• Tidak ada hasil yang ditemukan

Refrat Opioid Hery

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Refrat Opioid Hery"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Analg

Analgetik adalah etik adalah suatu senyawa atau suatu senyawa atau obat yang obat yang diperdipergunakgunakan an untuk untuk  mengurangi rasa sakit atau nyeri. Nyeri timbul akibat oleh berbagai rangsangan mengurangi rasa sakit atau nyeri. Nyeri timbul akibat oleh berbagai rangsangan  pada

 pada tubuh tubuh misalnya misalnya rangsangan rangsangan mekanis, mekanis, kimiawi kimiawi dan dan fisis fisis sehinggasehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan yang memicu pelepasan mediator nyeri menimbulkan kerusakan pada jaringan yang memicu pelepasan mediator nyeri seperti bradikinin dan prostaglandin yang akhirnya mengaktivasi reseptor nyeri di seperti bradikinin dan prostaglandin yang akhirnya mengaktivasi reseptor nyeri di saraf perifer dan diteruskan ke otak. Secara umum analgetik dibagi dalam dua saraf perifer dan diteruskan ke otak. Secara umum analgetik dibagi dalam dua golongan, yaitu analgetik non narkotik dan analgetik

golongan, yaitu analgetik non narkotik dan analgetik narkotik (opioid).narkotik (opioid).11

Analgetik narkotik (opioid) merupakan kelompok obat yang memiliki sifat Analgetik narkotik (opioid) merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium. Meskipun mempelihatkan berbagai efek farmakologik yang lain, seperti opium. Meskipun mempelihatkan berbagai efek farmakologik yang lain, golongan obat ini digunakan terutama untuk meredakan atau menghilangkan rasa golongan obat ini digunakan terutama untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyer

nyeri. i. OpiouOpioum m yang berasal dari yang berasal dari getahgetah Papaver  Papaver somniferumsomniferum mengandung sekitar mengandung sekitar  20 jenis alkaloid diantaranya morfin, kodein, tebain, papaverin. Analgetik opioid 20 jenis alkaloid diantaranya morfin, kodein, tebain, papaverin. Analgetik opioid terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri meskipun juga terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri meskipun juga memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik yang lain.

memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik yang lain.11

Opiat atau yang dikenal sebagai narkotik adalah bahan yang digunakan untuk  Opiat atau yang dikenal sebagai narkotik adalah bahan yang digunakan untuk  men

meniduidurkarkan n ataatau u melmelegaegakan kan rasa rasa sakisakit, t, tettetapi api memmempunpunyayai i potpotensensi i yayang ng tintinggiggi untuk menyebabkan ketagihan. Sebagian dari opiat ,seperti candu,morfin,heroin untuk menyebabkan ketagihan. Sebagian dari opiat ,seperti candu,morfin,heroin dan kodein diperoleh dari getah buah popi yang terdapat atau berasal dari dan kodein diperoleh dari getah buah popi yang terdapat atau berasal dari negara-negara Timur Tengah dan Asia.

negara Timur Tengah dan Asia.11

Pengar

Pengaruh uh dari berbagai dari berbagai obat golongan opioid sering obat golongan opioid sering dibandibandingkdingkan an dengadengann morfin, dan tidak semua obat golongan opioid dipasarkan di Indonesia. Akan morfin, dan tidak semua obat golongan opioid dipasarkan di Indonesia. Akan te

tetatapi pi dedengngan an sesedidiaaaan n yyanang g susudadah h adada a kikiraranynya a pepenanangnggagananan n nynyereri i yyanangg membutuhkan obat opioid dapat dilakukan. Terbatasnya peredaran obat tersebut membutuhkan obat opioid dapat dilakukan. Terbatasnya peredaran obat tersebut tidak terlepas pada kekhawatiran terjadinya penyalahgunaan obat.

