BAB IV
HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian
Saat ini Holycow! Steakhouse by Chef Afit menjadi rujukan banyak orang ketika menginginkan hidangan steak wagyu dengan harga yang relatif murah. Tempatnya sederhana, seperti layaknya warung-‐warung lainnya. Deretan meja-‐kursi rapat mengisi ruangan. Namun demikian, pengunjung rela antre mengular untuk mendapatkan giliran makan. Ramai hampir setiap saat. Holycow! memilih segmen orang-‐orang dengan gaya hidup yang tepat dengan karakternya.
4.1.1. Sejarah Perusahaan
“Holycow! Steakhouse by Chef Afit” adalah sebuah warung makan khusus menjual hidangan steak. Berawal dari kegemaran Afit Dwi Purwanto memasak dan makan steak. Pertama kali Afit jatuh hati pada steak jenis wagyu di sebuah restoran di hotel berbintang dengan harga yang Rp. 900.000,-‐ per porsi. Saat itu belum banyak yang tahu tentang wagyu. Biasanya, steak hanya terdapat di restoran mewah saja. Demi keinginannya mencoba lagi, Afit mencoba-‐coba meracik bumbu olahan steak untuk dinikmatinya sendiri. Kemudian
49
pada saat acara keluarga, Afit mencoba membuat steak untuk dihidangkan kepada keluarga dan koleganya. Alhasil, semua suka dan memuji kreasi Afit dalam mengolah daging sapi yang lezat. Dukungan ini menjadi motivasi bagi Afit untuk membuka warung. Karena sebelumnya, mantan karyawan stasiun televisi swasta ini memang sudah berencana untuk membuka usaha sendiri. Dengan niat mencari nafkah di bidang yang sesuai dengan passion.
Pada tahun 2010 ide ini direalisasikan dan jadilah warung
steak dengan nama awal “Steakhotel by Holycow!”. Bertempat di
kawasan Radio Dalam, Jakarta Selatan, warung steak ini dibuka dengan modal minimalis, seadanya. Resep murni berasal dari keluarga. Status kepemilikan berada di dua pihak—yang salah satu pihaknya adalah Afit sebagai juru masak (chef) dan istrinya, Lucy Wiryono yang menangani bagian komunikasi pemasaran.
“Afit sebagai pencipta resep Holycow! Steakhouse dan mengurusi segala teknis yang menyangkut urusan dapur tentu saja harus fokus pada masakan yang disajikan. Jadi, saya sebagai partnernya juga harus memikirkan semua gimmick marketing, hubungan dengan media sampai urusan public relation, bahkan
sampai melatih kemampuan public speaking karyawan Holycow! Steakhouse,” papar Lucy kepada MarketPlus. 39
Usaha warung steak ini memang benar-‐benar sederhana. Tempatnya pun berbagi dengan bengkel mobil. Siang hari untuk bengkel, malamnya warung steak. Meski demikian, pengunjung tetap ramai mengunjungi setiap harinya. Kebanyakan dari mereka dalah kelompok orang dari kelas menengah yang terkena terpaan iklan Holycow! melalui media sosial Twitter dan Facebook.
Dengan teknik pemasaran yang organik, ringan dan menyenangkan, warung steak ini sering dijadikan tempat kopdar (kopi darat) oleh komunitas-‐komunitas berbasis media sosial. Ini merupakan efek dari penggunaan media sosial sebagai media pemasarannya. Di samping tidak membutuhkan biaya tinggi, media pemasaran secara online terbukti ampuh untuk meraih brand
awareness dalam waktu yang relatif singkat.
Nama “Holycow! Steakhouse by Chef Afit” ini baru muncul ke pasar pada bulan Mei 2012. Pemisahan status kepemilikan memaksa Afit dan Lucy menarik diri dari “Steakhotel by Holycow!” dan melanjutkan usaha warungnya sendiri dan mengganti nama warungnya menjadi “Holycow! Steakhouse by Chef Afit” dengan nama resmi PT. Holycow! Danadipa Indonesia.
51 4.1.2. Ruang Lingkup Usaha
Menu utama yang ditawarkan adalah daging sapi bakar atau
steak wagyu, yaitu daging dari sapi khas Jepang yang mendapatkan
perlakuan khusus. Daging-‐daging ini meliputi Wagyu Sirloin, Wagyu Rib Eye, Wagyu Short Rib Boneless, Bergyu Steak, Australian Sirloin, Australian Tenderloin, dan US Prime Rib Bone.
Selain menu andalan steak wagyu, Holycow juga menyediakan tiramisu “Misu” secara cuma-‐cuma kepada para pelanggannya hanya dengan mention akun @steakholycow melalui Twitter. Misu ini merupakan pihak ketiga penyedia tiramisu yang berkolaborasi dengan Holycow!
