• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETEKTOR SAMBUNGAN KABEL BAWAH TANAH PADA SISTEM JARINGAN LISTRIK TEGANGAN MENENGAH BERBASIS RFID

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DETEKTOR SAMBUNGAN KABEL BAWAH TANAH PADA SISTEM JARINGAN LISTRIK TEGANGAN MENENGAH BERBASIS RFID"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

161

I Gede Nurhayata, Nyoman Santiyadnya 1,2 Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FTK UNDIKSHA

Email:gede_nur@yahoo.co.id

ABSTRACT

Underground cable connections on the system of medium voltage electricity network often have permanent problems caused by the quality of the connection deteriorating insulation resulting in breakdown voltage. As a result of the disorder have an impact on the quality of electricity service to consumers. The main problem of handling disturbances underground cable connection that is difficult to track the location of underground cable connections were disrupted. This study aims to improve methods to track underground cable connection by developing an RFID-based detector. In this study, applying the method of use of passive RFID card with a frequency of 125 kHz which is planted near the site of an underground cable connection. Then to keep track of the card identity data required by the RFID detector and radius the same frequency range above 50 cm. The results showed that the detector is capable of reading RFID-based identity number card passive 125 kHz RFID with a reading range of 5 cm radius. Coverage is still low due to radio wave beam radiation is not strong enough and the system is less sensitive to changes in the data signals from RFID cards are very weak.

Keywords: RFID, underground cable, microcontroller

ABSTRAK

Sambungan kabel bawah tanah pada sistem jaringan listrik PLN tegangan menengah sering mengalami gangguan permanen yang disebabkan oleh kualitas isolasi sambungan yang memburuk sehingga terjadi tegangan tembus. Akibat gangguan tersebut berdampak pada kualitas layanan listrik ke konsumen. Masalah utama penanganan gangguan sambungan kabel bawah tanah yakni sulitnya melacak lokasi sambungan kabel bawah tanah yang terganggu. Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki metode dalam melacak sambungan kabel bawah tanah dengan mengembangkan sebuah detektor berbasis RFID. Pada penelitian ini menerapkan metode pemakaian kartu RFID pasif dengan frekuensi 125 kHz yang ditanam dekat lokasi sambungan kabel bawah tanah. Kemudian untuk melacak data identitas kartu tersebut dibutuhkan detektor RFID dengan frekuensi yang sama dan radius jangkauan di atas 50 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa detektor berbasis RFID mampu membaca nomor identitas kartu pasif RFID 125 kHz dengan radius jangkauan pembacaan 5 cm. Jangkauan yang masih rendah disebabkan radiasi pancaran gelombang radio tidak cukup kuat dan sistem masih kurang peka terhadap perubahan sinyal data dari kartu RFID yang sangat lemah.

Kata kunci : RFID, kabel bawah tanah , mikrokontroller

PENDAHULUAN

Saluran jaringan listrik PLN tegangan menegah pada umumnya merupakan saluran udara jaringan listrik tegangan menengah (SUTM) dengan ciri khas adanya tiang penyangga. Keberadaan SUTM pada daerah perkotaan berdampak pada keindahan kota dimana banyaknya tiang penyangga dan saluran udara yang membentang membuat pemandangan kota menjadi terkesan kurang menarik. Di samping itu, lalu lintas daerah

kota yang padat tidak menutup kemungkinan berdampak pada gangguan-gangguan yang terjadi pada saluran udara tegangan menengah seperti gangguan tertimpa pohon, layang-layang dan lain sebagainya. Oleh karena itu, untuk memperkecil kemungkinan gangguan yang terjadi pada saluran jaringan listrik tegangan menengah dan juga meningkatkan kesan pemandangan kota menjadi lebih menarik, maka pemerintah daerah bersama PLN perlu mengembangkan

DETEKTOR SAMBUNGAN KABEL BAWAH TANAH PADA SISTEM

(2)

162

terobosan melalui pemasangan saluran kabel bawah tanah tegangan menengah (...,2010).

Dalam pemasangan saluran kabel bawah tanah tidak dapat dihindari adanya titik persambungan. Hal itu disebabkan karena terbatasnya ukuran dari kabel yang terpabrikasi sehingga harus dilakukan penyambungan. Disamping itu, karena suatu kebutuhan dimana pada suatu titik diperlukan suatu sambungan kabel. Pada proses persambungan kabel bawah tanah tegangan menengah mengakibatkan kualitas ketahanan isolasi kabel terhadap tegangan tembus menjadi lebih rendah dari ketahanan isolasi kabel aslinya. Ketahanan isolasi yang rendah pada daerah persambungan dapat menimbulkan gangguan dalam penyaluran tenaga listrik yang disebabkan oleh adanya rugi panas dan terjadinya efek korona disekitar persambungan. Oleh karena itu, gangguan yang terjadi di daerah persambungan harus segera diatasi guna meningkatkan layanan tenaga listrik ke konsumen.

Gambar 1. Konstruksi sambungan kabel bawah tanah di bawah jalan raya

Pada gambar 1 dimana sambungan kabel bawah tanah berada di bawah jalan raya sehingga tidak memungkinkan untuk memberikan suatu lokasi penanda posisi sambungan kabel di atas jalan raya karena hal itu akan mengganggu lalu lintas pengguna jalan raya. Pada gambar tersebut juga memperlihatkan jarak kabel bawah tanah terhadap permukaan jalan raya cukup dalam umumnya berkisar 50 cm dari permukaan tanah.

