menurun sehingga produksi energi terhambat, asam laktat menumpuk di otot sehingga timbul rasa lelah hingga nyeri otot (Bernard et al, 2007). Aktifitas fisik dipengaruhi oleh kebiasaan olah raga karena olah raga melatih kerja fungsi-fungsi otot

(5)

(Tarwaka, 2004). Berdasarkan laporan dari NIOSH, aktivitas fisik yang dilakukan seseorang yang kurang maka risiko terjadinya keluhan MSDs akan semakin besar.

Untuk menilai resiko postur aktivitas pekerjaan yang dapat mengakibatkan MSDs dan menentukan level tindakan yang tepat berdasarkan tingkatan resiko tersebut maka metode REBA paling cocok digunakan dikarenakan dapat menilai seluruh tubuh pada saat bekerja. Selain itu, metode untuk mengetahui keluhan MSDs adalah dengan menggunakan kuesioner

Nordic Body Map. Nordic Body Map adalah peta tubuh untuk mengetahui bagian otot yang

mengalami keluhan dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan pekerja.

Gambar 2 Nordic Body Map

(Sumber : Corlett, 1995 dalam Tarwaka, 2004)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain studi cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei Tahun 2014. Data dikumpulkan melalui observasi terhadap faktor risiko pekerjaan pada perajin Ukiran Batu di Duta Alam Sektor Informal, Jakarta Selatan. Sampel penelitian ini adalah semua perajin ukiran batu yang berjumlah 14 orang. Penilaian tingkat risiko ergonomi menggunakan metode Rapid Entire

Body Assessment (REBA). Penilaian risiko postur janggal pada aktivitas kerja menggunakan

software catia versi 5.16. Untuk mengetahui distribusi keluhan MSDs menggunakan Nordic

Body Map. Distribusi karakteristik individu didapatkan dengan kuesioner. Data dianalisis

(6)

distribusi keluhan MSDs berdasarkan faktor individu dan tingkat risiko ergonomi tidak dengan uji statistik.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik individu dari perajin dapat dilihat dalam tabel 1. Dimana dari hasil penelitian diketahui sebagian besar responden berusia < 30 tahun (57,1% ). Sebagian besar responden telah bekerja di Duta Alam > 3 tahun (64,3%). Sebagian besar jam kerja responden < 8 jam per hari (71,4%). Sebagian besar responden memiliki indeks massa tubuh normal (64,3%). Sebagian besar responden merupakan perokok ringan (menghisap < 10 batang rokok per hari). Sebagian besar reponden tidak memiliki kebiasaan olah raga (78,6%).

Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Individu Variabel Frekuensi Persentase Umur < 30 tahun 8 57.1 > 30 tahun 6 42.9 Masa Kerja < 3 tahun 5 35.7 > 3 tahun 9 64.3 Jam Kerja/hari < 8 jam 10 71,4 > 8 jam 4 28,6

Indeks Masa Tubuh

Underweight 1 7.1 Normal 9 64.3 Overweight 4 28.6 Kebiasaan merokok Tidak merokok 2 14.3 Ringan (< 10 batang/hari) 9 64.3 Sedang (11-20 batang/hari) 3 21.4 Aktifitas Fisik Ya 3 21.4 Tidak 11 78.6

Setelah dilakukan analisis tingkat risiko ergonomi pada setiap aktivitas pekerjaan perajin ukiran batu, maka dapat dilihat hasil penilaian berdasarkan metode REBA pada tabel dibawah ini :

(7)

Tabel 2 Gambaran Tingkat Risiko Ergonomi Berdasarkan Jenis Pekerjaan

No. Jenis Pekerjaan Skor

REBA

Tingkat Risiko

1 Penyikuan Batu Pengukuran 7 Sedang

Penggarisan 5 Sedang

Pemotongan 7 Sedang

Penyerutan 10 Tinggi

2 Pembuatan Pola Penggambaran Pola 9 Tinggi

Pemotongan Pola 6 Sedang

3 Pembuatan Ukiran Relief Pemahatan

Ø Posisi duduk di lantai 9 Tinggi

Ø Posisi berdiri 9 Tinggi

Pengukiran 9 Tinggi

Penghalusan 10 Tinggi

4 Pemindahan Batu 8 Tinggi

5 Finishing Pencucian 6 Sedang

Pengamplasan 8 Tinggi

6 Pembersihan sisa batu 7 Sedang

Kemudian dilakukan analisis lanjutan untuk melihat tingkat risiko pada postur janggal pada aktivitas kerja perajin ukiran batu dengan menggunakan software catia (Tabel 3). Dari hasil yang didapatkan terdapat postur janggal yang memiliki tingkat risiko tinggi pada postur punggung dan lengan atas. Sebagian besar risiko tinggi pada postur janggal ini menyebabkan tingginya tingkat risiko ergonomi pada aktivitas kerja perajin.

