• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA A. Teripang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. TINJAUAN PUSTAKA A. Teripang"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

2. TINJAUAN PUSTAKA

A. Teripang

Teripang atau yang juga disebut dengan ketimun laut, merupakan hewan tidak bertulang belakang yang termasuk dalam famili Holothuridae dan Stichopodidae. Terdapat sebanyak 2000 spesies teripang di dunia (www.gamatemas.dumei.com). Penyebaran hidup teripang sangat luas dan paling banyak ditemukan di wilayah Indo-Pasifik Barat. Panjang teripang sekitar 5-40 cm dan pada saat hidup bobotnya dapat mencapai 500 g (Wibowo et al. 1997), sedangkan menurut Bandaranayake dan Fosher (1999) panjang teripang dapat mencapai 60 cm dengan bobot 2 kg. Adapun morfologi dan anatomi teripang dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.

Teripang umumnya menempati ekosistem terumbu karang dengan perairan yang jernih, bebas dari polusi, air relatif tenang dengan mutu air cukup baik. Habitat yang ideal bagi teripang adalah air laut dengan salinitas 29-33‰ yang memiliki kisaran pH 6,5-8,5, kecerahan air 50-150 cm, kandungan oksigen terlarut 4-8 ppm dan suhu air laut 20-25ºC (Wibowo et al. 1997).

Gambar 1 Morfologi teripang (Sumber: http://www.enchantedlearning.com) Kaki tabung Tentakel Mulut yang dikelilingi Tentakel Tubuh berkulit

(2)

Gambar 2 Penampang melintang teripang (Hegner dan Engemann 1968) Klasifikasi teripang menurut Wibowo et al. (1997) dan Martoyo et al. (2000) adalah sebagai berikut:

Filum : Echinodermata Sub Filum : Echinozoa Kelas : Holothuroidea Sub Kelas : Aspichitotecea Ordo : 1. Aspidoochirota 2. Dendrochirota Famili : Aspidochirotae Genus : 1. Holothuria 2. Stichopus 3. Thelonota 4. Actinopyga 5. Muelleria

Spesies : 1. Holothuria a. H. nobilis J.

b. H. scabra J. 2. Stichopus variegatus J. 3. Thelonota ananas J. 4. Actinopyga a. A. lecanora J. b. A. miliaris c. A. Echinites 5. Muelleria lecanora

(3)

Menurut Martoyo et al. (2000) teripang yang terdapat di perairan Indonesia adalah dari genus Holothuria, Muelleria dan Stichopus. Dari ketiga genus tersebut ditemukan 23 spesies, diantaranya baru lima spesies yang sudah dimanfaatkan dan mempunyai nilai ekonomis penting, yaitu Holothuria scabra (teripang putih atau pasir), Holothuria edulis (teripang hitam), Holothuria vacabunda (teripang getah atau keling), Holothuria vatiensis (teripang merah) dan Holothuria marmorata (teripang coklat).

Teripang ditemukan dengan berbagai warna, ada yang berwarna hitam, putih, abu-abu, belang dan lain-lain. Tetapi menurut Ibrahim (2003), spesies teripang yang benar-benar asli dan bermutu tinggi serta paling berkhasiat adalah yang berwarna kuning keemasan. Di Malaysia dikenal dengan sebutan Gamat Emas (Stichopus horrens).

Teripang telah dikenal sebagai makanan yang lezat sejak beberapa ribu tahun yang lalu, terutama di Asia. Pada beberapa negara, telah ada industri pengolahan teripang, terutama di RRC. Berbeda halnya dengan sejarahnya, baru sedikit data ilmiah yang telah dikumpulkan. Hal ini dimungkinkan karena studi ilmiah di beberapa negara belum dianggap begitu penting, karena jumlah tangkapan alami cukup besar dan tidak ada ancaman terhadap kelangsungan pasokannya (Bandaranayake dan Fosher 1999).

Potensi teripang dari perikanan tangkap di Indonesia cukup besar, yaitu 3.517 ton pada tahun 2001 (DKP 2003). Daerah penghasil utama teripang adalah perairan pantai Sulawesi Tengah (1.134 ton) kemudian diikuti oleh perairan pantai NTT (433 ton) dan Sulawesi Selatan (327 ton). Potensi teripang di Indonesia selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

(4)

Tabel 1 Produksi teripang di Indonesia pada tahun 2001*

Daerah Jumlah (Ton)

Sumatera Utara 42 Sumatera Barat 68 Bengkulu 75 Bangka Belitung 202 Jawa Timur 3 NTB 79 NTT 433 Kalimantan Timur 53 Sulawesi Selatan 327 Sulawesi Tenggara 304 Sulawesi Utara 54 Sulawesi Tengah 1.134 Maluku 205 Maluku Utara 233 Papua 305 Jumlah 3.517 * DKP 2003

