• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KESAKSIAN DALAM PERKARA PIDANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KESAKSIAN DALAM PERKARA PIDANA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

15

2.1.1 Pengertian Saksi

Saksi dalam hukum pidana Islam berasal dari kata asy-syahadah, diambil dari kata al-musyahadah yang berarti melihat langsung dengan mata, karena orang yang menyaksikan memberitahu tentang apa yang disaksikan dan dilihatnya. Maksudnya adalah pemberitahuan tentang apa yang diketahuinya dengan lafal, aku menyaksikan, atau aku telah menyaksikan. Saksi adalah orang yang membawa kesaksian dan melaksanakannya, karena dia menyaksikan apa yang tidak diketahui oleh orang lain (Sabiq, 2009: 459). Saksi ialah orang yang memberi keterangan di muka sidang tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat, ia dengar, dan ia alami sendiri. Kesaksian juga bisa diartikan sebagai kepastian yang diberikan kepada hakim tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara, yang dipanggil di persidangan (Bintania, 2006: 58).

Keterangan yang diberikan oleh saksi harus tentang peristiwa yang dialaminya sendiri karena kesaksian merupakan alat bukti wajar yang berasal dari pihak ketiga melihat atau mengetahui sendiri peristiwa terkait, keterangan saksi umumnya lebih objektif ketimbang keterangan pihak berkepentingan, pentingnya keterangan saksi dikarenakan banyaknya peristiwa/keadaan hukum yang tidak dicatat atau tidak ada bukti tertulisnya sehingga hanya kesaksian alat bukti yang masih tersedia.

2.1.2 Dasar Hukum Kesaksian

Dalam Islam kesaksian adalah fardhu ain bagi orang yang mengembannya selama dia diminta untuk menyampaikan kesaksian dan dikhawatirkan adanya pengabaian terhadap hak, bahkan wajib hukumnya

(2)

jika dikhawatirkan ada hak yang diabaikan meskipun dia tidak diminta untuk bersaksi. Sesuai dengan firman allah swt surat al-Baqarah ayat 283 :



































































Artinya:

Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (Al-Baqarah ayat 283).

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menyuruh para saksi untuk memberikan kesaksian dan melarang untuk tidak memberikan kesaksian atas apa yang di ketahuinya dan ayat ini menjelaskan bawa hukum kesaksian untuk para saksi adalah harus di sampaikan. Kesaksian hanya wajib disampaikan selama mampu untuk menyampaikannya tanpa ada bahaya yang mengancam fisik, kehormatan, harta atau keluarga. Ini berdasarkan firman Allah swt surat al-Baqarah ayat 282 :





















































(3)















































































































































































































Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka

(4)

hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu).jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.(Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya.dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu (Al-Baqarah ayat 282).

Berdasarkan ayat di atas jumlah saksi yang harus di hadirkan dalam persaksian yaitu dua orang saksi laki-laki atau satu orang saksi laki-laki dan dua orang saksi perempuan yang mana harus di jaga keselamatannya dari ancaman fisik, kehormatan, harta, atau keluarga untuk di jadikan sebagai saksi, agar kesaksian yang diberikan nya tidak ada dari rasa ancama atau sebagainya.

Dikhawatirkan adanya pengabaian terhadap hak, maka kesaksian dalam keadaan ini hukumnya sebagai anjuran. Jika ada yang meninggalkannya tanpa ada halangan maka dia tidak berdosa.Namun begitu kesaksian menjadi fardhu’ain hukumnya, maka saksi tidak boleh mengambil imbalan atas kesaksiannya kecuali dia mngalami kendala dalam perjalanannya, maka dia boleh mengambil imbalan untuk biaya tranportasi. Adapun jika kesaksian bukan fardhu ain hukumnya, maka saksi boleh mengambil imbalan (Sabiq, 2009: 460).

