• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGGIAN TABUAN-PANAITAN, JEJAK SESAR SUMATRA DI SELAT SUNDA BERDASARKAN ANALISIS DATA GEOFISIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINGGIAN TABUAN-PANAITAN, JEJAK SESAR SUMATRA DI SELAT SUNDA BERDASARKAN ANALISIS DATA GEOFISIKA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Pemaparan Hasil Penelitian Geoteknologi 2015

“Meningkatkan Kualitas dan Diseminasi Hasil Penelitian Melalui Pemberdayaan Kerjasama Ilmiah”

I - 33

Keta ha na n M iner al d an E ne rgi B en can a G eo logi d an P er ub ah an I klim

TINGGIAN TABUAN-PANAITAN, JEJAK SESAR SUMATRA DI SELAT SUNDA

BERDASARKAN ANALISIS DATA GEOFISIKA

TABUAN RIDGE, TRACE OF SUMATRAN FAULT IN SUNDA STRAITBASED ON

GEOPHYSICAL DATA ANALYSIS

I. Arisbaya

1

, M. M. Mukti

1

, L. Handayani

1

, H. Permana

1

, M Schnabel

2

, K Jaxybulatov

3

1

Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Bandung 40135 Indonesia,

2

BGR, 30655 Hannover, Jerman,

3

Seismology Group, IPGP, Paris 75005, Perancis

ABSTRAK

Studi detil mengenai geometri struktur graben di Selat Sunda telah dilaksanakan dengan menggunakan data batimetri, seismik refleksi dan kegempaan untuk mengetahui karakter Sesar Sumatra segmen Selat Sunda. Karakter struktur geologi ini dapat diamati dalam penampang seismik refleksi, dan di permukaan lantai samudra berupa sesar berarah vertikal dan penerusan kelurusan lembah dan punggungan. Aktifitas struktur juga dapat teramati dari sebaran hiposenter kegempaan. Cekungan Semangko terbentuk sebagai dua sub-cekungan yang dipisahkan oleh suatu tinggian berarah baratlaut-tenggara – utara-selatan, yaitu Tinggian Tabuan-Panaitan. Tinggian ini merupakan bagian dari sesar utama Sesar Sumatra di Selat Sunda, yang ditandai oleh offset unit sedimen yang terlihat di dalam penampang seismik. Aktifitas kegempaan terlihat berkembang di zona tinggian ini. Selain itu, tinggian ini juga nampak dipengaruhi oleh aktifitas magmatik di sepanjang zona lemah tersebut.

Kata kunci: Selat Sunda, Cekungan Semangko, Tinggian Tabuan-Panaitan, Geofisika.

ABSTRACT

Study of detailed geometry graben structure in the Sunda Strait using bathimetry, seismic reflection and seismicity data have been conducted to determine the characteristics of the southeastern segment of Sumatran Fault. Characters of the structure are observed in the seismic reflection profile and on the surface of the seafloor as vertical-dipping faults and lineaments of valley and ridges, respectively. Activity of the structures can also be observed from the earthquake distribution. The Semangko graben formed as two sub-basins separated by a northwest-southeast to north-south trending structure, Tabuan-Panaitan Ridge. This structural high is part of the main faults of the Sumatra Fault zone in the Sunda Strait, which is characterized by offset of sedimentary units offset that visible in the seismic profiles. Seismicity is observed along this structural high. Furthermore, this ridge appears to be influenced by magmatic activity along this structural weak zone.

Keywords: Sunda Strait, Semangko Basin, Tabuan Ridge, Geophysics.

PENDAHULUAN

Selat Sunda merupakan zona transisi dari sistem subduksi frontal di bawah Pulau Jawa menjadi sistem subduksi miring di bawah Pulau Sumatra. Pola subduksi miring di Sumatra ini menjadi penyebab berkembangnya Sesar Mentawai dan Sesar Sumatera (McCaffrey, 1991; Prawirodirdjo et al., 1997). Pergerakan Sesar Sumatra terlihat bervariasi dengan nilai semakin kecil ke arah tenggara, yaitu ke arah Selat Sunda, (Bellier and Sébrier, 1995). Observasi data seismik memperlihatkan sesar ini berakhir di Selat Sunda dan berubah menjadi struktur horst dan graben dalam sistem sesar transtensional (Lelgemann et al., 2000; Susilohadi et al., 2009).