Sejak dasawarsa terakhir produksi teripang di Indonesia cenderung meningkat dengan rata-rata peningkatan pada tahun 2000-2001 sebesar 5,06% (DKP 2003). Perkembangan produksi teripang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perkembangan produksi teripang di Indonesia*

Tahun Jumlah (Ton)

1991 2.465 1992 2.113 1993 2.364 1994 3.132 1995 2.562 1996 2.442 1997 3.138 1998 3.058 1999 2.617 2000 3.041 2001 3.517 * DKP 2003

Saat ini perdagangan teripang telah meluas, terutama di Hongkong dan Singapura, yang merupakan dua negara pusat perdagangan ekspor teripang dunia. Teripang kering telah diolah dan diperdagangkan di USA, Kanada, Eropa, Taiwan, Republik Korea, China, Australia, Malaysia, Thailand dan beberapa negara lain. Pada tahun 1994, Indonesia mengekspor teripang ke Malaysia senilai 732.612 RM. Pada waktu yang sama Indonesia juga mengekspor ke

(5)

China yang dapat memenuhi 37% kebutuhan teripang China (Baine dan Forbes 1997).

Teripang adalah hewan detritus yaitu makan secara menyapu pasir ke dalam mulut. Pergerakan teripang yang lambat menyebabkannya perlu mempunyai mekanisme pertahanan tubuh yang efisien, yaitu mengeluarkan holothurin yang toksik dan dapat melumpuhkan hewan kecil. Holothurin dikeluarkan oleh kelenjar khusus yang disebut sebagai kuvier (Michael 2003). Penelitian tentang holothurin telah dimulai sejak awal tahun 1920an dan mulai intensif pada tahun 1950an. Salah satu jenis holothurin utama dari teripang yang berkhasiat dalam penyembuhan luka, perawatan sehabis bersalin dan sebagai antifungi adalah saponin (www.gamatemas.dumei.com).

Bahan bioaktif di dalam teripang juga dikenal sebagai antioksidan yang membantu mengurangi kerusakan sel dan jaringan tubuh. Kandungan antibakteri dan antifungi teripang dapat meningkatkan kemampuannya untuk tujuan perawatan kulit. Teripang juga diketahui mempunyai efek antinosiseptif (penahan sakit) dan anti-inflamasi (melawan radang dan mengurangi pembengkakan) (Wibowo et al. 1997). Penelitian yang telah dilakukan di beberapa daerah terutama di Malaysia terhadap penduduk di Kudat, Semporna, Setiu, Kuantan, Pekan dan Pulau Pangkor membuktikan khasiat teripang sebagai agen anti-hipertensi (www.gamatemas.dumei.com).

Kaswandi et al. (2000) dan Lian et al. (2000) melaporkan bahan aktif yang dihasilkan oleh Holothuria sp. sebagai antibakteri dan antifungi. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa bahan aktif dari teripang Holothuria tubolosa tersebut dapat menghambat pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Disamping mengandung antibakteri, teripang juga dilaporkan mengandung berbagai asam lemak tak jenuh seperti linoleat, oleat, eikosa pentaenoat (EPA), dan docosaheksaenoat (DHA) (Fredalina et al. 1999). Beberapa kajian juga menunjukkan potensi teripang sebagai anti-tumor dan memberi khasiat positif terhadap penyakit AIDS (Scheuer 1995; http://cybermed.cbn.net.id).

Cairan dan tubuh teripang mengandung protein lebih dari 44%, karbohidrat antara 3-5% dan lemak 1,5% (Ibrahim 2003), sedangkan Dharmananda (1998) menyebutkan kandungan protein teripang sebesar 55%. Menurut Martoyo et al. (2000) kandungan gizi teripang kering adalah protein 82%, lemak 1,7%, air 8,9%, abu 8,6% dan karbohidrat 4,8%.

(6)

Komponen-komponen lain yang dikandung teripang adalah asam amino esensial, kolagen, vitamin E, zat-zat mineral seperti khromium, ferum, kadmium, mangan, nikel, kobalt dan seng. Kandungan asam lemak penting seperti EPA dan DHA turut memainkan peranan penting sebagai agen penyembuh luka dan antithrombotik yaitu untuk mengurangi pembekuan darah di dalam saluran darah. Hal ini dapat mengurangi resiko penyakit stroke dan jantung. Kedua asam di atas juga dapat membantu memperlambat proses degenerasi sel disamping juga memperlambat proses penuaan (www.gamatemas.dumei.com). Saat ini telah terdapat sembilan paten berkaitan dengan bahan alami dari teripang seperti disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Paten bahan alami dari teripang*