Permasalahan yang sering terjadi di lapangan adalah sulitnya petugas lapangan

untuk melacak lokasi persambungan yang terganggu. Pada proses persambungan kabel bawah tanah, dimana penentukan lokasi sambungan pada ruas jalan umum tidak dapat menerapkan dengan tanda pengenal secara fisik karena dapat mengganggu lalu lintas jalan seperti misalnya betonan, gundukan sehingga pihak PLN harus melakukan dokumentasi lokasi tiap persambungan. Namun kelemahan dari dokumentasi tersebut dimana data lokasinya tidak tercacat pada koordinat yang tepat melainkan hanya dicacat nama daerah lokasinya. Hal ini menyebabkan petugas lapangan masih kesulitan untuk melacak titik persambungan di daerah lokasi persambungan. sehingga dalam usaha pencarian lokasi sambungan kabel bawah tanah menimbulkan kerugian biaya operasional yakni rugi tenaga, dan waktu serta berdampak pada kualitas layanan.

Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka upaya yang perlu dilakukan adalah dengan pemasangan tanda identitas yang sesuai untuk lokasi sambungan kabel bawah tanah dimana secara fisik tidak terlihat. Salah satu identitifikasi lokasi persambungan dapat menggunakan teknik koordinat dengan sensor kompas. Metode ini masih memiliki kelemahan karena titik koordinatnya tidak tepat sehingga daerah penggalian dapat cukup jauh menyimpang. Selain identifikasi koordinat, dapat pula menerapkan metode pancaran sinyal elektromagnetik melalui sebuah pemancar sinyal yang ditanam pada lokasi persambungan. Konsepnya adalah menangkap ada tidaknya sinyal medan magnet yang dipancarkan oleh alat pemancar sehingga dapat menentukan lokasi sambungan kabel bawah tanah secara tepat. Namun kelemahan dari alat pemancar tersebut adalah terdapat catu daya yang juga harus ditanam, sehingga jika catu dayanya telah kosong muatannya maka alat tersebut tidak dapat bekerja memancarkan sinyal.

Untuk meniadakan kebutuhan catu daya pada alat pemancar diperlukan sistem yang dapat mentransfer energi listrik dari luar

(3)

163

ke alat pemancar secara wireless sehingga pemancar dapat bekerja tanpa catu daya. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah alat yang dapat memasok energi listrik dari luar sekaligus berfungsi sebagai penerima sinyal yang dipancarkan oleh pemancar sinyal elektromagnet.

Untuk mentransmisikan daya listrik ke sistem perangkat identifikasi agar menembus lapisan tanah disekitar lokasi persambungan memerlukan sistem transmisi gelombang radio. Sebuah perangkat RFID merupakan suatu alat yang bekerja memancarkan dan menangkap gelombang radio yang membawa data identitas secara unik. Pada penelitian ini, di setiap lokasi persambungan kabel bawah tanah akan ditempatkan sebuah kartu RFID yang ikut tertanam di atas lokasi persambungan pada jarak yang sesuai dari permukaan tanah sehingga masih dalam jangkauan RFID reader. Adapun dalam proses pelacakan lokasi persambungan kabel bawah tanah membutuhkan RFID reader dimana perangkat ini digerakkan menelusuri sepanjang jalur kabel bawah tanah. Selama proses penelusuran tersebut, apabila RFID reader mengenali adanya reaksi dari salah satu kartu RFID yang tertanam maka kita pastikan lokasi sambungan kabel bawah tanah secara tepat. Rancangan dalam penelitian ini diharapkan menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan penelusuran lokasi persambungan kabel bawah tanah pada jaringan listrik PLN tegangan menengah secara cepat dan tepat sehingga gangguan pada lokasi persambungan dapat segera di atasi. Hal ini diharapkan juga dapat meningkatkan kualitas layanan penyaluran tenaga listrik ke konsumen.

Proses penelusuran lokasi sambungan kabel bawah tanah pada sistem jaringan listrik PLN tegangan menengah yang terganggu, secara manual memerlukan waktu cukup lama sehingga kinerja petugas lapangan menjadi tidak efektif dan efisien dalam mengatasi gangguan pada sambungan kabel bawah tanah.. Oleh karena itu, penelitian ini sangat penting dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan alat detektor sambungan kabel bawah tanah agar mampu menemukan lokasi sambungan kabel bawah tanah dengan tepat.

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut rumusan permasalahannya adalah bagaimana pengembangan detektor sambungan kabel bawah tanah pada sistem jaringan listrik PLN tegangan menengah berbasis RFID. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan sebuah protoptipe untuk mendeteksi lokasi sambungan kabel bawah tanah pada sistem jaringan listrik PLN tegangan menengah dengan tepat.