(2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

Opioid merupakan analgesik  (analgesics) narkotik yang digunakan untuk  menghilangkan rasa sakit. Istilah ini terdiri dari:

1. Alkaloid opium dan derivate semisintetik morfin, diasetilmorfin (heroin), hidromorfin, kodein, oksikodein.

2.  Narkotik sintetik seperti levorfinol, propoksifen, metadon, petidin (meperidin) dan pentasozin.

Opioid yang paling sering digunakan (morfin, heroin, hidromorfin, metadon dan petidin). Menghasilkan efek analgesia, perubahan mood seperti (euphoria, yang dapat berubah menjadi apati atau disforia), depresi pernapasan, pusing retardasi psikomotor, bicara cadel, gangguan konsentrasi atau memori, dan gangguan penilaian realita. Dengan berlalunya waktu, morfin menyebabkan toleransi dan perubahan neuroadaptif yang bertanggung jawab terhadap hipereksitabilitas rebound jika obat dihentikan, gejala putus zat meliputi kecanduan, ansietas, disforia, menguap, berkeringat,insomnia, nausea atau muntah, nyeri otot dan demam.2

Kata “opiate” dan “opioid” berasal dari kata “opium”, jus dari bunga opium,  papaver somniferum, yang mengandung kira-kira 20 alkaloid opium, termasuk 

morfin. Sejumlah besar narkotik sintetik (opiod) telah dibuat, termasuk  meperidine (Demerol), methadone (dolophine), pentazocine (talwin), dan  procyphene (davron). Methadone adalah standar emas sekarang ini dalam  pengobatan ketergantungan opioid.3

Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid, dan kelas onat tersebut adalah naloxone (narcan), naltrexone (trexan), nalophine, levallorphan, dan apomorphine. Sejumlah  penelitian telah menemukan bahwa buprenorphine adalah suatu pengobatan yang

(3)

II.2 EPIDEMIOLOGI

Tingkat penggunaan dan ketergantungan yang berasal dari survei nasional tidak secara akurat mencerminkan fluktuasi penggunaan narkoba di antara opioid-dependent dan sebelumnya opioid tergantung populasi. Ketika pasokan heroin meningkat terlarang dalam kemurnian atau penurunan harga, menggunakan antara  populasi yang rentan cenderung meningkat, dengan peningkatan berikutnya dalam konsekuensi yang merugikan (kunjungan ruang darurat) dan permintaan untuk   pengobatan. Jumlah pengguna heroin saat ini di Amerika Serikat telah

diperkirakan antara 600.000 dan 800.000. Jumlah orang yang diperkirakan telah menggunakan heroin setiap saat dalam kehidupan mereka (pengguna seumur  hidup) diperkirakan sekitar 3 juta.3

Pada tahun 2004, diperkirakan 118.000 orang telah menggunakan heroin untuk pertama kalinya dalam 12 bulan terakhir. Rata-rata usia penggunaan  pertama di antara inisiat terbaru adalah 24,4 tahun pada tahun 2004. Tidak ada  perubahan signifikan terlihat pada jumlah inisiat atau dalam usia rata-rata  penggunaan pertama dari 2002 hingga 2004. Penggunaan opioid di Amerika Serikat mengalami kebangkitan pada 1990-an, dengan kunjungan gawat darurat  berhubungan dengan heroin penggandaan penyalahgunaan antara 1990 dan 1995. Peningkatan penggunaan heroin dikaitkan dengan peningkatan kemurnian heroin dan penurunan harga jalan kota itu. Pada akhir 1990-an, menggunakan heroin meningkat di antara orang-orang yang 18 sampai 25 tahun dan kebangkitan singkat terlihat dalam penggunaan oxycodone (OxyContin) dari sumber farmasi. Metode administrasi selain suntik, seperti merokok dan mendengus, meningkat  popularitasnya. Pada tahun 2004, jumlah pengguna nonmedis baru OxyContin adalah 615.000, dengan usia rata-rata pada penggunaan pertama dari 24,5 tahun. Data pembanding pada inisiasi tahun lalu OxyContin tidak tersedia selama  bertahun-tahun sebelumnya, tapi perkiraan tahun kalender OxyContin inisiasi menunjukkan peningkatan yang stabil dalam jumlah inisiat dari tahun 1995, tahun obat ini pertama kali tersedia, melalui 2003. Rasio laki-perempuan orang-orang dengan ketergantungan heroin adalah sekitar 3 sampai 1. Menurut DSM-IV-TR, kecenderungan untuk ketergantungan untuk mengirimkan biasanya dimulai

