Halaman | 1 PENGEMBANGAN PANDUAN PELATIHAN
MORAL AWARENESS UNTUK SISWA SMP Farida Herna Astuti
(Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling FIP IKIP Mataram) Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya moral awareness siswa. Siswa yang memiliki moral awareness yang rendah akan mengalami kesulitan dalam membina hubungan dengan orang lain, menarik diri atau meyendiri, dijauhi oleh teman-temannya, tidak mampu mengekspresikan emosinya, pendiam, pemalu dan tidak mampu mengenal dan memahami dirinya sendiri, tidak bisa menerima diri atau rendah diri. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan panduan pelatihan moral awareness yang memenuhi kriteria akseptabilitas (kegunaan, kelayakan, ketepatan dan kepatutan), dan menghasilkan panduan pelatihan moral awareness yang efektif meningkatkan moral awareness siswa SMP. Model pengembangan menggunakan model Borg & Gall yang dimodifikasi menjadi tiga tahapan pengembangan, yaitu prapengembangan, pengembangan dan pasca pengembangan.Rancangan penelitian yang digunakan adalah pre-test, post-test one group design.Subjek penelitian adalah siswa SMP Laboratorium UM Malang berjumlah 8 orang, Analisis data penelitian ini menggunakan statistik non parametrik yaitu ujiWilcoxon. Berdasarkan hasil uji Levene test diketahui bahwa perbedaan varian antar distribusi skor (pretest dan posttest) tidak signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data pretest dan postest adalah homegen. Setelah data dipastikan homogen (lulus uji homogenitas) maka, dilakukan analisis uji beda dengan formula Wilcoxon. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa H0
diterima dan H0 ditolak, yang berarti tidak ada perbedaan skor rata-rata kesadaran moral siswa yang
signifikan setelah diberi pelatihan kesadaran moral dengan strategi value clarification technique.Hasil ini didukung dengan besarnya koefisien Z sebesar -1,153 dengan signifikansi sebesar 0,249.
Kata kunci: Pengembangan, Panduan Pelatihan, Moral Awareness.
PENDAHULUAN
Masalah remaja diwarnai oleh pelanggaran terhadap orang lain, kekasaran, pemaksaan, ketidak-pedulian, kerancuan antara benar dan salah, baik atau buruk, perilaku yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Banyak masalah yang diselesaikan dengan kekerasan, adu kekuatan fisik dan mengabaikan cara penyelesaian dengan mengandalkan pertimbangan moral. Anak yang kurang mampu berempati, kurang menghargai orang lain, tidak memiliki toleran dan kurang memiliki keinginan untuk menolong temannya dapat dinyatakan sebagai anak yang rendah kesadaran moralnya (Bukhim, 2008).
Borba (2001), mendefinisikan bahwa kesadaran moral adalah kemampuan memahami kebenaran dari kesalahan, artinya memiliki keyakinan moral yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan sehingga orang bersikap benar dan hormat. Siswa yang memiliki moral awareness yang rendah akan mengalami kesulitan dalam membina hubungan dengan orang lain, menarik diri atau meyendiri, dijauhi oleh teman-temannya, tidak mampu mengekspresikan emosinya, pendiam, pemalu dan tidak mampu mengenal dan memahami dirinya sendiri, tidak bisa menerima diri atau rendah diri. Sebaliknya, apabila moral awareness siswa meningkat, akan membuat mereka lebih (1) percaya diri, (2) kooperatif, (3) mengetahui cara bersikap dengan benar disituasi yang berbeda-beda, (4) dan pada kehidupan mereka selanjutnya untuk
Halaman | 2 mempertahankan hubungan yang sehat dan seimbang, (5) mampu berempati secara benar dengan orang lain.
Kohlberg (dalam Santrock, 2003) menyatakan bahwa perkembangan moral anak dan remaja merupakan hal yang penting, tidak hanya untuk pencapaiannya, tetapi juga untuk kesuksesannya di semua bidang. Bukti menunjukkan bahwa saat perkembangan moral diutamakan pada masa anak-anak dan remaja, maka mereka akan cenderung menjadi (1) percaya diri, (2) kooperatif, (3) mengetahui cara bersikap dengan benar disituasi yang berbeda-beda, (4) dan pada kehidupan mereka selanjutnya untuk mempertahankan hubungan yang sehat dan seimbang, (5) mampu berempati secara benar dengan orang lain. Lebih lanjut Kohlberg (dalam Santrock, 2003) menyatakan bahwa perilaku yang baik yang ditunjukkan oleh anak dan remaja terutama disebabkan oleh penalaran moralnya tinggi, sehingga kesadaran moralnya baik. Penelitian juga menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja dengan kesadaran moral yang baik mempunyai resiko yang lebih kecil melakukan tindakan kriminal.
