• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIFAT FISIK TANAH DI BAWAH TEGAKAN EBONI ( Diospyros celebica Bakh ) PADA KAWASAN CAGAR ALAM PANGI BINANGGA KABUPATEN PARIGI MOUTONG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIFAT FISIK TANAH DI BAWAH TEGAKAN EBONI ( Diospyros celebica Bakh ) PADA KAWASAN CAGAR ALAM PANGI BINANGGA KABUPATEN PARIGI MOUTONG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

109

SIFAT FISIK TANAH DI BAWAH TEGAKAN EBONI ( Diospyros celebica Bakh ) PADA KAWASAN CAGAR ALAM PANGI BINANGGA

KABUPATEN PARIGI MOUTONG Novita Evarnaz1), Bau Toknok2), Sitti Ramlah2) Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako

Jl. Soekarno Hatta Km.9 Palu, Sulawesi Tengah 94118 Korespondensi: novitaevarnaz@ymail.com

1)

Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako

2)

Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako Abstract

The function of soil is a medium for growth and root development in supporting plants to grow and supply the need of water and nutrients to the planst roots. The issue raised in this study is how the physical properties of soil, including the texture, structure, porosity, bulk density and permeability of soil under the stand of ebony at the Natural Reserve of Pangi Binangga. Ebony is one of the endemic tree species in Sulawesi Island including Central Sulawesi. The purpose of this study was to determine the physical properties of soil under the stands of ebony at the Natural Reserve of Pangi Binangga, Parigi Moutong Regency. This study was conducted for 3 months (May-July 2013) at the Natural Reserve of Panggi Binangga, Sakina Jaya Village, Parigi Moutong Regency, Central Sulawesi Province. This study used survey and analysis in the laboratory. Soil samples were collected by using purposive sampling technique, that is, deliberately having particular consideration: the level of slope 0-8%, 8-15%, 15-25%, and 25-40%. The number of soil samples was 16 soil samples taken from the four slopes in two depths (0-30 cm and 30-60 cm). The study shows that the soil under the stands of ebony has a sandy loam soil texture class and loamy sand, structure soil crusts and granular, slight porous and porous (37.84 to 58.07%), rapid and very fast permeability (13,27 to 36,10 cm/h) and has a high and very high of bulk density of the medium (1.11 to 1.65 g/cm3).

Keywords: Diospyros celebica, natural reserve, Pangi Binangga, soil physical property

PENDAHULUAN Latar Belakang

Konservasi adalah pengelolaan manusia atas pemanfaatan organisme atau ekosistem sedemikian rupa sehingga pemanfaatan atau pemakaiannya berkelanjutan, lestari dan peningkatan populasi serta ekosistem (Usman dan Heroeputri, 2003). Kawasan konservasi terdiri dari kawasan pelestarian alam dan kawasan suaka alam. Dimana Kawasan Suaka Alam terbagi lagi menjadi Suaka Margasatwa dan Cagar Alam.

Cagar Alam adalah kawasan yang dilindungi karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Cagar Alam ini tertutup bagi kepentingan rekreasi atau wisata namun dengan ijin khusus kawasan ini

terbuka untuk kegiatan penelitian (Nur, 2006). Salah satu suaka alam terdapat di Pulau Sulawesi khususnya di Sulawesi Tengah yaitu Cagar Alam Pangi Binangga. Cagar alam Pangi Binangga dikelola berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 399/Kpts-II/1998, tanggal 21 April 1998 tentang penunjukan areal hutan Pangi Binangga terletak di Kabupaten Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah seluas ± 6.000 Ha. Kawasan hutan Sulawesi terdapat beberapa jenis flora endemik, salah satunya adalah pohon eboni (Diospyros celebica Bakh) (Allo, 2012). Eboni termasuk famili Ebenaceae. Eboni tumbuh secara alami di wilayah Kabupaten Poso, Donggala, dan Parigi (Sulawesi Tengah), Kabupaten Gowa, Maros, Barru, Sidrap, Mamuju, dan Luwu (Sulawesi Selatan) serta Provinsi Gorontalo (Restu, 2006; Hendromono dan Allo, 2008), dan dikenal sebagai penghasil kayu mewah