(4)

setelah usia 40 tahun. Menurut DSM-IV-TR, prevalensi seumur hidup untuk   penggunaan heroin adalah sekitar 1 persen, dengan 0,2 persen setelah mengambil

obat selama tahun sebelumnya.3

II.3 NEUROFARMAKOLOGI

Efek utama opiate dan opioid diperantarai melalui reseptor opiat. Reseptor U-opiat terlibat dalam pengaturan dan perantaraan analgesia, depresi pernapasan, konstipasi dan ketergantungan. Reseptor K-opiat pada analgesia, dieresis dan sedasi. Reseptor gamma opiat kemungkinan pada analgesia. Opiat dan opioid juga mempunyai efek yang signifikan pada system neurotransmitter dopaminergik dan noradrenergic.

Heroin merupakan opioid yang paling sering disalahgunakan dan lebih paten dan lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin. Karena sifat tersebut, heroin melewati sawar darah-otak lebih cepat dan mempunyai onset yang lebih cepat dibandingkan morfin. 3

II.4 ETIOLOGI

1. Faktor sosial dan kultural

Ketergantungan opioid tidak terbatas pada kelas sosioekonomi rendah, walaupun insidensi ketergantungan opioid adalah lebih tinggi pada kelompok  tersebut dibandingkan kelas sosioekonomi yang lebih tinggi. Berbagai factor  social yang berhubungan dengan kemiskinan perkotaan kemungkinan  berperan dalam ketergantungan opioid. Kira-kira 50% pemakai heroin di  perkotaan adalah anak-anak dari orangtua tunggal atau orangtua bercerai dan dari keluarga dimana sekurang-kurangnya satu orang anggotanya memiliki gangguan berhubungan zat.

Beberapa perilaku konsisten tampaknya menonjol pada remaja dengan ketergantungan opioid. Pola tersebut telah dinamakan sindrom perilaku heroin (heroin behavior syndrome): depresi yang mendasari, sering merupakan tipe teragitasi dan seringkali disertai gejala kecemasan, impulsivitas yang diekspresikan oleh orientasi pasif-agresif, rasa takut akan kegagalan,  pemakaian heroin sebagai obat antiansietas untuk menutupi perasaan rendah

(5)

diri, ketidakberdayaan dan agresi strategi menghadapi masalah yang terbatas dan toleransi frustasi yang rendah, disertai dengan perlunya pemuasan segera. Kepekaan terhadap tersedianya obat, dengan suatu kesadaran tajam tentang hubungan antara perasaan yang baik dengan menggunakan obat. Perasaan ketidakmampuan perilaku yang diatasi oleh control sementara terhadap situasi kehidupan dengan menggunakan obat. Gangguan hubungan social dan interpersonal dengan teman sebaya yang dipertahankan oleh pengalaman  penggunaan zat bersama-sama.3

2. Komorbiditas (diagnosis ganda)

Kira-kira 90% orang dengan ketergantungan opioid mempunyai suatu diagnosis psikiatrik tambahan. Diagnosis psikiatrik komorbid yang paling sering adalah gangguan depresif beat, gangguan berhubungan alcohol, gangguan kepribadian antisocial dan gangguan kecemasan.3

3. Faktor biologis dan Genetika

Seseorang dengan gangguan berhubungan dengan opioid mungkin memiliki hipoaktifitas yang ditentukan secara genetik pada system opiat. Hipoaktivitas tersebut mungkin disebabkan oleh reseptor opiate yang terlalu sedikit atau kurang sensitive dari pada kemungkinan, mengalami pelepasan opiat endogen yang terlalu sedikit, atau mempunyai antagonis opiat endogen yang terlalu tinggi konsentrasinya.3

4. Teori Psikoanalitis

Dalam literatur psikoanalitis prilaku kecanduan narkotik digambarkan dalam istilah fiksasi libidinal, dengan regresi ketingkat perkembangan  psikoseksual pragenital, oral, atau bahkan ketingkat perkembangan  psikoseksual yang lebih lama. Perlunya menjelaskan hubungan  penyalahgunaan obat, mekanisme pertahanan, pengendalian impuls, gangguan afektif, dan mekanisme adaptif menyebabkan pergeseran dari rumusan  psikoseksual kepada rumusan yang menekankan psikologi ego. Patologi ego yang serius sering kali dipikirkan berhubungan dengan penyalahgunaan zat dan dianggap indikatif untuk gangguan perkembangan yang jelas.