Dari hasil penelitian di atas, ternyata belum sesuai dengan realitas yang terjadi dalam dunia pendidikan khususnya di Indonesia saat ini. Beberapa fakta di lapangan menunjukkan bahwa kesadaran moral siswa di Indonesia tergolong rendah jika dibandingkan dengan kesadaran moral siswa di negara lain. Hasil penyebaran angket penilaian kebutuhan menunjukkan bahwa 55,13% siswa membutuhkan bimbingan dalam memperoleh beberapa keterampilan dasar, pengertian menuju pada kesadaran moral dan aplikasi dari kesadaran moral. Sedangkan 44,87% siswa membutuhkan bimbingan pribadi sosial terkait keterampilan interpersonal. Sedangkan hasil need assesment yang lain yaitu berupa wawancara dengan konselor dibeberapa SMP di Kota Malang. Yang meliputi aspek ada tidaknya pelatihan kesadaran moral dan kebutuhan akan pelatihan kesadaran moral. Hasil wawancara dengan konselor tentang kebutuhan akan pelatihan kesadaran moral menunjukkan bahwa pelatihan kesadaran moral dibutuhkan di SMP. Sedangkan kepemilikan siswa akan kesadaran moral dinilai kurang. Selain itu, berdasarkan angket kebutuhan juga menunjukkan bahwa kesadaran moral sangat dibutuhkan oleh siswa SMP.
Berdasarkan hasil studi awal di atas, perlu dilakukan upaya dan intervensi untuk membantu siswa dalam meningkatkan moral awareness siswa, sehingga moral
awareness dapat meningkat. Upaya tersebut dapat ditempuh melalui teknik value clarification technique (VCT), teknik VCT ini dapat membantu siswa menggali dan
memperjelas nilai-nilai moral sehingga dapat menetapkan rencana tindakan yang didasarkan kepada meningkatnya kesadaran terhadap nilai-nilai moral tersebut (Hart, 1978). VCT digunakan dalam penelitian ini karena VCT mempunyai beberapa kelebihan maupun keuntungan, antara lain: (1) memungkinkan siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain; (2) membantu siswa supaya mereka mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain, berhubungan dengan nilai-nilainya sendiri; (3) supaya siswa mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional, untuk memahami perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri.
Proses intervensi penelitian ini menggunakan teknik VCT yang terdiri dari empat tahap yaitu: pengenalan nilai-nilai (introduction to values), pemilihan
Halaman | 3 alternatif-alternatif (choosing alternatives), penghargaan (appraizing) dan tindakan
(acting).
METODE PENELITIAN Rancangan penelitian
Penelitian ini adalah penelitian pengembangan dengan menggunakan model pengembangan Borg & Gall (1983), rancangan eksperimen yang digunakan yaitu one
group pretest-posttest design Issac & Michael (1984).
Subjek penelitian
Subjek dalam penelitian adalah siswa kelas VII SMP Laboratorium UM Malang, yang berjumlah 8 orang, penjaringan subjek penelitian dengan cara acak . Instrumen penelitian
Instrumen penelitian dengan skala moral awareness, observasi, dan wawancara. Skala moral awareness terdiri dari 18 item pernyataan, diadaptasi dan dimodifikasi dari skala moral awareness.
Prosedur intervensi
Prosedur intervensi yang dilakukan dalam penelitian ini ialah menggunakan VCT. Dalam prosedurnya, kegiatan intervensi dilakukan berdasarkan tahap-tahap yang meliputi: pengenalan nilai-nilai (introduction to values), pemilihan alternatif-alternatif (choosing alternatives), penghargaan (appraizing) dan tindakan (acting). Analisis data
Analisis data penelitian ini menggunakan statistik non parametrik yaitu uji
Wilcoxon. Pengujian dilakukan dengan bantuan SPSS for Windows 16.00. Dasar
pengambilan keputusan: jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima. danjika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil prapengembangan terdiri dari data hasil need assessment dan hasil studi literatur. Hasil penyebaran angket penilaian kebutuhan menunjukkan bahwa 55,13% siswa membutuhkan bimbingan dalam memperoleh beberapa keterampilan dasar, menuju pada kesadaran moral dan aplikasi dari kesadaran moral. Sedangkan 44,87% siswa membutuhkan bimbingan pribadi sosial terkait keterampilan interpersonal. Sedangkan hasil need assessment yang lain yaitu berupa wawancara dengan konselor dibeberapa SMP di Kota Malang. Materi wawancara meliputi aspek ada tidaknya pelatihan kesadaran moral dan kebutuhan akan pelatihan kesadaran moral. Berdasarkan angket kebutuhan menunjukkan bahwa kesadaran moral sangat dibutuhkan oleh siswa SMP.
Selanjutnya melakukan studi literatur dengan mengkaji konsep-konsep atau landasan teoritis untuk memperkuat produk yang dikembangkan yaitu dengan konsep kesadaran moral yang dikembangkan oleh Borba (2001) dan strategi pembelajaran menggunakan strategi VCT dari Hart (1978).
B. Hasil pengembangan produk, dihasilkan: panduan pelatihan kesadaran moral untuk konselor terdiri dari: bagian I pendahuluan: (1) rasional pelatihan kesadaran moral, (2) tujuan pelatihan kesadaran moral bagian II petunjuk umum pelatihan: (1) pengantar, (2) sasaran pengguna,(3) sasaran pelatihan, (4) penggunaan instrumen
Halaman | 4 pelatihan, (5) strategi intervensi, (6) penentuan jadwal pelatihan. dan bagian III prosedur pelatihan terbagi atas sembilan sesi pelatihan kesadaran moral. Panduan pelatihan kesadaran moral untuk siswa: bagian I pendahuluan yaitu (1) pengertian kesadaran moral, dan (2) pentingnya pelatihan kesadaran moral, dan bagian II prosedur pelatihan: terbagi atas sembilan sesi pelatihan.
