• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pilpres (Pemilihan Presiden Tahun 2009)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pilpres (Pemilihan Presiden Tahun 2009)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pilpres

(Pemilihan Presiden Tahun 2009)

Dwi Ari Kurniasih (11110002 ST)

Mahasiswa PPKN IKIP Veteran Semarang

ABSTRAK

Setiap lima tahunan Indonesia meyelenggarakan hajatan politik, baik pemilihan legislatif yaitu memilih DPRD, yang terbagi menjadi DPRD Kota, Kab, ataupun DPRD pusat, juga menegadakan pemilihan Presiden. Pada zaman sebelum reformasi pemilihan Presiden dilaksanakan dengan sistem pemilihan secara tidak langsung. Artinya, pemilihan yang dilaksanakan oleh DPR RI terhadap calon Presiden tersebut. Beriring dengan perkembangan zaman, pemilihan Presiden dilaksanakan dengan sistem pemilihan langsung. Sudah dua kali Indonesia melaksanakan pemilihan Presiden secara langsung. Didalam pemilihan Presiden secara langsung diharapkan partisipasi politik masyarakat terhadap pemilihan tersebut. Partisipasi ini sangat penting dikarenakan menentukan sukses tidaknya penyelengggaraan pemilihan. Berdasarkan latar belakang inilah penulisan penelitian dilaksanakan. Penelitian ini dilaksanakan di desa Nongkosawit. Desa Nongkosawit merupakan salah satui desa yang terdapat di Kota Semarang. Pemilihan desa Nongkosawit dikarenakan adanya kemudahan yang penulis dapatkan. Dalam daftar pemilih tetap sebanyak 813 calon pemilih. Penelitian ini adalah penelitian yang bersifar kualitatif deskriptif. Artinya penelitian yang menjelaskan apa yang terjadi dengan pendekatan bukan angka. Hasil penelitian ini dijelaskan dengan kalimat. Pengumpulan data dilasanakan denag cara wawancara dan dokumentasi. Kemudian hasil yang didapatkan tersebut dianalisis. Analisa yang dilaksanakan adalah analisis deskriptif. Partisipasi masyarakat desa Nongkosawit dalam pemilihan Presiden Tahun 2009, mencerminkan hasil pemilihan secara nasional. Parstipasi masyarakan desa Nongkosawit dalam pemilihan Presiden Tahun 2009 secara umum menurun bila dibandingkan dengan pemilihan Tahun 2004. Ada beberapa hal yang mendasari yaitu kejenuhan dan seringnya terjadi pemilihan yang dilaksanakan serta tidak banyaknya membawa perubahan dalam kehidupan nyata masyarakat. Hasil dari pemilihan Presiden Tahun 2009, dimana pasangan SBY-Budiono mendapatkan 400 suara atau 61%. Suara pasangan Megawati-Prabowo 164 suara atau 25%. Sedangkan pasangan Yusuf Kalla-Wiranto 59 suara atau 9%. Suara yang rusak mencapai 33 atau 5%. Surat suara yang tidak terpakai sebanyak 249 kertas suara.

Kata Kunci : pilpres, pemilihan, partisipasi politik PENDAHULUAN

Di tengah negara-negara demokrasi, sangat mungkin Indonesia termasuk negara yang paling sering menggelar pesta demokrasi. Mulai dari pemilihan umum kepala Desa (pemilukades), pemilihan umum kepala daerah (pemilikada) kabupaten kota/provinsi, Pemilu Presiden (pilpres), hingga Pemilu legislatif. Jika dikaitkan dengan luasnya wilayah negeri ini, yang juga diikuti dengan banyaknya struktur kepemerintahan, pesta demokrasi itu seakan menjadi acara ritual demokrasi sepanjang tahun bahkan sepanjang bulan. Tentunya cukup besar biaya yang harus dikeluarkan untuk melangsungkan hajatan ini. Juga cukup banyak pengalaman demokrasi yang bisa diperoleh bangsa ini dari pesta rakyat ini.

