• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pengertian Sekolah

Sekolah sebagai suatu sistem, memiliki komponen inti yang terdiri dari input, proses, dan output (Komariah & Triatna, 2010). Komponen-komponen tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena merupakan satu kesatuan utuh yang saling terkait, terikat, mempengaruhi, membutuhkan dan menentukan.

Adapun pengertian menurut Nawawi (1982) sebagai berikut:

“Sekolah tidak boleh diartikan hanya sekedar sebuah ruangan atau gedung atau tempat anak berkumpul dan mempelajari sejumlah materi pengetahuan. Akan tetapi, sekolah sebagai institusi peranannya jauh lebih luas daripada itu. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang terikat dengan norma dan budaya yang mendukungnya sebagai suatu sistem nilai”.

Hal senada diungkapkan Reimer (Sagala, 2006) mengemukakan bahwa:

“Sekolah adalah lembaga yang menghendaki kehadiran penuh kelompok umur tertentu dalam ruang kelas yang dipimpin oleh guru untuk mempelajari kurikulum yang bertingkat”.

Selain itu, sekolah menurut Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 18, tentang pendidikan Nasional, sekolah adalah lembaga pendidikan yang

(2)

18

menyelenggarakan jenjang pendidikan formal yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Bila seluruh pendapat tersebut dirangkaikan, maka dapat dipahami bahwa sekolah adalah kerja sama sejumlah orang yang menjalankan seperangkat fungsi mendasar untuk melayani kelompok umur tertentu dalam ruang kelas yang pelaksanaannya dibimbing oleh guru melalui kurikulum yang bertingkat untuk mencapai tujuan instruksional dengan terikat akan norma dan budaya yang mendukungnya sebagai suatu sistem nilai. Sekolah juga merupakan kerja sama sejumlah orang yang terdiri dari unsur-unsur sekolah, seperti kepala sekolah, supervisor, konselor, ahli kurikulum, tata usaha, dan sebagainya di bawah kontrol pemerintah.

Sekolah dalam menjalankan seperangkat fungsi-fungsi mendasarnya tentu mengacu pada fungsi-fungsi belajar dan pembelajaran yang sesuai kebutuhan pendidikan pada masyarakat. Sekolah sebagai organisasi dalam melaksanakan fungsinya diharapkan dapat difungsikan seluruh sumber daya yang ada. Secara umum, sekolah terdiri dari sekolah yang dikelola oleh pemerintah yang disebut sekolah negeri dan sekolah yang dikelola oleh perorangan, organisasi kemasyarakatan, atau perusahaan, yang disebut sekolah swasta. UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 54 ayat 2 menyebutkan bahwa masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.

(3)

19 Sekolah negeri secara umum mempunyai visi dan misi yang ditetapkan pemerintah, yaitu kebaikan publik. Oleh karena itu, keefektifan organisasi sekolah pada satuan pendidikan tersebut amat dipengaruhi oleh visi dan misi khusus dari masing-masing sekolah. Visi, misi, tujuan, sasaran, dan target sekolah disusun supaya dapat merespon berbagai perubahan yang diwujudkan dengan menggerakkan seluruh potensi sumber daya sekolah yang ada, sehingga keefektifan menjadi ciri dari organisasi sekolah dan konsistensi terhadap misi sekolah menjadi jaminan untuk memperoleh kualitas yang terbaik (Sagala, 2006).

2. Fungsi dan Utama Tugas Sekolah

Fungsi dan tugas utama sekolah adalah meneruskan, mempertahankan, dan mengembangkan kebudayaan masyarakat melalui pembentukan kepribadian anak-anak agar menjadi manusia dewasa dari sudut usia maupun intelektualnya, serta terampil dan bertanggung jawab sebagai upaya mempersiapkan generasi pengganti yang mampu mempertahankan eksistensi kelompok atau masyarakat bangsanya dengan budaya yang mendukungnya. Sekolah sebagai satuan pendidikan terdepan dalam mendidik para siswanya memerlukan pengelolaan yang profesional sesuai fungsi dan tugasnya.