C. Hasil uji coba pengembangan panduan pelatihan kesadaran moral bagi siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini dilaksanakan dalam tiga tahap I: dua orang ahli bimbingan dan konseling. Tujuan untuk menguji akseptabilitas panduan pelatihan kesadaran moral dari segi isinya. Hasil penilaian digunakan untuk melakukan revisi terhadap produk pengembangan serta mendapatkan masukan dan kekurangan yang ada dalam rancangan panduan sebelum dilaksanakan pada calon pengguna. Tahap II: uji lapangan kelompok kecil terdiri dua orang konselor yaitu untuk mengetahui akseptabilitas panduan pelatihan kesadaran moral. Tahap III: uji kelompok terbatas, yaitu 8 orang siswa SMP Laboratorium UM Malang untuk mengetahui perubahan kesadaran moral siswa setelah pelatihan. Dengan strategi pelatihan strategi VCT.
1. Data hasil penilaian tahap pertama (uji ahli): dua orang ahli bimbingan dan konseling, yang memiliki kompetensi profesional dalam bidangnya dan telah memenuhi kriteria yaitu dosen pada program pascasarjana, menjadi dosen lebih dari 10 tahun, berpendidikan doktor bimbingan dan konseling, dan aktif dalam pemberdayaan konselor baik regional maupun nasional. Uji ahli dilakukan untuk menguji keberterimaan panduan pelatihan kesadaran moral baik dari aspek kegunaan, kelayakan, ketepatan dan kepatutan. Hasil penilaian yang diperoleh dari uji ahli digunakan untuk melakukan revisi terhadap produk pengembangan serta mendapatkan masukan untuk memperbaiki rancangan panduan pelatihan kesadaran moral sebelum dilaksanakan pada calon pengguna/konselor. Uji ahli dilakukan setelah penyusunan draf panduan pelatihan kesadaran moral selesai. Penilaian dilakukan melalui angket penilaian dan wawancara. Dengan demikian data yang diperoleh bersifat kuantitatif dan kualitatif.
a. Data kuantitatif penilaian ahli terhadap produk pengembangan diperoleh dengan penyebaran angket penilaian kepada dua orang ahli bimbingan dan konseling untuk mendapatkan penilaian tentang akseptabilitas panduan dilihat dari empat aspek yaitu: kegunaan, kelayakan, ketepatan dan kepatutan panduan pelatihan kesadaran moral. Berikut ini uraian hasil analisis data aspek kegunaan, kelayakan, ketepatan dan kepatutan oleh ahli dalam rangka uji ahli tersebut, berturut-turut disajikan sebagai berikut: 1. penilaian ahli terhadap aspek kegunaan panduan pelatihan terdiri dari beberapa indikator yaitu: a) identifikasi pengguna produk, b) pemilihan materi pelatihan, dan c) efek pelatihan.
Penilaian kegunaan panduan pada setiap butir untuk penilaian. Item I tentang tingkat kebermanfaatan Panduan Pelatihan Kesadaran Moral (PPKM) bagi konselor, ahli 1 menilai bermanfaat sedangkan ahli 2 menilai sangat bermanfaat. Jadi dapat disimpulkan bahwa PPKM bermanfaat bagi konselor. Item 2 tentang tingkat kebermanfaatan PPKM dalam membantu konselor
Halaman | 5 memberikan pelayanan BK, ahli 1 berpendapat bermanfaat sedangkan ahli 2 berpendapat sangat bermanfaat. Jadi, PPKM bermanfaat dalam membantu konselor dalam memberikan pelayanan BK. Item 3 tentang tingkat kebermanfaatan PPKM bagi siswa, ahli 1 berpendapat bermanfaat sedangkan ahli 2 berpendapat bermanfaat.Jadi, PPKM bermanfaat bagi siswa. Item 4 tentang tingkat kebermanfaatan PPKM dalam memenuhi kebutuhan siswa akan pelayanan BK, ahli 1 berpendapat bermanfaat, sedangkan ahli 2 berpendapat bermanfaat. Jadi, PPKM bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan siswa. Item 4 tentang tingkat kebermanfaatan PPKM dalam memenuhi kebutuhan siswa akan pelayanan BK, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat bermanfaat. Jadi, PPKM bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan siswa. Item 5 tentang apakah PPKM sesuai dengan karakteristik siswa SMP, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat sesuai. Jadi PPKM sesuai dengan karakteristik siswa SMP. Item 6 apakah PPKM sesuai dengan kebutuhan siswa di SMP, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat sesuai. Jadi, PPKM sesuai dengan kebutuhan siswa di SMP.
Item 7 mengenai apakah PPKM dapat membantu siswa SMP memenuhi standard kemandirian siswa dalam aspek landasan perilaku etis, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat membantu. Jadi PPKM membantu standar kemandirian siswa dalam aspek landasan perilaku etis. Untuk item 8 mengenai apakah PPKM dapat membantu konselor meningkatkan pemahaman siswa mengenai kesadaran moralnya, ahli berpendapat membantu. Jadi, PPKM dapat membantu konselor meningkatkan pemahaman siswa mengenai kesadaran moralnya.Item 9 tentang apakah PPKM bisa membantu konselor meningkatkan pelayanan BK di sekolah, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat membantu.Jadi PPKM dapat membantu konselor meningkatkan pelayanan BK di sekolah. Selanjutnya item 10 apakah PPKM dapat membantu mengatasi permasalahan interpersonal siswa, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat bisa membantu. Jadi PPKM dapat membantu mengatasi permasalahan interpersonal siswa dengan lingkungan dan orang lain.