Gambar 2. Bentuk fisik Tag Card ID EM 4001 dan prinsip kerjanya

RFID adalah proses identifikasi menggunakan frekuensi gelombang radio. RFID menggunakan frekuensi radio untuk membaca informasi dari sebuah alat yang

disebut RFID Tag Card (Bob

Violino,2005).Sebuah sistem RFID terdiri dari RFID Reader dan RFID Tag Card. Pada gambar 2 memperlihatkan sebuah kartu RFID pasif tipe EM4001 yang memancarkan data paket sebanyak 12 byte (Sparkfun,2013). Untuk membaca nomor identitas kartu tersebut dibutuhkan sebuah reader dengan format data yang sama. Penerapan teknologi RFID dewasa ini semakin pesat salah satunya dalam bidang sistem kendali suara (M. Anwar,2012) dan sistem layanan informasi museum (Rasben Dantes,2012)

Sebuah Mikrokontroler AT89S51 merupakan sistem mikroprosseor lengkap yang terkandung di dalam sebuah chip yang mempunyai masukan dan keluaran serta kendali dengan program yang bisa ditulis dan

(4)

164

dihapus secara khusus (Rahmat Setiawan,2006). Mikrokontroller AT89S51 memiliki kemasan 40 pin seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Mikrokontroller AT89S51 Sumber: (Atmel ,2013)

METODE

Pada Gambar 4 memperlihatkan model rancangan prototipe detektor sambungan kabel bawah tanah berbasis RFID.

Gambar 4. Rancangan Prototipe Detektor Sambungan Kabel Bawah Tanah Berbasis RFID

Pada gambar tersebut, tampak petugas lapangan akan membawa alat penelusur posisi sambungan kabel bawah tanah berupa RFID Reader. Kemudian petugas menelusuri posisi sambungan kabel di atas permukaan tanah pada jalur saluran kabel bawah tanah. Selama proses penelusuran tersebut, RFID Reader akan mendeteksi keberadaan dari RFID Tag. Jika sepanjang jalur kabel bawah tanah tidak ditemukan adanya RFID Tag maka alat penelusur tidak akan memberikan tanda pada layar LCD. Sebaliknya jika disekitar permukaan tanah terbenam kartu RFID maka alat penelusur akan mengirimkan informasi ke layar LCD dan memberitahukan adanya sambungan kabel bawah tanah berikut nomor sambungannya. Setelah ditemukan lokasi sambungan dengan tepat maka pekerjaan membongkar tanah di sekitar tempat tersebut

baru dapat dilaksanakan untuk penanganan gangguan pada sambungan kabel bawah tanah.

Berdasarkan rancangan prototipe tersebut dapat digambarkan model diagram blok sistem rangkaiannya seperti pada gambar 5.

Gambar 5. Diagram Blok Detektor Sambungan Kabel Bawah Tanah Berbasis RFID

Adapun prinsip kerja dari rancangan sistem detektor sambungan kabel bawah tanah berbasis RFID pada Gambar 5 yakni sebuah mikrokontroler mengaktifkan RFID Reader untuk mulai mendeteksi adanya sinyal umpan balik dari sebuah kartu RFID. Selama tidak ada sinyal umpan balik pada proses penelurusan jalur kabel bawah tanah maka layar LCD M1632 tidak akan menginformasikan adanya sambungan kabel bawah tanah. Bilamana dalam proses penelurusan, sensor RFID Reader menerima adanya sinyal umpan balik dari sebuah kartu RFID maka sinyal ini akan dibaca oleh mikrokontroler untuk diproses sehingga pada layar LCD ditampilkan informasi adanya sambungan kabel bawah tanah dan nomor identifikasi sambungannya.

Berdasarkan diagram blok di atas maka dilakukan perancangan perangkat keras untuk peneriman dan pemrosesan data dari kartu rfid. Dalam perancangan perangkat keras ini jantung utamanya adalah bagian detektor rfid yang memancarkan gelombang elektromagnetik ke kartu rfid dan menerima umpan balik data sinyal dari kartu rfid. Oleh karena itu, perancangan meliputi perancangan kumparan pick up dan perancangan pengkondisi sinyal.

Kumparan pick up merupakan suatu lilitan kawat tembaga yang berfungsi

(5)

165

memancarkan elektromagnetik ke udara dan sekaligus berfungsi menerima sinyal umpan balik dari kartu rfid. Dalam proses pemancaran dan penerimaan gelombang elektromagnetik harus bekerja pada daerah frekuensi resonansi dengan frekuensi pemancar dari kartu rfid. Adapun kartu rfid berada pada nilai frekuensi 125 kHz sehingga kumparan pick up harus memiliki nilai induktansi yang sesuai. Besarnya nilai induktansi yang dibutuhkan pada kumparan pick up dapat dihitung dari persamaan di bawah ini :

f= 1/(2π√LC) dimana :

L = induktansi kumparan pick up (Henry) C = kapasitansi (Farad)

f = frekuensi resonansi (Hz)

Dalam penelitian ini, nilai kapasitor resonasi dirancang dengan nilai 1,5 nF sehingga dari persamaan tersebut diperoleh nilai induktansi kumparan pick up sebesar 1 mH.

Gambar 6. Rancangan kumparan pick up

pada gambar 6 menunjukkan bentuk rancangan kumparan pick up dalam bentuk persegi dimana parameter a menunjukkan setengah lebar sisi, b menunjukkan tinggi kumparan dan c menunjukkan tebal kumparan serta N menunjukkan jumlah lilitan kawat tembaga. Adapun persamaan induktansinya dinyatakan dengan persamaan di bawah ini.