No. Paten Tanggal Judul

US05519010 12/05/1996 Sulfated polysaccharide, pharmaceutically acceptable salt thereof, process for preparing same and medicament containing same as effective component

US05770205 23/06/1998 Tissue fractions of sea cucumber for the treatment of inflammation

US05876762 02/03/1999 Process for obtaining medically active fractions from sea cucumbers

US05985330 16/11/1999 Inhibition of angiogenesis by sea cucumber fractions US05989592 23/11/1999 Inhibition of complement pathway by sea cucumber

fractions

US05888514 30/03/1999 Natural composition for treating bone or joint inflammation

US06055936 02/05/2000 Sea cucumber carotenoid lipid fractions and process US06399105 04/06/2002 Sea cucumber carotenoid lipid fraction products and

methods of use

US06541519 01/04/2003 Methods and compositions for treating lipoxygenase-mediated disease states: Purification of sea cucumber derived 12-MTA

(7)

B. Hormon Steroid

Hormon adalah senyawa biologis aktif, bekerja dalam konsentrasi yang kecil, yang dibentuk dalam jaringan atau organ tertentu dari organisme hewan dan manusia, melalui aliran darah mencapai organ sasaran dan memperlihatkan kerja spesifik (Schunack et al. 1990). Hormon juga merupakan senyawa yang secara normal dikeluarkan oleh kelenjar endokrin atau jaringan tubuh dan dilepaskan ke peredaran darah, menuju jaringan sasaran, berinteraksi secara selektif dengan reseptor khas dan menunjukkan efek biologis (Siswandono dan Soekardjo 1995).

Secara kimiawi hormon dapat digolongkan menjadi tiga kelompok berdasarkan bahan pembentuknya (Siswandono dan Soekardjo 1995), sebagai berikut:

1. Hormon peptida: mempunyai residu asam amino 3-200, meliputi semua hormon hypothalamus dan pituitary, insulin dan glukagon pada pankreas 2. Hormon amina: kecil, dapat larut dalam air, mengandung grup amina,

meliputi adrenalin pada medulla adrenal dan hormon tiroid

3. Hormon steroid: dapat larut dalam minyak, meliputi hormon adrenal cortical, androgen (hormon seks jantan) dan estrogen (hormon seks betina)

Steroid merupakan hormon turunan kolesterol yang mengandung 27 atom karbon dan dihasilkan oleh testis, ovarium, korteks adrenalis dan placenta. Steroid mempunyai bobot molekul sekitar 300 Da (Bischof dan Islami 2003). Hormon steroid dibagi dalam tiga kelompok di bawah ini (Nogrady 1992).

1. Estrogen; merupakan hormon kelamin betina, diproduksi oleh ovarium, plasenta dan korteks adrenalis. Terdapat tiga tipe hormon dalam kelompok ini, yaitu estron, estradiol dan estriol.

2. Progesteron (Gestagen); merupakan hormon kelamin betina yang menjaga kehamilan, diproduksi oleh korpus luteum dan plasenta.

3. Testosteron; merupakan hormon kelamin jantan, diproduksi oleh testis, dan dalam jumlah yang lebih kecil oleh korteks adrenalis dan ovarium

Hormon steroid merupakan turunan kolesterol, dengan struktur inti berupa cincin siklopentana dengan nama perhydrocyclopentanophenanthrene (Gambar 3) (Dorfman dan Ungar 1965, Litwack dan Schmidt 2002).

(8)

Gambar 3 Kerangka inti steroid (cyclopentanoperhydrophenanthrene) (Turner dan Bagnara 1976; Litwack dan Schmidt 2002)

Hormon steroid dibentuk dari jaringan tertentu di dalam tubuh dan dibagi ke dalam dua kelas yaitu hormon adrenal dan hormon seks (testosteron, esterogen dan progesteron) (Litwack dan Schmidt 2002). Hormon steroid memiliki molekul yang berukuran kecil sehingga dapat masuk ke seluruh sel, tetapi hanya sel-sel sasaran yang memiliki reseptor khusus yang dapat mengikat hormon, yang selanjutnya akan terjadi sintesis protein baru. Beberapa jenis hormon steroid pada manusia dapat dilihat pada Tabel 4.

Respon biologis dari suatu organ target terhadap suatu hormon ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya konsentrasi hormon, konsentrasi reseptor dan afinitas dari interaksi hormon reseptor. Fungsi dari reseptor adalah untuk mengenal suatu hormon tertentu di antara banyak molekul yang ditemukan dalam waktu tertentu dan setelah berikatan dengan hormonnya akan memberikan tanda-tanda yang dihasilkan oleh suatu respon biologis. Umumnya hormon ada dalam sirkulasi darah dengan konsentrasi yang sangat rendah (Schunack et al. 1990).