(2)

I - 34

Pemaparan Hasil Penelitian Geoteknologi 2015

“Meningkatkan Kualitas dan Diseminasi Hasil Penelitian Melalui Pemberdayaan Kerjasama IImiah”

Keta ha na n M iner al d an E ne rgi Ben can a G eo logi d an P er ub ah an Iklim Ben can a G eo logi d an P er ub ah an Iklim

Dalam suatu sistem sesar mendatar transtensional, umum dijumpai terbentuknya dua sistem graben di dalam suatu pull-apart basin (Sylvester, 1988; T.P. Harding, 1990; Wu et al., 2009), dipisahkan struktur tinggian yang merupakan bagian dari sesar utama sesar mendatar (Wu et al., 2009). Interpretasi struktur dari data seismik refleksi di daerah Selat Sunda memperlihatkan bentuk graben pull-apart yang terbentuk akibat releasing overstep antara segmen di bagian tenggara Sesar Sumatra dan segmen di selatan Ujung Kulon (Susilohadi et al., 2009). Berdasarkan analisis struktur bawah permukaan yang dapat diidentifikasi dari data seismik refleksi dan penerusan sesar-sesar ke permukaan di atas lantai samudra, penulis melakukan studi detil struktur di segmen paling tenggara Sesar Sumatra di Selat Sunda untuk melihat hubungan segmen-segmen Sesar Sumatra di daerah Sumatra, Selat Sunda dan selatan Jawa.

Gambar 1. Simplifikasi peta tektonik Indonesia bagian barat. Sesar Sumatra berdasarkan (Sieh and Natawidjaja, (2000), Sesar Mentawai berdasarkan (Mukti et al., (2012). Segitiga merah merepresentasikan gunungapi aktif.

Peta dasar berasal dari (British Oceanographic Data Center, (2003).

SETTING STRUKTUR DAERAH SELAT SUNDA

Evolusi pembentukan Selat Sunda telah dicoba diterangkan sebagai hasil rotasi Pulau Sumatera sebesar 20o searah jarum jam relatif terhadap Pulau Jawa (Ninkovich, 1976). Selain itu penelitian lainnya menjelaskan Selat Sunda terbentuk sebagai akibat perpindahan blok di bagian selatan Sesar Sumatera sebagai konsekuensi dari subduksi miring, yang selanjutnya menyebabkan terbentuknya Cekungan Semangko dalam sistem ekstensional (Huchon and Le Pichon, 1984). Berdasarkan analisis swath bathimetri dan seismik refleksi, Cekungan Semangko diidentifikasi sebagai sebuah cekungan besar dengan dua buah graben di barat dan di timur yang terpisahkan oleh suatu tinggian berarah NNW-SSE (Lelgemann et al., 2000). Kedua graben ini dihubungkan oleh graben melintang yang memotong tinggian menjadi blok-blok terpisah (0) (Lelgemann et al., 2000). Observasi struktur lebih detil dari data seismik refleksi di daerah Selat Sunda menunjukkan bahwa bentuk graben pull-apart terbentuk pada sistem releasing step-over antara dua segmen Sesar Sumatra (Susilohadi et al., 2009) (0)

(3)

Pemaparan Hasil Penelitian Geoteknologi 2015

“Meningkatkan Kualitas dan Diseminasi Hasil Penelitian Melalui Pemberdayaan Kerjasama Ilmiah”

I - 35

Keta ha na n M iner al d an E ne rgi B en can a G eo logi d an P er ub ah an I klim

Gambar 2. Visualisasi 3D bathimetri resolusi tinggi memperlihatkan struktur dua graben yang berarah hampir utara-selatan dan blok basement (Lelgemann et al., 2000). Gambar atas kiri: Model evolusi graben pada saat

Pliosen dan resen.

Gambar 3. Model sederhana yang menggambarkan bahwa Sesar Sumatra tidak berakhir di Selat Sunda, melainkan diteruskan ke tenggara dalam sistem releasing step-over antara dua segmen Sesar Sumatra

(Susilohadi, 2009).