2.1.3 Jenis-jenis Kesaksian

Dalam Islam alat bukti kesaksian itu terbagi kepada lima bagian adalah :

a. Dalam perkara zina, kaum muslim sepakat bahwa perbuatan zina itu tidak bisa ditetapkan dengan kesaksian yang kurang dari empat

(5)

orang laki-laki yang adil. Saksinya sebanyak empatorang laki-laki yang beragama Islam.

b. Dalam perkara wasiat, saksinya sebanyak dua orang perempuan beragama Islam atau boleh dua orang laki-laki yang tidak beragama Islam atau seorang laki-laki bersama dua orang perempuan yang semuanya bukan beragama Islam.

c. Pembuktian perkara hudud selain zina, termasuk hudud qisas badan atau qisas jiwa, dengan dua orang saksi laki-laki yang beragama Islam.

d. Pembuktian dengan saksi satu orang laki-laki dan dua orang perempuan yang beragama Islam, yaitu dalam perkara harta benda, perkawinan, wasiat, hibah, pengakuan dan lain-lain sejenisnya.

e. Pembuktian dengan dua orang atau empat orang perempuan saksi yang beragama Islam, yaitu dalam perkara yang lazimnya diketahui oleh kaum hawa, seperti tentang keperawanan, susuan, kelahiran, dan sejenisnya (Sabiq, 2009: 470- 473).

2.1.4 Syarat-Syarat Kesaksian

Dalam pidana Islam telah ditetapkan enam syarat-syarat kesaksian yang mana penjelasannya sebagai berikut :

a. Islam. Kesaksian kafir terhadap muslim tidak diperkenankan kecuali dalam perkara wasiat di tengah perjalanan.

b. Keadilan (integritas). Yaitu sifat tambahan dari Islam yang harus terpenuhi pada saksi-saksi, dimana kebaikan mereka mendominasi keburukan mereka dan mereka tidak pernah melakukan perbuatan dusta.

c. Baligh dan berakal sehat. Karena adil merupakan syarat diterimanya kesaksian, maka usia baligh dan akal yang sehat merupakan syarat yang berkaitan dengan syarat adil.

(6)

d. Berbicara. Saksi harus mampu berbicara. Jika dia bisu dan tidak bisa berbicara, maka kesaksiannya tidak diterima meskipun dia mengungkapkan dengan isyarat dan isyaratnya dapat dipahami, kecuali jika dia menulis kesaksian dengan tulisannya.

e. Hafal dan cermat. Tidaklah diterima kesaksian orang yang dikenal memiliki ingatan yang buruk dan sering lupa serta keliru.

f. Tidak dicurigai. Tidaklah diterima kesaksian orang yang dicurigai disebabkan keberpihakan ataupun permusuhan (Sabiq, 2009: 461- 466).

Adapun persyaratan khusus dalam masalah harta lebih kongkretnya dalam masala gugat manggugat, apabila tidak ada dua orang saksi, maka boleh dengan satu orang saksi di tambah dengan sumpah, ini hanya dalam masalah gugat menggugat dalam kasus harta (Mardani, 2010: 112). Adapun Syarat-syarat khusus dalam kesaksian :

a. Jumlah saksi: dua saksi laki-laki dewasa atau satu lelaki dan dua wanita mengenai hak-hak perdata terhadap harta ataupun bukan seperti; perkawinan, perceraian, iddah, hiwalah, wakaf, perdamaian, wikalah, wasiat, hibah, perjanjian, ibra’, wiladah dan nasab. Menurut ulama Hanafiah ganti satu saksi lelaki dengan dua wanita, karena lebih pelupa “jika yang satunya lupa yang lainnya mengingatkan” (QS Al-baqarah ayat 282). Tetapi menurut ulama Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanabilahsaksi wanita bersama lelaki tidak di terima kecuali yang ada kaitannya dengan harta seperti: jual beli, sewa, hibah, wasiat, gadai, dan kafalah, karena pada dasarnya tidak boleh menerima kesaksian wanita karena kelemahlembutannya akan mengalahkan dirinya dan sedikitnya kuasa pada perempuan. Adapun dalam persoalan selain harta seperti: nikah, rujuk, talak, hiwalah, pembunuhan sengaja, hudud selain zina, tidak boleh diputuskanselain dengan dua saksi laki-laki dewasa (Bintania, 2006: 86).