Kategori penilaian ahli 1 sebesar 30 sedangkan hasil penilaian ahli 2 sebesar 32. Menunjukkan bahwa PPKM termasuk kriteria berguna. Aspek kelayakan terdiri dari indikator kepraktisan prosedur pelatihan yang terdiri atas: 1) kepraktisan panduan pelatihan dilihat dari tehnik pelatihan, 2) waktu yang dibutuhkan dalam melaksanakan pelatihan. Penilaian kelayakan panduan, dianalisis setiap butir penilaian. Untuk item 1 seberapa praktiskah strategi VCT yang digunakan dalam pelatihan dapat membantu siswa meningkatkan kesadaran moral siswa, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat praktis. Item 2 apakah rancangan kegiatan konselor pada setiap tahap pelatihan berdasar strategi VCT efektif meningkatkan kesadaran moral siswa, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat efektif. Item 3 apakah rancangan kegiatan konselor pada setiap tahapan strategi VCT efektif meningkatkan kesadaran moral pada aspek empati siswa, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat efektif. Item 4 apakah rancangan kegiatan konselor pada setiap tahapan strategi VCT efektif meningkatkan kesadaran moral pada aspek nurani siswa, ahli berpendapat efektif. Item 5 tentang apakah rancangan kegiatan konselor pada setiap tahapan strategi VCT
Halaman | 6 efektif meningkatkan kesadaran moral pada aspek kontrol diri siswa, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat efektif.
Item 6 tentang apakah rancangan kegiatan konselor pada setiap tahapan strategi VCT efektif meningkatkan kesadaran moral pada aspek respek siswa, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat efektif. Item 7 tentang apakah rancangan kegiatan konselor pada setiap tahapan strategi VCT efektif meningkatkan kesadaran moral pada aspek baik budi siswa, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat efektif. Item 8 tentang apakah rancangan kegiatan konselor pada setiap tahapan strategi VCT efektif meningkatkan kesadaran moral pada aspek toleransi siswa, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat efektif. Item 9 tentang apakah rancangan kegiatan konselor pada setiap tahapan strategi VCT efektif meningkatkan kesadaran moral pada aspek adil siswa, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat efektif. Item 10 mengenai waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan pelatihan kesadaran moral cukup efesien, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat efesien. Item 11 mengenai apakah alokasi waktu pelayanan BK disekolah cukup untuk terlaksananya pelatihan kesadaran moral, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat mencukupi. Jumlah total penilaian ahli 1 adalah 33, penilaian ahli 2 adalah 33. maka nilai tersebut berada dalam kategori layak untuk dilaksanakan.
Penilaian ketepatan panduan dianalisis setiap butir penilaian. Item 1, apakah rumusan tujuan umum setiap komponen materi pelatihan kesadaran moral operasional, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat operasional. Item 2, apakah rumusan tujuan khusus setiap komponen materi pelatihan kesadaran moral selaras`dengan tujuan umum, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat selaras. Item 3, bagaimanakah tingkat kesesusaian rumusan tujuan setiap komponen materi pelatihan kesadaran moral dengan penjabarannya, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat sesuai. Item 4, apakah penjabaran rumusan tujuan setiap komponen materi PKM aplikatif, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat aplikatif. Item 5, apakah penggunaan bahasa dalam buku panduan PKM mudah dipahami oleh konselor, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat mudah dipahami. Item 6, apakah penggunaan bahasa dalam panduan PKM mudah dipahami oleh siswa, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat mudah dipahami. Item 7, bagaimanakah tingkat kesesusaian pemilihan gambar-gambar pada sampul dalam panduan PKM, ahli 1 berpendapat sesuai sedangkan ahli 2 berpendapat kurang sesuai. Berdasarkan saran uji ahli 2 perlu disesuaikan dengan foto atau gambar anak SMP (telah direvisi dan telah di konsultasikan kembali), dan disimpulkan telah sesuai. Item 8, apakah rancangan tugas-tugas individu dalam panduan ini sesuai untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang Konsep Dasar Kesadaran Moral, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat sesuai. Jumlah total penilaian ahli 1 adalah 24 sedangkan ahli 2 adalah 23. maka nilai tersebut berada dalam kategori tepat untuk dilaksanakan.
Penilaian ahli terhadap aspek kepatutan panduan pelatihan terdiri dari dua indikator yaitu a) standart etik, b) pertanggungjawaban secara komprehensip. Penilaian kepatutan panduan, dianalisis setiap butir penilaian. Item 1 apakah konselor yang melaksanakan pelatihan perlu menguasai materi PKM, ahli 1
Halaman | 7 berpendapat sangat perlu sedangkan ahli 2 berpendapat perlu. Item 2, apakah konselor yang melaksanakan pelatihan perlu memiliki keterampailan khusus, ahli berpendapat sangat perlu sedangkan ahli 2 berpendapat perlu. Item 3 apakah konselor yang melaksanakan PKM ini perlu menjunjung tinggi kode etik profesi konselor, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat perlu. Item 4, apakah permohonan izin untuk pelaksanaan PKM diperlukan oleh pimpinan sekolah setempat, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat diperlukan. Item 5 setelah pelaksanaan PKM ini, apakah laporan hasil pelaksanaan perlu disampaikan kepada pimpinan sekolah, ahli 1 dan ahli 2 berpendapat perlu. Jumlah total penilaian ahli 1 adalah 17 sedangakan ahli 2 adalah 15. maka nilai tersebut berada dalam kategori patut untuk dilaksanakan.