Pemilihan umum (Pemilu) merupakan program pemerintah setiap lima tahun sekali dilaksanakan di seluruh wilayah Negara kita. Pemilu merupakan implementasi dari salah satu ciri demokrasi dimana

(2)

rakyat secara langsung dilibatkan, diikutsertakan didalam menentukan arah dan kebijakan politik Negara untuk lima tahun kedepan. Pada saat ini pemilu secara nasional dilakukan dua macam yaitu pemilihan anggota legislatif (Pileg) dimana rakyat memilih wakil-wakilnya untuk duduk dilembaga legislatif baik anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditingkat Pusat ataupun ditingkat Daerah. Disamping itu diselenggarakan pula Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) secara langsung oleh rakyat sesudah Pemilihan anggota legislatif dilaksanakan.

Partisipasi politik dalam negara demokrasi merupakan indikator implementasi penyelenggaraan kekuasaaan negara tertinggi yang absah oleh rakyat (kedaulatan rakyat), yang dimanifestasikan keterlibatan mereka dalam pesta demokrasi (Pemilu). Semakin tinggi tingkat partisipasi politik mengindikasikan bahwa rakyat mengikuti dan memahami serta melibatkan diri dalam kegiatan kenegaraan. Sebaliknya tingkat partisipasi politik yang rendah pada umumnya mengindikasikan bahwa rakyat kurang menaruh apresiasi atau minat terhadap masalah atau kegiatan kenegaraan. Rendahnya tingkat partisipasi politik rakyat direfleksikan dalam sikap golongan putih (golput) dalam pemilu.

Selain hal tersebut masing-masing daerah juga dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) baik Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur serta Pemilihan Walikota/Bupati dan Wakilnya yang langsung dipilih oleh rakyatnya juga. Dalam Pemilu baik Pileg, Pilpres, maupun Pilkada peran serta keikutsertaan masyarakat sangat penting, karena sukses tidaknya pelaksanaan pemilu salah satunya adalah ditentukan bagaimana partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya pada Pemilu tersebut.

Partisipasi politik merupakan bentuk nyata dari konsep kedaulatan rakyat. Melalui partisipasi politik, rakyat ikut menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan dan menetapkan tujuan-tujuan dan masa depan masyarakat. Partisipasi politik merupakan pengejawantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah oleh rakyat. Di negara-negara demokratis, banyaknya partisipasi menunjukkan suatu yang baik karena dengan demikian banyak warga negara yang memahami dan mengerti tentang politik serta mereka ikut dalam kegiatan tersebut. Sebaliknya, tingkat partisipasi politik relatif yang rendah menunjukkan bahwa warga negara banyak yang tidak mengerti tentang politik dan mereka tidak mau terlibat dalam politik.

Partisipasi politik merupakan bentuk nyata dari konsep kedaulatan rakyat. Melalui partisipasi politik, rakyat ikut menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan dan menetapkan tujuan-tujuan dan masa depan masyarakat. Partisipasi politik merupakan pengejawantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah oleh rakyat. Di negara-negara demokratis, banyaknya partisipasi menunjukkan suatu yang baik karena dengan demikian banyak warga negara yang memahami dan mengerti tentang politik serta mereka ikut dalam kegiatan tersebut. Sebaliknya, tingkat partisipasi politik relatif yang rendah menunjukkan bahwa warga negara banyak yang tidak mengerti tentang politik dan mereka tidak mau terlibat dalam politik. Di negara-negara maju yang mapan demokrasinya,