(2)

110 (fancy wood) bernilai jual tinggi (Allo, 2011) dan menjadi primadona dalam dunia perdagangan kayu (Asrianny dan Djuan 2010). Jenis kayu eboni biasanya tumbuh di hutan dataran rendah, sampai ketinggian 700 meter di atas permukaan laut, dengan jenis tanah mulai dari tanah kapur, tanah latosol sampai podsolik merah kuning.

Hingga saat ini, dalam kawasan Cagar Alam Pangi Binangga belum banyak diketahui informasi mengenai sifat fisik tanah di bawah tegakan eboni, sehingga bisa menimbulkan kesulitan dalam penyusunan rencana pengelolaan dan pengembangan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memahami kondisi tersebut adalah dengan melakukan penelitian untuk mengetahui sifat fisik tanah di bawah tegakan eboni pada kawasan Cagar Alam Pangi Binangga. Dan dibutuhkan berbagai informasi dasar diantaranya adalah informasi tentang pengetahuan sifat fisik tanah habitat eboni yang sangat berguna bagi kelangsungan hidup tumbuhan endemik tersebut. Dimana dalam penelitian ini lokasi yang dipilih yaitu Cagar Alam Pangi Binangga karena Cagar Alam Pangi Binangga ditetapkan sebagai kawasan perlindungan kayu eboni/kayu hitam (Allo, 2011).

Rumusan Masalah

Pentingnya faktor edaphis untuk pertumbuhan eboni khususnya untuk keberlangsungan hidup tumbuhan endemik Sulawesi tersebut dan mencegahnya dari kepunahan, serta perlu untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan upaya pengembangan di luar Kawasan Cagar Alam, sehingga permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana sifat fisik tanah (tekstur tanah, struktur, porositas tanah, bulk density, dan permeabilitas tanah) di bawah tegakan eboni dalam Kawasan Cagar Alam Pangi Binangga.

Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisik tanah di bawah tegakan eboni pada kawasan Cagar Alam Pangi Binangga Kabaupaten Parigi Moutong.

Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran dan informasi tentang sifat fisik tanah di bawah tegakan eboni yang terdapat pada kawasan Cagar Alam Pangi Binangga, dalam upaya pengembangan serta

pengelolaan yang di bisa di lakukan di luar kawasan untuk pelestarian tumbuhan endemik tersebut.

MATERI DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yakni pada bulan Mei sampai Juli 2013 pada kawasan Cagar Alam Pangi Binangga, di Desa Sakina Jaya, Kabupaten Parigi Moutong, Propinsi Sulawesi Tengah.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Sampel tanah utuh dan tidak utuh pada masing-masing kelerengan.

2. Label tempel, digunakan untuk mencatat kode sampel,

3. Zat-zat kimia, digunakan dalam analisis laboratorium.

4. Kantong plastik untuk tempat/wadah tanah yang tidak diketahui teksturnya. 5. Tali rafia, untuk pembuatan plot

pengamatan.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: ring sampel tanah untuk mengambil sampel tanah yang akan dianalisis di laboratorium, clinometers untuk mengetahui tingkat kelerengan di lapangan, alat tulis menulis dan kamera sebagai alat pengambilan dokumentasi, cutter, sekop digunakan untuk menggali tanah, dan alat-alat laboratorium, digunakan untuk menganalisis sampel tanah. Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei lapangan dan analisis di laboratorium. Pengambilan sampel tanah pengamatan secara Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan tertentu yaitu pengambilan sampel tanah berdasarkan tingkat kelerengan 0-8%, 8-15%, 15-25%, dan 25-40% (Sampeliling, 2008). Setiap kelerengan sampel tanahnya diambil dari kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm di bawah tegakan eboni dengan dua kali ulangan, sehingga akan di peroleh sampel tanah 16 sampel tanah.