b. Data kualitatif penilaian ahli terhadap produk pengembangan diperoleh melalui isian angket terbuka dan hasil wawancara dan diskusi singkat dengan para ahli, hasil yang diperoleh dari ahli I: 1) langkah-langkah kegiatan pada PPKM bagi siswa agar dilaksanakan secara praktis, 2) konsep kesadaran moral disesuaikan dengan komponen-komponen kesadaran moral, 3) gunakan gambar yang sesuai dengan kesadaran moral yang akan dikembangkan pada siswa SMP, 4) cerita jangan terlalu panjang agar siswa tidak bosan, 5) gambar dalam cerita pendek hendaknya disesuaikan dengan gambar anak SMP, 6) konselor perlu menguasai konsep moral dan teknik klarifikasi nilai dengan cara: aktif mengikuti workshop, sering melakukan penelitian–penelitian ilmiah yang berkaitan dengan kesadaran moral. Hasil yang diperoleh dari Ahli II: 1) langkah-langkah kegiatan/pelatihan pada panduan pelatihan kesadaran moral bagi siswa hendaknya dilaksanakan sepraktis mungkin, 2) konsep kesadaran moral disesuaikan dengan komponen-komponen kesadaran moral, 3) gambar sesuaikan dengan kesadaran moral yang akan dikembangkan pada siswa SMP, 4) perlu diberikan PR agar dapat membantu penguasaan keterampilan yang dilatihkan, 5) gambar dalam cerita pendek hendaknya disesuaikan dengan gambar anak SMP, 6) konselor perlu menguasai konsep moral dan teknik klarifikasi nilai.
2. Data hasil penilaian tahapan kedua (uji calon pengguna /konselor) diberikan kepada konselor sebagai calon pengguna panduan pelatihan yang dikembangkan. Tujuannya untuk menguji panduan pelatihan kesadaran moral dari aspek kegunaan, kelayakan, ketepatan dan kepatutan. Penilaian tahap ini lakukan oleh dua orang konselor SMP.
a. Data kuantitatif penilaian konselor terhadap produk pengembangan penilaian konselor menggunakan skala penilaian, ada empat aspek yang dinilai konselor, yaitu aspek kegunaan, kelayakan, ketepatan dan kepatutan. penilaian konselor terhadap aspek kegunaan panduan pelatihan terdiri dari beberapa indikator yaitu: a) identifikasi penggunaan produk, b) pemilihan materi pelatihan, dan c) efek pelatihan. Penilaian kegunaan panduan, dianalisis setiap butir penilaian. Item 1, tingkat kebermanfaatan PPKM bagi konselor, konselor 1 berpendapat sangat bermanfaat dan konselor 2 berpendapat sangat bermanfaat. Item 2, tingkat kebermanfaatan PPKM dalam membantu konselor memberikan pelayanan BK, konselor 1 berpendapat sangat bermanfaat dan
Halaman | 8 konselor 2 berpendapat sangat bermanfaat. Item 4, tingkat kebermanfaatan PPKM dalam memenuhi kebutuhan siswa akan pelayanan BK, konselor 1 berpendapat bermanfaat dan konselor 2 berpendapat sangat bermanfaat.
Item 5, apakah PPKM sesuai dengan karakteristik siswa di SMP, konselor 1 berpendapat sesuai dan konselor 2 berpendapat sesuai. Item 6, apakah PPKM sesuai dengan kebutuhan siswa di SMP, konselor 1 berpendapat sesuai dan konselor 2 berpendapat sesuai. Item 7, standar kemandirian siswa dalam aspek perilaku moral, konselor 1 berpendapat sangat memenuhi dan konselor 2 berpendapat sangat memenuhi. Item 8, seberapa besar efek PPKM dapat membantu konselor untuk meningkatkan kepemilikan siswa mengenai kesadaran moral, konselor 1 berpendapat sangat membantu dan konselor 2 berpendapat sangat membantu.
Item 9, apakah PPKM dapat membantu konselor meningkatkan pelayanan BK di sekolah, konselor 1 berpendapat sangat membantu dan konselor 2 berpendapat dapat membantu. Item 10, apakah PPKM dapat membantu siswa mengatasi permasalahan interpersonal siswa, konselor 1 berpendapat dapat membantu dan konselor 2 berpendapat dapat membantu. Hasil penilaian konselor 1 sebesar 36 sedangkan konselor 2 sebesar 36, rata-rata jumlah skor penilaian adalah (36+36) : 2 = 36. Hal ini menunjukkan bahwa PPKM termasuk kategori sangat berguna.