Tabel 3 Tingkat Risiko Ergonomi Berdasarkan Postur Tubuh

No Aktivitas Kerja

Postur Janggal Postur

Leher

Postur

Punggung Postur Kaki

Postur Lengan Atas Postur Lengan Bawah Postur pergelangan tangan

1. Pengukuran batu ditekuk > 60+ 2 (lutut o)

2. Penggarisan batu + 2 (lutut

ditekuk > 60o)

(8)

tangan berputar) 4. Penyerutan batu

5. Penggambaran pola

6. Pemotongan pola + 2 (lutut

ditekuk > 60o) 7 Pemahatan Ø Posisi duduk di lantai + 1 (posisi pergelangan tangan berputar) Ø Posisi berdiri + 1 (posisi pergelangan tangan berputar) 8. Pengukiran ditekuk > 60+ 2 (lutut o)

+ 1 (posisi pergelangan tangan berputar) 9 Penghalusan + 2 (lutut ditekuk > 60o) + 1 (posisi pergelangan tangan berputar) 10. Pemindahan batu + 1 (posisi pergelangan tangan berputar) 11. Pencucian batu 12. Pengamplasan batu 13. Pembersihan sisa batu

Keterangan:

Nilai 1 = Tidak Berisiko Nilai 2 = Risiko Rendah Nilai 3 = Risiko Sedang Nilai 4 = Risiko Tinggi

Untuk keluhan MSDs yang dirasakan perajin dibagi berdasarkan bagian tubuh yang mengalami keluhan, tingkat keluhan yang dirasakan, tingkat keseringan keluhan yang dirasakan, dan keluhan yang dirasakan. Hasil dari keluhan MSDs tersebut dapat dilihat pada gambar penampang Nordic Body Map di bawah ini:

(9)

Bagian tubuh yang mengalami keluhan

Tingkat keluhan Tingkat Keseringan Keluhan yang dirasakan

Gambar 3 Penampang Nordic Body Map

Berdasarkan penampang Nordic Body Map, dapat diketahui bagian tubuh yang mengalami keluhan paling banyak dirasakan perajin adalah bagian tubuh leher bagian bawah/pundak, bahu kanan, lengan atas kanan, pergelangan tangan, punggung, pinggang bagian atas dan pinggang bagian bawah (85,7%). Untuk tingkat keluhan yang dirasakan parah pada bagian tubuh leher bagian bawah/pundak, lengan atas kanan dan pinggang bagian bawah (71,4%). Untuk tingkat keseringan bagian tubuh yang paling sering dirasakan pada bagian tubuh leher bagian bawah/pundak, punggung, pinggang bagian bawah, bokong dan tangan kanan (64,3%). Untuk keluhan yang dirasakan sebagian besar perajin merasa pegal-pegal dan rasa sakit/nyeri pada bagian tubuhnya.

Distribusi keluhan MSDs berdasarkan karakteristik individu dan tingkat risiko ergonomi dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Keterangan: 70 % - 100 % 40 % - 69% 11 % - 39 % 0 – 10 %   Keterangan:

Sangat Parah (harus libur)  Parah (tidak bisa bekerja lagi) Sakit (masih bisa bekerja) Agak sakit (hanya tidak nyaman)

  Keterangan: Setiap hari 1 – 2 kali/minggu 1 – 2 kali/bulan 1 – 2 kali/tahun   Keterangan: Pegal-pegal Sensasi Sakit/nyeri Kaku Kejang/keram Kesemutan Mati Rasa Bengkak  

(10)

Tingkat keluhan MSDs berdasarkan umur, keluhan MSDs berat paling banyak dirasakan oleh kelompok usia ≥ 30 tahun (Gambar 4). Tingkat keluhan MSDs berdasarkan masa kerja, keluhan MSDs sedang dan berat paling banyak dirasakan oleh perajin dengan