(7)

b. Persesuaian keterangan saksi-saksi. Menurut ulama Hanafiah persesuaian keterangan saksi-saksidisyaratkan dalam lafal dan makna sekaligus, sedangkan pendapat lain cukup maknanya saja. Apabila kesaksian para saksi berbeda, maka ditolak karena itu menunjukkan melencengnya gugatan pada hakikat sesuatu yang di saksikan dalam ukuran/kadar, waktu, tempat, dan lainnya (Bintania, 2006: 89).

Di samping itu terdapat juga syarat-syarat keterangan saksi, adalah sebagai berikut :

a. Lafal kesaksian: harus dengan kata ”kesaksian” jika dengan kata “aku tahu” atau “aku yakin” tidak di terima kesaksiannya.

b. Kesaksian sesuai dengan dakwaan/gugatan (Bintania, 2006: 90). Al-Qur’an maupun Hadits tidak menyebutkan larangan untuk menjadi saksi karena hubungan darah atau hubungan semenda dengan pihak-pihak yang berperkara. Larangan yang diatur di lingkungan Peradilan Umum, yang juga di indahkan oleh peradilan agama yaitu :

a. Larangan mutlak

1. Keluarga sedarah dan semenda menurut garis keturunan lurus dari salah satu pihak, kecuali dalam perkara yang berkenaan dengan nafkah, pencabutan kekuasaan orang tua atau wali dan lainnya.

2. Suami atau istri meskipun sudah bercerai.

b. Larangan relatif, artinya mereka boleh didengar tetapi tidak sebagai saksi, tidak perlu di sumpah, yaitu :

1. Anak-anak yang belum berumur 15 tahun. 2. Orang gila sekalipun kadang-kadang sehat

2.2 Kesaksian Dalam Hukum Pidana Indonesia 2.2.1 Pengertian Saksi

Dalam pasal 1 angka 26 saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutandan peradilan tentang

(8)

suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuan itu. Saksi diharapkan dapat menjelaskan rangkaian kejadian yang berkaitan dengan sebuah peristiwa yang menjadi objek sebuah pemeriksaan di muka persidangan. Saksi bersama alat bukti yang lain dapat membantu hakim untuk menjatuhkan putusan yang adil dan objekti berdasarkan fakta-fakta hukum yang dibeberkan. Tuntutan dari keberadan saksi adalah pada saat memberikan keterangannya, saksi harus dapat membrikan keterangan yang sebenar-benarnya (Sunarso, 2014: 53).

Dalam pengertian tentang keterangan saksi, terdapat beberapa pengertian lainnya yang perlu dikemukakan yaitu :

a. Seseorang yang mempunyai informasi tangan pertama mengenai suatu kejahatan atau kejadian dramatis melalui indera mereka (misalnya penglihatan, pendengaran, penciuman, sentuhan) dan dapat menolong memastikan pertimbangan-pertimbangan penting dalam suatu kejahatan atau kejadian. Seorang saksi yang melihat suatu kejadian secara langsung dikenal juga sebagai saksi mata. b. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna

kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. (Pasal 1 angka 26 KUHAP).

c. Saksi adalah seseorang yang menyampaikan laporan dan atau orang yang dapat memberikan keterangan dalam proses penyelesaian tindak pidana berkenaan dengan peristiwa hukum yang ia dengar, lihat dan alami sendiri dan atau orang yang memiliki keahlian khusus tentang pengetahuan tertentu guna kepentingan penyelesaian tindak pidana (Rancangan Undang-undang perlindungan saksi Pasal 1 angka 1) (Sofyan dan Asis, 2014: 250).