1) Penilaian konselor terhadap aspek kelayakan PPKM terdiri dari indikator kepraktisan prosedur pelatihan terdiri: 1) kepraktisan PPKM dilihat dari teknik pelatihan, 2) waktu yang dibutuhkan dalam melaksanakan pelatihan. Penilaian kelayakan panduan, dinilai setiap butirnya. Untuk item 1, seberapa praktiskah strategi VCT yang digunakan dalam pelatihan dapat membantu siswa meningkatkan kesadaran moral siswa, konselor 1 berpendapat sangat praktis dan konselor 2 berpendapat praktis. Item 2, apakah rancangan kegiatan konselor pada setiap tahap pelatihan berdasar strategi VCT efektif meningkatkan kesadaran moral siswa, konselor 1 berpendapat efektif dan konselor 2 berpendapat efektif. Item 3, apakah rancangan kegiatan konseli pada setiap tahapan strategi VCT efektif meningkatkan kesadaran moral pada aspek empati siswa, konselor 1 berpendapat efektif dan konselor 2 berpendapat efektif. Item 4, apakah rancangan kegiatan konseling pada setiap tahapan strategi VCT efektif meningkatkan kesadaran moral pada aspek nurani siswa, konselor 1 berpendapat efektif dan konselor 2 berpendapat efektif. Item 5, apakah rancangan kegiatan konseli pada setiap tahapan strategi VCT efektif meningkatkan kesadaran moral pada aspek kontrol diri siswa, konselor 1 berpendapat efektif dan konselor 2 berpendapat efektif. Item 6, apakah rancangan kegiatan konseli pada setiap tahapan strategi VCT efektif meningkatkan kesadaran moral pada aspek baik budi siswa, konselor 1 berpendapat efektif dan konselor 2 berpendapat efektif. Item 7, apakah rancangan kegiatan konseli pada setiap tahapan strategi VCT efektif meningkatkan kesadaran moral pada aspek respek siswa, konselor 1 berpendapat efektif dan konselor 2 berpendapat efektif. Item 8, apakah
Halaman | 9 rancangan kegiatan konseli pada setiap tahapan strategi VCT efektif meningkatkan kesadaran moral pada aspek toleransi, konselor 1 berpendapat efektif dan konselor 2 berpendapat efektif. Item 9, apakah rancangan kegiatan konseli pada setiap tahapan strategi VCT efektif meningkatkan kesadaran moral pada aspek adil, konselor 1 berpendapat efektif dan konselor 2 berpendapat efektif. Item 10, waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan pelatihan kesadaran moral cukup efisien, konselor 1 berpendapat cukup efisien dan konselor 2 berpendapat efisien. Item 11, apakah alokasi waktu pelayanan BK di sekolah mencukupi untuk terlaksananya pelatihan kesadaran moral, konselor 1 berpendapat mencukupi dan konselor 2 berpendapat mencukupi. Jumlah total penilaian konselor 1 sebesar 34 dan konselor 2 sebesar 33. Dengan demikian rata-rata jumlah skor penilaian adalah (34+33) : 2 = 33,5. Berdasar kriteria yang telah ditetapkan, maka nilai tersebut berada dalam kriteria layak untuk dilaksanakan.
2) Penilaian konselor terhadap aspek ketepatan PPKM terdiri dari dua indikator yaitu: a) perumusan dan penjabaran tujuan, b) analisa konteks. Ketepatan panduan, setiap butirnya dinilai . Item 1, apakah rumusan tujuan umum setiap komponen materi pelatihan kesadaran moral operasional, konselor 1 berpendapat sangat operasional dan konselor 2 berpendapat operasional. Item 2, apakah rumusan tujuan khusus setiap komponen materi pelatihan kesadaran moral selaras dengan tujuan umum, konselor 1 berpendapat selaras dan konselor 2 berpendapat selaras. Item 3, bagaimanakah tingkat kesesuaian rumusan tujuan setiap komponan materi pelatihan kesadaran emosi dengan penjabarannya, konselor 1 berpendapat sesuai dan konselor 2 berpendapat sesuai. Item 4, apakah penjabaran rumusan tujuan setiap komponen materi PKM aplikatif, konselor 1 berpendapat aplikatif dan konselor 2 berpendapat aplikatif. Item 5, apakah penggunaan bahasa dalam buku PPKM mudah dipahami oleh konselor, konselor 1 berpendapat mudah dipahami dan konselor 2 berpendapat mudah dipahami. Item 6, apakah penggunaan bahasa dalam buku PPKM mudah dipahami oleh siswa, konselor 1 berpendapat mudah dipahami dan konselor 2 berpendapat mudah dipahami.
Item 7, bagaimanakah tingkat kesesuaian pemilihan gambar-gambar pada sampul dalam panduan PKM, konselor 1 berpendapat sesuai dan konselor 2 berpendapat sangat sesuai. Item 8, apakah rancangan tugas-tugas individu dalam panduan ini sesuai untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep dasar kesadaran moral, konselor 1 berpendapat sesuai dan konselor 2 berpendapat sangat sesuai. Jumlah total penilaian konselor 1 sebesar 25 dan konselor 2 sebesar 26. Dengan demikian rata-rata jumlah skor penilaian adalah (25+26) : 2 = 25,5. Berdasar kriteria yang telah ditetapkan, maka nilai tersebut berada dalam kriteria tepat untuk dilaksanakan.