(6)

II.5 DIAGNOSIS

DSM-IV TR menuliskan sejumlah gangguan berhubungan dengan opioid (table 12.10-3) tetapi mempunyai criteria spesifik hanya untuk intoksikasi opioid (table 12.10-4) dan putus opioid (table 12.10-5) di dalam bagian gangguan berhubungan dengan opioid. Kriteria diagnosis untuk gangguan  berhubungan dengan opioid lainnya dimasukkan di dalam bagian DSM-IV yang membicarakan secara spesifik gejala predominan sebagai contoh, gangguan mood akibat opioid.3

Criteria Diagnosis untuk Intoksikasi Opioid Menurut DSM-IV-TR  A. Pemakaian opioid yang belum lama.

B. Perilaku maladaptive atau erubahan sikap psokologis yang bermakna secara klinis (misalnya, euphoria awal, diikuti oleh apati, disforia, agitasi atau retardasi psikomotor, gangguan pertimbangan, atau gangguan fingsi social atau pekerjaan) yang berkembang selama, atau segera setelah pemakaian opioid.

C. Konstriksi pupil (atau dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis berat) dan satu (atau lebih) tanda berikut, yang berkembang selama. Atau segera setelah  pemakaian opioid

1) Mengantuk atau koma. 2) Bicara cadel.

3) Gangguan atensi atau daya ingat.

D. Gejala tidak karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain.

From American Psychiatric Association.  Diagnostic and Statistical Manual of Mental   Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright

(7)

Criteria Diagnosis untuk Putus Opioid Menurut DSM-IV-TR  A. Salah satu berikut ini :

1) Penghentian (atau penurunan) pemakaian opioid yang telah lama dan berat (beberapa minggu atau lebih).

2)Pemberian antagonis opioid setelah suatu periode pemakaian opioid.

B. Tiga (atau lebih) berikut ini, yang berkembang dalam beberapa menit sampai beberapa hari selama criteria A :

1). Mood disforik. 2). Mual atau muntah. 3). Nyeri otot.

4). Lakrimasi atau rinorea.

5). Dilatasi pupil, poliereksi, atau berkeringat. 6). Diare.

7). Menguap. 8). Demam. 9). Insomnia.

C. Gejala dalam criteria B menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi social, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

D. Gejala bukan karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain.

From American Psychiatric Association.  Diagnostic and Statistical Manual of Mental   Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright

2000, with permission.

Gangguan Mood Akibat Opioid

Gejala gangguan mood akibat opioid mungkin bersifat manik, depresi atau campuran, tergantung pada respon seseorang, terhadap opiat atau opioid. seseorang yang datang kepsikiatrik dengan gangguan mood akibat opioid  biasanya mempunyai gejala campuran, suatu kombinasi iritabilitas, perasaan

(8)

Gangguan Tidur akibat Opioid dan Disfungsi Seksual akibat Opioid

Hiperinsomnia kemungkinan merupakan gangguan tidur yang paling sering  pada opiat atau opioid dibandingkan insomnia. Disfungsi seksual yang paling

sering kemungkinan adalah impotensi.3

II.6 GEJALA KLINIS

Opiate dan opioid dapat digunakan peroral, dihirup intranasal, disuntikkan intravena atau disuntikkan subkutan. Opiate dan opioid adalah adiktif secara subjektif karena euforik yang tinggi (‘rush’) yang dialami oleh pemakaian opiate dan opioid, khususnya mereka yang menggunakan zat secara intavena. Gejala penyerta adalah perasaan hangat, rasa berat pada anggota gerak, mulut kering, wajah gatal (khususnya hidung), dan kemerahan pada wajah. Euphoria awal diikuti oleh suatu periode sedasi, dikenal dengan istilah jalanan sebagai “nodding off”. Untuk orang yang awam terhadap opioid, pemakaian opiate dan opioid dapat menyebabkan disforia, mual, dan muntah.3

Efek fisik dari opiate dan opioid adalah depresi pernapasan, kontriksi  pupil, kontraksi otot polos (termasuk ureter dan saluran empedu), konstipasi, dan perubahan tekanan darah, keepatan denyut jantung dan temperature tubuh. 1. Efek merugikan

Efek merugikan yang paling sering dan paling serius yang berkaitan dengan gangguan berhubungan dengan opioid adalah kemungkina transmisi hepatitis dan HIV melalui penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi oleh lebih dari satu orang.