Fungsi androgen adalah menstimulasi tahap akhir dari proses spermatogenesis, juga meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas ekskresi dari organ kelamin pelengkap, pemeliharaan dan kelamin sekunder dan sexual behaviour. Hormon steroid androgen dihasilkan oleh testis dan berfungsi dalam maskulinisasi atau pertahanan (Ganong 1995).

(9)

Tabel 4 Hormon steroid pada manusia*

Hormon Sekresi dari Tanda

sekresia

Fungsi

Progesteron Corpus luteum LH Pemeliharaan endometrium (dengan estradiol);

diferensiasi kelenjar susu 17ß-Estradiol Folikel ovarium;

Corpus luteum; Sel Sertoli

FSH Wanita: Pengaturan sekresi gonadotropin pada siklus ovari; pemeliharaan endometrium (dengan progesteron); diferensiasi kelenjar susu.

Pria: Inhibitor umpan negatif dari sintesis testosteron oleh sel Leydig

Testosteron Sel Leydig testis; kelenjar adrenal, Ovarium

LH Pria: Setelah dikonversi menjadi dihydrotestosterone (DHT), produksi protein sperma dalam sel Sertoli; karakteristik kelamin sekunder

Dehydro- epiandros-terone

Sel retikularis ACTH Pertahanan tubuh; androgen lemah; dapat diubah menjadi estrogen; pengaturan koenzim NAD+

Cortisol Sel fasciculata ACTH Adaptasi terhadap stress dengan ekspresi fenotipik seluler; peningkatan glikogen hati; pada dosis tinggi dapat membunuh sel T tertentu; meningkatkan tekanan darah Aldosteron Sel glomeru-losa dari

korteks adrenal Angiotensin II/III Pengambilan ion natrium melalui saluran penghubung; selama stress konsentrasinya lebih tinggi; meningkatkan tekanan darah; meningkatkan volume cairan

1,25- Dihydroxy-vitamin D3

Vitamin D meningkat setelah iradiasi pada sel kulit dan

kemudian terbentuk hidroksilasi dalam hati dan ginjal, sehingga ada dalam bentuk hormon aktif

PTH Memfasilitasi absorpsi Ca2+ dan fosfat oleh sel epitel usus; mempengaruhi protein pengikat kalsium intraseluler

* Litwack dan Schmidt (2002)

a LH: luteinizing hormone; FSH: follicle-stimulating hormone; ACTH: adrenocorticotropic

(10)

Androgen ada yang terbentuk secara alami seperti testosteron, 11α-ketotestosteron serta dihydrotestosteron dan ada pula yang disintesis seperti 17α-metiltestosteron dan testosteron propionate. Menurut (Schunack et al. 1990), hormon androgen terdiri dari androstanedion, androstenedion, androstenediol dan trans-hidrosterin.

Testosteron dalam kelas steroid dikenal sebagai androgen. Dalam sirkulasi darah, testosteron berikatan dengan α-globulin untuk ditransformasikan, 77-99% dari testosteron yang bersirkulasi terikat dengan globuli proteinnya, sisa testosteron yang bebas dapat memasuki sel target dimana suatu enzim dalam sitoplasma dapat merubah testosteron menjadi dihydrotestosteron yang seterusnya dapat bereaksi dengan reseptor pada inti. Kompleks hormon-reseptor memasuki inti sel dan menstimulasi sintesis RNA, akhirnya meningkatkan biosintesis protein (Schunack et al. 1990).

Sebagai hormon steroid, testosteron merupakan hormon yang bersifat anabolik dan androgenik. Dari kedua sifat itu yang lebih menonjol adalah sifat androgenik karena sangat berpengaruh pada pertumbuhan organ reproduksi, organ seksual sekunder dan kelenjar aksesoris kelamin, sedangkan untuk sifat anabolik, berpengaruh pada pertumbuhan jaringan dan sel-sel seperti otot, eritrosit serta pertumbuhan tulang (Rath et al. 1996).

Testosteron disintesis dari prekursor utamanya yaitu kolesterol (Gambar 4). Pada tahap awal kolesterol dikonversi menjadi Δ5-Pregnenolon, yang

merupakan senyawa antara dalam sintesis semua hormon steroid. Δ5

-Pregnenolon ini dapat diubah langsung menjadi progesteron atau menjadi 17ß-estradiol dengan dehydroepiandrosterone sebagai perantara. Selanjutnya progesteron diubah menjadi testosteron, yang merupakan produk utama sekresi sel Leydig pada testis dan mengalami konversi menjadi dihydrotestosterone sebelum terikat oleh reseptor androgen (Litwack dan Schmidt 2002). Konversi kolesterol menjadi hormon kelamin selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.