Dalam penelitian ini ditentukan nila a = 1,5 cm, b = 0,3 cm , c= 0,3 cm dan L = 1mH =1000 uH maka jumlah lilitan kawat dari

persamaan tersebut sebanyak 220 lilitan. Adapun hasil perancangan kumparan pick up seperti diperlihatkan pada gambar 7.

Gambar 7. Hasil rancangan kumparan pick up Pengkondisi sinyal berfungsi sebagai penerima sinyal dan pengolah data agar menghasilkan data digital yang sesuai bagi mikrokontroller AT89S52. Dalam pengolahan sinyal ini meliputi beberapa bagian yakni :

1. Generator sinyal 125 kHz 2. Demodulator

3. Penguat sinyal 4. Penyulut schmiit

Generator sinyal merupakan suatu rangkaian yang berfungsi menghasilkan sinyal gelombang dalam bentuk persegi. Ada beberapa metode yang digunakan dalam membangkitkan sinyal tersebut, salah satu diantaranya pada penelitian ini menggunakan komponen IC timer 555 karena kemudahan dalam penentuan frekuensi keluaran dan jumlah komponen pendukung yang sedikit. Adapun operasi kerja dari IC timer 555 adalah sebagai multivibrator astabil dengan rangkaian seperti pada gambar 8. Untuk menentukan frekuensi keluaran generator sinyal dengan frekuensi 125 khz menggunakan persamaan sebagai berikut :

Berdasarkan persamaan di atas, pertama kali kita tentukan frekuensi keluaran generator sinyal yakni 125 khz, kemudian menentukan nilai komponen kapasitor C1 sebesar 2,2 nF. Dari hasil perhitungan

(6)

166

diperoleh nilai resistor R1 = 1k5 dan R2 = 2k2.

Gambar 8. Generator sinyal 125 kHz

Kemudian langkah selanjutnya adalah merancang rangkaian demodulator yang berfungsi menindas frekuensi pembawa 125 khz sehingga diperoleh sinyal pemodulasinya yakni sinyal data yang dikirim oleh kartu rfid. Untuk menindas frekuensi gelombang pembawa menggunakan rangkaian low pass filter dimana filter ini harus mampu meloloskan sinyal data dengan frekuensi yang jauh rendah dari frekuensi sinyal pembawa 125 kHz. Rangkaian low pass filter menggunakan filter pasif R-C seperti pada gambar 9.

Gambar 9 Rangkaian Demodulator

Pada gambar 9 terlihat bahwa sinyal input berupa sinyal pembawa termodulasi terlebih dahulu disearahkan sehingga melewatkan hanya sisi bagian positipnya oleh komponen dioda D1. Karena masih mengandung frekuensi pembawa 125 kHz maka rangkaian filter R1-C1 bertindak sebagai penindas frekuensi pembawa. Pemilihan nilai komponen R1 dan C1 berdasarkan pada respon frekuensi yang akan ditindas. Bagi

frekuensi pembawa 125 kHz nilai reaktansi harus jauh kecil jika dibandingkan dengan frekuensi data yang akan diloloskan. Pada penelitian ini dipilih kapasitor dengan nilai C1 = 10 nF sehingga pada frekuensi pembawa 125 kHz memiliki reaktansi sebesar 127 . Sedangkan nilai reaktansi bagi sinyal data pemodulasi dengan frekuensi 1,5 kHz adalah sebesar 10,6 k.

Oleh karena itu supaya tidak terjadi peredaman sinyal data, maka dalam pemilihan nilai resistor beban R1 harus dipilih yang nilainya minimal 10 x lebih besar dari reaktansi kapasitor Xc = 10,6 k menjadi R1 = 100 k. Pada gambar 10 memperlihatkan rangkaian penguat sinyal.

. Gambar 10. Rangkaian penguat sinyal Pada gambar 10 memperlihatkan rancangan penguat sinyal dengan menggunakan transistor PNP. Alasan pemilihan transistor tipe ini karena sinyal keluaran dari demodulator berupa denyut negatif sehingga sesuai untuk pembiasan transistor tersebut. Komponen seri R1-C1 bertindak sebagai filter frekuensi resonan seri yang meloloskan hanya frekuensi sinyal data sebesar 1,5 kHz. Dengan memilih nilai kapasitor C1 = 10 nF pada frekuensi data 1,5 kHz diperoleh nilai resistor R1 sebesar 10 k.

Tegangan keluaran penguat sinyal pada resistor R3 dirancang berada pada tegangan sebesar ½ dari tegangan sumber yakni 2,5 Volt. Hal ini dikarenakan batas tegangan ambang penyulut schmiit memiliki batas nilai minimum 1,6 Volt dan nilai maksimum 3,2 Volt sehingga diperlukan tegangan acuan 2,5 V pada resistor R3. Jika

(7)

167

nilai resistor R3 ditentukan sebesar 1 k maka arus pada resistor R3 dengan tegangan jatuh 2,5 Volt mengalir sebesar 2,5 mA. Resistor R2 merupakan komponen pembiasan yang menentukan besarnya arus di kolektor. Karena arus resistor R3 sama dengan arus kolektor maka arus basisnya dapat dihitung berdasarkan faktor penguatannya sebesar 200 kali. Dengan arus kolektor 2,5 mA diperoleh arus basis sebesar 12,5 mA. Besarnya tegangan jatuh pada resistor R2 sebesar 1,8 V sehingga dengan arus baris 12,5 mA diperoleh nilai resistor R2 sebesar 1,44 k , tapi disini dipilih nilai 100 k. Adapun rangkaian lengkap detektor rfid diperlihatkan pada gambar 11.

