• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membangun Literasi Media, Kurangi Penyebaran Berita Palsu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Membangun Literasi Media, Kurangi Penyebaran Berita Palsu"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Membangun Literasi Media,

Kurangi Penyebaran Berita

Palsu

UNAIR NEWS – Untuk mencegah penyebaran berita palsu atau hoax, masyarakat perlu membangun budaya literasi media sosial. Hal itu disampaikan oleh pakar komunikasi massa Drs. Suko Widodo, M.Si. Ketika ditemui di ruang kerjanya, Suko mengatakan, budaya literasi media bisa dibangun dengan cara membiasakan diri melakukan cek dan ricek informasi sebelum disebarluaskan ke pengguna internet (netizen) yang lain.

“Orang harus memperhatikan etika, harus saring sebelum

sharing. Jadi, orang tidak asal. Ketahuilah apa yang anda

sampaikan, jangan sampaikan semua yang kita ketahui,” tutur Suko.

Penyebaran berita palsu maupun ujaran kebencian (hate speech) merupakan dampak dari perkembangan informasi yang sangat pesat selama beberapa tahun terakhir. Perkembangan informasi itu menyebabkan munculnya ruang publik baru yang disebut media sosial. Ruang publik baru ini berbeda dengan ruang publik nyata karena orang tak lagi perlu berinteraksi secara face to

face tetapi masih bisa mengekspresikan pikiran dan perasaan.

Munculnya ruang publik baru memberi dampak positif maupun negatif. Dampak positifnya, media sosial dapat dimanfaatkan untuk membangun koneksi dan menyebarkan gagasan-gagasan yang benar. Dampak negatifnya, penyebaran berita palsu maupun ujaran kebencian tak terkendali yang berpotensi memicu gangguan terhadap ketertiban publik.

Penyebaran berita palsu maupun ujaran kebencian disebabkan tiga faktor. Pertama, perkembangan teknologi memungkinkan netizen lain untuk menambahkan atau mengedit teks yang telah dipublikasikan netizen sebelumnya.

(2)

Kedua, tingginya jumlah pengguna internet. Seperti dilansir Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII), pada tahun 2016 mencapai 132,7 juta orang Indonesia telah terhubung ke internet. Ketiga, tingkat interaksi yang tinggi antarpengguna.

“Kalau media massa mainstream kan tidak bisa umpan balik. Ruang pertikaian itu tidak terlalu ada. Ruang publik baru atau medsos memungkinkan tingkat interaksi yang tinggi,” terang Suko.

Beberapa waktu lalu, sejumlah kelompok masyarakat tengah gencar mendeklarasikan gerakan anti hoax yang didukung oleh pejabat pemerintahan dan legislatif. Suko menilai, dalam jangka pendek, membentuk gerakan-gerakan seperti itu sah-sah saja. Yang terpenting, ia menekankan, masyarakat harus membangun budaya literasi media.

Ia pun menambahkan, kehadiran Undang-Undang no. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jangan dijadikan penghambat atau kendala bagi masyarakat untuk meluapkan kebebasan berekspresi.

Penulis: Defrina Sukma S Editor: Nuri Hermawan

Tingkatkan Reputasi Akademik

UNAIR Melalui Daring

UNAIR NEWS – Menurut lembaga perankingan Quacquarelli Symonds (QS), kriteria penilaian reputasi akademik mengambil persentase sebesar 30 persen. Di Universitas Airlangga, peningkatan reputasi akademik bisa dimulai dari akses dalam

(3)

jaringan (daring).

Menurut Ketua Badan Perencanaan dan Pengembangan (BPP) UNAIR Badri Munir Sukoco, Ph.D., perkembangan era digital harus diikuti dengan penguatan citra UNAIR melalui laman resmi baik laman http://unair.ac.id maupun laman masing-masing program studi. Sebab, publik UNAIR yang sebagian besar merupakan pengguna internet, akan terlebih dulu mengakses keunggulan UNAIR melalui laman-laman yang tersedia.

“Karena kita sekarang kan masuk di era digital, orang akan mengecek performance universitas itu melalui website. Prestasinya apa. Kalau masuk ke level prodi, kurikulumnya bagaimana, berapa tahun bisa lulus, kalau mahasiswa baru selama ini yang mengajar siapa. Harapan kami, ketika website prodi itu sudah mulai terisi secara terus menerus sehingga persepsi orang mulai berubah,” terang Badri.

Setelah adanya pembenahan laman, salah satu hal yang berubah dalam laman UNAIR adalah setiap dosen diminta untuk melampirkan dan memperbarui daftar riwayat hidup yang terdiri dari latar belakang pendidikan, riwayat mengajar, penelitian, publikasi, dan pengabdian masyarakat. Sampai saat ini, sebanyak 432 dari lebih dari 1.500 dosen, yang telah memublikasikan daftar riwayat hidup di laman resmi UNAIR.