Sekolah berupaya mencapai visi dan misi sekolah, disusunlah struktur hubungan kerja organisasi berdasarkan tujuan, asas prinsip, dan

(4)

program-20

program yang mendasari misinya. Semua anggota tim sekolah harus dapat melakukan kerja sama dalam rangka mensukseskan program sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa dalam struktur organisasi sekolah, kepala sekolah bersama para guru merupakan orang yang paling bertanggung jawab melaksanakan program dan kegiatan sekolah.

Struktur organisasi sekolah menurut Sagala (2006) bertujuan memfungsikan setiap anggota sesuai fungsi dan kedudukannya, menjalin hubungan kerja antar tim organisasi agar masing-masing mengetahui tanggung jawabnya dan semua anggota tim dapat melakukan kerja sama mensukseskan program sekolah. Kepala sekolah merupakan orang pertama yang paling bertanggung jawab dalam melaksanakan program dan kegiatan sekolah. Oleh karena itu, persyaratan profesional kepala sekolah menjadi penting agar mampu membangkitkan dan mempertinggi keterlibatan para anggota tim dan berupaya mendorong dan membangkitkan semangat kerja sama antar anggota tim.

Berkaitan dengan struktur organisasi, penekanan desain organisasi sekolah adalah pada peningkatan kemampuan manajemen sekolah yang semakin baik. Desain organisasi sekolah merupakan sarana mengembangkan potensi sekolah. Sekolah mengacu pada kriteria yang dapat memperjelas fungsi dan tanggung jawab setiap personel sekolah secara dinamis kearah tujuan yang disepakati.

(5)

21 3. Konsep Evaluasi

a. Pengertian Evaluasi

Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Istilah evaluasi sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kata ini adalah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu “evaluation” yang berarti penilaian atau penaksiran (Echols & Shadily, 2000).

Untuk memastikan bahwa pelaksanaan suatu program atau proyek mencapai sasaran dan tujuan yang direncanakan, maka perlu diadakan evaluasi dalam rangka peningkatan kinerja program atau proyek tersebut seperti yang diungkapkan oleh Hikmat (2004) bahwa evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan dan pengungkapan masalah kinerja proyek untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja proyek.

Pengertian evaluasi lebih dipertegas lagi oleh Griffin & Nix (1991) menyatakan:

“Pengukuran, penilaian dan evaluasi bersifat hierarki. Evaluasi didahului dengan penilaian (assessment), sedangkan penilaian didahului dengan pengukuran. Pengukuran diartikan sebagai kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria, penilaian (assessment) merupakan kegiatan menafsirkan dan mendeskripsikan hasil pengukuran, sedangkan evaluasi merupakan penetapan nilai atau

(6)

22

implikasi perilaku”.

Lebih lanjut Dimyati & Mudjiono (2006), “Dengan batasan sebagai proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu”. Untuk menentukan nilai sesuatu dengan cara membandingkan dengan kriteria, evaluator dapat langsung membandingkan dengan kriteria namun dapat pula melakukan pengukuran terhadap sesuatu yang dievaluasi kemudian baru membandingkannya dengan kriteria. Dengan demikian evaluasi tidak selalu melalui proses mengukur baru melakukan proses menilai tetapi dapat pula evaluasi langsung melalui penilaian saja.

Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Crawford (2000), mengartikan bahwa “penilaian sebagai suatu proses untuk mengetahui/menguji apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditentukan”.

Berdasarkan pengertian-pengertian tentang evaluasi yang telah dikemukakan beberapa ahli di atas, dapat dipahami bahwa evaluasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut. Karenanya, dalam keberhasilan ada dua konsep yang terdapat didalamnya yaitu efektifitas dan efisiensi.

(7)

23

b. Evaluasi Program

Evaluasi memiliki tujuan-tujuan alternatif dan tujuan-tujuan tersebut mempengaruhi evaluasi suatu program atau kegiatan. Mengenal pandanganpandangan yang beraneka ragam dan mengetahui bahwa tidak semua evaluator setuju pada pendekatan tersebut dalam melakukan evaluasi suatu program/kegiatan adalah penting.