(3)

111

20 m

100 m

Keterangan : U1 ulangan pertama U2 ulangan kedua

Gambar 1. Sketsa pengambilan sampel tanah Pengambilan sampel tanah untuk mengetahui sifat fisik tanah dibagi menjadi dua jenis yaitu:

1. Sampel tanah utuh yang digunakan untuk menganalisis bulk densiy, permeabilitas tanah, serta porositas tanah, yang dilakukan dengan cara menggunakan ring sampel. Pengambilan sampel tanah utuh dilakukan dengan cara mengambil tanah yang ada di bawah tegakan eboni, kemudian bersihkan tanah dari seresah dan rumput lalu meletakan ring sampel di atas tanah.

Ring sampel dimasukan ke dalam tanah dengan menggunakan martil, setelah itu angkat ring sampel dengan menggunakan sekop beserta tanah yang ada di dalamnya, kemudian ring yang berisi tanah diratakan dengan cutter sehingga kedua permukaan benar-benar rata dengan bibir ring sampel. Selanjutnya kedua ujung ring ditutup dengan menggunakan tutup ring yang terbuat dari plastik, kemudian di beri label.

Jumlah sampel tanah utuh adalah enam belas (16) yang diambil dari kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm pada masing-masing ketinggian.

2. Sampel tanah tidak utuh digunakan untuk analisis tekstur dan struktur, dimana pengambilan sampel tanah tidak utuh dilakukan dengan cara mengambil tanah dari titik yang telah ditentukan tempatnya. Jumlah sampel tanah tidak utuh ada enam belas (16) yang diambil dari kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm pada masing-masing ketinggian.

Pengambilan sampel tanah utuh yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Gambar 2. Dimana Pengambilan contoh tanah diambil dengan mengunakan ring pada kedalaman yang sama dengan tinggi ring tersebut. b.1 a. b. b.2

Gambar 2. Teknik pengambilan sampel tanah utuh.

Keterangan :

a. Ring 1 digunakan sebagai ring penekan. b. Ring 2 pengambilan sampel tanah dengan

kedalaman yang sama dengan tinggi ring tersebut.

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yakni dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu dengan interpretasi data sifat tanah yang diperoleh dari laboratorium sebagi fakta yang menggambarkan kondisi tanah di lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisik tanah yang diamati meliputi tekstur, struktur, permeabilitas, porositas, dan bulk density pada kawasan Cagar Alam Pangi Binangga. (Tabel 1).

Tekstur Tanah

Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu dan liat. Tekstur merupakan sifat fisik utama yang sangat mempengaruhi sifat tanah lainnya (Hartati, 2008). Tekstur tanah dipengaruhi oleh faktor proses pembentukan tanah tersebut, faktor pembentukan tanah yang penting antara lain adalah bahan induk tanah. Bahan induk bertekstur kasar cenderung menghasilkan tanah bertekstur kasar dan sebaliknya (Hardjowigeno, 2003).

Berdasarkan hasil analisis sifat fisik tanah pada tabel di atas, menunjukkan bahwa pada ke empat lereng dikawasan Cagar Alam Pangi Binangga masing-masing di kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm, mempunyai kemiripan tekstur tanah yaitu kelas tekstur lempung berpasir dan pasir berlempung. Di mana pada tegakan eboni di kelerengan datar hingga landai memiliki kelas tekstur lempung berpasir dan selanjutnya pada kelerengan agak U1 U2

(4)

112 curam hingga curam memiliki kelas tekstur pasir berlempung dan lempung berpasir.