(11)

Gambar 4 Struktur kolesterol (A) dan hormon kelamin, B. Testosteron, C. Estron, D. Estradiol dan E. Estriol (Montgomery et al. 1993)

A

B

C

(12)

Gambar 5 Konversi kolesterol menjadi hormon kelamin (Litwack dan Schmidt 2002)

Sintesis testosteron pada tubuh hewan jantan terjadi dalam suatu jaringan yang merespon androgen sehingga terbentuk metabolit androgenik yang berperan dalam pengaturan tanda-tanda seks sekunder. Dalam hal ini, hipofisa anterior mensekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) dimana LH mengatur aktivitas sel-sel leydig testis dalam memproduksi testosteron, sementara FSH merangsang spermatogenesis di dalam tubuli seminiferi. Proses ini terjadi pada pejantan yang telah mencapai kematangan seksual (Litwack dan Schmidt 2002).

C. Ekstraksi Steroid

Ekstraksi adalah pemisahan suatu komponen dengan menggunakan pelarut (Austin 1986 seperti dikutip Heryani 2002). Ekstraksi dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu dengan metode maserasi, refluks (soxhlet) dan perkolasi. Pada metode maserasi bahan didiamkan pada suhu rendah, sedangkan pada metode refluks bahan dilarutkan dengan pelarut dan menggunakan suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar.

Kolesterol (C-27)

Δ5-Pregnenolon (C-21) Dehydroepiandrosterone (DHEA)

Progesteron (C-21)

Testosteron (C-19)

Dihydrotestosterone

(13)

Pelarut yang digunakan pada ekstraksi tergantung dari sifat komponen yang akan diisolasi. Salah satu sifat yang penting dalam pemilihan pelarut adalah sifat polaritas bahan. Polaritas bahan harus sama dengan polaritas pelarut agar bahan dapat larut pada pelarut yang digunakan. Ada tiga jenis pelarut yaitu pelarut polar (metanol, etanol dan air), pelarut semi polar (kloroform, dietil eter dan etil asetat) dan pelarut non polar (heksan, sikloheksan dan toluen) (Houghton dan Raman 1998).

Beberapa penelitian telah berhasil mengekstraksi senyawa steroid dari senyawa alam dengan metode yang berbeda. Metode yang digunakan Touchtone dan Kasparow yang dikutip Riris (1994), berhasil diterapkan untuk mengekstraksi steroid dari kerang hijau (Riris 1994), lintah laut Discodoris sp (Ibrahim 2001), dan lintah laut Eunice siciliensis (Alwir 2001), sedangkan metode yang digunakan oleh Bahti et al. (1985) untuk mengekstraksi steroid dari daun kamboja juga telah berhasil diterapkan untuk mengekstraksi steroid dari tabat barito dengan beberapa modifikasi (Heryani 2002). Pada metode yang digunakan oleh Touchtone dan Kasparow (1970) dalam Riris (1994), pelarut yang digunakan adalah aseton dengan cara maserasi, sedangkan pada metode yang digunakan oleh Bahti et al. (1985), pelarut yang digunakan adalah metanol dengan menggunakan soxhlet.

Metode yang digunakan oleh Stonik et al. (1998) dan Ponomarenko et al. (2001) pada ekstraksi sterol bebas dari teripang, pelarut yang digunakan adalah etanol dengan cara maserasi pada suhu ruang, kemudian dilanjutkan dengan kloroform menggunakan soxhlet. Ekstraksi berikutnya menggunakan aseton sebagai pelarut. Metode ekstraksi yang lain untuk mengisolasi steroid dari teripang adalah menggunakan metanol pada suhu ruang (Moraes et al. 2004), D. Teknologi Membran

Membran adalah suatu selaput semipermeabel yang berupa lapisan tipis, dapat memisahkan dua fasa dengan menahan komponen tertentu dan melewatkan komponen lainnya melalui pori-pori (Osada dan Nakagawa 1992). Dalam teknologi pemisahan, membran adalah bahan yang dapat memisahkan dua komponen dengan cara yang spesifik yaitu menahan atau melewatkan salah satu komponen lebih cepat dari komponen lainnya (Wenten 1999).

(14)

Membran dapat diklasifikasikan berdasarkan material asal, morfologi, bentuk dan fungsinya (Wenten 1999). Berdasarkan material asal, membran dibedakan menjadi dua golongan, yaitu membran alamiah dan membran sintetis. Membran alamiah merupakan membran yang terdapat pada sel tumbuhan, hewan dan manusia. Membran ini memiliki perbedaan dasar dalam struktur dan fungsi dari membran sintetis. Membran ini berfungsi untuk melindungi isi sel dari pengaruh luar dan membantu proses metabolisme organisme dengan sifat permeabelnya.