4.1.3. Visi dan Misi Perusahaan
Seperti cerita sejarah, Holycow! Steakhouse by Chef Afit tidak memiliki visi dan misi khusus. Pemilik restoran dan sekaligus juru masak, Afit, hanya berkeinginan untuk membuka usaha sendiri. Beliau menyadari bahwa usaha yang mudah dikembangkan adalah yang sesuai dengan minat dan kemampuan pengusahanya. Dalam benak Afit dan Lucy hanya berkeinginan untuk menurunkan “kasta” wagyu ke kalangan menengah. Maka tercetuslah tagline “Wagyu for
everyone”, wagyu untuk semua kalangan.
4.2. Hasil Penelitian
Setelah melakukan penelitian mendalam, penulis berhasil mendapatkan data-‐data pendukung, baik secara akademis maupun dari narasumber yang bersangkutan langsung dengan subyek penelitian.
Dalam bukunya yang berjudul Strategic Brand Management:
Building, Measuring, and Managing Brand Equity (3rd Edition), Kevin Lane
Keller mengungkapkan teori tentang proses strategi branding yaitu Strategic
Brand Management, yang kemudian dijadikan acuan untuk mengupas
tahapan rebranding Holycow! Steakhouse by Chef Afit selama tahun 2012-‐ 2013.
4.2.1. Identifikasi dan Penguatan Brand Positioning
Pasca pecah kongsi pada 10 Mei 2012, hal yang menjadi pekerjaan utama bagi Afit Dwi Purwanto dan Lucy Wiryono adalah membedakan warungnya dengan milik eks-‐partner mereka. Setelah sebelumnya menjadi satu-‐satunya warung steak yang menjual wagyu di Jakarta (bahkan di Indonesia), kini mereka memiliki pesaing tunggal, yaitu eks-‐partner mereka sendiri. Hal pertama yang mereka lakukan adalah mengkomunikasikan bentuk baru warung steak mereka. Pemisahan status kepemilikan ini dipublikasikan melalui blog pribadi milik Lucy Wiryono dan disebarkan dengan menggunakan akun Twitter pribadi pemiliknya, Lucy (@lucywiryono) dan Afit (@aafit). Dalam blog pribadinya, Lucy menuliskan,
53 “Outlet yang berlokasi di Jl. Bhakti no 15, Senopati berubah nama menjadi Holycow! Steakhouse by Chef Afit berada di bawah kepemilikan Afit Dwi Purwanto dan Lucy Wiryono, di bawah naungan PT. Holycow! Danadipa Indonesia.” 40
Dan dalam wawancara melalui email, Lucy menambahkan, “Holycow! adalah yang pertama menjual wagyu steak
dengan harga terjangkau. Konsep 'wagyu for everyone' inilah yang menjadi ciri khas Holycow! karena memang sebelum Holycow! muncul, orang harus datang ke hotel atau restoran mewah untuk bisa menikmati keistimewaan wagyu steak, tentunya dengan harga yang relatif tinggi pula. Konsep inilah yang membuat Holycow! berbeda dengan yang lain. Ditambah dengan cara promosi kami yang dilakukan lewat social media, juga dengan memberikan banyak promo yang mudah, tidak banyak syarat dan masa berlakunya tidak ada batasnya.“
Hal yang menarik dari pernyataan di atas, adalah pencantuman nama “Chef Afit” ke dalam nama brand. Dalam nama barunya, Holycow! Steakhouse by Chef Afit sudah langsung melakukan positioining pada brand-‐nya. Bahwa hanya di outlet inilah (Camp Senopati) Chef Afit memasak steak untuk para pelanggannya. Hal ini sekaligus menjadi faktor diferensiasi, membedakan dari pesaing terdekatnya yang berada di Radio Dalam.
Sejak awal berdiri, Holycow! Steakhouse by Chef Afit sudah menentukan positioning-‐nya sebagai penyedia wagyu untuk kalangan menengah. Lebih khusunya ditujukan bagi mereka yang aktif di media sosial dan bertempat tinggal di Jakarta. Pasca pecah kongsi, Holycow! Steakhouse by Chef Afit masih mempertahankan pangsa
40 Lucy Wiryono, 2012 — Holycow! Steakhouse by Chef Afit. Blog pribadi Lucy Wiryono http://j.mp/XuPNXW
pasarnya untuk konsumen nettizen atau orang-‐orang yang aktif di media sosial berbasis internet.
Kemudian, ditinjau dari pemilihan nama, kata ‘holycow’ sangat mudah dilafalkan meskipun tidak perlu fasih sesuai dengan
grammar. Cukup dengan ‘holiko’ saja, orang sudah mengetahui
konteks apa yang dimaksud. Kata ‘holiko’ atau Holycow kini berasosiasi dengan daging steak, Lucy Wiryono, Afit Dwi Purwanto dan seru atau keseruan.