(3)

partisipasi politik dalam pemilu tampaknya tidak menjadi persoalan. Relatif rendahnya partisipasi politik tersebut tidak berpengaruh bagi legitimasi dan demokrasi. Namun, tidak demikian halnya dengan partisipasi politik di negara-negara yang baru menerapkan demokrasi. Hal tersebut akan menjadi titik krusial bagi legitimasi pemerintahan terpilih. Salah satu titik krusial dalam partsipasi politik adalah pemberian suara dalam pemilu. Di negara-negara maju yang mapan demokrasinya, partisipasi politik dalam pemilu tampaknya tidak menjadi persoalan. Relatif rendahnya partisipasi politik tersebut tidak berpengaruh bagi legitimasi dan demokrasi. Namun, tidak demikian halnya dengan partisipasi politik di negara-negara yang baru menerapkan demokrasi. Hal tersebut akan menjadi titik krusial bagi legitimasi pemerintahan terpilih. Salah satu titik krusial dalam partsipasi politik adalah pemberian suara dalam pemilu.

Sebagai konsekuensi negara demokrasi, Indonesia telah menyelenggarakan sepuluh kali pemilihan umum (Pemilu) secara reguler, yaitu Tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009 untuk pemilihan calon legislatif (Pileg) dan pemilihan calon presiden dan wakil presiden (Pilpres). Secara spesifik dunia internasional memuji, bahwa Pemilu Tahun 1999 sebagai Pemilu pertama di era Reformasi yang telah berlangsung secara aman, tertib, jujur, dan adil dipandang memenuhi standar demokrasi global dengan tingkat partisipasi politik 92,7%, sehingga Indonesia dinilai telah melakukan lompatan demokrasi.

Namun jika dilihat dari aspek partisipasi politik dalam sejarah pesta demokrasi di Indonesia, Pemilu tahun 1999 merupakan awal dari penurunan tingkat partisipasi politik pemilih, atau mulai meningkatnya golongan putih (golput), dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya dengan tingkat partisipasi politik pemilih tertinggi 96,6% pada Pemilu tahun 1971. Lebih-lebih jika dinilai dengan penyelenggaraan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) sebagai bagian dari Pemilu yang telah berlangsung di beberapa daerah, terutama di wilayah Jawa sebagai konsentrasi mayoritas penduduk Indonesia juga menunjukkan potensi Golput yang besar berkisar 32% sampai 41,5%. Realitas tersebut mengindikasikan bahwa telah terjadi apatisme di kalangan pemilih, di saat arus demokratisasi dan kebebasan berpolitik masyarakat sedang marak-maraknya. Fenomena tersebut sepertinya menguatkan pernyataan Anthony Giddens (1999) dalam bukunya Runaway World, How Globalisation is Reshaping Our Lives. “haruskah kita menerima lembaga-lembaga demokrasi tersingkir dari titik di mana demokrasi sedang marak”. Tentunya potensi Golput dalam pesta demokrasi nasional maupun lokal tersebut kiranya cukup mengkhawatirkan bagi perkembangan demokrasi yang berkualitas. Sebab potensi Golput yang menunjukkan eskalasi peningkatan dapat berimplikasi melumpuhkan demokrasi, karena merosotnya kredibilitas kinerja partai politik sebagai mesin pembangkit partisipasi politik. Partisipasi politik yang meluas merupakan ciri khas modernisasi politik. Istilah partisipasi politik telah digunakan dalam berbagai pengertian yang berkaitan dengan perilaku, sikap dan persepsi yang merupakan syarat mutlak bagi

(4)

partisipasi politik. Huntington dan Nelson dalam bukunya Partisipasi Politik di Negara Berkembang memaknai partisipasi politik sebagai : By political participation we mean activity by private citizens

designed to influence government decision-making. Participation may be individual or collective, organized or spontaneous, sustained or sporadic, peaceful or violent, legal or illegal, effective or ineffective. (partisipasi politik adalah kegiatan warga Negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang

dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh Pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadik, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif.

Tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu 2009 ini lebih rendah dibandingkan Pemilu 1999 dan 2004. Sebanyak 29,1% pemilih pada pemilu legislatif, 9 April 2009, diketahui tidak menggunakan hak pilih (golput). Dari 171.265.442 jumlah pemilih yang terdaftar sebagai pemilih tetap, hanya 121.288.366 orang yang menggunakan hak pilih. Dengan demikian terdapat 49.677.076 pemilih yang tidak ikut mencontreng.