Membran sintetis merupakan membran yang dibuat sesuai dengan kebutuhan dan sifatnya disesuaikan dengan membran alamiah. Membran sintetis dibagi lagi menjadi membran organik dan membran anorganik. Membran sintetis ada yang terbuat dari polimer seperti selulosa asetat, selulosa triasetat, polipropilen, polietilen, poliamida, polisulfon, polietersulfon, juga ada yang terbuat dari keramik, gelas dan logam (Wenten 1999).

Berdasarkan morfologinya, membran dibagi menjadi dua golongan, yaitu membran asimetrik dan simetrik (Wenten 1999). Membran asimetrik merupakan suatu membran yang struktur porinya tidak seragam. Membran dengan struktur asimetrik memiliki dua lapisan yaitu: (1) lapisan penyangga atau pendukung yang memiliki ketebalan sebesar 20-100 um dan memiliki rongga pori yang makin ke bawah makin besar, (2) lapisan aktif memiliki ketebalan 0,2-1,0 µm, ukuran pori 1,0-10 µm dan memiliki pori yang rapat serta lapisan ini mengadakan kontak langsung dengan larutan. Membran asimetrik dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu membran inverse fasa dan membran komposit. Kedua membran di atas memiliki perbedaan pada jumlah membrannya, dimana membran inverse fasa terdiri dari satu jenis membran sedangkan membran komposit terdiri dari dua jenis membran dengan perbandingan tertentu.

Membran simetrik merupakan suatu membran yang memiliki struktur pori yang seragam. Pembuatan membran dilakukan pada ruangan tertutup dan jenuh dengan non pelarut. Agar konsentrasi pelarut dapat berlangsung tetap maka penambahan non pelarut dilakukan selambat mungkin sehingga struktur membran yang diperoleh memiliki keseragaman dan homogen (Wenten 1999).

Berdasarkan bentuknya, membran dibagi menjadi dua golongan, yaitu membran datar dan tubular (www.osmonics.com). Membran datar memiliki bentuk melebar dan penampang lintang yang besar. Beberapa macam membran datar, antara lain: (1) membran datar yang terdiri dari satu lembar, (2) membran datar bersusun, terdiri dari beberapa lembar yang disusun bertingkat dengan menempatkan pemisah di antara dua membran yang berdekatan, dan (3)

(15)

membran spiral bergulung, yaitu membran yang disusun bertingkat dan digulung dengan pipa sentral membentuk spiral. Membran tubular terdiri dari tiga macam, yaitu: (1) membran serat berongga (diameter < 0,5 mm), (2) membran kapiler (diameter 0,5-5,0 mm), dan (3) membran tubular (diameter > 5 mm). Berdasarkan fungsinya membran dibedakan seperti dijelaskan di bawah ini (www.osmonics.com).

1) Membran mikrofiltrasi, dimana proses pemisahan antar partikel (bakteri dan ragi) dan berfungsi untuk menyaring makromolekul > 500,000 g/mol atau partikel berukuran 0,1-10 µm. Tekanan yang digunakan 0,5-2 atm. Tekanan osmotik diabaikan dan tidak memperhitungkan adanya polarisasi konsentrasi. Membran ini memiliki struktur simetrik dan asimetrik.

2) Membran ultrafiltrasi, yaitu proses pemisahan antar molekul dan berfungsi untuk menyaring makromolekul > 5000 g/mol atau partikel berukuran 0.001-0.1 µm. Tekanan yang digunakan 1,0-3,0 atm. Tekanan osmotik diabaikan dan tidak memperhitungkan adanya polarisasi konsentrasi. Membran di atas memiliki struktur asimetrik.

3) Membran nanofiltrasi, mempunyai ukuran pori sekitar 1 nm. Banyak diterapkan pada pemisahan garam dari air dan fraksinasi garam dan molekul yang kecil di berbagai industri. Selektif untuk partikel dengan bobot molekul 200-1000 Da.

4) Membran osmosa balik (reverse osmosis/RO), berfungsi untuk menyaring garam-garam organik > 50 g/mol atau partikel berukuran 0,0001-0,001 µm. Tekanan yang digunakan adalah antara 8,0-12,0 atm.

5) Membran dialisis, berfungsi untuk memisahkan larutan koloid yang mengandung elektrolit dengan bobot molekul kecil. Zat terlarut pada larutan yang konsentrasinya tinggi akan menembus membran kearah larutan yang konsentrasinya rendah.

6) Membran elektrodialisis, berfungsi untuk memisahkan larutan dengan membran melalui pemberian muatan listrik, atau gaya gerak listrik sebagai pendorong.