Kedua, aktivasi akun media sosial akademis. Setiap peneliti hendaknya memiliki akun penelitian di lima media sosial terkait seperti Academia.edu, ResearchGate, Mendeley, ORCID, dan Google Scholar. Usai memublikasikan makalah penelitian, peneliti bisa memanfaatkan akun-akun tersebut untuk berbagi penelitiannya ke publik yang lebih luas.

“Harapan kami, pada tahun ini (2017, red), semua dosen UNAIR punya lima akun tadi. Seiring dengan publikasi yang mereka lakukan, persepsi tentang personal branding itu ada dan menunjang personal branding universitas,” tutur pengajar Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, itu.

(4)

Terkait dengan aktivasi akun media sosial akademis, akhir tahun lalu, tim BPP menjalankan program #StartsOnTheInside. Dalam program itu, tim BPP memfasilitasi para dosen untuk mengaktivasi akun media sosial penelitian.

“Alhamdulillah akhir tahun kemarin ada 900 akun peneliti UNAIR yang sudah diaktivasi di Google Scholar. Sisanya, tengah kita pelajari,” imbuh Badri.

Ketua BPP itu menambahkan, pihaknya akan menyampaikan kepada setiap dekan terkait untuk ditindaklanjuti bila memang masih ada sejumlah pengajar yang belum memiliki akun media sosial akademis. (*)

Penulis: Defrina Sukma S Editor: Nuri Hermawan

Inilah Target UNAIR Bidang

Akademis Tahun 2017

UNAIR NEWS – Laiknya institusi maupun orang pada umumnya, memasuki tahun baru 2017, Universitas Airlangga juga memiliki sejumlah resolusi dan target-target yang hendak dicapai. Di bidang akademis, UNAIR memiliki setidaknya empat target untuk dikejar pada tahun ini.

Berikut penuturan Ketua Badan Perencanaan dan Pengembangan UNAIR Badri Munir Sukoco, Ph.D., mengenai target dan cara pencapaian kepada UNAIR News:

Meningkatkan jumlah program studi yang terakreditasi A 1.

Pada tahun 2016, jumlah program studi (prodi) yang terakreditasi A versi Badan Akreditasi Nasional-Perguruan

(5)

Tinggi (BAN-PT) berjumlah 91. Targetnya, pada tahun 2017, jumlah tersebut meningkat menjadi 108.

Untuk mencapai target itu, prodi-prodi terakreditasi B yang saat ini masih berjumlah 53 akan dibimbing dalam memasukkan borang akreditasi. Selain itu, diperlukan pembenahan-pembenahan infrastruktur untuk menunjang proses akademis.

Meningkatkan jumlah prodi yang terakreditasi maupun 2.

tersertifikasi internasional

Saat ini, sudah ada enam prodi di UNAIR yang telah disertifikasi oleh para asesor ASEAN University Networking-Quality Assessment (AUN-QA). Keenam prodi itu adalah S-1 Pendidikan Dokter, Ilmu Hukum, Pendidikan Dokter Hewan, Pendidikan Apoteker, Biologi, dan Kimia. Pada pertengahan Desember 2016 lalu, ada tiga prodi yang kembali divisitasi yakni S-1 Manajemen, Ilmu Kesehatan Masyarakat, dan Sastra Inggris. Rencananya, tahun 2017, UNAIR akan menambah 6 prodi yang akan disertifikasi oleh para asesor AUN-QA.

Selain sertifikasi, prodi juga perlu dinilai oleh lembaga-lembaga akreditasi internasional. Tahun lalu, prodi Magister Manajemen mendapatkan akreditasi dari ABEST21 (The Alliance on

Business Education and Scholarship for Tomorrow, a 21st

century organization)

“Tahun 2016 lalu, akreditasi internasional yang sudah kita capai ada satu, yaitu MM. Ada empat prodi yang menuju akreditasi internasional di tahun ini,” tutur Badri. Rencananya, prodi-prodi yang telah dipertimbangkan untuk diakreditasi internasional telah diminta untuk melakukan penyesuaian (benchmarking) ke lembaga akreditasi internasional seperti Accreditation Agency for Degree Programs in Engineering, Informatics/Computer Science, the Natural Science and Mathematics (ASIIN) di Jerman.

Meningkatkan jumlah publikasi riset dan hilirisasi 3.