Sementara jumlah suara sah sebanyak 104.099.785 dan suara tidak sah sebanyak 17.488.581. Banyaknya warga yang tidak menggunakan hak mereka dilatarbelakangi oleh persoalan teknis maupun ideologis. Ada pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT, ada yang kecewa dengan desain format pemilu yang tidak menghargai hak politik warga negara yang dijamin oleh konstitusi, ada pula yang ke-golput-annya sebagai bentuk protes terhadap kondisi yang ada.

Memang sudah menjadi polemik bahwa meningkatnya golput dalam Pileg 2009 ini disebabkan juga oleh minimnya sosialisasi pemilu yang dilakukan oleh KPU. Lembaga ini kurang masif dan intensif dalam melakukan sosialisasi, sehingga warga masyarakat banyak yang tidak mengetahui tentang pemilu. Bagaimana dengan tingkat partisipasi pemilih dalam Pilpres 2009? Berdasarkan survei beberapa lembaga tampaknya antusiasme publik untuk ikut memilih dalam pilpres Rabu besok sangat tinggi. Antusiasme publik ini diiringi juga oleh tingkat keyakinan yang cukup tinggi terhadap calon yang akan dipilihnya.

Nongkosawit adalah nama sebuah desa dan kelurahan. Kelurahan Nongkosawit terdiri atas 5 desa atau 5 RW, yaitu RW I desa Nongkosawit, RW II desa Randusari, RW III desa Jedung, RW IV desa Getas serta RW V desa Kepoh. Berdasarkan data Kelurahan desa Nongkosawit terdiri dari 400 an KK. Masyarakat desa Nongkosawit merupakan masyarakat yang mempunyai gairah dan semangat yang tinggi apabila dilaksanakan hajatan demokrasi, baik itu pemilihan Walikota, Gubernur, Pilihan DPR RI, I, ataupun II. Masyarakat semakin sadar akan pentingnya pemilihan umum. Sosialisasi pemilihan umum tidak hanya dilakukan di Balai Kelurahan saja, tetapi di tempat-tempat non formal, seperti saat acara tahlilan, yasinan, kendurenan yang dilaksanakan oleh masyarakat. Bahkan kekurangan pendataanpun bisa dilaksanakan pada saat acara tersebut. Ini dikarenakan kesibukan masyarakat terhadap pekerjaan dan profesinya, sehingga tidak mengambil waktu saat bekerja.

(5)

Berdasarkan uraian di atas, penulis berusaha untuk ingin mengetahui partisipasi masyarakan desa Nongkosawit berkaitan dengan pemilihan Presiden Tahun 2009. Bagaimana partisipasi masyarakat. Apakah tinggi, sedang atau rendah dalam pemilihan presiden 2009. Faktor apa saja yang menjadi dasar masyarakat desa Nongkosawit dalam pemilihan Presiden serta siapa calon Presiden yang terpilih di desa Nongkosawit. Oleh sebab itu penulis mengambil judul penelitian ini adalah “Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemilihan Presiden Tahun 2009 ( Studi Kasus di Desa Nongkosawit)”.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Partisipasi Masyarakat

Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek atau program pembangunan tanpa ikut serta dalam pengambil keputusan. Proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu. keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri.