Gambar 11. Rangkaian detektor kartu RFID Pada gambar 11 terlihat sebuah IC timer 555 (IC2) berfungsi sebagai penyulut schmiit dimana masukan level bawah (pin 2) dan masukan level atas (pin 6) digabung jadi satu. Kedua masukan ini mendapat tegangan dari resistor R8 yang merupakan keluaran dari penguat sinyal. Seperti telah dibahas di atas bahwa tegangan keluaran penguat sinyal dalam kondisi stationer berada pada nilai 2,5 Volt sehingga kedua masukan IC2 tidak dalam kondisi set maupun reset. Apabila pada keluaran demodulator mengayun negatif karena ada kartu rfid yang didekatkan maka tegangan keluaran penguat akan naik di atas 2,5 Volt sehingga mengaktifkan masukan level atas. Akibatnya tegangan keluaran IC2 menjadi rendah 0 Volt. Sebaliknya saat kartu dijauhkan maka keluaran demodulator akan mengayun positip, akibatnya keluaran penguat sinyal turun di bawah nilai 2,5 Volt sehingga mengaktifkan masukan level

bawah. Akibatnya tegangan keluaran IC2 menjadi tinggi 5 Volt.

Rangkaian detektor RFID yang telah dibahas di atas masih menghasilkan sinyal data mentah dimana data tersebut harus diolah atau diproses lagi sehingga dapat dibaca nomor identitas kartu rfid. Oleh karena itu, sinyal keluaran dari detektor rfid perlu diolah lagi dengan perangkat keras mikrokontroller AT89S52. Rangkaian pembaca kartu RFID berfungsi untuk mengidentifikasi jenis kartu RFID. Beberapa jenis kartu RFID tersedia dipasaran dengan frekuensi kerja yang berbeda. Pada penelitian ini dipilih jenis kartu RFID dengan tipe frekuensi kerja 125 kHz dengan format data ID-12. Jenis kartu ini dipilih karena bekerja pada frekuensi rendah sehingga kebal terhadap gangguan pembacaan. Disamping itu, alasan yang lain adalah kemudahan dan terjangkaunya harga kartu RFID pasif sehingga dapat menekan biaya pengadaan kartu pelanggan. Untuk mengenali jenis kartu RFID tersebut dibutuhkan tipe RFID reader yang sesuai sehingga dalam aplikasinya apabila ada sambungan kabel bawah tanah yang menggunakan kartu RFID dengan frekuensi kerja yang berbeda, maka tidak akan dikenali. Adapun pengembangan rangkaian pembaca kartu RFID diperlihatkan pada Gambar 12 di bawah ini.

Gambar 12. Rangkaian pembaca kartu RFID tipe 125 kHz

Adapun cara kerja rangkaian pembaca kartu RFID pada gambar 12 adalah ketika ada kartu pasif RFID didekatkan pada RFID Reader ID-12 maka RFID reader akan mendeteksi sinyal elektromagnetik yang dipancarkan oleh kartu tersebut dan

(8)

168

mengubahnya menjadi sinyal data digital untuk dikirim ke mikrokontroler AT89S52. Kemudian mikrokontroler akan melakukan proses pengolahan data digital dan menampilkan nomor sambungan kabel bawah tanah pada layar LCD M1632.

Setelah perancangan perangkat keras selesai maka langkah selanjutnya adalah pengembangan perangkat lunak yakni pembacaan nomor identitas kartu RFID. Dalam proses pembacaan ini meliputi dua tahapan yakni perancangan decoder manchester dan pembaca paket data rfid. Perancangan decoder manchester merupakan suatu program yang dirancang untuk menterjemahkan sinyal data yang disandikan dalam code manchester yang berasal dari keluaran detektor rfid. Karena alasan inilah, maka data mentah dari keluaran detektor rfid masih harus diolah sehingga dapat diperoleh data paket yang sebenarnya. Setelah data paket diterima secara valid barulah tahap berikutnya menterjemahkan data paket menjadi nomor identitas kartu yang sebenarnya.

Sinyal digital memiliki hanya dua keadaan yakni logika 0 dan logika 1. Kedua kondisi logika tersebut diwakili atau disandikan dengan suatu pola sinyal yang salah satunya adalah kode manchester. Pada kode manchester ini logika 0 dinyatakan sebagai sinyal dengan ½ periode awal logika tinggi, sedangkan logika 1 dinyatakan sebagai sinyal dengan ½ periode awal logika rendah. Pada gambar 13 memperlihatkan salah satu contoh sinyal data digital dengan coding manchester. 1 1 0 1 0 3/4T Data In Data Out 0 1 1 0 1 0 Start Start 3/4T 3/4T 3/4T Clock 3/4T Capture 0 3/4T 0 0