Hanafiah (1995) menyatakan bahwa tanah yang bertekstur kasar atau tanah berpasir berarti tanah yang mengandung minimal 70% pasir atau pasir berlempung. Tanah lempung berpasir memiliki kemampuan memegang air dan mengandung unsur hara tinggi, serta kondisi tanahnya lebih subur dengan

mengandung nitrogen dan bahan organik lebih banyak. Selanjutnya Darmawijaya (1990) dalam Buhang (2009) mengatakan bahwa tidak adanya perbedaan kelas tekstur pada beberapa satuan lahan disebabkan oleh satuan lahan tersebut mempunyai bahan induk yang sama, disamping itu tekstur tanah menyatakan sifat tanah yang sukar mengalami perubahan. Tabel 1. Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah

No. Sifat Fisik Tanah Kelerengan 0 - 8% 8 - 15% 0 - 30 cm 30 - 60 cm 0 - 30 cm 30 - 60 cm 1. Tekstur Lempung berpasir Lempung berpasir lempung berpasir Lempung berpasir

2. Struktur Remah Remah Remah Remah

3. Permeabilitas 27,37 cm/jam (sangat cepat) 26,26 cm/jam (sangat cepat) 32,84 cm/jam (sangat cepat) 20,11 cm/jam (cepat) 4. Bulk Density 1,38 gr/cm 3 (tinggi) 1,63 gr/cm3 (sangat tinggi) 1,53 gr/cm3 (sangat tinggi) 1,50 gr/cm3 (sangat tinggi) 5. Porositas 47,76% 38,44% 42,34% 43,37%

No. Sifat Fisik Tanah Kelerengan 15 - 25% 25 - 40% 0 - 30 cm 30 - 60 cm 0 - 30 cm 30 - 60 cm 1. Tekstur Pasir berlempung Lempung berpasir Pasir berlempung Lempung berpasir

2. Struktur Granular Remah Granular Remah

3. Permeabilitas 25,66 cm/jam (sangat cepat) 36,10 cm/jam (sangat cepat) 13,27 cm/jam (cepat) 22,91 cm/jam (cepat) 4. Bulk Density 1,48 gr/cm 3 (sangat tinggi) 1,65 gr/cm3 (sangat tinggi) 1,11 gr/cm3 (sedang) 1,15 gr/cm3 (sedang) 5. Porositas 43,85% 37,84% 58,07% 57,92%

Berdasarkan hasil penelitian, keadaan tekstur tanah pada penjelasan di atas, menunjukkan bahwa tekstur tanah lempung berpasir dan pasir berlempung cocok untuk pertumbuhan eboni karena terlihat pada lokasi penelitian yang banyak dijumpai tegakan eboni dan merupakan tempat yang memiliki fungsi pengawetan kayu hitam sehingga sesuai dengan persyaratan tumbuhnya, yang didukung oleh pernyataan (Tantra, 1980), dimana Diospyros celebica Bakh dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, mulai dari tanah berkapur, tanah liat sampai tanah berpasir atau berbatu.

Struktur Tanah

Struktur tanah adalah susunan ikatan partikel-partikel tanah satu sama lain membentuk agregat tanah, merupakan sifat

tanah yang sangat ditentukan oleh partikel penyusun tanah (Rajamuddin, 2009).

Berdasarkan hasil analisis yang tertera pada tabel 1, menunjukkan bahwa struktur tanah di kelerengan datar hingga landai memiliki struktur tanah remah. Struktur tanah remah dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya bahan organik tanah yang melalui kegiatan mikroorganisme di dalam tanah (Buhang, 2009). Sedangkan pada kelerengan agak curam dan kelerengan curam memiliki struktur granular dan remah.

Tanah dengan struktur baik (granular, remah) mempunyai tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Struktur tanah yang baik adalah yang bentuknya membulat sehingga tidak dapat saling bersinggungan dengan rapat

(5)

113 (Burdiono, 2012). Akibatnya pori-pori tanah banyak terbentuk, di samping itu struktur tanah harus tidak mudah rusak (mantap) sehingga pori-pori tanah tidak cepat tertutup bila terjadi hujan (Hardjowigeno, 2003).