Lebih jauh lagi, Handayani and Harjono (2008) mengusulkan bahwa Sesar Sumatera menerus melintasi busur muka hingga ke sumbu tinggian di busur muka. Struktur busur muka sepanjang Sumatera hingga Jawa dianggap seragam, dengan asumsi arah konvergensi tegak lurus terhadap palung. Arah pergerakan lempeng Indo-Australia sebesar N30oE mungkin terjadi saat Lempeng India belum menabrak Lempeng Eurasia. Konvergensi antara Lempeng India dan Lempeng Eurasia menyebabkan perubahan pergerakan lempeng-lempeng di sekitarnya. Salah satunya adalah perubahan arah konvergensi Lempeng Indo-Australia terhadap Lempeng Eurasia yang berubah menjadi menyerong di busur muka Sumatera. Akibatnya, komponen lateral dari konvergensi mulai menyebabkan adanya pergerakan di patahan Sumatera yang kemudian membentuk pull-apart basin (Handayani and Harjono, 2008).

DATA DAN METODE

Penelitian ini menggunakan data seismik refleksi dan batimetri cruise SONNE-137 (Reichert et al., 1999). Seismik refleksi diakuisisi dengan menggunakan streamer yang mempunyai panjang 3 km, panjang rekaman 14

(4)

I - 36

Pemaparan Hasil Penelitian Geoteknologi 2015

“Meningkatkan Kualitas dan Diseminasi Hasil Penelitian Melalui Pemberdayaan Kerjasama IImiah”

Keta ha na n M iner al d an E ne rgi Ben can a G eo logi d an P er ub ah an Iklim Ben can a G eo logi d an P er ub ah an Iklim

second, dengan total panjang lintasan 4.138 km. Data swath batimetri terbaru juga dikompilasikan dalam data yang ada yang ada dengan grid 100 m (Djajadihardja, 2010). Data seismisitas lokal berasal dari KRAKMON PROJECT, yang merupakan penelitian Gunung Krakatau (Jaxybulatov et al., 2011). Penelusuran geometri detil struktur dilakukan dengan melakukan interpretasi struktur di penampang seismic refleksi. Penerusan geometri sesar sampai di permukaan dilakukan dengan bantuan data bathymetri. Selain itu, aktifitas struktur yang ada dapat diamati dari sebaran kegempaan di daerah ini.

Gambar 4. Sesar geser menganan Sumatra menerus ke tenggara menuju ke arah palung. Cekungan Semangko terbentuk sebagai pull-apart basin, dan tinggian di tengah graben merupakan penerusan dari bagian utama

Sesar Sumatra.

HASIL DAN DISKUSI

Berdasarkan kelurusan struktur yang terlihat pada data gabungan batimetri, terlihat sesar yang berarah adanya NNW-SSE menerus dari ujung tenggara Cekungan Semangko menuju ke arah Palung Sunda (Gambar 4). Kelurusan ini dapat diinterpretasikan sebagai penerusan Sesar Sumatra. Struktur-struktur tinggian tampak di bagian tengah Cekungan Semangko, yaitu di komplek Tinggian Tabuan yang menerus sampai Panaitan. Penerusan Sesar Sumatra di selatan Panaitan memperlihatkan offset yang bersifat menganan, terlihat dari pergesaran tinggian yang berarah barat-timur di bagian barat daya Teluk Palabuhanratu.

Distribusi data seismisitas lokal dari KRAKMON Project (Jaxybulatov et al., 2011), memperlihatkan kumpulan event gempa dangkal pada jarak sekitar 40km arah barat Gunung Krakatau (Gambar 5). Posisi kumpulan event gempa dangkal ini bertepatan dengan keberadaan Tinggian Tabuan-Panaitan. Kumpulan event ini membentuk kolom vertikal berarah NWW. Sebagian besar event ini berada pada area velocity tinggi. (Jaxybulatov et al.,

(5)

Pemaparan Hasil Penelitian Geoteknologi 2015

“Meningkatkan Kualitas dan Diseminasi Hasil Penelitian Melalui Pemberdayaan Kerjasama Ilmiah”

I - 37

Keta ha na n M iner al d an E ne rgi B en can a G eo logi d an P er ub ah an I klim

2011) menginterpretasikan hal ini sebagai representasi proses-proses litosfer yang kemungkinan berkaitan dengan opening di Selat Sunda yang membentuk Cekungan Semangko. Di bagian selatannya, kumpulan seismitas dangkal juga dijumpai di daerah penerusan Sesar Sumatra yang memotong prisma akresi.