Gambar 13. Sinyal data input dengan manchester code

Pada gambar 13, terlihat pola sinyal digital memiliki dua keadaan yakni logika 0 dan logika 1 yang mana sinyal ini belum dapat menyatakan data biner yang sebenarnya. Oleh karena itu, sinyal data input tersbeut harus dipetakan dengan membagi menjadi beberapa bagian pada periode waktu yang sama. Pada gambar terlihat setelah dibagi dengan periode yang tetap, tampak jelas ada perbedaan kondisi data logika 0 dan 1. Untuk memperoleh data keluaran yang benar (data out) diperlukan dua sinyal tambahan yakni sinyal clock dan sinyal capture. Sinyal clock dirancang memiliki periode aktif ¾ dari periode satu bit data dan akan aktif setiap satu periode bit data telah berakhir. Kemudian sinyal capture dirancang memiliki periode ¼ dari periode satu bit dan aktif bersamaan dengan sinyal clock. Karena periode sinyal clock dan sinyal capture berbeda maka ketika sinyal capture telah habis waktu aktifnya dan berubah kondisi dari tinggi ke rendah maka pada saat itulah data in diambil kondisinya dan disimpan dimemory data.

Untuk pendecodean data input yang disandikan dalam kode manchester diperlukan suatu algoritma yang sesuai agar data dapat dibaca dengan benar. Adapun algoritmanya adalah sebagai berikut :

 Tunggu sinyal start aktif low dan jika ada sinyal start aktifkan clock delay ¾ T dan aktifkan sinyal capture ¼ T

 Ambil data bit saat sinyal capture aktif low dan tunggu sampai sinyal clock berubah ke low

 Simpan data bit di memory dan ulangi proses di atas sampai semua data diterima.

Sebagai tanda pengenal atau identitas sambungan kabel bawah tanah digunakan sebuah kartu jenis RFID yang mana dalam hal ini dipilih tipe EM4001 dengan nomor ID 12 digit. Sebelum mengembangkan perangkat lunaknya perlu mengetahui format data dari kartu tersebut seperti diperlihatkan pada Gambar 14 di bawah ini.

(9)

169

Gambar 14 Format data kartu RFID ID-12

pada format data tersebut terlihat bahwa data dikirim dengan diawali oleh start byte (STX), kemudian diikuti dengan dua byte data (D1-D2) yang menunjukkan tipe kartu. Setelah dikirim tipe kartu kemudian diikuti dengan 6 byte data (D3-D8) yang menunjukkan nomor identitas kartu. Untuk menguji kebenaran data yang diterima dikirimkan pula 2 byte data koreksi (CS1 dan CS2) sebagai ceksum. Selanjutnya diikuti dengan 3 byte data yakni CR (carrier return) , LF (line feed) dan ETX (end text) sebagai tanda akhir dari data yang diterima.

Pada Gambar 15 memperlihatkan algoritma program utama pembaca kode ID Card dari RFID Reader ID-12 dalam bentuk diagram flow chart.

Gambar 15. Algoritma program pembaca kode ID Card

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengembangan pada perangkat keras dan lunak diperoleh hasil pengujian dari kedua perangkat tersebut dengan melihat pada kinerjanya. Adapun kinerja perangkat keras yang diamati adalah kemampuan perangkat keras mengenali ada tidaknya kartu rfid ketika didekatkan dengan coil pick up dengan mengeluarkan sinyal data digital sebelum diolah pada mikrokontroler. Kemudian kinerja perangkat lunak adalah kemampuan mendecode sinyal dan memproses data paket dari kart rfid sehingga dapat menampilkan nomor identitas kartu

dengan benar. Pada gambar 16 memperlihatkan rangkaian hardware dari detektor kartu RFID.

Gambar 16 Hardware detektor kartu RFID Generator sinyal IC1 berfungsi membangkitkan sinyal persegi dengan frekuensi 125 kHz dimana nilai frekuensinya ditentukan oleh komponen R4,R5 dan C3. Adapun hasil pengujian generator sinyal diperlihatkan pada gambar 17.

Gambar 17. Bentuk sinyal generator frekuensi 125 kHz

Tampak pada gambar 17. dimana periode sinyal memiliki nilai sebesar 7,95 uS sehingga frekuensi sinyalnya adalah 125,786 kHz. Terlihat bahwa nilai frekuensinya sudah mendekati nilai frekuensi acuan yakni 125 kHz. Hal ini berarti rangkaian generator sinyal sudah berfungsi dengan baik. Kemudian keluaran generator sinyal diumpankan pada kumparan resonansi yang berfungsi membangkitkan medan elektromagnetik ke udara sehingga dapat menginduksikan tegangan ke kartu rfid. Supaya medan yang dibangkitkan nilainya maksimum maka kumparan pick up harus bekerja pada frekuensi resonansi 125 kHz.

(10)

170

Adapun hasil pengukuran tegangannya diperlihatkan pada gambar 18.

Gambar 18. Bentuk sinyal keluaran pada kumparan pick up.

Pada gambar 18 menunjukkan bentuk sinyal keluaran dari rangkaian resonansi ketika tidak didekatkan dengan kartu rfid. Apabila sebuah kartu rfid didekatkan pada kumparan pick up maka sinyal elektro medan magnetik akan menginduksikan tegangan ke kartu rfid. Akibatnya timbul tegangan pada kartu tersebut dan memancarkan sinyal elektromedan magnetik dengan frekuensi yang sama 125 kHz. Ketika terjadi kopling induktif maka nilai kapasitansi kartu rfid akan dihubung secara paralel dengan kumparan pick up membentuk rangkaian resonansi paralel sehingga arus pada kumparan pick up menjadi melemah dan akibatnya tegangan keluaran menjadi berkurang seperti diperlihatkan pada gambar 19. Penurunan tegangan ini sangat dipengaruhi oleh jarak antara kumparan pick up dengan kartu rfid dimana semakin dekat kartunya maka penurunan akan semakin kuat.