Bentuk warung yang disajikan Holycow! Steakhouse by Chef Afit menghapus jarak jarak produk mewah dengan konsumen tingkat menengah. Dalam wawancara, Afit mengatakan,
“Kami sengaja tidak pakai pendingin ruangan (AC). Tempat kami tidak terlalu besar. Daya tampung tiap camp sekitar 60 kursi. Karena selalu ramai, jadi pelanggan biasanya berbagi meja dengan pelanggan lain.”
Dalam pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Holycow! Steakhouse by Chef Afit sengaja mempertahankan konsep warung untuk menyajikan produknya (wagyu) yang sebelumnya dikenal dengan makanan mewah. Untuk menyantap menu semewah wagyu, tidak perlu pergi ke restoran atau hotel berbintang. Antrian yang tercipta di halaman dan sempitnya ruangan bukan menjadi masalah. Justru dari situlah tercipa keakraban antar-‐pelanggan, karena berdesakan mereka saling berbincang bahkan berkenalan.
55
Istilah ‘camp’ yang merupakan akronim dari ‘carnivores
meeting point’ untuk warungnya dan sebutan ‘carnivores’ bagi
pelanggannya sengaja diciptakan dalam rangka mendapatkan diferensiasi.
4.2.2. Perencanaan dan Implementasi Program Pemasaran
Mengenai perancanaan program pemasaran, Lucy Wiryono, yang bertindak sebagai pemasar Holycow! Steakhouse by Chef Afit mengatakan,
"Program marketing yang berlaku setiap hari ada 3: FREE
MISU utk yg mention @steakholycow di twitter, FREE steak untuk yang ulang tahun & FREE 1st drink untuk ibu hamil. Ketiga promo ini dijalankan sejak Holycow! buka pertama kali di tahun 2010 sampai sekarang. Selain itu ada juga program pemasaran lainnya yang tematik seperti PEMILGO atau #THRdiCAMP. Holycow! juga beberapa kali berkolaborasi dengan beberapa komunitas, seperti Indonesia Berkebun atau dengan Akademi Berbagi.”
Dalam implementasi program pemasaran tersebut, pihak pemasar membaurkan brand Holycow! Steakhouse by Chef Afit dengan pelanggannya dengan harapan dapat meraih ekuitas yang tinggi dengan memanfaatkan waktu yang singkat. Implementasinya adalah sebagai berikut;
1. Pemilihan brand element
Seperti brand-‐brand pada umumnya, Holycow! Steakhouse by Chef Afit menggunakan elemen-‐elemen seperti nama, logo, simbol, karakter dan slogan untuk memperkuat brand-‐nya. Pencantuman
nama Chef Afit ke dalam brand merupakan penegasan merekalah yang memiliki resep asli masakan. Dari awal, sudah beredar cerita bahwa Holycow! adalah wujud dari angan-‐angan Afit yang gemar memasak untuk keluarga dan kerabatnya dan ingin membuka usaha sendiri.
Sejak Mei 2010, Holycow! Steakhouse by Chef Afit menggunakan logo baru yang tidak jauh berbeda dengan logo lama—dengan masih mempertahankan warna merah, putih dan karakter sapi sebagai simbol. Ini dimaksudkan supaya tidak terlalu mengejutkan konsumen. Perubahan demi perubahan dilakukan secara bertahap. Dengan demikian secara tidak langsung para pelanggan setia turut mengikuti perkembangan warung steak ini sehingga terbentuk pengalaman-‐pengalaman unik bagi masing-‐masing pelanggan.
2. Integrasi brand ke dalam program dan aktivitas pemasaran
Kontribusi terbesar dari proses rebranding datang dari program dan aktivitas pemasaran. Konsep program pemasaran oleh Holycow! Steakhouse by Chef Afit terbagi menjadi dua; pertama adalah program promosi pemasaran reguler. Yaitu program yang berlaku setiap harinya di Camp manapun. Promo reguler tersebut antara lain;
57
− Gratis wagyu bagi yang berulang tahun
Program promosi reguler yang hanya dengan menunjukkan tanda pengenal resmi kepada kru, pelanggan dipersilakan memilih wagyu untuk disantap. Gratis.
− Gratis tiramisu WeMisu
Satu cup tiramisu WeMisu berhak didapatkan setelah me-‐
mention akun @steakholycow via Twitter ketika berada di Camp.
− Gratis first drink bagi yang sedang hamil
Pelanggan tidak perlu melakukan apa-‐apa. Cukup datang ke Camp, kru Holycow! Steakhouse by Chef Afit akan langsung memberikan minuman setelah melihat kondisi perut pelanggannya.