(6)

Pada tahun 2017, UNAIR menargetkan 438 publikasi riset terindeks Scopus dan Thomson Reuters. Pada Senin (9/1), jumlah publikasi riset UNAIR yang terindeks Scopus ada di angka 201. Sedangkan, makalah yang sudah diterima tim redaksi jurnal akademik terindeks Scopus pada tahun 2016 sudah mencapai 220. “Paling mentok 2015 ini 117 publikasi. Ketika kita berikan insentif, PPJPI (Pusat Pengembangan Jurnal dan Publikasi Ilmiah) melakukan proofreading, translate, dan masing-masing fakultas juga mengeluarkan anggaran untuk penelitian internal di fakultas, ada yang sudah ter-accepted pada tahun 2016, ada yang sudah proses. Harapan kami, pada tahun 2017, tabungan dari 2016 itu ada efeknya. Bahasanya tuh kalau di pemasaran

carry over effect,” tutur Badri yang juga Koordinator program World Class University UNAIR.

Saat ini, ada 13 produk yang sampai pada tahap tingkatan kesiapan teknologi (TKT) 7. Tahun ini, akan ditambah menjadi 20 produk. Sedangkan, produk TKT 9 akan ditingkatkan dari 4 ke 10 produk. Tahapan dalam TKT menunjukkan kesiapan aplikasi teknologi. TKT 7 menunjukkan demonstrasi prototipe sistem dalam lingkungan atau aplikasi sebenarnya, sedangkan TKT 9 menunjukkan bahwa sistem benar-benar terbukti melalui keberhasilan pengoperasian.

Pengajuan 25 lektor kepala menjadi profesor 4.

Pada tahun 2017, UNAIR akan mengajukan 25 calon guru besar baru. Saat ini, profesor aktif di UNAIR berjumlah 177, diharapkan jumlah itu meningkat menjadi 202. Selain itu, jumlah lektor kepala ditingkatkan dari 351 ke 536 orang. Sementara itu, jumlah doktor dari 615 menjadi 715 orang.

(7)

B a d r i M u n i r S u k o c o , P h . D . , K e t u a B a d a n Perencanaan dan Pengembangan UNAIR

“Ada ketentuan baru mulai tahun 2015. Bagi orang yang berangkat dari lektor kepala dengan angka kredit 400, 550, atau 700, 45 persennya harus dari publikasi. Misal, dia punya angka kredit 400, dia butuh 450. 450 dikalikan 45 persen ketemu 225 dan itu dalam bentuk publikasi. Kalau dia single

author di Scopus kurang lebih butuh sekitar 5 lagi di Scopus.

Jadi, memang butuh waktu, kecuali memang rajin menulis dan publikasi,” terang Ketua BPP itu. (*)

Penulis : Defrina Sukma S Editor : Binti Q. Masruroh

Yon Koeswoyo dan B-Plus Band

Puaskan Reuni FH UNAIR

UNAIR NEWS – Bermalam Minggu sambil bersuka-ria, berdendang, berjoget dan bernostalgia bersama lagu-lagu Koes Plus, sungguh menyenangkan. Ekspresi romantika itu terpancar dari ratusan alumni Fakultas Hukum dan puluhan alumni fakultas lain di

(8)

Universitas Airlangga, bereuni dengan menghadirkan Yon Koeswoyo dan David Koeswoyo, dengan iringan B-Plus Band, di Garden Palace Hotel Surabaya, Sabtu (7/1) malam.

Malam melepas kangen Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Hukum (IKA-FH) UNAIR ini juga dihadiri antara lain Rektor UNAIR Prof. Dr. Moh Nasih, SE., MT., Ak., CMA bersama isteri, Wakil Rektor I Prof. Joko Santoso, dr., Sp.PD-KGH., PhD., FINASIM, Wakil Rektor IV Junaidi Khotib, S.Si., M.Kes., Ph.D., M.Sc., Ketua IKA-UA Drs. Ec. Haryanto Basyuni.

Diantara ratusan alumni FH UNAIR juga terdapat Dr. H. Dossy Iskandar Prasetyo, Sekjen DPP Partai Hanura dan anggota DPR/MPR RI dari dapil III Jawa Timur. Dossy, alumni FH 1982 ini hadir bersama isterinya, Yayuk S. Oetami, yang juga alumni FH dan mantan tenaga kependidikan UNAIR. Kemudian juga hadir Sekjen IKA-UA yang juga mantan Pjs. Bupati Bojonegoro Dr. Akmal Budianto, SH.

Tidak terasa sampai pukul 22.00 berakhir, 33 lagu-lagu Koes Plus menghangatkan suasana reuni FH UNAIR. Mengawali pertunjukan pukul 20.30, B-Plus Band, salah satu band pelestari lagu-lagu Koes Plus dan Koes Bersaudara, menggebrak dengan lagu “Muda-Mudi”, salah satu lagu yang terkenal. Kemudian Acil (keyboard), Ferry (gitar), Ipin (bass) dan Mamen (drum) menyambung dengan enam lagu berikutnya: Oh Kasihku,

Diana, Pagi Yang Indah, Dewi Rindu, dan Mamen sebagaimana

Murry (alm) menyanyikan lagunya “Desember”.