Menurut Arikunto et al. (2010) memandang bahwa, “evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan”. Evaluasi program adalah upaya penelitian yang dilakukan secara sistematis dan objektif dengan tujuan mengkaji proses dan hasil dari suatu kegiatan/program/kebijakan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dilaksanakan untuk menentukan sejauhmana hasil atau nilai yang telah dicapai program. Hal tersebut seiring dengan pendapat Moekijat (1981) bahwa evaluasi suatu penilaian berarti penentuan nilai. Ada empat langkah yang dilakukan dalam proses evaluasi menurut Tenbrink, yaitu (1) persiapan; tahap ini untuk menentukan jenis informasi yang dibutuhkan (2) mengumpulkan informasi; yaitu memilih teknik untuk mengumpulkan bermacam-macam informasi seakurat mungkin, (3) membuat penilaian, memban-dingkan informasi dengan kriteria yang telah ditentu-kan untuk membuat penilaian, (4) membuat

(8)

24

keputusan; mengambil kesimpulan berdasarkan pada penilaian yang telah dibentuk.

Jadi evaluasi bukan merupakan hal baru dalam kehidupan manusia sebab hal tersebut senantiasa mengiringi kehidupan seseorang. Seorang manusia yang telah mengerjakan suatu hal, pasti akan menilai apakah yang dilakukannya tersebut telah sesuai dengan keinginannya semula.

a. Tujuan dan Fungsi Evaluasi

Setiap kegiatan yang dilaksanakan pasti mempunyai tujuan, demikian juga dengan evaluasi. Menurut Arikunto (2002), ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masingmasing komponen.

Selain itu, menurut Crawford (2000), tujuan dan atau fungsi evaluasi adalah:

a. Untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai dalam kegiatan. b. Untuk memberikan objektivitas pengamatan

terhadap perilaku hasil.

c. Untuk mengetahui kemampuan dan menentukan kelayakan.

d. Untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan yang dilakukan.

Pada dasarnya tujuan akhir evaluasi adalah untuk memberikan bahan pertimbangan dalam

(9)

menentu-25 kan/membuat kebijakan tertentu, yang diawali dengan suatu proses pengumpulan data yang sistematis.

4. Pengertian Pemanfaatan Dana BOS

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) Balai Pustaka (2000) dijelaskan “bahwa pemanfaatan terambil dari kata dasar manfaat yang artinya guna, faedah. Kemudian mendapatkan imbuhan pe-an yang berarti proses, cara, perbuatan pemanfaatan. Dengan demikian pemanfaatan dapat diartikan suatu cara atau proses dalam memanfaatkan suatu benda atau obyek”.

Pengertian pemanfaatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) yang menyebutkan bahwa “pemanfaatan mengandung arti yaitu proses, cara, dan perbuatan memanfaatkan sesuatu untuk kepentingan sendiri”. Selain itu, menurut Seels and Richey (1994) menyatakan “pemanfaatan ialah aktivitas mengguna-kan proses dan sumber belajar.”

Dengan demikian pemanfaatan berdasarkan pengertiannya masingmasing adalah guna, proses, cara, dan perbuatan memanfaatkan sesuatu. Dalam hal ini adalah pemanfaatan yaitu efektivitas penggunaan/-alokasi dana BOS terhadap kegiatan pembelajaran.

Dalam penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sendiri berdasarkan petunjuk pelaksanaan dari pusat harus direncanakan terlebih

(10)

26

dahulu dalam rencana anggaran pendapatan dan belanja masing-masing sekolah (Mulyono, 2010).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan BAB I pasal 2 ayat (1) menyatakan: “pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat”. Biaya pendidikan yang diterima dituangkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS), yang dalam melakukan perencanaan anggaran sekolah harus berjalan dengan rencana pembangunan jangka panjang, rencana jangka menengah, rencana kerja pemerintah, rencana strategis pendidikan nasional, rencana startegis satuan pendidikan yang terdapat dalam rencana pengembangan sekolah, dan rencana kerja tahunan sekolah.

5. Kegiatan Pembelajaran

Pendidikan merupakan pondasi negara. Pada umumnya, negara-negara didunia memperhatikan pendidikan negerinya dengan berbagai kebijakan, baik dalam hal membentuk undang-undang, menyediakan prasarana dan sarana, hingga pengaturan sistem pendidikan dalam pelaksanaan pendidikan di dalam negerinya.