Berikutnya, program pemasaran tematik. Tematik di sini maksudnya, program promosi pemasaran yang diselenggarakan sesuai dengan tema musim atau event tertentu. Promosi tersebut antara lain;
− THR di Camp
Menjelang Lebaran 2012, Holycow! menggelar program tematik dengan memberikan bingkisan THR (diambil dari istilah
umum; Tunjangan Hari Raya) berupa Samsung Galaxy Note bagi pelanggan dengan cara adu banyak mengumpulkan bendera kecil yang tertancap di daging steak yang tersaji. Mengamati respon pelanggan salah satu pelanggan loyal seperti Ranum Esha Kharisma (@ranume), Holycow! Steakhouse by Chef Afit pantas merasa terkejut. Bersama teman-‐temannya di Akademi Berbagi, Ranum paling tidak mengunjungi Camp Senopati sekali dalam sehari, ketika buka puasa atau bahkan pada saat sahur. Holycow! sendiri tidak membatasi pengumpulan bendera tersebut harus berasal dari steak yang dipesannya oleh pelanggan sendiri. Memanfaatkan celah tersebut, Ranum dkk meminta ijin dari pelanggan lain untuk sudi memberikan benderanya untuk Ranum. Dari sinilah tercetus gerakan spontan #BenderaUntukRanum yang disosialisasikan melalui Twitter.
“Bulan Puasa sekarang udah ngga boleh lagi bakar-‐bakaran petasan. Ya udah, rame-‐ramenya di sini aja”,
jawab Ranum sederhana ketika ditanya motivasi mengadakan gerakan ini. Berbagai cara dilakukan oleh Ranum dkk untuk mengumpulkan bendera, seperti memohon kru Holycow! untuk mengumpulkan bendera dari sisa-‐sisa pelanggan pada waktu siang yang mungkin terbuang di tempat sampah.
Walaupun sedemikian hingar-‐bingar gerakan
59
meraih Samsung Galaxy Note karena ada pihak lain yang memiliki koleksi bendera lebih banyak.
“Kampanye kita memang ngajak orang ngumpulin bendera. Memang bener kita dapet, tapi ada yang lebih banyak. Walaupun gagal dapet GNote (Galaxy Note) yang penting seru”,
Demikian kata Ranum beberapa saat setelah pengumuman pemenang.
− Pemilgo
Perubahan demi perubahan dilakukan oleh Holycow! Steakhouse by Chef Afit dalam rangka membedakan diri dari pesaingnya, yang tidak lain adalah mantan rekannya. Program tematik berikutnya adalah kontes pemilihan logo baru Holycow!. Pemilgo merupakan akronim dari pemilihan logo, sebuah program dengan konsep duplikasi Pemilu (Pemilihan Umum) yang sudah jamak dilakukan oleh birokrasi negara maupun daerah. Pemilgo memiliki empat kandidat desainer grafis yang dipilih sendiri oleh pihak Holycow! Steakhouse by Chef Afit. Mereka adalah Pinot W. Ichwandardi (@pinot),
Andira Pramanta (@andiraa), Yodi van Derwoosen
(@yodeesigner) dan Glenn Marsalim (@glennmars). Masing-‐ masing kandidat akan membuat rancangan logo masing-‐ masing yang kemudian akan dipilih oleh siapapun melalui Twitter. Seperti halnya Pemilu, keempat kandidat desainer
dipersilakan untuk mengkampanyekan logonya masing-‐masing dengan cara sekreatif mungkin. Dalam kampanyenya, salah satu kandidat, Glen Marsalim menjelaskan alasannya menggunakan lingkaran sebagai latar belakang icon sapi dan tulisan,
“Lingkaran ini melambangkan koin. Koin sendiri merupakan lambang kemakmuran bagi orang Cina”,
Glenn kemudian menambahkan,
“Tidak cuma logo yang saya buat. Saya bikin gambar sapi yang badannya dibagi-‐bagi seperti wilayah propinsi pada peta. Pembagian wilayah ini adalah bagian-‐bagian daging tertentu yang dijadikan bahan steak. Selama ini mungkin ada orang yang belum tahu daging sirloin itu bagian mana, tenderloin bagian mana. Ini berguna untuk mengedukasi konsumen”.
Tidak berhenti di situ, Glenn Marsalim merancang logo yang tematik, dapat berubah-‐ubah sesuai tema yang sedang tren saat ini berdasarkan musim atau hari raya agama. Misalnya, pada saat Bulan Puasa, sapi pada logo dirancang mengenakan peci. Menjelang Natal, sapi berganti asesoris topi Sinterklas dan sebagainya.