Pada sesi berikutnya, David Yon Koeswoyo tampil. David ini putera kedua Yon dari isteri pertama, Damiana Susi (cerai). Vokalis grup putera-putera Koes Plus “Yunior” ini mengawali pentasnya dengan “Nusantara V”. Selanjutnya mengalir enam nomor berikutnya, yaitu Oh Kau Tahu (Koes Bersaudara), Tul

Jaenak, Ojo Nelongso (Pop Jawa), Oh Kasihan, Jemu, dan

mengakhiri dengan Nusantara 1 (satu).

(9)

alm. R. Koeswoyo dan Rr. Atmini yang bernama lengkap Koesyono ini naik panggung. Laki-laki kelahiran Tuban (Jatim), 27 September 1940 ini mengawali dengan lagu Pelangi. Berikutnya menyenandungkan Why Do You Love Me. Tentu saja, lagu yang pernah meraih puncak tangga lagu di Australia selama empat minggu ini, sehingga mengalahkan Bee Gees, segera disambar penonton dengan ikut nyanyi bersama. Koor oleh hampir semua yang hadir.

YON Koeswoyo dan David didaulat untuk berfoto bersama para alumni UNAIR. (Foto: Bambang Bes)

Berikutnya membawakan nomor Buat Apa Susah dan Telaga Sunyi. Sebelum menyanyi pemain rhythm guitar Koes Plus ini selalu

menyelingi dengan kisah-kisah tentang Koes Plus dan lagu-lagunya. Ia memanggil David untuk berduet dengan lagu Ayah. Selanjutnya duet mereka melahap 15 lagu-lagu Koes Plus. Diantaranya Bus Sekolah, Bunga di Tepi Jalan, Bahagia dan

Derita (permintaan penonton), Kembali (Koes Bersaudara). Pada

nomor Andai Kau Datang Kembali, semua penonton kembali turut

(10)

”Sekarang biar David menyanyikan lagu yang pernah dipopulerkan lagi oleh Yunior: Bujangan,” kata Yon. David pun membawakannya dengan jenaka sebagaimana aransemen khas Yunior. Setelah itu meluncur pop Jawa Kontal Kantil, lalu pop Layang-layang, dan nomor paling populer yang mengisahkan kekayaan alam Indonesia:

Kolam Susu.

Duet ayah-anak ini dilanjutjkan dengan medley lagu-lagu Nusantara. Antara lain Nusantara VII, disambung Nusantara VI,

Nusantara III dan Nusantara 1. Rombongan Yon dan kawan-kawan

sebelum kembali ke Jakarta maka menyanyikan dulu lagu “Kembali

ke Jakarta” sebelum akhirnya pamitan dengan lagu langganan

Koes Plus jika mengakhiri konser: “Kapan-kapan”. “Kapan-kapan

kita bertemu lagi…” begitu antara lain syairnya.

Usai penampilan kedua bintang malam itu segera diburu para alumni yang hadir untuk diajak berfoto bersama. (*)

Penulis: Bambang Bes

Toxo Kit, Generasi Baru Uji

Toksoplasma

UNAIR NEWS – Tim Dosen Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga kembali membuat sebuah inovasi. Kali ini, Tim yang terdiri dari Prof. Dr. Lucia Tri Suwanti, drh., M.P., Dr. Mufasirin, drh., M.Si, Prof. Dr. Suwarno, Prof. Dr. Dewa Ketut Meles, drh., MS., Dr. Hani Plumeriastuti, drh., M.Kes, dan rekan asal Mataram yakni Drs. Zainul Muttaqin, membuat dan mengembangkan sebuah produk alat diagnosa toksoplosma. Alat tersebut diberi nama “Toxo Kit”. Pertama kali dibuat dan diteliti pada tahun 2014, sampai saat ini alat tersebut masih dalam proses pengembangan.

(11)

“Pembuatan alat ini dilatarbelakangi oleh banyaknya kebutuhan alat diagnosa, salah satunya toksoplasma,” ujar Mufasirin. “Semua biaya dan dana penelitian Toxo Kit dibiayai oleh Kemenristek Dikti, dalam rangka peningkatan mutu dosen,” imbuhnya.

Selama ini, pengujian adanya toksoplasma lebih sering menggunakan alat diagnosa bernama “Uji ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)”. Namun, untuk mengetahui hasil uji, Uji ELISA dianggap memakan waktu yang lama yaitu dua hari. Sedangkan, hasil dari uji penggunaan Toxo Kit hanya membutuhkan waktu 10 hingga 15 menit.