Namun seperti halnya di Indonesia, pendidikan mengalami hambatan yang serius terutama dalam kesediaan sarana prasarana pendukung kegiatan belajar mengajar. Karena hal ini membutuhkan

(11)

27 dukungan penuh dari pemerintah serta masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan sarana dukung pendidikan yang kondusif.

Kegiatan belajar-mengajar merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dilepaskan dari sebuah pendidikan. Keduanya merupakan sebuah proses interaksi antara peserta didik dengan tenaga pendidiknya. Kegiatan belajar mengajar dapat juga diartikan sebagai proses pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1).

Pembelajaran adalah upaya mengorganisasikan lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik. Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Manusiawi terlibat dalam sistem pengajaran, terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya.

Dalam proses pembelajaran diperlukan faktor pendukung lain, yaitu faktor lingkungan dan sejumlah faktor yang memang direncanakan untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan yang dikehendaki, diantaranya kurikulum dan sarana perangkat yang lain.

(12)

28

6. Mutu Pendidikan

Mutu adalah sebuah proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan (Arcaro, 1999). Mutu atau kualitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang dan jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau tersirat (Rohiat, 2009). Mutu memiliki peranan yang sangat menentukan dalam hubungan antara pemberi layanan dan penerima layanan. Sama halnya dengan dengan mutu produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan, mutu dalam bidang pendidikan juga penting untuk diperhatikan. Mutu pendidikan berupaya untuk memberikan kemudahan akses, keadilan dan pemerataan.

Merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Rohiat (2009) sebelumnya, bahwa mutu pendidikan sangat dipengaruhi oleh sejumlah aspek, mulai dari kondisi awal, masukan (input), aktivitas (process), manfaat

(outcome), keluaran (output) hingga pada dampak (impact), pendapat Danim (2006) tentang aspek-aspek

yang mempengaruhi mutu pendidikan berikut: “Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mengacu pada masukan, proses, luaran, dan dampaknya. Mutu masukan dapat dilihat dari beberapa sis. Pertama, kondisi baik atau tidaknya masukan sumberdaya manusia, seperti kendala sekolah, guru, staf tata usaha, dan siswa. Kedua, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan material berupa alat peraga, buku-buku, kurikulum, sarana prasarana sekolah, dan lain-lain. Ketiga, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan yang berupa perangkat lunak, seperti peraturan, struktur organisasi, dan deskripsi kerja. Keempat, mutu

(13)

29 masukan yang bersifat harapan dan kebutuhan, seperti visi, motivasi, ketekunan dan cita-cita. Mutu proses pembelajaran mengandung makna bahwa kemampuan sumberdaya sekolah mentransformasikan multijenis masukan dan situasi untuk mencapai derajat nilai tambah tertentu bagi peserta didik. Hasil pendidikan dikatakan bermutu jika mampu melahirkan keunggulan akademik dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu”.

Masukan (input) pendidikan merupakan segala hal yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Segala hal yang dimaksud meliputi sumberdaya, harapan-harapan maupun perangkat peraturan yang terkait sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Proses pendidikan merupakan kejadian berubahnya sesuatu menjadi sesuatu lain, proses dimaksud adalah mengkoordinasikan dan menserasikan serta pemaduan masukan (input) secara harmonis dan terpadu sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan. Keluaran

(output) pendidikan merupakan prestasi sekolah yang

dihasilkan dari proses pendidikan (Danim, 2006).

Selain itu, menurut Julia (2010) menyatakan bahwa mutu pendidikan dapat diwakili dengan menggunakan 3 (tiga) indikator sebagai berikut: (1) dari segi masukan (input), dapat dilihat dari kualitas penerimaan (enrollment) siswa baru, kompentensi guru, sarana prasarana/peralatan, metode pembelajaran/-kurikulum, peraturan yang relevan sebagai acuan, dan harapan-harapan, (2) segi aktivitas (process) adalah motivasi dan minat belajar siswa, pemberdayaan

(14)

30

(kemandirian) siswa, situasi belajar yang kondusif, dan (3) dari segi keluaran (output) adalah prestasi akademis dan non akademis siswa.

7. Model-model Evaluasi

Evaluasi Program sebagai suatu sistem memiliki cakupan bidang social yang sangat luas, dan memiliki banyak model. Suatu model evaluasi menunjukkan ciri khas baik dari tujuan evaluasi, aspek yang dievaluasi, keluasan cakupan, tahapan evaluasi, tahapan program yang akan dievaluasi, dan cara pendekatan.