“Dengan ini diharapkan dapan dapat menjangkau pelanggan lebih luas lagi,”
Demikian yang dikatakan Glenn Marsalim mengacu pada customizable calon logo baru Holycow! Steakhouse by Chef Afit rancangannya.
61
Menilik dari tiap kontestan, masing-‐masing merupakan orang-‐ orang yang memang keunikan karakteristik baik secara hasil karya maupun personal. Kredibilitas merekapun sudah diakui oleh banyak orang melalui hasil karya mereka yang tersaji di dunia maya. Salah satu keunikan di antara empat kontestan, ada yang berdomisili di luar Jakarta, bahkan luar Indonesia. Sudah beberapa tahun Pinot W. Ichwandardi tinggal di Kuwait dan sama sekali belum mengetahui tentang Holycow!. “Ngga masalah belum tahu Holycow, bisa saja riset kecil-‐kecilan lewat Twitter atau Google. Justru ngga tahu itu bisa jadi ada insight baru buat kami”, kata Lucy Wiryono ketika ditanya mengenai pemilihan Pinot sebagai salah satu kandidat perancang logo. Kampanye pergantian logo Holycow! ini secara kebetulan bertepatan dengan acara terbesar di Indonesia yang melibatkan
nettizen atau pengguna internet/media sosial yaitu Social
Media Festival yang digelar pada bulan September 2012. Kesempatan ini dimanfaatkan Holycow! untuk membuka booth pemilihan logo. Puluhan ribu pengunjung dari berbagai macam komunitas turut meriahkan acara yang disebut-‐sebut sebagai hari rayanya para nettizen itu.
Lomba makan steak yang digagas oleh pelanggan Holycow! sendiri. Pihak pengelola mendukung dengan menyediakan Big Bite, sajian steak 400 gram dan voucher makan sebagai hadiah pemenang.41
Keterlibatan Lucy dan Afit dalam komunitas berbasis media sosial Twitter seperti Indonesia Berkebun turut membantu terciptanya
brand awareness. Mereka berdua termasuk penggiat komunitas
yang mengkampanyekan penghijauan ini.
Komunitas serupa yang pernah terlibat dengan Holycow! Steakhouse by Chef Afit adalah Akademi Berbagi. Lucy Wiryono tiga kali diundang sebagai pembicara. Pertama, membawakan materi “Mengembangkan Bisnis Melalui Media Sosial” bertempat di Grand Indonesia. Kedua, membawakan materi “Public Speaking” pada saat Local Leaders Day atau temu relawan se-‐ Indonesia di Bogor, April 2012. Terakhir, beliau memberikan materi “Enterpreneurship” di kelas reguler Akademi Berbagi, di Universitas Moestopo, Jakarta. Melalui program promosi pemasaran.
Secara personal, sebagai pemilik usaha, Lucy Wiryono memiliki
network yang cukup luas, terutama di dunia online. Banyak orang-‐
41 Odilia Winneka, Februari 2013 — Man vs Meat Meriahkan Pembukaan Camp Baru Holycow!
63
orang berpengaruh—termasuk di dalamnya selebtwit—mem-‐
follow akun pribadinya. Di mana masing-‐masing orang tersebut
memiliki massanya sendiri. Sehingga buzz yang disebarkan melalui beberapa orang, dapat menjangkau orang lebih banyak lagi.
3. Pemanfaatan asosiasi sekunder
Meskipun secara non-‐verbal sudah berbeda, namun secara verbal kedua warung ini susah dibedakan karena masih sama-‐sama menggunakan “Holycow!” pada nama warung mereka. Dalam perbincangan sehari-‐hari konsumen tidak mungkin menyebutkan
nama lengkap masing-‐masing warung. Maka untuk
membedakannya konsumen menyebut “Holycow Senopati” untuk warung milik Afit dan Lucy, dan “Holycow Radal” untuk eks-‐ partner mereka. Faktor geografis digunakan untuk menguatkan identitas brand.
4.2.3. Pengukuran dan Pemaknaan Performa Merek (Brand
Performance)
Tahap ini merupakan tahap evaluasi terhadap brand positioning yang telah dibangun melalui serangkain program pemasaran yang telah dilaksanakan. Dari tiap aktivitas pemasaran, baik yang reguler maupun tematik, terdapat beberapa hal penting untuk dicatat dalam rangka memenuhi daftar brand equity dari perusahaan atau brand.
Dalam wawancara, Lucy Wiryono memaparkan,
“Sebetulnya fokus Holycow! awalnya adalah untuk membangun brand Holycow! itu sendiri. Sampai sekarang pun kami masih terus melakukannya. Di tahun 2012 kamipun sempat melakukan perubahan logo melalui sebuah campaign bertajuk Pemilgo, di situlah kami secara tidak sengaja bisa melihat bahwa ternyata sudah sangat banyak yang kenal dengan brand Holycow!”