Cara kerja alat Toxo Kit ini hampir sama dengan alat penguji kehamilan (Test pack). Pertama, darah pasien diambil, kemudian diendapkan, dan diteteskan ke dalam alat Toxo Kit. Setelah beberapa saat akan diketahui hasil. Jika hasil cenderung positif, maka garis yang keluar adalah dua garis. Sementara jika cenderung negatif, maka hanya ada satu garis yang akan keluar pada alat tersebut.

Toxo Kit mengandung antigen yang bekerja menangkap material yang ada di sampel atau antibodi. Kemudian dilengkapi dengan kandungan sinyal reaksi, yakni suatu materi yang akan bereaksi. Jika hasil sampel menunjukkan nilai positif, sinyal reaksi akan berubah warna. Toxo Kit memiliki sensitivitas atau keakuratan sebanyak 73.5% dan spesifitas 66,7%.

“Alat ini belum bisa dikomparasikan dengan uji toksoplasma yang konvensional, memang standarnya menggunakan Uji ELISA, namun Toxo Kit ini hadir digunakan sebagai alternatif awal sebagai diagnosa adanya toksoplasma,” tandas Mufasirin.

Dengan adanya Toxo Kit ini, Mufasirin dan tim berharap, kit tersebut dapat membantu masyarakat dalam diagnosa toksoplasma yang dianggap mahal dan memakan waktu lama. Ke depan, Mufasirin dan tim juga berusaha mengoptimalisasikan alat tersebut dengan meningkatkan keakuratan dan spesifitas

(12)

“Kita juga sudah berkomunikasi dengan salah satu produsen kimia untuk produksi alat ini. Mereka memiliki standar tersendiri untuk sebuah alat yang akan di produksi. Maka dari itu kita akan memperbaiki kualitas agar tidak banyak berubah ketika diproduksi massal,” terang Wakil Dekan II FKH UNAIR tersebut.

Selain itu, Mufasirin dan tim berencana untuk mengembangkan kit ini menjadi alat yang multiguna. Tidak hanya bisa mendeteksi Immuniglobulin G, tapi juga Immunoglobulin M. Sehingga mampu mendeteksi lebih dari satu macam penyakit.(*) Penulis : Faridah Hari

Editor : Dilan Salsabila

Pentingnya Pendidikan Tata

Kelola Pemilu di Indonesia

UNAIR NEWS – Pendidikan formal mengenai Tata Kelola Pemilu sebaiknya pernah dijalani oleh setiap personel maupun pimpinan badan penyelenggara pemilihan umum, atau di Indonesia adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebab, dalam menjalankan proses pemilu, diperlukan persiapan yang sangat matang agar setiap orang yang memiliki hak pilih bisa menyampaikan kedaulatannya melalui pesta demokrasi.

Guru Besar bidang Ilmu Perbandingan Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, Prof. Ramlan Surbakti, M.A., Ph.D., mengatakan, staf dan pimpinan KPU membutuhkan pendidikan formal Tata Kelola Pemilu. Tujuannya, agar dalam penyelenggaraan pemilu, eksekutor menjalankan proses berdasarkan keahlian, bukan semata-mata berbasis

(13)

pengalaman terdahulu.

“Ilmu pengetahuan itu kan tujuannya untuk menjelaskan. Kalau ini tidak, supaya KPU dalam menjalankan pemilu itu berdasarkan keahlian. Semua personel dan sekretariat jenderal di KPU menjalankan tahapan-tahapan pemilu bukan karena tradisi “oh dulu begitu”, tapi berdasarkan keahlian. Dan, dari 5.000 lebih pegawai KPU, belum ada satupun pegawai yang terdidik dalam Tata Kelola Pemilu,” terang Prof. Ramlan.

Selama ini, kajian pemilu sudah ada dan banyak dilakukan. Di antaranya perilaku memilih (voting behavior), dan political

marketing. Sedangkan tata kelola pemilu masih belum ada. Di

Indonesia, kajian tentang tata kelola pemilu masih belum banyak dilakukan. Bahkan, pendidikan formal di bidang tersebut baru dimulai pada tahun 2015.

Pendidikan tata kelola pemilu merupakan salah satu subkajian dalam program studi Magister (S-2) Ilmu Politik. Di Indonesia, ada sepuluh universitas yang menyelenggarakan pendidikan Tata Kelola Pemilu. Kesepuluh universitas itu adalah Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Padjajaran, Universitas Hasanuddin, Universitas Andalas, Universitas Negeri Lampung, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Nusa Cendana, Universitas Cendrawasih, dan tentu saja UNAIR.

Prof. Ramlan menuturkan, hal-hal teknis dalam proses pemilu tidak bisa disepelekan. Sebab, penyelenggaraan pesta demokrasi itu mewadahi pilihan-pilihan yang telah ditentukan para pemilih. Oleh karena itu, para pembelajar tata kelola pemilu patut memahami strategi perencanaan pemilu hingga hal-hal teknis, seperti distribusi logistik terkait pemilu, aturan-aturan, dan sebagainya.