Pemilihan Presiden

Indonesia, sebagai salah satu negara baru dalam berdemokrasi, setelah selama 32 tahun di bawah pemerintahan otoriter, kecenderungan semakin menurunnya partisipasi politik dalam pemilu menjadi kekhawatiran banyak kalangan. Seperti ditunjukkan di atas, dari pemilu ke pemilu pada masa reformasi ini tingkat partisipasi politik dalam memberikan suara cenderung terus turun. Memang banyak faktor yang menjadi penyebab cenderung menurunnya partisipasi politik dalam pemilu tersebut, baik karena faktor politis maupun faktor administratif. Karena itu menjadi kewajiban kita bersama untuk memberikan kesadaran pada masyarakat perlunya meningkatkan partisipasi politik masyarakat di satu sisi, di sisi lain menjadi perhatian bersama bagi para elite politik tentang warning tersebut (tingkat partisipasi yang rendah/golput). Karena rendahnya tingkat partisipasi bukan terletak pada masyarakat, tetapi bisa jadi didorong oleh faktor perilaku elite itu sendiri yang mengecewakan masyarakat. Terlepas dari itu, kita harap dengan tingginya antusiasme masyarakat dalam memilih akan dikonkretkan dengan datang ke tempat pemungutan suara (TPS) pada pemilihan presiden, Rabu besok. Masyarakat diharapkan dengan antusias datang ke TPS-TPS untuk memberikan suara dan pilihannya sesuai dengan pertimbangan rasional dan cerdas. Dengan menjadi pemilih cerdas, mereka memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan bangsa dan negara. Karena dengan demikian mereka bertanggung jawab bagi masa depan bangsa.

Pada pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia, ada dua sistem pemilihan umum yang pernah diberlakukan, yakni sistem proporsional dan sistem distrik. Terutama pemilu pada tahun 2004, diberlakukan sistem proporsional dengan daftar terbuka, maksudnya rakyat dapat memilih siapa calon (orang) yang akan dipilih dari suatu partai politik. Jadi, tidak hanya memilih gambar partainya saja. Pada

(6)

pemilu periode 2009, sistem pemilihan yang digunakan juga sama dengan pemilu periode 2004, namun ada sedikit perbedaan dalam ketentuannya, yakni adanya debat antar calon Presiden dan calon Wakil Presiden. Selain itu, tujuan pengerahan massa tidak lagi hanya sebagai strategi penting dari kampanye, tetapi untuk memberi tanda bahwa pasangan calon itu memiliki dukungan yang cukup besar.Terdapat dua cara pemilihan Presiden di Indonesia, yakni langsung dan tidak langsung. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan. Pemilihan Presiden secara tidak langsung, maksudnya rakyat memilihcalon Legislatif, kemudian dari anggota yang berhasil memperoleh kursi dalam Legislatif, akan dipilih siapa yang akan menjadi Presiden dan WakilPresiden melalui Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat. Jadi,rakyat hanya memilih partainya, tidak dapat memilih calon, orang yang diinginkan menjadi pemimpin Negara. Sistem seperti itu berlaku sebelum era reformasi. Sedangkan sistem pemilihan Presiden secara langsung mulaidilaksanakan pada pemilihan Presiden periode 2004 dan 2009. Dipilih secara langsung, maksudnya rakyat tidak hanya memilih partainya, tetapi juga dapat memilih calon (orang) yang diinginkan, dipercayai untuk menjadi pemimpin Negara. Dan pelaksanaan pemilihan Presiden seperti itu merupakan bagian dari pelaksanaan demokratisasi, sebab, negara Indonesia adalah negara yang menganut paham demokrasi. Dengan menggunakan sistem pemilihan secara langsung, maka terbuka peluang bagi rakyat untuk ikut menentukan pemimpin bangsa yang diyakini dan dipercayai dapat membawa bangsa Indonesia pada kehidupan yang lebih baik, sehingga jika terpilih, maka pemerintahan dapat berjalan dengan lancar, sebab adanya kepercayaan yang diberikan dalam setiap kebijakan yang akan dilakukannya.Jadi, sistem pemilihan Presiden secara langsung yang lebih baik dan cocok dengan negara Indonesia, dibandingkan dengan pemilihan presiden secara tidak langsung, sebab lebih terbuka terhadap rakyat. Masyarakat akandapat memilih pemimpin yang betul-betul dianggap kompeten untuk memimpin negara dan bangsa Indonesia ini ke arah yang lebih baik. Selain itu, dapat terlaksana demokratisasi dalam negara Indonesia. Adanya kebebasan hak untuk menyatakan pilihannya (rakyat). Komunikasi politik benar-benar terbuka dengan luas, semua rakyat dapat berpartisipasi. Ini dapat mencerminkan bahwa benar di Indonesia rakyatnya yang berdaulat.