0   1   2   3   4   <  30  tahun   ≥  30  tahun   Pera jin  

Distribusi  Tingkat  Keluhan  MSDs  berdasarkan   Umur  Perajin   Ringan   Sedang   Berat   0   1   2   3   4   5   <  3  tahun   ≥  3  tahun   Pera jin  

Distribusi  Tingkat  Keluhan  MSDs  berdasarkan   Masa  Kerja   Ringan   Sedang   Berat   0   1   2   3   4   5   ≤  8  jam/

hari   >  8  jam/hari  

Pera

jin

 

Distribusi  Tingkat  Keluhan  MSDs  berdasarkan  Jam   Kerja   Ringan   Sedang   Berat   0   1   2   3   4   Pera jin  

Distribusi  Tingkat  Keluhan  MSDs   Berdasarkan  Indeks  Massa  Tubuh  

(IMT)   Ringan   Sedang   Berat   0   1   2   3   4   5   Pera jin  

Distribusi  Tingkat  Keluhan  MSDs   Berdasarkan  Kebiasaan  Merokok  

(Batang  rokok/hari)     Ringan   Sedang   Berat   0   1   2   3   4   5   6   Berolah  

raga   Berolah  Tidak   raga  

Pera

jin

 

Distribusi  Tingkat  Keluhan  MSDs   Berdasarkan  AkGvitas  Fisik  

Ringan   Sedang   Berat   Gambar 4. Distribusi Keluhan MSDs Berdasarkan Umur

Gambar 5. Distribusi Keluhan MSDs Berdasarkan Masa Kerja

Gambar 6. Distribusi Keluhan MSDs Berdasarkan Jam Kerja Gambar 7. Distribusi Keluhan MSDs Berdasarkan IMT

(11)

masa kerja ≥ 3 tahun (Gambar 5). Tingkat keluhan MSDs berdasarkan jam kerja, keluhan MSDs berat paling banyak dirasakan oleh perajin dengan jam kerja > 8 jam per hari (Gambar 6). Tingkat keluhan MSDs berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), keluhan MSDs berat paling banyak dirasakan oleh perajin dengan IMT overweight (Gambar 7). Tingkat keluhan MSDs berdasarkan kebiasaan merokok, keluhan MSDs berat paling banyak dirasakan oleh perajin yang merupakan perokok sedang (Gambar 8). Tingkat keluhan MSDs berdasarkan aktifitas fisik, keluhan MSDs sedang berat paling banyak dirasakan oleh perajin yang tidak memiliki kebiasaan olah raga (Gambar 9).

PEMBAHASAN

Berdasarkan karakteristik individu terhadap keluhan MSDs didapatkan sebagian besar perajin berumur < 30 tahun yang termasuk ke dalam umur produktif. Pada umur 20-29 tahun, kekuatan otot berada dalam kondisi terbaik (Bridger, 2003). Pada umur 60 tahun atau lebih, kekuatan otot akan menurun hingga 53% (Bridger, 2003). Hal ini berkaitan dengan penelitian Chau, et al (2009) yang menyebutkan bahwa keluhan MSDs yang dirasakan perajin pada umur < 30 tahun disebabkan karena pengalaman yang kurang, pengetahuan yang kurang serta keterampilan yang kurang pada awal melakukan pekerjaan sebagai perajin ukiran batu. Untuk masa kerja hal ini sejalan dengan penelitian Guo (2004), dimana semakin lama masa kerja menyebabkan semakin besar risiko untuk mengalami MSDs.

Lama bekerja merupakan faktor pendukung yang berkontribusi sebagai faktor kombinasi terjadinya keluhan MSDs. Bekerja dengan tenaga yang besar, namun tidak memilki waktu cukup untuk istirahat, risiko untuk mengalami keluhan otot meningkat. Lama jam kerja berkaitan dengan lama pembebanan terhadap tulang punggung yang meningkatkan tekanan pada diskus sehingga terjadi kerusakan dan berdampak nyeri di daerah punggung (Nurmianto, 1996).

Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih risiko timbulnya gangguan muskuloskeletal khususnya pada pinggang akan lebih besar karena beban pada sendi penumpu berat badan akan meningkat. Hal tersebut dapat memungkinkan terjadinya nyeri pada bagian pinggang. Selain itu, berat badan yang berlebih dapat menyebabkan adanya tarikan pada jaringan lunak pada punggung (Tarwaka, 2004). Tulang belakang terutama daerah lumbal berperan penting sebagai penopang beban tubuh.