“Itu bukan sembarang orang bisa, ini mungkin kelihatan teknis tapi ini bermakna. Namanya pemilu itu kan mengubah suara pemilih dan mengkonversi menjadi kursi. Tahap pertama itu kan ketika pemilih memberikan suara. Nah, memberikan suara itu kan

(14)

alatnya logistik tadi, seperti surat suara, kalau desainnya

nggak cocok atau sukar dipahami oleh pemilih, malah gagal

dalam konversi tadi, bagaimana pemilih menyampaikan kedaulatannya,” tutur anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia itu. (*)

Penulis: Defrina Sukma S. Editor : Binti Q. Masruroh

Tak Ada Kriteria Seleksi

Berdasarkan Wilayah

UNAIR NEWS – Universitas Airlangga masih menjadi tempat favorit bagi pelajar dan guru pendamping sekolah menengah atas sederajat untuk mengetahui informasi tentang penerimaan mahasiswa baru. Kali ini, pelajar dan guru pendamping asal Madrasah Aliyah Negeri 3 Malang berkunjung ke UNAIR dan menggali seputar informasi terbaru mengenai penerimaan mahasiswa baru.

Sebanyak 56 siswa dan guru pendamping menyimak dengan antusias pemaparan materi yang disampaikan oleh Sekretaris Pusat Informasi dan Humas Dr. Bimo Aksono, drh., M.Kes., dan pemateri Pusat Penerimaan Mahasiswa Baru Drs. Imam Siswanto, M.Si., pada Senin (9/1), di Aula Kahuripan 300.

Dalam pemaparannya, Bimo menjelaskan tentang informasi umum seputar UNAIR, mulai dari sejarah UNAIR, fasilitas akademik dan penunjang, program studi, beasiswa hingga prestasi yang berhasil disumbangkan oleh sivitas akademika UNAIR. Seperti keberadaan Lembaga Penyakit Tropik yang dinobatkan menjadi Pusat Unggulan IPTEK.

(15)

“UNAIR punya suatu lembaga riset yang menjadi jujukan para peneliti dunia untuk meneliti penyakit tropik. Kalau soal urusan penyakit tropik, peneliti dunia pasti datang ke Indonesia. Kalau ke Indonesia, pasti datangnya ke Surabaya. Kalau Surabaya, yang dituju adalah LPT UNAIR ini,” tutur Bimo. Selain itu, Bimo juga menyampaikan prestasi-prestasi yang diraih oleh mahasiswa dan dosen UNAIR. Prestasi yang berhasil ditorehkan mahasiswa antara lain delegasi UNAIR yang berhasil juara III pada kompetisi Musabaqah Tilawatil Quran Nasional tahun 2016, pendakian empat puncak gunung tertinggi di dunia oleh anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam, serta dosen Fakultas Ekoonomi dan Bisnis yang berhasil meraih penghargaan Hadi Soesastro Award dari Kementerian Luar Negeri Australia. Sedangkan, Imam memberikan paparan informasi mengenai program studi-program studi, tingkat keketatan, dan jalur penerimaan mahasiswa baru. Imam mengingatkan, agar siswa dan siswi MAN 3 Malang memperhatikan tingkat keketatan pada program studi yang ingin dituju.

Pada program studi S-1 Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran, misalnya, tingkat keketatan mencapai lima persen. Artinya, dari seratus pendaftar, hanya lima orang yang diterima. Pada prodi S-1 Gizi, tingkat keketatannya satu persen. Artinya, dari seratus pendaftar, hanya satu orang yang diterima.

Salah satu dari para siswa sempat mengajukan pertanyaan. “Apakah wilayah mempengaruhi kuota penerimaan maba (mahasiswa baru)?,” tanyanya. Menjawab pertanyaan itu, Imam menegaskan bahwa tidak ada kriteria penilaian berdasarkan wilayah.

Kunjungan MAN 3 Malang diakhiri dengan sesi foto bersama dan penyerahan suvenir kedua belah pihak.

Penulis: Hedy Dyah Syahputri Editor: Defrina Sukma S

(16)

Mahasiswa FH Juarai Ajang

Pemilihan Puteri Indonesia

Jatim 2017

UNAIR NEWS – Fatma Ayu Husnasari, mahasiswa semester tujuh Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga berhasil menjuarai ajang pemilihan Puteri Indonesia Jawa Timur (Jatim) tahun 2017. Pemilihan berlangsung Jumat malam (6/1) di Rama Ballroom – Wyndham Hotel (d.h. Pullman), Surabaya.

Berbagai tahapan telah Fatma lewati, mulai dari mengikuti workshop bertajuk Smart, Independence & Creative, melakukan proses pendaftaran, dan dilanjutkan dengan sesi photoshoot. Fatma dan 11 finalis lainnya dari berbagai kota di Jawa Timur, juga mengikuti karantina selama dua hari terhitung sejak Kamis – Jumat (5-6/1).