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hanafiah (2005) yang menyatakan struktur tanah remah mempunyai drainase dan aerasi yang baik sehingga lebih memudahkan sistem perakaran tanaman untuk menyerap hara dan air. Semakin poreus tanah semakin mudah air dan udara untuk bersikulasi yang selanjutnya (Tolla, 2004) mengatakan deskripsi dari jenis tanah menurut peta tanah kelompok hutan Parigi didaerah pegunungan kompleks dan berdrainase baik.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa struktur tanah yang baik (remah dan granular) dijumpai pada tegakan eboni di Kawasan Cagar Alam Pangi Binangga dimana struktur-struktur tanah tersebut baik untuk kelangsungan tumbuh eboni.

Bulk Density

Kerapatan lindak atau bobot isi (Bulk density) menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume pori-pori tanah, sekaligus merupakan petunjuk kepadatan tanah (Manfarizah, dkk 2011). Selanjutnya Saribun (2007) mengatakan bobot isi merupakan petunjuk kepadatan tanah, semakin padat suatu tanah semakin tinggi pula nilai bobot isinya, yang berarti semakin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Berdasarkan hasil analisis di laboratorium yang disajikan pada tabel 1, menunjukkan bahwa nilai bulk density pada kelerengan datar di kedalaman 30-60 cm dan pada kelerengan agak curam di kedalaman yang sama memiliki nilai bulk density tertinggi yaitu 1,63 gr/cm3 dan 1,65 gr/cm3. Tingginya nilai bulk density pada tegakan eboni ini kemungkinan karena tanah pada lereng tersebut mengandung bahan organik yang rendah sehingga memiliki nilai bulk density yang tinggi. Sedangkan nilai bulk density rendah terdapat pada kelerengan curam di kedalaman 0-30 cm yaitu 1,11 gr/cm3. Hal ini mungkin disebabkan karena tingginya kandungan bahan organik pada sampel tanah di lereng ini.

Hal di atas didukung oleh penelitian Buhang, (2009) yang menunjukkan bahwa nilai bulk density cenderung agak tinggi pada

ke dalaman 15-30 cm dibanding kedalaman 0-15 cm, hal ini menerangkan bahwa semakin ke bawah nilai bulk density tanah semakin bertambah. Sehingga menunjukkan bulk density berkaitan dengan porositas tanah. Selanjutnya Buhang (2009) menyatakan bahwa meningkatnya kerapatan limbak (bulk density) menyebabkan berkurangnya total ruang pori. Pendapat ini di dukung oleh Islami, dkk (1995) yang menyatakan bahwa tanah yang baik ialah tanah yang mempunyai struktur remah dan ruang porinya tinggi sehingga bobot volumenya rendah.

Tanah yang belum mengalami gangguan cenderung memiliki stabilitas keremahan dan porositas yang lebih tinggi serta kepadatan masa tanah (Soil Bulk Density) yang lebih rendah dibanding yang sudah mengalami pembalakan. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat kepadatan tanah pada semua kelerengan masih tergolong normal.

Porositas Tanah

Porositas tanah adalah bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah (terisi oleh udara dan air), porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah dan tekstur tanah (Nugroho, 2009). Porositas terdiri dari ruang diantara partikel pasir, debu, dan liat serta ruang diantara agregat-agregat tanah Tolaka (2013). Porositas tanah tinggi kalau bahan organik tanah tinggi. Tanah-tanah dengan struktur granular atau remah, mempunyai porositas yang tinggi dari pada tanah-tanah dengan struktur masife.

Berdasarkan hasil analisis laboratorium yang disajikan pada tabel 1. menunjukkan nilai porositas tertinggi terdapat pada kelerengan curam di kedalaman 0-30 cm yakni 58,07 % dan di kedalaman 30-60 cm yaitu 57,92 %. Selanjutnya Hanafiah (1995) menyatakan bahwa tanah yang bertekstur lempung berpasir lebih baik jika dibandingkan dengan tanah yang bertekstur lempung, karena didominasi pasir maka banyak terdapat pori-pori makro disebut lebih poreus, makin besar poreus tanah maka makin mudah air dan udara untuk bersirkulasi (drainase dan aerasi baik). Yang didukung oleh pernyataan (Setyowati, 2007) jika semakin tinggi persentase pasir dalam tanah, makin banyak ruang pori-pori diantara partikel tanah semakin dapat memperlancar gerakan udara dan air.