2. Overdosis opioid

Gejala overdosis adalah hilangnya responsivitas yang nyata, koma,  pernapasan lambat, hipotermia, hipotensi dan bradikardia. Jika dihadapkan dengan trias klinis berupa koma, pupil yang kecil (pin point pupil), dan depresi pernapasan, dokter harus mempertimbangkan overdosis opiate atau opioid sebagai diagnosis utama.

Suatu antagonis opiate, naloxone dapat diberikan, 0,4 mg intavena, dosis tersebut dapat diulang 4-5 ali dalam 30-45 menit pertama.

(9)

3. Parkinsonisme akibat MPTP

Sejumlah orang mempunyai suatu sindrom parkinsonisme yang irreversible. Mekanisme efek neurotoksik adalah sebagai berikut : MPTP dikonversi menjadi 1- methyl-4-phenylpyridine (MPP+) oleh enzim

monoamine oksidase dan diambil oleh neuron dopaminergik. Karena MPP+

 berikatan dengan melanin di neuron substansi nigra, MPP+ terkonstnrasi didalam neuron tersebut dan akhirnya membunuh sel. Pemeriksaan tomografik  emisi positron (PET; position emotion tomographic) pada orang yang mengingesti MPTP tetapi tetap asimptomatik telah menunjukkan suatu  penurunan jumlah tempat ikatan dopamine di substansia nigra, jadi

mencerminkan hilangnya jumlah neuron dopaminergik didaerah tersebut. 3

II.7 SINDROM KETERGANTUNGAN

Sindrom ketergantungan merupakan sekumpulan gejala, tidak semua harus ada untuk menegakan diagnosis. Gambaran utama adalah keharusan menggunakan obat sehingga prioritasnya berubah hanya demi mendapatkan obat, (prilaku mencari obat). Gambaran lainnya adalah toleransi (membutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk mendapatkan efek yang dibutuhkan), putus obat ( baik  gejala fisik dan psikologis saat penggunaan dihentikan), serta penggunaan obat untuk mengobati atau menghindari gejala putus obat. Peningkatan fokus orang yang mengalami adiksi untuk trus mencari obat(drug seeking beharviow) menyababkan kehilangan minat yang progresif terhadap hal lain, mengabaikan  perwtan diri sendiri dan hubungan social, serta tidak mempertimbangkan

konsekuensi yang berbahaya.5

II.8 KOMPLIKASI MEDIS PENYALAHGUNAAN OBAT OPIOID

Komplikasi dapat timbul sesuai obat yang digunakan (seperti konstipasi), rute  penggunaan obat (misalnya thrombosis vena dalam), serta gaya hidup terkait kebiasaan mengonsumsi (misalnya kejahatan), komplikasi biasanya terjadi akibat  penyuntikan obat, penggunaan jarum yang kotor dan non-steril beresiko menimbulkan selulitis, endokarditis, dan septicemia, penggunaan jarum suntik  secara bersamaan dapat menularkan HIV, hepatitis B dan hepatitis C.