Dilihat pada partisipasi rakyatnya dalam memilih Presiden d a n Wakil Presiden, di mana saat itu Presiden tidak dipilih langsung olehrakyatnya, tetapi melalui Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat,dari partai-partai yang berhasil memperoleh kursi dalam Dewan Perw akilanRakyat. Sedangkan, setelah masuknya pilpres dalam pemilihan umum, makauntuk pertama kalinya Presiden dipilih langsung oleh rakyatnya. Jadi sesuaidengan keinginan rakyat.Sistem yang digunakan dalam Pemilihan Presiden yakni sistem Proposional dengan daftar terbuka, tetapi pada dasarnya lebih tepat disebutsistem proporsional yang terbatas.

(7)

METODE PENELITIAN

Perspektif Pendekatan Penelitian

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu ingin mengetahui partisipasi politik masyarakat dalam Pilpres Tahun 2009, maka pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan atau penelitian dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci.

Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah partisipasi politik masyarakat Desa Nongkosawit. Partisipasi adalah sebuah bentuk keikutsertaan masyarakat dalam hajatan demokrasi khususnya dalam perpolitikan yaitu ikut dalam pemilihan Presiden. Bagaimanakah cara masyarakat menyalurkan aspirasi politikya ketika terjadi pemilihan presiden. Faktor apa saja yang mendasari masyarakat memilih calon Presiden tertentu.

Pemilihan Informan

Sumber data dalam penelitian ini adalah penyelenggara pemilihan Presiden tingkat desa yaitu KPPS, pegawai Kelurahan Nongkosawit serta anggota masyarakat yang datang dalam pemilihan serta anggota masyarakat yang tidak mendatangi TPS. Dikarenakan penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka sumber data tersebut semuanya menjadi sampel. Peneliti mewancarai semua informan.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Peneliti sebagai perencana, pelaksana pengumpul data, melakukan analisis, menafsirkan data dan akhirnya menjadi pelopor hasil penelitian. Peneliti melakukan kegiatan yaitu mewancarai para sumber data serta meneliti berbnagai macam data yang berkaitan dengan pemilihan Presiden Tahun 2004.

Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

Untuk mendapatkan data yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan, dalam penelitian ini digunakan beberapa instrumen pembantu, seperti, pedoman observasi atau lembar observasi dokumentasi, dan lembar interview. Sedangkan untuk pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dokumentasi

HASIL PENELITIAN

Pemilihan Presiden tahun 2009, diikuti oleh 3 pasangan calon. Calon tersebut adalah pasangan Susilo Bambang Yudoyono dan Budiono, Yusuf Kalla berpasangan dengan Wiranto, dan Megawati dengan Prabowo. Secara garis besar ketiga pasang calon tersebut diusung oleh parpol yaitu partai demokrat, golkar dan PDI.

(8)

Pemilihan Presiden di desa Nongkosawit dilaksanakan sebagaimana pelaksanaan pemilu. Jumlah penduduk yang memiliki hak untuk memilih berjumlah 809 pemilih. Pemilihan Presiden 2009 secara umum yaitu di Kelurahan Nongkosawit terdiri dari 7 TPS. Di desa Nongkosawit pelaksanaan pemilihan Presiden ada 2 TPS, yitu TPS 1 dan 2. TPS 1 dilaksanakan di Balai Desa Nongkosawit sedang TPS 2 dilaksanakan di SD Negeri Nongkosawit. TPS 1 terdiri dari 414 calon pemilih yang tercantum dalam DPT, sedangkan TPS 2 terdiri dari 395.