Dalam penelitian Chau et al (2009), terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs. Selain itu, keterkaitan antara kebiasaan merokok

(12)

dan keluhan MSDs dikarenakan kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru. Masuknya karbon monoksida dari rokok ke dalam aliran darah akan mengikat sel darah pembawa oksigen lebih kuat sehingga transportasi oksigen terganggu. Kelelahan akan lebih cepat dirasakan karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, dan terjadi penumpukan asam laktat yang akhirnya menimbulkan rasa nyeri pada otot (Tarwaka, 2004).

Aerobic fitness dapat meningkatkan kemampuan kontraksi otot. 80% kasus nyeri

tulang belakang disebabkan karena buruknya tingkat kelenturan otot atau kurangnya berolah raga. Otot yang lemah, terutama pada daerah perut, tentu tidak mampu menyokong punggung secara maksimal (IDI, 2008). Oleh karena itu, kurangnya aktivitas fisik dapat menurunkan suplai oksigen ke dalam otot sehingga dapat menyebabkan adanya keluhan MSDs.

Setelah dilihat dari hasil perhitungan REBA, sebanyak 8 aktivitas kerja perajin memiliki tingkat risiko tinggi. Pekerjaan yang menggunakan tenaga besar akan memberikan beban mekanik yang besar pula terhadap otot, tendon, ligamen dan sendi. Selain itu, terdapat pekerjaan yang dilakukan secara berulang-ulang, yang akan mengakibatkan kelelahan dan meningkatkan risiko timbulnya rasa nyeri pada tulang belakang (Nurmianto, 2008). Pekerjaan yang berulang-ulang akan membuat kinerja otot menghasilkan asam laktat dan otot akan menegang sehingga lama kelamaan akan menjadi kram otot. Menurut Tirtayasa et al (2003), dalam penelitiannya menyebutkan aktivitas perajin dalam posisi jongkok statis dapat meningkatkan risiko terjadinya MSDs pada bagian punggung dan kaki. Selain itu, dengan posisi membungkuk pada keadaan tertentu saat penyerutan akan memberikan tekanan pada

lumbar disc yang melebihi tekanan pada lumbar disc secara normal atau berdiri secara tegak

lurus (Bridger, 2003). Postur janggal yang tinggi pada punggung diakibatkan kan posisi yang membungkuk saat melakukan aktivitas kerjanya. Menurut Pheasant (1991) posisi membungkuk dapat juga menyebabkan pembebanan pada bagian pinggang dan lumbar.

Selain itu, sebanyak 6 aktivitas kerja perajin memiliki tingkat risiko sedang. Postur kerja fisik dalam posisi yang sama dan pergerakan otot yang sangat minimal akan menimbulkan peningkatan beban otot dan tendon, menyebabkan aliran darah pada otot terhalang dan menimbulkan kelelahan serta rasa kebas dan nyeri (Kurniawidjaja, 2010). Tambahan risiko nilai aktivitas adalah terdapat gerakan berulang > 4x per menit dan perubahan postur secara cepat pada bagian punggung, leher dan lengan atas. Menurut Sue Hignett dan Mc Atamney (2000) kegiatan yang menimbulkan gerakan berulang > 4 x per menit menambah risiko MSDs.

(13)

Berdasarkan gambaran distribusi keluhan MSDs didapatkan bahwa seluruh perajin yaitu sebanyak 14 orang (100%) mempunyai keluhan MSDs. Keluhan yang banyak dirasakan perajin pada bagian tubuh dapat disebabkan oleh Postur janggal dari punggung yang dipertahankan dalam waktu > 10 detik dan dilakukan sebanyak > 2 kali per menit menyebabkan tingginya skor untuk postur punggung (Hummantech, 1995). Keluhan yang dirasakan pada bagian lengan atas dan pergelangan tangan disebabkan oleh gerakan berulang pada lengan dan pergelangan tangan seperti pada aktivitas penyerutan, pemahatan dan pengukiran.

Ketidaktahuan perajin akan risiko ergonomi dan dampak yang ditimbulkan terhadap kesehatan perajin. Selain itu, Sebagian besar perajin merasa masih kurangnya perhatian pihak pengusaha khususnya pada sektor informal terhadap masalah ergonomi di tempat kerja.Sikap kerja yang paling sering dilakukan perajin dalam melakukan pekerjaan adalah berdiri membungkuk. Menurut Bridger (1995) sikap kerja yang salah, canggung, dan diluar kebiasaan akan menambah risiko cidera pada sistem muskuloskeletal.