(9)

Pentingnya kesaksian dalam pengungkapan kebenaran materil dan dalam menjatuhkan pidana terhadap seseorang dengan tujuan umum untuk mempermudah dalam proses persidangan. Kesaksian diatur di dalam pasal 189 ayat 4 KUHAP yang menyatakan bahwa, pengakuan atau keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan seseorang bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus di sertai dengan alat bukti yang lain KUHP dan KUHAP, 2013: 251). Pemberian kesaksian sebagai kewajiban hukum bahwa dalam proses peradilan pidana, pengungkapan kebenaran dilakukan melalui pemeriksan alat-alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Pihak negara melalui jaksa penuntut umum jelas berkepentingan untuk membuktikan kebenaran dakwaannya dengan mengajukan terdakwa dan saksi-saksi yang menyaksikan dan mendengarkan sendiri peristiwa yang berkait dengan tindak pidana yang didakwakan.

Saksi wajib memberikan kesaksian dan bahkan dapat di panggil paksa untuk memenuhi kewjiban tersebut kepada negara, yaitu untuk memberikan keterangan di muka pengadilan.Tidak perlu diragukan lagi bahwa keterangan para saksi baik a charge(saksi yang memberatkan terdakwa) maupuna de charge(saksi yang meringankan/ menguntungkan terdakwa) sangat penting dalam mengungkap kebenaran dan membentuk keyakinan hakim tentang tidak saja derajat kesalahan terdakwa namun juga tentang apakah terdakwa dapat di minta pertanggung jawaban pidana. Dengan kata lain, peran kesaksian sangat penting sehingga pemberian kesaksian dirumuskan sebagai suatu kewajiban hukum (Sofyan dan Asis, 2014: 40).

2.2.3 Macam-Macam Kesaksian

Dalam hukum pidana Indonesia saksi terbagi menjadi dua bagian adalah sebagai berikut :

a. Saksi a charge (saksi yang memberatkan terdakwa) saksi ini adalah saksi yang telah dipilih dan diajukan oleh penuntut umum, dengan keterangan atau kesaksian yang diberikan akan

(10)

memberatkan terdakwa, demikian menurut pasal 160 ayat (1) huruf c KUHAP, bahwa dalam hal ada saksi yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.

b. Saksi a de charge (saksi yang meringankan atau mengutungkan terdakwa) Saksi ini dipilih atau diajukan oleh penuntut umum/ terdakwa atau penasehat hukum, yang mana keterangan atau kesaksian yang diberikan akan meringankan/ mengutungkan terdakwa.Pasal 160 ayat (1) huruf c KUHAP, bahwa ”Dalam hal ada saksi yang menguntungkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut (Sofyan dan Asis, 2014: 254).

c. Saksi ahli

Pasal 1 butir 28 KUHP, bahwa keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suati perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Mengenai keterangan ahli ini diatur dalam KUHP pada Pasal 184 ayat (1) butir b dan keterangan ahli ini merupakan alat bukti tersendiri dalam hukum acara pidana. Keterangan ahli di dalam praktek di persidangan dapat diberikan secara langsung maksudnya ahli yang bersangkutan secara langsung memberikan keterangan dipersidangan atas permintaan hakim atau jaksa penuntut umum (Sofyan dan Asis, 2014: 255).

(11)

Definisi otentik dalam KUHAP mengenai saksi mahkota (kroon getuide) memang tidak pernah ada, namun berdasarkan perspektif empirik maka saksi mahkota didefinisikan sebagai saksi yang berasal atau diambil dari salah seorang tersangka atau terdakwa lainnya yang bersama-sama melakukan perbuatan pidana, dan dalam hal mana kepada saksi tersebut diberikan mahkota. Adapun mahkota yang diberikan kepada saksi yang berstatus terdakwa tersebut adalah dalam bentuk ditiadakan penuntutan terhadap perkaranya atau diberikannya suatu tuntutan yang sangat ringan apabila perkaranya dilimpahkan ke pengadilan atau dimaafkan atas kesalahan yang pernah dilakukan.bahwa yang dimaksud dengan saksi mahkota adalah kesaksian sesame terdakwa, yang biasanya terjadi dalam peristiwa penyertaan (Harahap, 2005: 321).