Fatma bercerita, ketika proses karantina, setiap finalis melakukan unjuk bakat dan deep interview yang dinilai oleh dewan juri. Saat unjuk bakat, Fatma menampilkan kebolehannya dalam menabuh drum.

Fatma yang saat ini tengah menyelesaikan skripsi, mengaku tidak ada persiapan khusus sebelum mendaftar PI Jatim. Keikutsertaannya dalam PI Jatim dapat dikatakan secara tiba-tiba. Meski demikian, Fatma merupakan orang yang menyukai tantangan, sehingga ia akan mencoba banyak hal dan membekali dirinya dengan kegiatan positif guna membentuk pribadinya.

“Tidak dapat dilupakan bahwa untuk turut serta dalam kompetisi ini bukan sesuatu yang instan. Ada proses yang harus saya jalani,” ujarnya.

(17)

Sebelumnya, di tahun 2014, gadis yang memiliki tinggi badan 173 cm ini pernah menjadi Diajeng Kota Blitar. Ia juga menjadi Duta Lalu Lintas Jawa Timur (Jatim) di tahun yang sama. Pada tahun 2015, ia memperoleh Juara Harapan II Raki Jatim.

Tidak hanya itu, prestasi akademik kerap kali dikantongi Fatma, seperti Juara III National Moot Court Competition Piala Mahkamah Agung 2014, Juara II Mahasiswa Berprestasi FH tahun 2014, dan Juara III Mahasiswa Berprestasi FH tahun 2015. Selain itu, ia sempat menjadi Delegasi Lomba Debat Nasional Padjajaran Law Fair 2015 serta Delegasi pada Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidyatullah Law Fair 2015.

Di FH UNAIR, Fatma tergabung dalam kegiatan mahasiswa Badan Semi Otonom (BSO) Asian Law Studens Association (ALSA) dan Masyarakat Yuris Muda airlangga (MYMA). Ia juga menjadi mentor Pembinaan Baca Al-Qur’an (PBA) tahun 2014 dan 2015. Nilai Indeks Prestasi Semester (IPS) yang diperoleh Fatma pun selalu

cumlaude.

Berbagai capaian di dunia modeling juga telah diraih Fatma. Seperti Finalis Top Guest majalah AnekaYess tahun 2012 dan Semifinalis Wajah Femina 2016. Ia juga sempat membintangi beberapa iklan, seperti iklan provider Telkomsel.

Sosok inspiratif yang menjadikan Fatma hingga dalam posisi ini adalah sang ibunda. Fatma mengaku, ibunda lah yang membimbing ia sejak kecil. Sosok ibunda juga selalu menemani Fatma ketika mengikuti berbagai ajang perlombaan mulai dari model, mayoret drumband, lomba MTQ, dan lomba-lomba lainnya.

“Saya ditinggal sama bapak sejak TK umur 5 tahun. Ibu saya adalah single fighter. Mendidik kedua anak perempuannya untuk tetap tegar dan mandiri tidaklah mudah. Apa yang saya lakukan ini untuk ibu. Bagi saya ibu nomor satu. Ibu yang membimbing saya dari kecil dan ikut wira-wiri ketika saya ikut lomba maupun kegiatan lainnya,” ungkap Fatma. (*)

(18)

Editor : Binti Q. Masruroh

Teliti Politik dari Mata

Psikologi,

Amanda

Raih

Cumlaude

UNAIR NEWS – Keadaan politik bisa dikaji dengan beragam kajian ilmu, salah satunya ilmu psikologi. Hal tersebut dibuktikan oleh Rr. Amanda Pasca Rini. Bermula saat ia melihat banyaknya tindakan agresivitas yang sering terjadi di seluruh pelosok Indonesia pada saat Pemilihan Umum (Pemilu), ia meneliti keadaan politik tersebut melalui sudut pandang psikologi.

Dengan disertasi yang berjudul “Pengaruh Private Conformity, Fanatisme, Group Self Esteem, dan Kepatuhan Pada Otoritas Terhadap Agresivitas Partisan Parpol”, perempuan yang akrab disapa Amanda ini dinyatakan lulus program doktor di Fakultas Psikologi UNAIR dengan predikat cumlaude, setelah mampu menjawab berbagai sanggahan pada sidang terbuka pada Jumat, (6/1).

Terkait penelitiannya, Amanda mengatakan bahwa tahun 2004 merupakan awal kebangkitan bagi Indonesia menuju negara demokratis. Seharusnya, Indonesia menjadi lebih baik karena adanya Pemilu, sehingga masyarakat dapat memilih langsung pemimpin yang mereka percayai. Namun, acap kali partai politik (parpol) yang kalah dalam proses pemilu justru akan menyerang kubu lawan yang memenangkan Pemilu. Berangkat dari latar belakang itulah, Amanda mencoba mencari jalan keluar dari persoalan yang ada.