KESIMPULAN

Terdapat 14 aktivitas pekerjaan perajin yang dijadikan penelitian dan seluruh aktivitas tersebut memiliki risiko terjadinya MSDs serta bekerja lebih banyak dalam posisi berdiri dengan postur punggung membungkuk dan jongkok. Tingkat risiko ergonomi pada aktivitas pekerjaan perajin terdiri dari pada aktivitas pekerjaan pengukuran, penggarisan, pemotongan batu, pemotongan pola pada batu, pencucian dan pembersihan sisa batu memiliki tingkat risiko ergonomi sedang. Pada aktivitas pekerjaan penyerutan, penggambaran pola, pemahatan baik dalam posisi berdiri maupun dalam posisi duduk dilantai, pengukiran, penghalusan, pemindahan batu dan pengamplasan memiliki tingkat risiko ergonomi tinggi.

Seluruh perajin yang berjumlah 14 orang (100%), semua mengalami keluhan MSDs. Keluhan MSDs yang dirasakan perajin paling banyak pada pinggang bagian bawah dan atas (92,9%), kemudian daerah leher bagian bawah, punggung dan pergelangan tangan kanan (85,7%) serta bahu kanan dan lengan atas kanan (71,4%). Sebagian besar perajin merasakan keluhan berupa rasa pegal-pegal, sakit/nyeri, kejang/keram, kaku dan kesemutan.

Distribusi keluhan MSDs berdasarkan karakteristik individu pekerja, antara lain berdasarkan umur : tingkat keluhan MSDs berat paling banyak dirasakan oleh kelompok usia

≥ 30 tahun. Masa Kerja : tingkat keluhan MSDs sedang dan berat paling banyak dirasakan oleh perajin dengan masa kerja ≥ 3 tahun. Jam Kerja : tingkat keluhan MSDs berat paling

(14)

banyak dirasakan oleh perajin dengan jam kerja > 8jam per hari. Indeks Massa Tubuh (IMT): tingkat keluhan MSDs berat paling banyak dirasakan oleh perajin dengan IMT overweight. Kebiasaan Merokok : tingkat keluhan MSDs berat paling banyak dirasakan oleh perajin yang merupakan perokok sedang (menghisap 11-20 batang rokok/hari). Aktifitas fisik : tingkat keluhan MSDs sedang dan berat paling banyak dirasakan oleh perajin yang tidak memiliki kebiasaan olah raga. Distribusi keluhan MSDs berdasarkan tingkat risiko ergonomi, yaitu Tingkat keluhan MSDs berat lebih banyak dirasakan perajin dengan tingkat risiko ergonomi tinggi pada aktivitas kerjanya.

SARAN

Penelitian ini disarankan untuk melakukan pengendalian yang bersifat teknis dan adinistratif. Pengendalian teknis meliputi pada aktivitas kerja penggambaran pola dan pencucian, sebaiknya disediakan meja kerja yang ketinggiannya disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang membutuhkan ketelitian, tinggi landasan kerja adalah 5-10 cm di atas tinggi siku berdiri (Gambar 10).

Gambar 10 Meja Kerja yang Memerlukan Ketelitian

Pada aktifitas kerja penyerutan dan pemahatan posisi berdiri disediakan meja kerja yang ketinggiannya disesuaikan dengan pekerjaan yang membutuhkan penekanan yang kuat, tinggi landasan kerja adalah 15-40 cm dibawah tinggi siku berdiri (Gambar 11).

(15)

Aktivitas pemindahan batu > 8 kg sebaiknya dilakukan oleh dua orang pekerja untuk mengurangi beban pada otot dan tendon. Sedangkan untuk pengendalian administratif antara lain bagi pengelola sebaiknya melakukan pengaturan jam kerja dan jam istirahat untuk pekerja dan adanya penyesuaian beban kerja setiap pekerja dengan kemampuan pekerja tersebut. Bagi perajin berolahraga secara teratur serta istirahat dan melakukan peregangan

(stretching) selama 5 menit setelah bekerja selama 1-2 jam untuk memberikan waktu

pemulihan pada bagian tubuh yang digunakan. Berikut merupakan contoh bentuk dan gerakan peregangan otot (Gambar 12).