Keterlibatan konsumen Holycow! Steakhouse by Chef Afit dalam program pemasaran membuahkan hasil loyalitas bagi beberapa konsumen. Ketika salah seorang konsumen tersebut merupakan bagian dari sebuah komunitas tertentu, maka anggota komunitas lain akan dengan mudah terpengaruh. Melalui media online, pola hubungan tiap-‐tiap orang dalam komunitas dapat terbaca dengan mudah. Siapa biasa terhubung dengan siapa, siapa yang paling berpengaruh di komunitas satu, atau siapa yang paling aktif di komunitas lain. Seperti pada contoh yang terjadi pada program THR di Camp yang diramaikan oleh Ranum bersama teman-‐temannya dari komunitas Akademi Berbagi dan kampanye calon logo oleh para kandidat desainer.
Jika barometer loyalitas konsumen adalah menyarankan sebuah produk atau brand tertentu kepada pihak lain setelah merasa puas mengkonsumsi produk atau brand tersebut, maka Holycow! Steakhouse by Chef Afit sudah mendapatkan daftar nama panjang mengisi kolom pelanggan loyal.
65 4.2.4. Pengembangan dan Pemeliharaan Ekuitas Merek (Brand
Equity)
Demi meningkatkan pelayanan, Holycow! Steakhouse by Chef Afit terus berupaya meningkatkan kualitas produk, di samping tetap melakukan berbagai kegiatan pemasaran. Dalam wawancara melalui email, Lucy Wiryono mengatakan,
“Dengan melakukan kegiatan marketing dan promosi yang terus menerus, tapi tentunya disertai dengan beragam inovasi supaya tidak membosankan. Memberikan kualitas makanan dan pelayanan yang baik tetap menjadi fokus utama. Karena Holycow! adalah brand makanan, jelas itulah hal yang harus jadi perhatian utama.”
Brand equity Holycow! Steakhouse by Chef Afit tercipta dari
serangkaian kegiatan pemasaran—promosi penjualan reguler dan program pemasaran tematik—yang dilakukan secara bertahap. Berawal dari penggantian nama dan logo pasca pecah kongsi dan pergantian logo tahap berikutnya dengan melibatkan konsumen sebagai penentu terpilihnya logo baru.
Selain kegiatan pemasaran, dalam rangka meningkatkan kualitas produknya, Holycow! Steakhouse by Chef Afit mengirimkan juru masak andalannya, Afit Dwi Purwanto ke Jepang guna studi banding tentang daging steak. Pengetahuan dan pengalaman bertambah sepulangnya dari Jepang.
Salah satu metode pemeliharaan brand equity yang unik yang dilakukan oleh Holycow! Steakhouse by Chef Afit adalah dengan
mendengarkan suara konsumen mereka. Seperti pada kasus tercetusnya istilah ‘ngolikaw’ yang didapat dari salah satu konsumen ketika menyebut aktivitas makan di Holycow! Steakhouse by Chef Afit. Karena terkesan unik, Afit kemudian menetapkan istilah tersebut dan menggunakannya sebagai materi komunikasi di Twitter. “Ngolikaw ini sangat Indonesia dan akan tetap kami pertahankan.
Saya sudah meminta ijin kepada pencetus kata tersebut.”
Demikian ujar Afit Dwi Purwanto pada saat ditemui penulis di Camp Senopati pada bulan September 2012 lalu.
4.3. Analisis dan Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui hasil wawancara mendalam dengan narasumber Holycow! Steakhouse by Chef Afit, yaitu Afit Dwi Purwanto selaku pemilik/juru masak dan Lucy Wiryono selaku pemasar, Glenn Marsalim selaku pemenang kontes pemilihan logo baru Holycow! Steakhouse by Chef Afit, Ranum Esha Kharisma selaku perwakilan konsumen, serta pengumpulan data dan dokumen-‐dokumen yang mendukung penelitian serta terlibat langsung dalam program pemasran, maka maka penulis akan menjelaskan secara terperinci permasalahan yang menjadi objek penelitian dan menganalisis semua data yang diperoleh sesuai dengan fakta yang sebenarnya secara keseluruhan mengenai penerapan strategi rebranding yang dilakukan oleh Holycow!
67
Steakhouse by Chef Afit.
Setiap organisasi atau perusahaan yang ingin berhasil dalam
rebranding, harus terlebih dahulu mengetahui segmentasi dan target pasar
yang akan dituju serta memahami media dan bagaimana cara menjangkau konsumennya. Hal ini berfungsi sebagai panduan dalam menggunakan sumber daya yang dimiliki. Strategi ditentukan berdasarkan kondisi, baik internal maupun eksternal, yaitu suatu studi terperinci mengenai kondisi pasar yang dihadapi perusahaan beserta kondisi perusahaan beserta kondisi
brand saat itu.