2) Filtrasi Membran

Filtrasi adalah pemisahan material dengan mengalirkan umpan melalui suatu membran dimana molekul yang lebih besar akan tertahan pada permukaan membran. Proses filtrasi merupakan proses pemisahan dua atau lebih komponen dalam suatu aliran fluida. Proses ini digunakan untuk memisahkan padatan,

(16)

cairan. Proses filtrasi dengan menggunakan membran sering digunakan untuk memisahkan padatan yang tidak terlarut dalam produk cair.

Proses filtrasi diklasifikasikan berdasarkan ukuran molekul dari komponen yang tertahan oleh media filter. Filtrasi dibagi menjadi dua bagian yaitu filtrasi partikel konvensional (dead-end filtration) dan proses filtrasi membran (cross-flow filtration) (Eykamp 1997). Pemisahan partikel besar yang tersuspensi berukuran lebih dari 10 μm dapat menggunakan filtrasi partikel konvensional, sedangkan untuk memisahkan zat berukuran kurang dari 10 μm menggunakan filtrasi membran (Wenten 1999).

Wenten (1999) menyatakan bahwa terdapat beberapa perbedaan antara filtrasi partikel konvensional dan filtrasi membran, sebagai berikut:

1) Media filtrasi yang digunakan pada proses konvensional berstruktur terbuka dan tebal, sedangkan pada membran tergantung ukuran pori dan tipis

2) Tekanan filtrasi membran yang digunakan adalah daya pendorong untuk pemisahan dan pada filtrasi konvensional tekanan digunakan untuk mempercepat proses

3) Desain proses. Aliran umpan pada filtrasi konvensional tegak lurus media penyaring dan dilakukan pada sistem terbuka, sedangkan filtrasi membran menggunakan desain silang atau aliran tangensial dan dilakukan pada sistem tertutup.

4) Derajat pemisahan. Pada filtrasi konvensional, material yang tersuspensi dapat dipisahkan secara sempurna dari cairan. Filtrasi membran hanya dapat memekatkan material yang tertahan dalam jumlah kecil terhadap cairan semula.

E. Teknologi Membran pada Filtrasi Steroid

Teknologi membran telah digunakan dalam proses penanganan air limbah yang mengandung hormon steroid. Hasil penelitian Nghiem et al. (2002) dan Schaefer et al. (2003) menunjukkan bahwa membran nanofiltrasi dan RO dapat digunakan untuk memisahkan estron dari air limbah.

Pada penanganan air limbah secara konvensional masih dihasilkan air yang mengandung estrogen. Konsentrasi steroid estrogen yang terdapat pada

(17)

air olahan (secondary effluent) ini masih cukup berbahaya bagi organisme perairan, khususnya ikan (Johnson dan Sumpter 2001 yang dikutip Nghiem et al. 2002). Steroid yang terdapat pada air limbah tersebut berasal dari air limbah rumah sakit dan air limbah rumah tangga. Steroid pada air limbah ini umumnya disebut endocrine disrupters, karena steroid tersebut dapat masuk dalam sistem endokrin dan menyerupai hormon, sehingga dapat memicu atau menghambat reseptor. Hal ini dapat mengganggu respon hormon pada manusia dan hewan (Nghiem et al. 2002). Oleh karena itu, diperlukan teknologi yang lebih baik untuk memenuhi persyaratan yang ketat dalam penanganan air limbah, seperti penggunaan membran nanofiltrasi dan RO untuk menghilangkan steroid estrogen dari air limbah.

F. Ayam sebagai Hewan Percobaan

Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dimanfaatkan sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik (Malole dan Pramono 1989). Ayam merupakan salah satu hewan yang sering digunakan dalam percobaan aprodisiaka. Ha lini disebabkan ayam jantan memberikan respon yang sangat cepat terhadap perlakuan hormon testosteron, selain itu ayam juga merupakan hewan yang cepat berkembang, mudah dipelihara dalam jumlah banyak serta sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik.

Pubertas atau dewasa kelamin merupakan suatu periode dalam kehidupan makhluk jantan dan betina, dimana proses-proses reproduksi mulai berlangsung (Hafez 1992). Periode tersebut ditandai dengan kemampuan hewan untuk memproduksi benih pertama kali dan kemampuan untuk melakukan perkembangbiakan.

Birahi merupakan kegiatan fisiologis pada hewan yang dimanifestasikan dengan munculnya gejala keinginan untuk melakukan aktivitas kawin. Pada hewan betina, pada kondisi birahi, folikel akan tumbuh dan berkembang menjadi folikel de Graf dan ovum mengalami perubahan-perubahan ke arah pematangan. Estradiol yang dihasilkan oleh folikel tersebut menyebabkan perubahan pada saluran reproduksi (Tolihere 1981).