Secara normatif, pengajuan dan penggunaan saksi mahkota merupakan hal yang sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip peradilan yang adil dan tidak memihak (fair trial) dan juga merupakan pelanggaran terhadap kaidah hak asasi manusia sebagaimana yang diatur dalam KUHAP sebagai instrumen hukum nasional dan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) tahun 1996 sebagai instrumen hak asasi manusia internasional. Dalam kaitannya dengan penilaian implementasi prinsip-prinsip fair trial maka ICCPR digunakan sebagai instrumen acuan. Adapun bentuk-bentuk pelanggaran tersebut adalah sebagai berikut :

a. Bahwa saksi mahkota, secara esensinya adalah berstatus terdakwa,. Oleh karena itu, sebagai terdakwa maka pelaku memiliki hak absolut untuk diam atau bahkan hak absolute untuk memberikan jawaban yang bersifat ingkar atau berbohong. Hal ini merupakan konsekuensi yang melekat sebagai akibat dari tidak diwajibkannya terdakwa untuk mengucapkan sumpah dalam memberikan keterangannya. Selain itu, menurut ketentuan Pasal 66 KUHAP dijelaskan bahwa terdakwa tidak memiliki beban pembuktian, namun sebaliknya bahwa beban pembuktian untuk

(12)

membuktikan keslahan terdakwa terletak pada pihak jaksa penuntut umum

b. Bahwa dikarenakan terdakwa tidak dikenakan kewajiban untuk bersumpah maka terdakwa bebas untuk memberikan keterangannya dihadapan persidangan. Sebaliknya, dalam hal terdakwa diajukan sebagai saksi mahkota, tentunya terdakwa tidak dapat memberikan keterangan secara bebas karena terikat dengan kewajiban untuk bersumpah. Konsekuensi dari adanya pelanggaran terhadap sumpah tersebut maka terdakwa akan dikenakan atau diancam dengan dakwaan baru berupa tindak pidana kesaksian palsu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 242 KUHPidana. Adanya keterikatan dengan sumpah tersebut maka tentunya akan menimbulkan tekanan psikologis bagi terdakwa karena terdakwa tidak dapat lagi menggunakan hak ingkarnya untuk berbohong. Pada hakikatnya kesaksian yang diberikan oleh saksi mahkota tersebut disamakan dengan pengakuan yang didapat dengan menggunakan kekerasan in casu kekerasan psikis. c. Bahwa sebagai pihak yang berstatus terdakwa walaupun dalam

perkara lainnya diberikan kostum sebagai saksi maka pada prinsipnya keterangan yang diberikan oleh terdakwa (saksi mahkota) hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam ketentuan Pasal 183 ayat (3) KUHAP (Harahap, 2005: 325).

e. Saksi Kolabolator ( Justice Collabolator)

Justice collabolator memang istilah yang diadopsi dari sistem hukum common law, seperti di Amerika Serikat, Inggris dan Australia. Di Indonesia istilahnya sesungguhnya adalah pelaku sekaligus pelapor yang diatur dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan. Saksi pelaku yang bekerjasama dapat didefinisikan sebagai orang yang juga pelaku tindak pidana yang membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap dan

(13)

mengembalikan aset atau hasil suatu tindak pidana serius dan terorganisir dengan memberikan kesaksian dalam proses peradilan (Mulyadi, 2007: 45).