Analisis yang cermat terhadap pasar dapat mengetahui kebiasaan perilaku konsumen, dan menentukan cara bagaimana berkomunikasi dan mempertahankannya. Holycow! Steakhouse by Chef Afit lahir dan tumbuh berkembang di era media sosial, dengan jeli memanfaatkannya untuk berkomunikasi dengan pelanggannya. Konflik di dalam tubuh Steakhotel by Holycow yang berakhir dengan perpecahan tidak diartikan sebagai konflik bagi pelanggan. Pihak manajemen berhasil menceritakannya dengan apik, seolah pihak pemasar atau pemilik usaha adalah teman bagi para pelanggan. Dari penelitian dapat diketaui bahwa keberhasilan rebranding Holycow! dapat diraih dalam beberapa tahapan. Dimulai ketika Steakhotel by Holycow secara hukum dinyatakan pecah kongsi, pihak manajemen mengumumkannya kepada publik dan pelanggannya melalui blog pribadi pemilik usaha, Lucy Wiryono — waktu itu Holycow belum memiliki situs
resmi. Dengan bantuan luasnya network pemilik usaha, informasi ini dapat cepat menyebar ke berbagai pihak dan mendapatkan simpati dari para pelanggannya.
Dalam publikasinya, pihak manajemen yang diwakili oleh Lucy Wiryono mengatakan bahwa warung mereka yang dulu bernama Steakhotel by Holycow yang berlokasi di Jalan Radio Dalam dan Jalan Senopati, Jakarta Selatan, adalah beda. Dan kini pihak Lucy dan Afit hanya mengelola warung yang berlokasi di Jalan Senopati dengan nama baru Holycow! Steakhouse by Chef Afit, di bawah naungan PT. Holycow! Danadipa Indonesia. Dengan demikian, warung steak wagyu yang awalnya adalah satu-‐satunya di Jakarta kini memiliki pesaing langsung yang notabene adalah mantan rekan kerja mereka. Pencantuman nama Afit selaku juru masak tunggal pada nama usaha baru, tak ayal jika mengakibatkan pelanggan setianya berbondong-‐ bondong menjauhi Radio Dalam dan ramai-‐ramai berkumpul di Senopati. Kata ‘holycow’ masih tetap digunakan untuk menamai warung dengan warna dasar putih-‐merah dan penggunaan karakter sapi yang tidak jauh beda dengan logo lama. Hal ini sengaja dipertahankan untuk menjaga asosiasi merek yang sudah terbentuk di benak konsumen.
Sejumlah program promosi pemasaran digelontorkan, beberapa di antaranya adalah program baru dan masih mempertahankan beberapa program promosi andalan, seperti pemberian kado berupa wagyu kepada para pelanggannya yang sedang berulang tahun. Apapun bentuk promosinya, Holycow! Steakhouse by Chef Afit tetap bertahan pada konsep
69
pemasaran yang organik. Tidak bertele-‐tele, sederhana, tanpa syarat yang memberatkan pelanggan. Sederhana dari sisi imbalan dan cara ikut serta.
Untuk menjangkau konsumennya yang mayoritas berasal dari golongan kelas menengah, pihak Holycow! Steakhouse by Chef Afit memilih media sosial Twitter dan Facebook untuk berkomunikasi. Media sosial memudahkan interaksi dengan konsumen maupun calon konsumen. Karena basisnya adalah conversation, maka jamak terjadi perbincangan dua arah antara konsumen dengan pihak manajemen secara langsung.
Bentuk promosi penjualannya, Holycow! Steakhouse by Chef Afit memiliki dua macam. Pertama, yaitu promosi yang berlaku setiap hari. Seperti pemberian gratis tiramisu WeMisu kepada pelanggan yang mention
@steakholycow melalui Twitter ketika sedang berada di salah satu Camp. Secara tidak disadari, persyaratan ini turut membantu publikasi. Paling tidak, hal ini mengatakan bahwa sedang ada pelanggan yang menyantap daging steak di Holycow!. Yang perlu dicermati adalah siapa orang yang berkicau. Jika orang tersebut memiliki pengikut ribuan atau bahkan puluhan ribu, maka sejumlah pengikut tersebut menerima terpaan informasi atau
buzz secara spontan. Itu baru satu orang. Belum lagi jika ratusan orang
melakukan hal yang sama, maka akan lebih banyak lagi orang atau pengikut yang terkena terpaan buzz Holycow! Steakhouse by Chef Afit. Menariknya, para pelanggan dengan suka relanya melakukan itu hanya dengan ‘imbalan’ sebuah tiramisu. Efek sama didapatkan dari bentuk promosi yang lainnya, seperti gratis first drink untuk ibu hamil.