Gambar 19. Respon sinyal keluaran saat didekatkan kartu rfid

Dari hasil pengujian seperti pada gambar 19 menunjukkan bahwa kartu rfid sudah dapat dikenali dengan adanya perubahan sinyal pada kumparan pick up. Saat kartu didekatkan tegangannya membentuk sinyal termodulasi amplitudo dimana tegangannya berubah kondisi low dan high sesuai sinyal pemodulasi yang diterima dari kartu rfid. Adanya sinyal modulasi ini menunjukkan bahwa data kartu rfid sudah berhasil diidentifikasi.

Untuk memperoleh data yang sebenarnya dari sinyal keluaran kumparan pick up pada gambar 19 maka sinyal pembawanya harus ditindas dengan rangkaian demodulator. Adapun hasil pengukuran dari rangkaian demodulator seperti diperlihatkan pada gambar 20. Pada gambar tersebut, tampak sinyal keluaran demodulator dimana sinyal gelombang pembawanya telah ditindas sehingga diperoleh sinyal pemodulasinya dengan pola sinyal sesuai gelombang yang diterima dari kartu rfid.

(11)

171

Gambar 21. Bentuk sinyal keluaran penyulut schmiit

Walaupun sinyal keluaran demodulator sudah menyerupai data digital namun level tegangannya belum sesuai untuk sinyal digital. Hal ini terlihat pada gambar 20 dimana level tegangan minimumnya tidak sama dengan nol melainkan 1,5 Volt. Oleh karena itu, agar sinyal demodulator dapat digunakan dalam pemrosesan data digital maka perlu diubah dahulu menjadi sinyal digital dengan menerapkan rangkaian penyulut schmiit dari IC2. Adapun bentuk tegangan keluarannya seperti pada gambar 21. Terlihat bahwa level tegangan rendahnya sudah berada pada tegangan 0 Volt sedangkan level tegangan tinggi berada pada tegangan 5 Volt.

Dari keseluruhan pengujian kinerja hardware menjelaskan bahwa perangkat keras detektor kartu rfid sudah bekerja dengan baik dimana mampu menghasilkan sinyal keluaran digital sesuai dengan data pemodulasi yang diterima dari kartu rfid.

Setelah diperoleh hasil pengujian perangkat keras, langkah berikutnya adalah melakukan pengujian terhadap jangkauan pembacaan kartu tag rfid oleh rangkaian detektor rfid. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui kemampuan jarak pendeteksian kartu rfid apakah sudah berada pada kemampuan jarak yang diinginkan dalam mendeteksi sambungan kabel bawah tanah minimal pada jarak 50 cm. Adapun hasil pengujian jarak pembacaan kartu rfid diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil pengujian jarak pembacaan kartu rfid Jarak (cm) Led level sinyal (Volt) Bentuk sinyal 0 nyala 5 valid 1 nyala 4.5 valid 2 nyala 4.5 valid 3 nyala 4.5 valid 4 nyala 4 valid 5 nyala 4 valid 6 kedip 1 invalid 7 kedip 1 invalid 8 padam 0.05 invalid 9 padam 0.05 invalid 10 padam 0.05 invalid

Sumber : Hasil Penelitian

Dari tabel 1 di atas terlihat bahwa jangkauan pembacaan dari detektor rfid sebesar 5 cm dimana nilai ini masih jauh di bawah dari jarak yang diinginkan yakni 50 cm Hal ini disebabkan lemahnya daya pancaran elektromedan magnet akibat rugi-rugi nilai resistansi dc dari kumparan pick up sehingga arus yang mengalir pada kumparan tersebut tidak cukup kuat membangkitkan medan elektomagnetik ketika kondisi resonansi. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dikaji kembali perancangan kumparan sehingga memberikan jangkauan yang lebih jauh dengan cara menurunkan nilai resistansi kumparan menggunakan diameter kawat yang lebih besar dan menerapkan faktor kualitas kumparan yang lebih rendah sehingga diperoleh band width yang lebih lebar responnya.

(12)

172

Gambar 22. Rangkaian hardware lengkap dengan mikrokontroller

Setelah kinerja perangkat keras yakni detektor rfid telah berhasil bekerja dengan baik dimana menghasilkan sinyal keluaran digital sesuai dengan sinyal modulasi yang diterima dari kartu rfid, maka langkah berikutnya adalah menguji kemampuan dari perangkat lunak dalam proses pengolahan data sinyal digital yang diterima dari kartu rfid sehingga dapat dikenali nomor identitasnya. Dalam pengujian ini rangkaian detektor rfid harus diintegrasikan dengan rangkaian kontroller seperti tampak pada gambar 22

Pada pengujian kinerja perangkat lunak meliputi dua kinerja yakni kinerja decoder sinyal Manchester dan kinerja pembacaan nomor ID kartu rfid. Sinyal yang dihasilkan dari kartu rfid memiliki pola data digital menggunakan protocol Manchester code untuk mewakili logika data 0 dan 1. Oleh karena itu, sinyal data digital dari detektor rfid masih berupa data mentah karena belum menggambarkan data aslinya. Oleh karena itu, sinyal data tersebut harus didecode terlebih dahulu dengan perangkat lunak decoder manchester yang ditanamkan pada mikrokontroller AT89S52. Adapun hasil kinerja perangkat lunak dalam proses mendecode sinyal data dengan protocol Manchester diperlihatkan seperti pada gambar 23.