(19)

(Pileg), maupun Pemilihan Presiden (Pilpres) sering diwarnai agresivitas. Mereka saling memukul, merusak fasilitas umum, dan lainnya. Ini membuat saya ingin menganalisis apa yang membuat mereka menjadi agresif,” jelasnya.

Butuh waktu selama 9 semester sebelum akhirnya Amanda berhasil menjadi lulusan doktor ke-12 di Fakultas Psikologi UNAIR. Perjalanan Amanda dalam menyelesaikan pendidikannya tentu saja tidaklah mudah. Karena selain kuliah S-3, Amanda juga menjadi pengajar di Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus Surabaya (UNTAG), Reviewer di Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), dan Pengurus di Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Jatim.

Kendati banyaknya kegiatan yang harus diselesaikannya, hal tersebut tak menjadi persoalan baginya, karena ia selalu berkomunikasi dan berkoordinasi dengan orang-orang yang selalu mendukungnya. Sehingga kendala tersebut bukanlah penghalang baginya untuk menyelesaikan studi.(*)

Penulis : Pradita Desyanti Editor : Dilan Salsabila

Kuliah Dianggap ‘Sampingan’,

Sermada Lulus Terbaik S-3

FISIP UNAIR

UNAIR NEWS – Menjadi dosen tetap di universitas yang berada diluar kota, sekaligus punya tanggungjawab untuk menyelesaikan perkuliahan jenjang doktoral di Universitas Airlangga, merupakan perjuangan tersendiri bagi Sermada Kelen Donatus. Namun ia menganggap kesibukannya sebagai mahasiswa Doktoral di

(20)

UNAIR ini sebagai “sampingan” semata.

Kendati hanya “sampingan”, tetapi Sermada berhasil menyelesaikan studi S-3 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan predikat wisudawan terbaik. Ia memperoleh IPK 3,92. “Saya berterima kasih kepada UNAIR, karena kegiatan ‘sampingan’ semacam ini dimungkinkan oleh UNAIR untuk program S-3,” kata laki-laki yang pernah menjadi Pastor Katolik di Jerman Selatan (selama libur perkuliahan) tahun 1990-1998.

Sermada adalah dosen tetap pengajar filsafat pada program sarjana dan master di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Widya Sasana, Malang. Sehari-hari, di program S-1 ia mengajar Filsafat Manusia, Filsafat Ketuhanan, Filsafat India, dan Filsafat Nusantara. Sedangkan untuk program S-2, ia mengajar Filsafat Perbandingan dan Filsafat Ilmu Pengetahuan.

Ia mengaku, perjuangannya untuk menyelesaikan studi S-3 di UNAIR ini cukup berat. Ia harus membagi waktu antara kuliah dan pekerjaannya itu.

“Usia saya yang tidak lagi muda, jarak antara tempat tinggal di Malang dengan UNAIR, keterbatasan finansial, transportasi angkutan umum, tuntutan lain yang banyak untuk program S-3 dan keterbatasan tenaga, waktu dan pikiran saya,” ujar laki-laki kelahiran Tenawahang, Flores, 27 Februari 1955 ini.

Namun akhirnya ia sangat bersyukur dapat merampungkan tanggungjawab studinya dan memperoleh predikat sebagai lulusan terbaik FISIP UNAIR. Pada studi S3 ini, Sermada memilih topik tesis seputar respon dinamis para penyelenggara sekolah Katolik terhadap kebijakan Inpres pendidikan dasar nasional Indonesia. Ia tuangkan topik itu dalam disertas berjudul “Dinamika Respons Penyelenggara Sekolah Katolik Terhadap Kebijakan Inpres Pendidikan Dasar Nasional Indonesia – Suatu Studi Fenomenologi Pelaku Pendidikan di Kabupaten Flores Timur”.

(21)

SD Katolik di wilayah Kab. Flores Timur. Saya meneropong secara ilmiah kemelut yang menimpa eksistensi SDK oleh karena penerapan program SD Inpres di wilayah itu oleh pemerintah Orde Baru,” katanya.

Setelah meraih gelar Doktor ini, Sermada akan tetap menjalani profesinya sebagai dosen. “Saya mau mendedikasikan diri dalam profesi ini untuk kepentingan pencerdasan manusia sampai saya dipanggil Tuhan,” katanya.

Ia juga berkeinginan untuk menulis artikel dan jurnal ilmiah, menulis buku ajar, dan menerjemahkan buku Filsafat dari bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia. (*)

Penulis: Binti Quryatul Masruroh Editor: Defrina Sukma

Referensi

Dokumen terkait