Gambar 5. Cluster seismic events terekam di bagian tinggian Tabuan-Panaitan. Distribusi seismisitas juga terlihat di dalam zona Sesar Sumatra di selatan Panaitan dan prisma akresi (kiri atas). Pola seismisitas di tinggian memperlihatkan pola vertikal (kanan atas). Struktur tinggian tampak tidak dikontrol oleh sesar-sesar

normal pembentuk horst-graben, akan tetapi lebih memperlihatkan struktur antiklin yang dipengaruhi oleh proses terobosan magmatik.

Di dalam penampang seismik, reflektor-reflektor di dekat permukaan Tinggian Tabuan terlihat mengalami bending dan nampak sebagai stuktur antiklin. Tidak teramati struktur-struktur sesar normal yang biasanya mengontrol tinggian dan dalaman dalam kompleks horst dan graben. Struktur antikilin yang simetri, yang dibagian bawahnya diikuti oleh zona dengan reflektor yang tidak jelas dapat diinterpretasikan sebagai akibat proses terobosan yang memanfaatkan zona lemah akibat struktur yang bersifat vertical dan menembus sangat dalam (Duerto and McClay, 2011). Di permukaan, daerah Pulau Tabuan dan Panaitan ini tersusun oleh batuan breksi volkanik dan tuff (Amin et al., 1993; Atmawinata and Abidin, 1991). Berdasarkan pengamatan tersebut, proses terobosan yang menjadikan pembentukan tinggian Tabuna-Panaitan ini dapat dikaitkan dengan aktifitas magmatik yang menerobos melalui zona lemah yang berupa sesar-sesar mendatar. Interpretasi ini dapat dianalogikan dengan hasil pemodelan analog transtensional pull-apart basin di mana bagian utama sesar mendatar tumbuh menerus di bagian tengah cekungan pull-apart (Wu et al., 2009), sedangkan bagian terluar dari graben dibatasi oleh sesar-sesar yang bersifat normal (Gambar 6)

(6)

I - 38

Pemaparan Hasil Penelitian Geoteknologi 2015

“Meningkatkan Kualitas dan Diseminasi Hasil Penelitian Melalui Pemberdayaan Kerjasama IImiah”

Keta ha na n M iner al d an E ne rgi Ben can a G eo logi d an P er ub ah an Iklim Ben can a G eo logi d an P er ub ah an Iklim

Gambar 6. Geometri 3-D dari tahap awal pembentukan pull-apart basin pada struktur transtensional berdasarkan hasil pemodelan analog (Wu et al., 2009). Tinggian di tengah-tengah cekungan merupakan bagian

dari sesar utama yang bersifat mendatar.

KESIMPULAN

Interpretasi data batimetri menunjukkan kemungkinan kemenerusan Sesar Sumatra di cekungan Semangko dan menerus hingga ke Palung Sunda. Cekungan Semangko terbentuk sebagai pull-apart basin dengan main fault sesar mendatar yang berada di bagian tengah cekungan di daerah tinggian Tabuan-Panaitan. Sebaran aktifitas kegempaan terlihat di sepanjang tinggian ini, dan di beberapa tempat memperlihatkan pola vertikal. Daerah tinggian ini menjadi zona lemah yang sangat mungkin mengalami intrusi magmatik, yang pada akhirnya menyebabkan pengangkatan Tinggian Tabuan-Panaitan sebagai tinggian lokal di dalam Cekungan Semangko di Selat Sunda

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada reviewer yang telah memberi masukan untuk perbaikan tulisan ini. Kami berterima kasih atas izin yang diberikan BPPT untuk menggunakan data batimetri, BGR untuk izin penggunaan data seismik refleksi, dan GFZ untuk data seismisitas lokal. Penulis mengucapkan terima kasih kepada panitia pemaparan Geotek LIPI 2015 yang telah menerima tulisan ini untuk terbit di dalam prosiding.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, T.C., Sidarto, Santosa, S., Gunawan, W., 1993. Geological map of the Kotaagung quadrangle, Sumatera. Bandung, Indonesia.