(6)

114 Hal di atas sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (1992) bahwa porositas yang

tinggi, maka bahan organik dapat

memperkecil kerapatan isi tanah karena bahan organik jauh lebih ringan dari pada mineral

dan bahan organik juga memperbesar

porositas tanah.

Semakin tinggi bahan organik tanah akan semakin rendah bulk density dan semakin tinggi porositasnya. Pernyataan tersebut didukung oleh Junaedi (2010) yang menyatakan bahwa semakin tinggi bahan organik tanah semakin rendah bobot volume tanah dan semakin tinggi ruang pori.

Berdasarkan hasil analisis di Laboratorium yang tertera pada tabel 1, nilai porositas rendah terdapat pada kelerengan datar di kedalaman 30-60 cm dengan nilai porositas 38,44 % dan di kelerengan agak curam dengan kedalaman 30-60 cm yaitu 37,84 %. Rendahnya porositas pada tegakan eboni diduga karena kandungan organik tanahnya lebih rendah dan bulk density yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa porositas tanah pada berbagai macam kelerengan tergolong ideal, karena struktur tanahnya remah dan memiliki kelas tekstur tanah lempung berpasir yang ideal untuk pertumbuhan eboni, disamping itu pada lokasi penelitian tidak dijumpai pengembalaan ternak, pengelolaan tanah dengan alat berat sehingga pori-pori tanah masih stabil.

Permeabilitas

Permeabilitas menyatakan kemampuan media porus dalam hal ini adalah tanah utuk meloloskan zat cair (air hujan) baik secara lateral maupun vertikal. Tingkat permeabilitas tanah (cm/jam) merupakan fungsi dari berbagai sifat fisik tanah (Rohmat dan Soekarno, 2006). Selanjutnya (Putra, dkk, 2012) Permeabilitas dapat digambarkan sebagai kemampuan tanah dalam meloloskan air. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permeabilitas tanah adalah tekstur, struktur dan porositas tanah (Suryani, dkk, 2010).

Hasil analisis laboratorium yang disajikan pada tabel 1, menunjukkan bahwa nilai permeabilitas pada kelerengan agak curam di kedalaman 30-60 cm cenderung lebih tinggi yaitu 36,10 cm/jam, hal ini dikarenakan tekstur tanahnya mengandung lebih banyak fraksi pasir, dan memiliki kelas struktur

lempung berpasir. Sedangkan nilai permeabilitas pada kelerengan curam di kedalaman 0-30 cm pada tegakan eboni menghasilkan laju permeabilitas lebih rendah yaitu 13,27 cm/jam menyebabkan daya pegang tanah terhadap air baik dan tidak mudah hilang. Hal demikian di duga karena tingginya bahan organik serta perubahan tekstur tanah dari pasir berlempung menjadi lempung berpasir. Semakin rapat konfigurasi dari butiran pada suatu volume tertentu, maka semakin tinggi kerapatannya sehingga menyebabkan semakin rendah nilai permeabilitasnya.

Didik (2009) menyatakan bahwa jumlah pori makro dan kemantapan agregat pada gilirannya akan meningkatkan kapasitas infiltrasi (masuknya air ke dalam tanah) dan sifat aerasi tanah. Tingginya infiltrasi menyebabkan air mudah hilang. Tekstur tanah ikut berperan dalam menentukan laju permeabilitas, tanah yang memiliki lebih banyak fraksi pasir akan meningkatkan laju infiltrasi, dibanding tanah yang memiliki lebih banyak fraksi liat. Berdasarkan hasil analisis tanah di bawah tegakan eboni, permeabilitas tanahnya memiliki kriteria sangat cepat. Yang selanjutnya didukung Kinho (2013) pertumbuhan eboni yang optimal pada berbagai jenis tanah mensyaratkan tanah yang cukup permeabel.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan dapat diambil kesimpulan, tekstur tanah di bawah tegakan eboni pada kawasan Cagar Alam Pangi Binangga mempunyai kemiripan tekstur tanah yaitu lempung berpasir dan pasir berlempung. Struktur tanah remah dan granular. Memiliki kriteria bulk density yang sedang, tinggi dan sangat tinggi (1,11 gr/cm3-1,65 g/cm3). Porositas agak porous dan porous (37,84%-58,07%) serta permeabilitas yang cepat dan sangat cepat (13,27 cm/jam – 36,10 cm/jam).