Gambar 23. Kinerja decoder manchester

Pada gambar 23 terlihat bahwa data yang diterima dari kartu rfid menghasilkan sinyal digital dimana logika datanya dikemas dalam protocol Manchester seperti tampak pada gambar bagian atas (warna kuning) sebagai sinyal keluaran detektor rfid. Perangkat lunak disini harus mampu membedakan logika 0 dan 1 seperti tampak pada gambar bagian bawah (warna biru) sebagai hasil decoding. Dari sinyal keluaran decoder manchester ini, dimana logika 1 sudah sangat jelas dapat dibedakan, demikian pula pada data logika 0 sehingga hasil pengolahan data ini baru menjadi data yang sebenarnya dari kartu rfid. Setelah perangkat lunak telah berhasil berfungsi sebagai decoding manchester maka langkah selanjutnya adalah menguji kinerja perangkat lunak pembacaan nomor identitas kartu rfid sesuai dengan algoritma yang telah dirancang. Adapun hasil kinerja pembacaan nomor identitas kartu rfid diperlihatkan pada gambar 24. Tampak pada gambar dimana hasil pembacaan sudah sesuai dengan nomor yang tertera pada kartu rfid sehingga dapat dinyatakan bahwa program perangkat lunak dalam proses pembacaan nomor identitas kartu rfid telah berhasil dengan baik.

Gambar 24. Kinerja pembacaan nomor identitas kartu rfid

(13)

173

Dalam implementasinya sebagai detektor sambungan kabel bawah tanah pada dasarnya kartu rfid inilah yang akan ditanam di tanah sedalam maksimal 50 cm tepat di atas persambungan kabel bawah tanah. Oleh karena itu, sebagai detektor sambungan kabel bawah tanah maka untuk mengetahui keberadaan sambungan dapat dikenali dengan melihat ada tidaknya kartu rfid yang terbaca nomor identitasnya pada layar LCD. Dengan cara ini maka tanda pengenal lokasi persambungan kabel bawah tanah dapat ditempatkan secara tersembunyi dan tidak mengganggu pengguna jalan.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Mikrokontroler sebagai kontrol utama telah berfungsi dengan baik mendecoding data masukan dalam format manchester code dan menterjemahkan paket data menjadi nomor identitas kartu rfid yang sebenarnya pada layar lcd.

2. Nomor identitas kartu rfid dapat digunakan sebagai tanda pengenal lokasi dari setiap sambungan kabel bawah tanah sehingga dapat diidentifikasi dengan jelas setiap sambungan kabel bawah tanah yang berbeda

DAFTAR RUJUKAN

..., 2010, “

Materi-14-jaringan-distribusi-bawah-tanah”, Tersedia pada

https://daman48.files.wordpress.com/2010 /11/materi-14-jaringan-distribusi-bawah-tanah.pdf. Diakses pada tanggal 2 Juni 2016

Atmel .2013,“8-Bit Microcontroller With 4K

Bytes AT89S51 Datahseet”, Tersedia pada

http://www.atmel.com/images/doc

2487.pdf. Diakses tanggal 10 Oktober 2013

Bob Violino. 2005. “The History of RFID

Technology”, Tersedia pada http:// www.

rfidjournal.com/articles/view?

1338. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2013.

Li Yang, Rushi Vyas. 2007. “ RFID Tag and

RF Structures on a Paper Substrate Using Inkjet-Printing Technology“, Published

byIEEE TRANSACTIONS ON

MICROWAVE THEORY AND

TECHNIQUES, VOL. 55, NO. 12, DECEMBER 2007

M. Azwar A. G. N. 2012. “Pengendali Suara

Penjelasan Objek Museum Berbasis RFID

(Radio Frequency Identification)”,

Tersedia pada

www.elektro.undip.ac.id/el_kpta/wp_ content/uploads/2012/05/L2F008055_MT A.pdf. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013.

Rachmad Setiawan. 2006. “Mikrokontroller

MCS-51”, Penerbit Graha Ilmu,

Yogyakarta.

Rasben Dantes. 2012. “Sistem Pelayanan

Informasi Objek Wisata Museum Berbasis RFID”. Publikasi Penelitian PENPRINAS

MP3EI 2011-2015.

Sparkfun. 2013. “ID-Series Datasheet”, Tersedia pada http://www.sparkfun.

com/datasheets/Sensor/ID-12-Datasheet.pdf. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2013.

Gambar

Gambar  1.  Konstruksi  sambungan  kabel  bawah  tanah di bawah jalan raya
Gambar  2.  Bentuk  fisik  Tag  Card  ID  EM  4001  dan prinsip kerjanya
Gambar  5.  Diagram  Blok  Detektor  Sambungan  Kabel Bawah Tanah Berbasis RFID
Gambar 6. Rancangan kumparan pick up
+7

Referensi

Dokumen terkait