Pada hewan jantan kondisi birahi dipengaruhi oleh hormon jantan atau androgen terutama testosteron. Hormon tersebut dihasilkan oleh organ kelamin

(18)

tubulus seminiferus dan sel-sel interstitial seperti sel Leydig. Sel Leydig berperan dalam biosintesa hormon testosteron, sehingga memungkinkan berlangsungnya proses spermatogenesis di dalam testis (Turner dan Bagnara 1976).

Hormon testosteron dapat menginduksi peningkatan anabolisme protein pada jaringan tubuh. Selain mempengaruhi kondisi birahi, jika plasma testosteron cukup dalam tubuh, maka daya retensi nitrogen sebagai protein tetap berlangsung sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan bobot organ tubuh (McDonald 1980). Hasil penelitian Riani (1990) menunjukkan bahwa pemberian hormon metil testosteron dan ekstrak gonad jantan ikan mas pada anak ayam jantan yang berusia tujuh hari, memperlihatkan munculnya ciri-ciri seksual sekunder yang sangat dini, berupa munculnya jengger, munculnya taji pada kaki serta munculnya sifat-sifat kejantanan seperti suara berkokok dan munculnya keinginan untuk berlaga.

G. Aprodisiaka

Aprodisiaka (aphrodisiac) berasal dari bahasa Yunani, Aphrodite yaitu salah satu nama dewa dalam kepercayaan Yunani, Dewi Cinta. Aprodisiaka adalah bahan, baik berupa obat ataupun makanan yang dapat meningkatkan gairah seksual atau merangsang libido (Wikipedia 2004). Walker dalam Smith (2006) menyebut makanan sehat yang dapat meningkatkan libido di atas dengan ‘nutridisiac’.

Aprodisiaka dalam tubuh dapat menyebabkan pelebaran pembuluh darah atau bersifat vasodilator, sehingga terjadi pembendungan darah yang menyebabkan rangsangan lebih baik. Testosteron sebagai hormon steroid dapat dijadikan bahan aktif aprodisiaka pada laki-laki. Di dalam tubuh manusia, hormon steroid tersebut selain mengatur pertumbuhan organ kelamin juga dapat meningkatkan libido.

Schoeder et al. (2003) menyatakan bahwa pemberian hormon jantan atau androgen yaitu testosteron juga dapat meningkatkan kekuatan dan massa otot. Kadar testosteron dalam tubuh menurun seiring dengan pertambahan usia. Pemberian testosteron pada laki-laki lanjut usia juga dapat meningkatkan kekuatan otot, hal ini karena pemberian testosteron dapat meningkatkan sintesis protein otot rangka (Urban et al. 1995).

Saat ini telah dikenal beberapa sumber penghasil senyawa alami yang dapat dijadikan sebagai aprodisiaka, baik dari tumbuhan maupun hewan seperti ginseng dan kuda laut. Ginseng merupakan salah satu tumbuhan yang sejak

(19)

lebih dari 2000 tahun digunakan dalam pengobatan Cina. Selain dimanfaatkan sebagai tonik, komponen aktif ginseng juga bermanfaat sebagai antikanker, anti-aging, dan anti-stress. Hal ini karena ginseng mengandung ginsenoside, polisakarida, peptida, polyacetylenic alcohol dan asam lemak (Gillis 1997 yang dikutip Lee et al. 2003).

Selain tanaman obat, beberapa hewan laut juga digunakan sebagai aprodisiaka, diantaranya adalah kuda laut dan kerang. Minyak kura-kura atau yang biasa disebut minyak bulus juga dapat digunakan sebagai aprodisiaka (Hilterman dan Goverse 2005).

Gambar

Gambar 1  Morfologi teripang (Sumber: http://www.enchantedlearning.com) Kaki tabungTentakel Mulut yang dikelilingi Tentakel Tubuh berkulit
Tabel 1  Produksi teripang di Indonesia pada tahun 2001*
Tabel 4  Hormon steroid pada manusia*
Gambar 4  Struktur kolesterol (A) dan hormon kelamin, B. Testosteron, C. Estron,  D. Estradiol dan E
+2

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya, dalam Pasal 1 angka 21 Perda Kabupaten Brebes Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Brebes Tahun 2010–2030 telah dijelaskan

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dijelaskan bahwa implementasi adalah tindakan yang dilakukan oleh individu dalam hal ini adala guru pendidikan pancasila dan

Diperkenalkan pada pertengahan tahun 1950-an, memiliki spektrum antimikroba yang sangat luas dan efektif pada bakteri gram positif dan negatif. Klorheksidin glukonat

Metode Latihan Terbimbing adalah suatu cara mengajar di mana siswa melaksanakan kegiatan-kegiatan di bawah bimbingan guru agar siswa memiliki ketangkasan atau