Keterlibatan konsumen dalam program promosi merupakan salah satu kekuatan Holycow! Steakhouse by Chef Afit. Seperti yang dilakukan Ranum Esha Kharisma bersama teman-‐temannya dari komunitas Akademi Berbagi membuat gerakan spontan ‘Bendera Untuk Ranum’ demi untuk mengumpulkan bendera Holycow! dalam rangka kampanye THR di Camp selama Bulan Puasa 2012. Menurut pengakuan, mereka melakukan gerakan tersebut atas inisiatif sendiri tanpa permintaan pihak manajemen. Ranum melakukan atas kehendak sendiri, sedangkan teman-‐temannya memberi dukungan juga karena inisiatif masing-‐masing sebagai bentuk solidaritas persahabatan. Hal seperti ini dinilai oleh pihak manajemen sebagai timbal balik penghargaan dari konsumen atas pelayanan yang diberikan melalui program-‐program pemasaran.
Demikian pula halnya yang terjadi pada saat Holycow! Steakhouse by Chef Afit menjadi tuan rumah dengan mendonasikan rooftop gedungnya untuk acara ‘Tanam Serentak’ oleh komunitas Indonesia Berkebun. Para penggiat gerakan bercocok tanam berbondong-‐bondong mengunjungi Camp Senopati. Hal sesederhana ini mampu menghasilkan efek viral ketika melibatkan komunitas. Secara otomatis nama Holycow! Steakhouse by Chef Afit disebut-‐sebut oleh setiap kampanye gerakan sosial Indonesia Berkebun tersebut.
Setali tiga uang dengan ketika pencanangan program penggantian logo, Pemilgo. Pihak perusahaan melibatkan pelanggan dalam perubahan.
71
dalam satu program perusahaan, dalam hal ini adalah program pergantian logo Pemilgo. Bagi yang belum mengetahui dapat menjadi tahu, yang sudah tahu mendapatkan pengetahuan lebih dalam. Dan bahkan beberapa pelanggan tetap mematok pilihannya kepada Holycow! Steakhouse by Chef Afit karena cara perusahaan berkomunikasi dengan pelanggannya terasa begitu akrab dan tanpa jarak. Pelanggan merasa didengar suaranya oleh pihak manajemen perusahaan. Manapun logo yang nantinya akan digunakan sebagai logo baru Holycow! Steakhouse by Chef Afit adalah keputusan konsumen. Pihak internal menyerahkan sepenuhnya kepada khalayak. Sedikit menilik ke makna kata ‘memilih’, setiap orang akan terpancing untuk menggunakan selera dan analisanya berdasarkan frame of reference dan field
of experience masing-‐masing. Butiran-‐butiran ide yang dijaring dari
pelanggannya, dijadikan Holycow! Steakhouse by Chef Afit sebagai bahan pondasi kekuatan brand.
Sejumlah program pemasaran tersebut dirangkai dalam bentuk yang sederhana dan menyenangkan. Sederhana secara pengeluaran dan imbalan atau hadiah yang diberikan kepada pelanggan. Iklannya semua hanya menggunakan media sosial yang dapat menghilangkan anggaran belanja media (media buying) karena dapat dilakukan sendiri. Sedangkan yang dimaksud organik di sini adalah tidak ada syarat-‐syarat yang sekiranya dapat memberatkan konsumennya. Misalnya, pemberian steak wagyu secara gratis kepada konsumen yang sedang berulang tahun hanya dengan menunjukkan tanda pengenal resmi.
Serangkaian bentuk komunikasi yang dijalin dengan pelanggannya, Holycow! Steakhouse by Chef Afit tidak mengkomunikasikan keunggulan fitur-‐fitur produknya ke khalayak. Hal ini sengaja dilakukan karena pihak manajemen menyadari bahwa masih ada yang lebih baik dari daging steak hasil produksi mereka. Namun pihak manajemen Holycow! Steakhouse by Chef Afit lebih mengutamakan untuk mengkomunikasikan value yang akan didapatkan oleh konsumen setelah mengkonsumsi produk mereka. Tidak semata keunggulan fitur daging steak yang didapat, namun juga penghargaan ‘memanusiakan’ konsumennya. Inilah kunci dari strategi pemasaran mereka. Holycow! Steakhouse by Chef Afit bukanlah yang terbaik di pasar, akan tetapi justru konsumen yang akan merasa lebih baik jika menggunakan produk Holycow! Steakhouse by Chef Afit. Jika Holycow! Steakhouse by Chef Afit adalah seekor sapi, maka konsumen mereka adalah gembalanya. Pertumbuhan perusahaan sudah bukan lagi menjadi tanggung jawab pihak manajemen atau pemilik saja.