Gambar 12 Peregangan Otot/ Stretching

KEPUSTAKAAN

Ali, et al. (2012). An ergonomic study of work related musculoskeletal disorders among the

workers working in typical Indian saw mill. International Journal of Engineering

Research and Development e-ISSN: 2278-067X, p-ISSN: 2278-800X, Volume 3, Issue 9 (September 2012), PP. 38-45. Diunduh tanggal 02 Maret 2014. www.ijerd.com

Bernard, B. P. (1997). Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors : A Critical Reviwe of Epidemiologic Evidence for Work-related Musculoskeleral Disorders of The Neck,

Upper Extremity and Low Back. Cincinnati : NIOSH.

(16)

Chau, et al. (2009). Relationship between job, lifestyle, age and occupational injuries. Occupational Medicine 2009;59:114–119. Diunduh tanggal 20 Mei 2014. http://occmed.oxfordjournals.org/content/59/2/114.full.pdf+html

Grandjean, E. (1993). Fitting The Task to The Man, fourth edition. London : Taylor & Francis Inc.

International Labour Organization. (2013). The Prevention Of Occupational Diseases.

http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_protect/---protrav/---safework/documents/publication/wcms_208226.pdf. Diunduh tanggal 04 April 2014. Kurniawidjaja, L. Meily. (2010). Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta : UI-Press. Kroemer, K.H. & Grandjean, E. (1997). Fitting The Task to The Human. A Textbook of

Occupational Ergonomics. London: Taylor & Francis.

NIOSH. (1997). Muskuloskeletal Disorders and Workplace Factors: A Critical Review of

Epidemiologic Evidence for Work Related Muskuloskeletal Disorders. USA : CDC.

NIOSH. (2007). Ergonomics Guidelines For Material Manual Handling. DHHS (NIOSH) Publication No. 2007 – 131. Columbia. NIOSH/CDC.

Nurmianto, Eko. (2004). Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Kedua. Jakarta : Penerbit Guna Widya.

Nurmianto, Eko. (2008). Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Kedua. Jakarta : Penerbit Guna Widya.

Pheasant, Stephen. (1999). Bodyspace : Anthropometry, Ergonomics and The Design of Work. Taylor & Francis, London : xi + 244 hlm.

Tarwaka, et al. (2004). Ergonomi Untuk Kesehatan, Keselamatan & Produktivitas. Edisi I, Cetakan I, Surakarta : UNIBA Press.

Gambar

Gambar 1 Konsep Keseimbangan Ergonomi
Gambar 2 Nordic Body Map
Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Individu  Variabel   Frekuensi   Persentase   Umur   &lt; 30 tahun 8  57.1  &gt; 30 tahun 6  42.9  Masa Kerja &lt; 3 tahun 5  35.7  &gt; 3 tahun 9  64.3  Jam Kerja/hari &lt; 8 jam 10  71,4  &gt; 8 jam 4  28,6
Tabel 2 Gambaran Tingkat Risiko Ergonomi Berdasarkan Jenis Pekerjaan
+5

Referensi

Dokumen terkait

purposive sampling dengan jumlah sampel 74 siswa TK Negeri Pembina Sragen. Instrumen yang digunakan adalah checklist mencuci tangan. Teknik analisis data

Hal ini terjadi karena saluran drainase sudah tidak mampu lagi menampung dan mengalirkan debit air hujan akibat hujan yang jatuh di badan jalan dan dari daerah

Yaitu ‘menghormati orang lain, menawarkan pelayanan, berbagi pahala, bersukacita atas pahala orang lain, mendengarkan Dharma, mengajarkan Dharma, dan meluruskan pandangan

Proses Tindakan pada Siklus II merupakan kelanjutan dari sikllus I. Proses tindakan siklus II dilaksanakan dengan memperhatikan hasil refleksi siklus I. Berdasarkan

besar sekali yang nanti akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kita, tetapi juga masih tergantung lagi realisasi penyerapan nanti akan seperti apa.. Nanti

Prosedur ini akan menelusuri seluruh tabel intBoard secara satu persatu.Jika pada row dan kolom tertentu dan ternyata pada charBoard sudah tertanda ‘B’ atau ‘W’,maka

Perancangan ini bertujuan untuk dapat menampung dan merefleksikan keinginan perusahaan tersebut ke dalam desain interior area Check- In Hall, Meeting Point, Curb Side, Arrival

(4) Tindakan Sela sebagai Keputusan Rapat Pleno Diperluas dilakukan oleh Pengurus DPC atau Pengurus DPP dan mempunyai kekuatan hukum sementara, sampai dengan