(7)

115 DAFTAR PUSTAKA

Allo M.K dan S.A. Paembonan., 2010. Dianamika Pertumbuhan Permudaan Alam Jenis Niagawi pada Logged Over Area di Sulawesi. Prosiding Hasil-Hasil Litbang Mendukung Rehabilitasi dan Konservasi Hutan Untuk Kesejahteraan Masyarakat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi. Bogor.

Allo M.K,. 2011. Distribusi, Potensi Dan Pengelolaan Eboni (Diospyros celebica Bakh). Prosiding Lokakarya Nasional ”Status Konservasi Dan Formulasi Strategi Konservasi Jenis-Jenis Pohon Yang Terancam Punah (Ulin, Eboni dan Michelia)”. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Konservasi Dan Rehabilitasi Badan Litbang Kehutanan, Bogor.

Allo M.K., 2011. Pengenalan Waktu Berbuah Eboni (Diospyros celebica Bakh) pada Beberapa Tempat Tumbuh di Sulawesi. Makalah pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan, Makassar.

Allo M.K., 2012. Corak Indah Kayu Eboni (Diospyros celebica Bakh) pada Beberapa Tempat Tumbuh di Sulawesi. Info Teknis Eboni Vol.9 No.1, Oktober 2012: 17-25. Balai Penelitian Kehutanan, Makassar.

Asrianny, dan Djuan, A., 2010. Pola Penyebaran dan Struktur Populasi Eboni (Diospyros celebica Bakh di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin, Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan. Penelitian. Buhang, A., 2009. Sifat Fisik Tanah Pada

Tegakan Agroforestri Sederhana Dan Kompleks di Kawasan Zona Penyangga Taman nasional Lore Lindu Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi. Program Studi Manajemen Hutan, Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako Palu, Sulawesi Tengah. Skripsi. (tidak dipublikasikan)

Burdiono, M., 2012. Pemanfaatan Serasah Tebu Sebagai Mulsa Terhadap Pemadatan tanah Akibat Lintasan Roda Traktor pada PG. Takalar. Program Studi Keteknikan Pertanian, Jurusan

Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Makasar. Skripsi (di publikasikan). Hanafiah, A., 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah.

PT Raja Grafido Perkasa. Jakarta. http;//dasar2ilmutanah.blogspot.com. Diakses Tanggal 1 Mei 2012.

Hardjowigeno, S., 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta

Hartati, W., 2008. Evaluasi Distribusi Hara Tanah dan Tegakan mangium, Sengon dan Leda, pada Akhir Daur Untuk Kelestarian Produksi Hutan Tanaman di UMR Gowa PT INHUTANI I Unit III Makassar. J. Hutan dan Masyarakat Vol.III No.2 III-234

Hendromono, dan Allo, M.K., 2008. Konservasi Sumberdaya Genetika Eboni Di Sulawesi Selatan(Ebony GeneticsResources Conservation In South Sulawesi). Info Hutan Vol. V No. 2 : 177-187,

Junaedi, H., 2010. Perubahan Sifat Fisika Ultisol, Akibat Konversi Hutan Menjadi Lahan Pertanian. J. Hidrolitan 1:2 ISSN 2086-4825.

Kinho, J., 2013. Mengembalikan Kejayaan Eboni Di Sulawesi Utara. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Balai Penelitian Kehutanan Manado.

Manfarizah,. Syamaun, dan Nurhaliza, S., 2011. Karakteristik Sifat Fisika Tanah di University Form Stasiun Bener Meriah. J. Agrista vol.15 No.1.