Pelaksanaan pemilihan Presiden dilaksanakan oleh KPPS sebagai pelaksana dilapangan secara langsung dan ini merupakan kepanjangan tangan dari KPU daerah. Setiap KPPS terdiri dari 7 orang. 7 orang ini terdiri dari satu ketua dan 6 anggaota yang memiliki tugas masing-masing. KPPS 1 sebagai ketua, anggota 1 dan 2 sebagai sekretaris. Pelaksanaan pemilihan dilaksanakan mulai pukul 007.00. sebelum dimulai para anggota KPPS mengambil peralatan dan perlengkapan pemilihan yaitu kotak suara. Kotak suara tersimpan secara baik dan terjaga kerahasiannya di kantor Kelurahan Nongkosawit. Selama berada di kantor Kelurahan Nongkosawit kotak-kotak tersebut dijaga oleh beberapa anggota dari kepolisian yang dirugaskan untuk menjaga kotak suara serta keamanan pada saat terjadinya pemilihan.

Setelah jam menunjukkan pukul 07.00, anggota KPPS sebelum membuka kotak suara, melaksanakan kegiatan yaitu sumpah. Sumpah ini dipimpin oleh ketua KPPS. Ketua KPPS TPS 1 yaitu Trimana, S.Pd dan TPS 2 adalah Sugiyanto, S.Pd. pengambilan sumpah ini bertujuan untuk menjaga netralitas dalam menyelanggarakan pemilihan Presiden, sehingga tidak ada yang mendukung kepada salah satu pasangan calon Presiden. Kebanyakan anggota KPPS di desa Nongkosawit adalah PNS. Dengan demikian netralitaspun terjaga.

Pada tahap selanjutnya setelah pengambilan sumpah dan janji adalah membuka kotak suara. Kotak suara dalam keadaan disegel dalam keadaan tertutup. Setelah dibuka mulaialah dihitung apa saja yang berada dalam kotak suara tersebut. Isi kotak tersebut diantaranya, surat suara, bilik suara, alat pencoblos, alat tulis, papan rekapitulasi hasil pemilihan serta tinta.

Tahapan selanjutnya adalah penghitungan surat suara dengan disaksikan oleh para saksi. Setelah dihitung maka anggota yang lain mempersiapkan bilik suara serta alat pencoblosan. Anggota KPPS yang keempat mulai mengumumkan calon pemilih untuk datang ke TPS. Mulaialah tahapan inti yaitu pencoblosan. Dengan membawa surat panggilan sebagai calon pemilih, masyarakat berbondong-bondong pergi ke TPS. Menurut ketua KPPS 1 dan 2 yaitu Trimana dan Sugiyanto, animo masyarakat terhadap pemilihan presiden Tahun 2009 ini tidak seperti Tahun 2004. Masyarakat desa Nongkosawit tidak begitu bersemangat dalam melaksanakan pemilihan. Kedatangan para pemilih tidak begitu banyak, hanya satu kelompok keluarga, setelah itu menunggu lagi kedatangan para calon pemilih lain. Pemilihan ditutup pada pukul 13.00. setelah itu mulailah penghitungan surat suara. Apabila dibandingkan dengan pemilu Presiden Tahun 2004, antusiame masyarakat sangat jauh berkurang. Ketika pemilu Tahun 2004

(9)

masyarakat berbondong-bondong dalam menggunakan hak pilihnya serta menunggui pada saat penghitungan suara, tidak demikian pada saat pemilihan Presiden Tahun 2009. Suasana biasa-biasa saja, tidak ada sekelompok masyarakat dalam jumlah besar untuk mengetahui proses penghitungan suara. Kejadian ini tidak hanya pada TPS 1 tapi juga terjadi pada TPS 2. Berdasarkan hasil wawancara terhadap ketua KPPS 1 dan 2, banyak masyarakat pemilih tidak menggunakan hak pilihnya. Ketidak hadiran ke TPS sebabkan banyak hal diantaranya masyarakat sudah jemu dengan seringnya pemilihan, baik pemilihan legislatif, kepala daerah baik gubernur maupun walikota. Alasan yang lain adalah kesibukan dalam bekerja. Ada juga ketidak hadirannya disebabkan tidak bisa pulang dikarenakan pemilih sedang merantau.