3) Penilaian konselor terhadap aspek kepatutan PPKM terdiri dari dua indikator yaitu: a) standar etik, b) pertanggung jawaban secara komprehensif. Penilaian kepatutan panduan, dianalisis setiap butir
Halaman | 10 penilaian. Item 1, apakah konselor yang melaksanakan pelatihan perlu menguasai materi PKM, konselor 1 berpendapat sangat perlu dan konselor 2 berpendapat sangat perlu. Item 2, apakah konselor yang melaksanakan pelatihan perlu memiliki ketrampilan khusus, koselor 1 berpendapat sangat perlu dan konselor 2 berpendapat sangat perlu. Item 3, apakah konselor yang melaksanakan PKM ini perlu menjunjung tinggi kode etik profesi konselor, konselor 1 berpendapat sangat perlu dan konselor 2 berpendapat sangat perlu.
Item 4, apakah permohonan izin untuk pelaksanaan PKM di perlukan oleh pimpinan sekolah setempat, konselor 1 berpendapat sangat perlu dan konselor 2 berpendapat sangat perlu. Item 5, setelah pelaksanaan PKM ini, apakah laporan hasil pelaksaan perlu disampaikan kepada pimpinan sekolah, konselor 1 berpendapat perlu dan konselor 2 berpendapat perlu.
Jumlah total penilaian konselor 1 sebesar 19 dan konselor 2 sebesar 19. Dengan demikian rata-rata jumlah skor penilaian adalah (19+19) : 2 = 19. Berdasar kriteria yang telah ditetapkan, maka nilai tersebut berada dalam kriteria sangat patut untuk dilaksanakan.
Secara kuantitatif, penilaian kedua konselor terhadap PPKM bila ditinjau dari aspek kegunaan, kelayakan, ketepatan dan kepatutan sudah memenuhi kriteria akseptabilitas. penilaian konselor secara kualitatif melalui wawancara langsung dengan konselor.
b. Data kualitatif penilaian konselor terhadap produk pengembangandiperoleh dari saran dan komentar yang diberikan oleh konselor melalui diskusi langsung dengan konselor. Adapun hal penting hasil diskusi tersebut adalah: 1) Saran konselor: a. pemilihan cerita/fenomena, terdapat cerita yang masih
kurang tepat, b.cerita/fenomena hendaknya jangan terlalu panjang, agar siswa tidak bosan, c. cerita/fenomena hendaknya lebih variatif, agar siswa tidak merasa bosan, di. kalimat-kalimat dalam cerpen kaitannya kesadaran moral hendaknya dipertebal tulisannya, e. tulisan bahasa asing, ditulis miring dan diartikan dalam bahasa Indonesia.
2) Komentar konselor: a. sudah bagus, anak-anak bisa menghayati dan berinspirasi setelah membaca cerita/fenomena, b. panduan ini sangat bermanfaat bagi siswa karena siswa akan berpikir sebelum bertindak, c. kegiatan pelatihan ini sangat bagus karena memerlukan konselor yang sedikit.
Secara umum dari hasil penilaian konselor 1 dan konselor 2, baik secara kuantitatif dan kualitatif, menunjukkan bahwa panduan pelatihan kesadaran moral telah memenuhi aspek kegunaan, kelayakan, ketepatan dan kepatutan dan selanjutnya digunakan untuk uji kelompok terbatas.
3. Data hasil penilaian tahap ketiga (uji kelompok terbatas/siswa) untuk mengetahui hasil dari pelatihan kesadaran moral bagi siswa SMP, dilakukan dengan cara melakukan tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) menggunakan
Halaman | 11 skala kesadaran moral. Pelatihan kesadaran moral yang diberikan meliputi enam komponen, yaitu: nurani, kontrol diri, baik budi, respek, toleransi, adil.
Untuk mengetahui signifikan besarnya peningkatan nilai skor rata-rata
pretest dan posttest diperlukan uji statistik. Adapun uji statistik yang digunakan
adalah uji statistik Wilcoxon dengan hipotesis:
a. H0: tidak ada perbedaan kesadaran moral siswa setelah diberi pelatihan
kesadaran moral dengan strategi value clarification technique.
b. Ha: terjadi perbedaan kesadaran moral siswa setelah diberi pelatihan kesadaran moral dengan strategi value clarification technique.
Dengan dasar pengambilan keputusan: a. jika probabilitas > α 0,05 H0 diterima
b. jika probabilitas < α 0,05 H0 di tolak
Dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon terlihat hasil perhitungan nilai skor rata-rata antara pretest dan posttest pelatihan kesadaran moral seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis Uji Beda skor Pretest dan Posttest
Paremeter Nilai Simpulan
Levene Statistics 0,168
Tidak ada perbedaan varian skor pretest dan posttest Sig. 0,688
Z -1,153
Tidak ada Perbedaan rata-rata skor pretest dan posttest Asymp Sig. (2-tailed) 0,249
Analisis diawali dengan menguji perbedaan varian skor untuk mengetahui apakah kedua distribusi data yang akan diuji perbedaan mean-nya telah homogen. Berdasarkan hasil uji Levene test diketahui bahwa perbedaan varian antar distribusi skor (pretest dan posttest) tidak signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data
pretest dan postest adalah homegen.
Setelah data dipastikan homogen (lulus uji homogenitas) maka, dilakukan analisis uji beda dengan formula Wilcoxon. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa H0 diterima dan Ha ditolak, yang berarti tidak ada perbedaan skor rata-rata
kesadaran moral siswa yang signifikan setelah diberi pelatihan kesadaran moral dengan strategi VCT. Hasil ini didukung dengan besarnya koefisien Z sebesar -1,153 dengan signifikansi sebesar 0,249.Agar lebih memperjelas hasil pembandingan rata-rata skor pretest dan posttest 8 orang siswa pada uji coba kelompok terbatas maka, ditampilkan tabel dan grafik berikut.