Saksi yang memberatkan terdakwa adalah saksi yang diajukan oleh penuntut umun yang berguna untuk menyanpaikan yang saksi lihat atau saksikan sendiri tentang kesalahan yang di lakukan oleh pelaku yang berkaitan tentang masalah tindak pidana, sedangkan saksi yang meringankan terdakwa adalah saksi yang diajukan oleh terdakwa atau penasehat hukum yang berguna untuk meringankan terdakwa agar terdakwa dalam persidangan tidak terlalu disudutkan, atau bisa disebut dengan pembelaan hak tehadap terdakwa, kedua jenis saksi ini hanya dapat diajukan selama sidang berlangsung atau sebelum dijatuhkan putusan oleh hakim.

Dalam praktek hukum acara perdata umumnya ada tiga macam saksi yaitu:

a. Saksi yang sengaja dihadirkan dan keberadaannya sangat diperlukan karena telah menyaksikan adanya kejadian atau peristiwa dalam suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh beberapa pihak yang membutuhkannya.

b. Saksi yang kebetulan pada saat terjadinya suatu kejadianya yang dilakukan oleh beberapa pihakyang berpekara yang mereka lihat, mendengar dan menyaksikan secara langsung bukan didengar dari orang lain.

c. Kesaksian dari pendengaran yaitu kesaksian yang didengar dari oranglain yang mana tidak di saksikan secara langsung (Sarwono, 2012, 256).

2.2.4 Syarat-syarat Saksi

Seperti halnya pada alat bukti pada umumnya, alat bukti keterangan saksi pun mempunyai syarat yaitu :

a. Syarat formil

Menurut undang-undang, terdapat beberapa syarat formil yang melekat pada alat bukti saksi, yang terdiri dari:

(14)

1. Orang yang cakap menjadi saksi

2. Keterangan disampaikan di sidang pengadilan 3. Penegasan mengundurkan diri sebagai saksi 4. Diperiksa satu persatu

5. Mengucapkan sumpah b. Syarat materil

Syarat materil yang melekat pada alat bukti saksi, yang terdiri dari dua bagian yaitu :

1. Keterangan seorang saksi tidak sah karena tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian

2. Keterangan berdasarkan alasan dan sumber pengetahuan (Harahap, 2014: 633-649).

Adapun orang yang dapat menjadi saksi dan tidak dapat di jadikan sebagai syrat untuk memberikan kesaksian :

a. Pada dasarnya setiap orang yang melihat, mendengar, mengalami sendiri suatu peristwa yang adasangkut pautnya dengan tindak pidana dapat menjadi saksi (pasal 1 butir 26 KUHAP)

b. Agar di dalam persidangan bisa di dapatkan keterangan saksi sejauh mungkin objektif dalam arti tidak memihak atau merugikan terdakwa, KUHAP membagi dalam 3 golongan pengecualian (Alfitra, 2011, 44) :

1. Golongan A

Tidak dapat didengar keterangan dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi (pasal 168 KUHAP):

a) Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau kebawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.

b) Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudar bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga.

c) Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang sudah bersama-sama sebagai terdakwa.

(15)

Alasan bagi keluarga untuk tidak dapat didengar sebagai saksi antara lain :

a) Pada umumnya mereka tidak objektif bila di dengar sebagai saksi. b) Agar hubungan kekeluargaan mereka tidak retak.

c) Agar mereka tidak merasa tertekan waktu memberikan keterangan.

d) Secara moral adalah kurang etis apabila seseorang menerangkan perbuatan yang kurang baik keluarganya (Alfitra, 2011, 45).

Saksi tidak dapat diterima kesaksiannya sebagai syarat untuk menjadi saksi apabila terdapat hubungan keluaga atau orang yang terdekat dengan terdakwa karena dapat memberikan kesaksian yang tidak sesuai dengan kejadiannya atau disebut dengan kesaksian palsu dengan alasan agar terdakwa dapat di bebaskan dari kasus pidana.