Penghitungan surat suara selesai pada pukul 15.00 dan penyelesaian administrasi berupa rekapitulasi suara. Sekretaris dalam hal ini adalah anggota KPPS 2 menulis segala bentuk administrasi berupa pelaporan kepada PPS. Ada K-1 sampai dengan K-8. Setelah selesai semua administrasi tersebut, maka dimasukkan ke kotak suara lagi. Namun ada beberapa dokumen yang diserahkan langsung kepada PPS. Data ini digunakan untuk penghitungan cepat atau yang disebut dengan quick count.

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan setelah dilaksanakan penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut 1. Partisipasi politik adalah keikutsertaan masyarakat dalam hajatan demokrasi yaitu ikut memilih dalam

pemilihan yang dilaksanakan dalam hal ini adalah pemilihan presiden.

2. Partisipasi politik masyarakat desa Nongkosawit dapat dikatakan baik. Ini dilihat dari hasil pemilu Presiden Tahun 2009. Tingkat partisipasi masyarakat mencapai 80% lebih. Gambaran inipun mencerminkan gambaran secara nasional. Memang bila dibandingkan dengan pemilu 2004 partisipasi politik masyarakat desa Nongkosawit menurun.

3. MasyarakatNongkosawit di dalam memilih berdasarkan beberapa hal diantaranya benar-benar ingin mendapatkan pemimpin yang dikehendaki. Ini adalah pemilih-pemilih yang cerdas dan logis. Ada juga pemilih yang hanya ikut-ikutan saja yang penting mendatangi TPS. Begitu juga dengan mereka yang golputmereka dengan kesadaran yang tinggi terhadap pilihanya untuk tidak memilih.

DAFTAR PUSTAKA

Riyanto, Yatim, Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Penerbit SIC, 2001 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, Cet.Ke-5,2010

Moeleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006 Koentjaraningrat, Strategi – Strategi Penelitian Masyarakat, Jakarta: Grafindo Pustaka Media, 1997

(10)

Budiarjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2008

Subakti, Ramlan. Memahami ILmu Politik. Jakarta: Gramedia, 1992

Samuel P Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Jakarta : Rineka Cipta, 1994

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Margaretha dan Zai 2013 bahwa rasio Loan to Deposit Ratio LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return on Asset ROA yang

‘Ismah merupakan nikmat yang sangat besar yang dikhususkan oleh Allah SWT untuk para nabi saja, sehingga dengan demikian terselamatkanlah mereka dari segala macam dosa dan maksiat,

a. Menu aturan umum squash, dalam menu ini materi yang akan disampaikan yaitu aturan umum squash yang terdiri dari aturan cara bermain olahraga squash, standar lapangan yang

Dari uraian informasi dan masalah yang terjadi diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan pengembangan aplikasi yang ber judul “ RANCANG BANGUN SISTEM

Penghasil energi sekunder dimana batubara yang tidak langsung dipergunakan untuk industri misalnya pemakaian batubara sebagai bahan bakar padat (briket), bahan bakar cair

Meliputi daftar produk nutrisi, tabel kesetaraan dosis dari obat-obat yang mirip dengan obat kortikosteroid, formula nutrisi parenteral baku, pedoman perhitungan dosis bagi anak-anak,

Oleh karena itu dengan pemanfaatan candi Padang Roco sebagai sumber belajar sejarah agar peserta didik dapat lebih mudah memahami pelajaran dan menambah wawasan

Kalender Pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun pelajaran yang mencangkup permulaan tahun