Atmawinata, S., Abidin, H.Z., 1991. Geological map of the Ujungkulon quadrangle, west Java. Bandung, Indonesia.

Bellier, O., Sébrier, M., 1995. Is the slip rate variation on the Great Sumatran Fault accommodated by fore-arc stretching? Geophys. Res. Lett. 22, 1969–1972.

British Oceanographic Data Center, 2003. GEBCO Digital Atlas: Centenary Edition of the IOC/IHO General Bathymetric Chart of the Oceans. Liverpool, U. K.

(7)

Pemaparan Hasil Penelitian Geoteknologi 2015

“Meningkatkan Kualitas dan Diseminasi Hasil Penelitian Melalui Pemberdayaan Kerjasama Ilmiah”

I - 39

Keta ha na n M iner al d an E ne rgi B en can a G eo logi d an P er ub ah an I klim

Djajadihardja, Y.S., 2010. Bathymetric map of the deep sea trench, accretionary prism and fore arc basin of the western Sumatra water compiled from several cruises after the great Aceh earthquake 26 December 2004, in: Great Earthquake Meeting, Exploring Structural Controls on Great Earhquake Rupture and Architecture of the Sunda/Sumatra Convergent Margin: International Collaboration, Links to Tsunami Modeling and Planning for Future Research Activities, Nice, France, 6. Nice, France.

Duerto, L., McClay, K., 2011. Role of the shale tectonics on the evolution of the Eastern Venezuelan Cenozoic thrust and fold belt. Mar. Pet. Geol. 28, 81–108. doi:10.1016/j.marpetgeo.2009.11.005

Handayani, L., Harjono, H., 2008. Perkembangan Tektonik Daerah Busur Muka Selat Sunda dan Hubungannya dengan Zona Sesar Sumatera. J. Ris. Geol. dan Pertamb. 18.

Huchon, P., Le Pichon, X., 1984. Sunda Strait and Central Sumatra fault. Geology 12, 668–672.

Jaxybulatov, K., Koulakov, I., Seht, M.I., Klinge, K., Reichert, C., Dahren, B., Troll, V.R., 2011. Evidence for high fluid/melt content beneath Krakatau volcano (Indonesia) from local earthquake tomography. J. Volcanol. Geotherm. Res. 206, 96–105. doi:10.1016/j.jvolgeores.2011.06.009

Lelgemann, H., Gutschef, M.-A., Bialas, J., Flueh, E.R., Weinrebe, W., 2000. Transtensional Basins in the Western Sunda Strait. Geophys. Res. Lett. 27, 3545–3548.

McCaffrey, R., 1991. Slip vectors and stretching of the Sumatran fore arc. Geology 19, 881–884.

Mukti, M.M., Singh, S.C., Deighton, I., Hananto, N.D., Moeremans, R., Permana, H., 2012. Structural evolution of backthrusting in the Mentawai Fault Zone, offshore Sumatran forearc. Geochemistry, Geophys. Geosystems 13, 1–21. doi:10.1029/2012GC004199

Ninkovich, D., 1976. Late Cenozoic clockwise rotation of Sumatra. Earth Planet. Sci. Lett. 29, 269–275.

Prawirodirdjo, L., Bock, Y., McCaffrey, R., Genrich, J., Calais, E., Stevens, C., Puntodewo, S.S.O., Subarya, C., Rais, J., Zwick, P., Fauzi, 1997. Geodetic observations of interseismic strain segmentation at the Sumatra subduction zone. Geophys. Res. Lett. 24, 2601–2604.