(10)

Bahaya mayor penyalahgunaan secara intravena adalah overdosis yang dpat disengaja maupun tidak disengaja. Kematian akibat overdosis opioid dapat terjadi secara cepat.overdosis opioid harus dicurigai pada pasien tidak sadar terutama disertai oleh pinpoint pupil dan depresi napas.5

II.9 TERAPI

1. Psikoterapi : Keseluruhan rentang modalitas psikoteraupetik adalah sesuai untuk pengoabatan gangguan berhubungan dengan opioid padakasus individual. Psikoterapi individual, terapi prilaku, terapi kognitif-perilaku, terapi keluarga, kelompok pendukung (seperti narcotic anonymous) dan latihan keterampilan sosial semuanya terbukti merupakan pengobatan yang efektif bagi pasien tertentu. Latihan keterampilan social harus secara khusus ditekankan pada pasien yang memiliki sedikit keterampilan social dengan mana ia bekerja di masyarakat.3

2. Farmakoterapi :

a. Metadon adalah suatu narkotik sintetik( suatu opioid) yang menggantikan heroin dan dapat digunakan peroral. Obat ini diberikan pada pasien kecanduan untuk menggantikan zat yang biasanya disalahgunakannya, dan obat ini menekan gejala putus zat. Kerja metadon adalah sedemikian sehingga 20-80mg sehari adalah cukup untuk menstabilkan seorang  pasien, walaupun dosis sampai 120 mg sehari telah digunakan. Metadon mempunyai lama kerja melebihi 24 jam, jadi dosis sekalisehari adalah adekuat. Pemeliharan dengan etadon mempunyai beberapa keuntungan,  pertama obat ini membebaskan seseorang dengan ketergantungan opioid dari heroin yang disuntikan, dan dengan demikian menurunkan kemungkinan penyebaran HIV melalui jarum yang terkontaminasi. Kedua, metadon menyebabkan euphoria yang minimal dan jarang menyebabkan mengantuk atau depresi jika digunakan untuk jangka waktu yang lama. Ketiga metadon memungkinkan pasien mengikuti pekerjaan yang bermanfaat, bukannya aktivitas kriminal.

(11)

 b. Antagonis opioid

Antagonis opiate menghambat atau mengantagonis efek opiat dan opioid. tidak seperti metadon, obat ini tidak memiliki efek narkotik dan tidak  menyebabkan ketergantungan. Antagonis opiat terdiri dari obat-obat  berikut ini : naloxone yang digunakan dalam pengobatan overdosis opiate dan opioid karena membalikan efek narkotik, dan naltrexone, yang merupakan antagonis yang lama kerja paling panjang (72 jam). Teori dibelakang pemakaian antagonis untuk gangguan berhubungan dengan opiod adalah penghambatan efek agonis opiat, khususnya euphoria yang menjauhkan seseorang dengan ketergantungan opioid untuk melakukan  prilaku mencari-cari zat dan dengan demikian menghilangkan kebiasaan  prilaku tersebut.3

(12)

BAB III KESIMPULAN

Opiate dan opioid adalah adiktif secara subjektif karena euforik yang tinggi (‘rush’) yang dialami oleh pemakaian opiate dan opioid, khususnya mereka yang menggunakan zat secara intavena. Gejala penyerta adalah perasaan hangat, rasa  berat pada anggota gerak, mulut kering, wajah gatal (khususnya hidung), dan kemerahan pada wajah. Euphoria awal diikuti oleh suatu periode sedasi, dikenal dengan istilah jalanan sebagai “nodding off”. Untuk orang yang awam terhadap opioid, pemakaian opiate dan opioid dapat menyebabkan disforia, mual, dan muntah. Efek fisik dari opiate dan opioid adalah depresi pernapasan, kontriksi  pupil, kontraksi otot polos (termasuk ureter dan saluran empedu), konstipasi, dan  perubahan tekanan darah, keepatan denyut jantung dan temperature tubuh.

(13)

DAFTAR REFERENSI

1. Elvina Indra “Analgesik opioid” 2011 Diunduh dari http://www.slideshare.net/bocahbancar/doc/53028277/-analgesik-opioid

2. Leksikon Istilah Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik Buku edisi ke-2:2005.h.113.

3. Sadock BJ, Sadock VA in Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed. Philadelphia: Lippincott

Williams and Wilkins. 2007. H.444-450.

4. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of  Mental Disorders Text Revision, 4th edition. Division and Publication and

Marketing, Washington DC: 2005. h.446-447.

5. ABC of Mental Health by Teifion Davies and TKJ Craig: alih bahasa, alifa Dimanti,Editor Edisi bahasa Indonesia Husny Muttaqin, Jakarta: EGC, 2009.h125.

Referensi

Dokumen terkait