Tabel 2. Hasil Perhitungan Rata-Rata Skor Kesadaran Moral Subjek Pengukuran Rata-rata (Mean)
Pretest 46.7500
Posttest 49.0000
KESIMPULAN
1. Penelitian menghasilkan panduan pelatihan kesadaran moral untuk siswa SMP yang terdiri dari: (1) panduan untuk konselor, dan (2) panduan untuk siswa.Yang terdiri dari (1) pendahuluan, (2) petunjuk umum, dan (3) prosedur pelatihan,
Halaman | 12 panduan tersebut dapat digunakan konselor sebagai media bimbingan dan konseling khususnya bimbingan pribadi sosial untuk membantu siswa dalam mencapai aspek perilaku etis interpersonal.
2. Menurut ahli dan calon pengguna, secara umum PPKM yang dikembangkan telah memenuhi kriteria akseptabilitas ditinjau dari:
a. Aspek kegunaan: produk pengembangan ini dinilai ahli sangat berguna. Hal ini berdasarkan pada besarnya manfaat panduan ini dalam membantu konselor memenuhi kebutuhan siswa akan layanan bimbingan, terutama layanan bimbingan pribadi-sosial.
b. Aspek kelayakan: panduan ini termasuk dalam kategori layak untuk dilaksanakan. Kategori ini didasarkan pada kepraktisan dan efektifitas pelatihan, dan ketelaksanaan pelatihan di sekolah.
c. Aspek ketepatan: panduan ini telah memenuhi kriteria tepat. Penilaian ini berpedoman pada ketepatan panduan bila diterapkan pada siswa SMP, ketepatan masing-masing tujuan dan topik pelatihan ketepatan strategi intervensi, waktu dan langkah-langkah pelaksanaan pelatihan, serta ketepatan alat pengukuran. Ketepatan panduan ini juga didasarkan pada kejelasan rumusan tujuan umum, khusus dan serta kesesuaian jadwal dengan topik-topik panduan.
d. Aspek kepatutan: panduan pelatihan kesadaran moral sudah patut untuk dilaksanakan, baik dari segi penguasaan keterampilan yang terkait dengan pelatihan maupun dengan permohonan izin penelitian.
3. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon, dapat disimpulkan bahwa terdapat sedikit sekali perbedaan rata-rata skor kesadaran moral subjek. Meskipun ditemukan bahwa rata-rata skor kesadaran moral subjek pada saat posttest lebih tinggi dibandingkan saat pretest dengan selisih sebanyak 2,25. Namun, selisih ini sangat kecil sehingga adanya perbedaan rata-rata tersebut belum bisa dijadikan acuan pengambilan kesimpulan bahwa terjadi peningkatan kesadaran moral subjek penelitian setelah diberi pelatihan kesadaran moral dengan strategi value clarification technique.
DAFTAR PUSTAKA
ABKIN.2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan
Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.Jakarta: Depdiknas.
Borba, M. 2001. Building Moral Intelligence: The Seven Essential Virtues that Teach
Kids to Do the Right Thing. San Francisco: Jossey-Bass A Wiley Imprint.
Borg, W. R. and Gall, M.D. 1983. Educational Research (4th Edition).New York:
Longman.
Bukhim, 2008.Membentuk moral anak, www.koranpendidikan com//membentuk-moral-anak-html. Diunduh 13 Agustus 2009.
Dwiyogo, 2004.Konsep Penelitian dan Pengembangan.Makalah Disajikan pada Lokakarya Metodologi Penelitian. Fakultas Ilmu Keolahragaan. Universitas Negeri Semarang.28-29 April.
Halaman | 13 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah 2004. Pedoman Pelaksanaan
Pelayanan Bimbingan dan Konseling.Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Depdiknas RI, 2010. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Nilai dan Karakter, Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah.
Depdiknas RI, 2010. Grand DesainPendidikaKarakterBangsa, Jakarta: PusatKurikulumLitbangDepdiknas.
Djahiri, K. 1992. Menelusuri Dunia Afektif Nilai Moral dan Pendidikan Nilai Moral, Bandung: Lababoratorium Pengajaran PMP IKIP Bandung.
Hart, G. M. 1976. Values clarification for counselor: How counsellors, social
lworkers, psychologists, and techniques. Springfield, Illinois: Charles C.
Thomas Publisher.
Hart, D. 1998. Can prototypes inform moral developmental theory? Developmental
Psychology, 34, 420-423.
Isac, S. and Micchael, W. 1984.Handbook In Research and Evaluation: foor
Education and the Behavioural Sciences. San Diego: California 92107. Edit
publishr.
Kohlberg, L. 1969. Moral stage and moralization: the cognitve development approach. Human Development,12, 92-120.
Kohlberg, L. 1995. Tahap-tahap perkembangan Moral. Yogyakarta: Kanisius. Santrock, J. W, 2002. Life Span Development.Fifth edition. New York: Wm. C.
Brown Communication.
Santrock, J.W, 2007. Adolescence: Perkembangan Remaja. Texas: University Press.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia (Online),