2. Golongan B

Golongan yang dapat meminta dibebaskan dari kewajiban untuk memberikan keterangan (pasal 170 KUHAP):

a. Mereka yang karena pekerjaannya atau harkat martabatnya jabatnya diwajibkan menyimpan rahasia, yaitu tentang hal yang di percayakan kepadanya dan hal tersebut haruslah diatur oleh peraturan perundang-undangan. Maksudnya adalah Orang yang harus menyimpan rahasia jabatannya, misalnya adalah dokter, apoteker, notaries atau PPAT.

b. Agar jika tidak ketentuan yang mengatur jabatan atau pekerjaannya, hakim yang menentukan sah atau tidaknya alasan yang dikemukakan untuk mendapatkan kebebasan tersebut. Maksudnya adalah Orang yang terkena jabatannya, misalnya bankir terhadap keuangan nasabahnya (Alfitra, 2011, 45).

Saksi yang bisa menolak untuk memberikan kesaksian karena suatu hal seperti jabatannya, yang harus menyimpan rahasia karena dapat merusak reputasi kerjanya, misalnya dokter yang telah diatur dalam undang-undang atau telah disumpah agar tidak membeberkan rahasia pasiennya.

(16)

Golongan saksi yang boleh diperiksa tanpa disumpah (pasal 171 KUHAP):

a. Anak yang umurnya belum 15 tahun atau belum pernah kawin. Maksudnya adalah Terhadap orang yang sakit ingatannya atau sakit jiwa sangat berbahaya untuk diperiksa sebagai saksi. Karena menurut KUHP, orang-orang yang seperti itu tidak bisa dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Oleh karena itu, sebaiknya jangan mengajukan saksi orang yang sakit ingatannya atau sakit jiwa.

b. Orang yang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali. Keterangan anak adalah keterangan yang diberikan oleh seorang anak tentang hal yang diperlukan untuk membuat tantang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan dalam hal serta menurut caran yang diatur dalam undang-undang ini (pasal 1 butir 29 KUHAP) (Alfitra, 2011, 46). Saksi yang bisa menjadi syarat memberikan kesaksian tanpa disumpah yaitu anak-anak yang berumur di bawah 15 tahun atau yang belum pernah kawin dan orang yang sakit ingatannya karena masih bersifat polos dan dapat memberikan keterangan kesesaksian apa adanya. Adapun pendapat A. Karim Nasution sebagaimana yang dikutip oleh Alfitra membagi menjadi dua golongan pengecualian saksi, yaitu sebagai berikut :

a. Absolute onbevoegd, yaitu mutlak tidak dapat didengar keterengannya sebagai saksi karena umurnya masih muda atau sakit ingatan.

b. Relatief onbevoegd, yaitu orang yang bisa mengundurkan diri sebagai saksi (Alfitra, 2011, 47).

Referensi

Dokumen terkait

hubungan baik dengan penggunaan jasa, artinya jika memang produk dan jasa yang ditawarkan tidak sesuai dengan kondisi yang dirasakan dan harga yang tertera, maka lembaga

Analisis daya dukung untuk variasi jarak antar perkuatan menghasilkan bahwa nilai daya dukung yang paling tinggi sebesar 101,587 kN/m 2 pada urutan perkuatan anyaman

Dari jawaban siswa setelah wawancara, dapat diketahui bahwa mereka mengalami kesulitan dalam Memahami bagaimana gagasan-gagasan dalam matematika saling berhubungan dan

Sedangkan perbedaan pada penelitian terdahulu menggunakan variabel independen terdiri dari tiga atribut kualitas laba yaitu nilai prediksi, nilai umpan balik dan

spiritual, sebagai pebisnis yang jujur dan uang yang dijalankan di usaha Baston food insyallah usaha ini akan berkah karena tidak diselingi dengan pengambilan

dan data-data keuangan lainnya sebagai sarana untuk menilai kinerja perusahaan dan potensi pertumbuhan perusahaan di masa mendatang. Analisis fundamental berasumsi bahwa harga

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa, lubb merupa- kan inti dari segala hati yang terkait dengannya cahaya tauhid, di mana cahaya-cahaya seperti Islam, iman, dan makrifat

Berkaitan dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan struktur yang membangun dalam lirik lagu album