Nugroho,Y., 2009. Analisis Sifat Fisik-Kimia dan Kesuburan Tanah pada Lokasi Rencana Hutan Tanaman Industri PT Prima Multibuana. J. Hutan Tropis Borneo Vol.10 No.27.

Nur, H., 2006. Identifikasi Potensi Jenis Pohon di Kawasan Cagar Alam Gunung Sojol. PU. Fahutan Untad. (Tidak dipublikasikan).

Putra, D.A., dan Setyanto., 2012. Metode Alat Uji Permeabilitas Lapangan Untuk Jenis Tanah Lempung. J. Rekayasa Vol.16 N0.1.

Restu, M., 2006. Potensi Dan Permudaan Tegakan Alam Eboni (Diospyros Celebica Bakh.) Di Areal Hph Pt. Inhutani I Mamuju. Jurnal Perennial, 2(2) : 44-46

(8)

116 Riswan, S., 2002. Kajian Biologi Eboni (

Diospyros celebica Bakh). Berita Biologi Manajemen Eboni dalam Mendukung Keunggulan Industri Menuju Otonomisasi dan Era Pasar Bebas, Volume 6, Makassar.

Rohmat, D. dan Soekarno, I., 2006. Formulasi Efek Sifat Fisik Tanah Terhadap Permeabilitas dan Suction Head Tanah (Kajian Empirik Untuk Meningkatkan Laju Infiltrasi). J. Bionatura Vol.8 No.1.

Sampeliling, P., 2008. Fungsi dan Manfaat Cagar Alam Pangi Binangga Kabupaten Parigi Moutong. Power Point. Seksi Konservasi Wilayah 1 Balai KSDA. Sulawesi tengah.

Saribun, S.D., 2007. Pengaruh Jenis Penggunaan Lahan dan Kelas kemiringan Lereng Terhadap Bobot Isi, Porositas Total, dan Kadar Air Tanah Pada SUB-DAS Cikapundung Hulu. Fakultas Pertanian, Jurusan Ilmu Tanah, Universitas Padjadjaran Jatinangor. Skripsi (dipublikasikan)

Setyowati, D., 2007. Sifat Fisik Tanah Dan Kemampuan Tanah Meresapkan Air Pada Lahan Hutan, Sawah, dan permukiman. J.Geografi 4(2) : 114-128. Soerianegara I., 1967. Beberapa Keterangan Tentang Djenis-jenis Pohon Eboni Indonesia. Pengumuman No. 92. Lembaga Penelitian Hutan, Bogor

Suryani, I. Lopulisa, C., dan Pairunan ,A., 2010. Dinamika Sifat Fisik Tanah Pada Areal Pertanaman Kakao Akibat Alih Guna Lahan Hutan Di Kecamatan Papalang Kabupaten Mamuju. Penelitian.

Tantra, I. G. M., 1980. Flora Pohon Indonesia. Lembaga Penelitian Hutan, Bogor. Tolaka, W., 2013. Sifat Fisik Tanah Pada

Hutan Primer, Agroforestry dan Kebun Kakao di SUBDAS Wera Saluopa Desa Leboni Kecamatan Pamona Puselemba Kabupaten Poso. Jurnal Warta Rimba Vol 1, No 1 2013.

Tolla,M.E., 2004. Perencanaan Pengelolaan Cagar Alam Pangi Binangga. PU/Magang. Prodi Manajemen Hutan. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Tadulako (tidak dipublikasikan).

Ulfiyah, A.R., 2009. Kajian Tingkat Perkembangan Tanah Pada Lahan Persawahan di Desa Kaluku Tinggu Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. J. Agroland 16(1) : 45-52.

Usman dan Heroeputri., 2003. 199 Lexicon Hukum Lingkungan. E Law Indonesia. Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Sketsa pengambilan sampel tanah  Pengambilan  sampel  tanah  untuk  mengetahui  sifat  fisik  tanah  dibagi  menjadi  dua jenis yaitu:

Referensi

Dokumen terkait