Reichert, C., Adam, E.-J., Anugrahadi, A., Bargeloh, H.-O., Block, M., Damm, V., Djajadihardja, Y.S., Heyde, I., Hinz, E., Hutagaol, J.P., Kallaus, G., Kewitsch, P., Koesnadi, H.S., Laesanpura, A., Muljawan, D., Mulyono, S., Neben, S., Schrader, U., Schreckenberger, B., Sievers, J., Widiyanto, S., Zeibig, M., 1999. Geoscientiftc investigations on the active convergence zone between the east Eurasian and Indo-Australian Plates along Indonesia. Hannover.

Sieh, K., Natawidjaja, D.H., 2000. Neotectonics of the Sumatran Fault, Indonesia. J. Geophys. Res. 105, 28,295– 28,326.

Susilohadi, S., Gaedicke, C., Djajadihardja, Y., 2009. Structures and sedimentary deposition in the Sunda Strait, Indonesia. Tectonophysics 467, 55–71. doi:10.1016/j.tecto.2008.12.015

Sylvester, A.G., 1988. Strike-slip faults. Geol. Soc. Am. Bull. 100, 1666–1703.

T.P. Harding, 1990. Identification of wrench faults using subsurface structural data: Criteria and piftalls. Am. Assoc. Pet. Geol. Bull. 74, 1590–1609.

Wu, J.E., Mcclay, K., Whitehouse, P., Dooley, T., 2009. 4D analogue modelling of transtensional pull-apart basins. Mar. Pet. Geol. 26, 1608–1623. doi:10.1016/j.marpetgeo.2008.06.007

(8)

I - 40

Pemaparan Hasil Penelitian Geoteknologi 2015

“Meningkatkan Kualitas dan Diseminasi Hasil Penelitian Melalui Pemberdayaan Kerjasama IImiah”

Keta ha na n M iner al d an E ne rgi Ben can a G eo logi d an P er ub ah an Iklim Ben can a G eo logi d an P er ub ah an Iklim

Gambar

Gambar 1. Simplifikasi peta tektonik Indonesia bagian barat. Sesar Sumatra berdasarkan (Sieh and Natawidjaja,  (2000), Sesar Mentawai berdasarkan (Mukti et al., (2012)
Gambar 2. Visualisasi 3D bathimetri resolusi tinggi memperlihatkan struktur dua graben yang berarah hampir  utara-selatan dan blok basement (Lelgemann et al., 2000)
Gambar 4. Sesar geser menganan Sumatra menerus ke tenggara menuju ke arah palung. Cekungan Semangko  terbentuk sebagai pull-apart basin, dan tinggian di tengah graben merupakan penerusan dari bagian utama
Gambar 5. Cluster seismic events terekam di bagian tinggian Tabuan-Panaitan. Distribusi seismisitas juga  terlihat di dalam zona Sesar Sumatra di selatan Panaitan dan prisma akresi (kiri atas)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Asumsi kecepatan vertikal saat landing, massa, dan waktu impak dari pesawat UAV serta parameter analisis tegangan menggunakan Autodesk Inventor Professional 2017

Nama Nomor Alamat Pelanggaran Bukti Jenis No Denda Terdakwa Kendaraan Pemilik Kendaraan Pasal Sitaan Kendaraan Relas.. 1 2 3 4 5 6 7

( Saya suka menggambar mbak, tapi saya tidak percaya diri jika harus menunjukkan kepada teman-teman. Saya malu gambarnya agak jelek, saya merasa gambarnya kurang bagus.

Penggunaan konsep Event-based Spatiotemporal Data Model (ESTDM) yang digunakan untuk pengembangan spatiotemporal data model pada data hotspot dapat menjawab kebutuhan

Variable bebas adalah variable yang direncanakan untuk menentukan hasil sebuah proses atau variable yang ditentukan sebelum dilakukan penelitian. variable bebas

Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara

DAFTAR PESERTA PRAKTIK MENGAJAR 2 JURUSAN TARBIYAH STAIN PAMEKASAN DAN PENEMPATANNYA DI SEKOLAH/MADRASAH MITRA. TAHUN AKADEMIK 2015/2016

Langkah berikutnya menghubungkan modul mikrokontroler dengan modul sensor posisi dan modul sensor pendeteksi barang untuk dapat mengetahui posisi dari kotak pemisah dan