Kaufman et al. (1998) telah mengemukakan adanya 8 Model monitoring dan Evaluasi Program seperti berikut ini.

a. Goal-oriented Evaluation Model (Model Evaluasi

berorientasi Tujuan)

Menurut Tyler adalah model evaluasi yang paling awal, dikembangkan mulai tahun 1961, memfokuskan pada pencapaian tujuan pendidikan "sejauh mana tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai. Indikator pencapaian tujuan ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa, kinerja guru, efektivitas PBM, kualitas layanan prima. Dalam evaluasi program pendidikan, pengukuran dilakukan terhadap variable (indikator) pendidikan, hasil pengukuran dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan sebelum program dilaksanakan atau dengan criteria standar; hasil pengukuran dapat menggambarkan berhasil atau

(15)

31 tidaknya program pendidikan.

b. Goal-free Evaluation Model (Model Evaluasi Bebas Tujuan)

Model yang dikembangkan oleh Seriven adalah evaluasi yang tidak didasarkan pada tujuan yang ingin dicapai dari program kegiatan. Evaluasi bebas tujuan (goal free evaluation) berorientasi pada fihak eksternal, fihak konsumen, stake holder, dewan pendidikan, masyarakat. Scriven mengatakan bahwa bagi konsumen, stake holder, atau masyarakat "tujuan suatu program tidak penting". Yang penting bagi konsumen adalah perilaku bagus yang dapat ditampilkan oleh setiap personal yang mengikuti program kegiatan atau setiap barang yang dihasilkan. Dalam konteks evaluasi pendidikan, goal-free bukan berarti bahwa evaluator buta atau tidak mau tau tentang tujuan program. Namun, evaluator membatasi diri untuk tidak terlalu fokus pada tujuan agar terhindar dari bias.

Evaluasi model goal free, fokus pada adanya perubahan perilaku yang terjadi sebagai dampak dari program yang diimplementasikan, melihat dampak sampingan baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan, dan membandingkan dengan sebelum program dilakukan. Evaluasi juga membandingkan antara hasil yang dicapai dengan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk program tersebut atau melakukan cost benefit analysis.

(16)

32

c. Formatif-summatif Evaluation Model

Evaluasi model ini dikembangkan oleh Scriven, dengan membedakan evaluasi menjadi dua jenis: evaluasi formatif dan evaluasi summatif.

1) Evaluasi formatif, bersifat internal berfungsi untuk meningkatkan kinerja lembaga, mengembangkan program/personal, bertujuan untuk mengetahui perkembangan program yang sedang berjalan (in-progress). Monitoring dan supervisi, termasuk dalam kategori evaluasi formatif, dilakukan selama kegiatan program sedang berlangsung, dan akan menjawab berbagai pertanyaan:

a) Apakah program berjalan sesuai rencana? b) Apakah semua komponen berfungsi sesuai

dengan tugas masing-masing?

c) Jika tidak apakah perlu revisi, modifikasi? 2) Evaluasi sumatif, dilakukan pada akhir program,

bertujuan untuk mengetahui keberhasilan program yang telah dilaksanakan, memberikan pertanggung-jawaban atas tugasnya, memberikan rekomendasi untuk melanjutkan atau menghentikan program pada tahun berikutnya. Evaluasi akan dapat menjawab pertanyaan

a) Sejauh mana tujuan program tercapai? b) Perubahan apa yang terjadi setelah program

selesai?

c) Apakah program telah dapat menyelesaikan masalah?

(17)

33 d) Perubahan perilaku apa yang dapat

ditampilkan, dilihat da dirasakan setelah selesai mengikuti pelatihan?

d. Countenance Evaluation Model (Model Evaluasi) Evaluasi memfokuskan pada program pendidikan, untuk mengidentifikasi tahapan proses pendidikan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Stake ada 3 tahapan program: Antecedent phase, Transaction

phase, dan Outcomes phase. Pada setiap tahapan,

akan mengungkapkan (describe) dua hal: Apa yang diinginkan (intended) dan Apa yang terjadi (observed).

Secara rinci diuraikan sebagai berikut:

1) Antecedent phase, pada tahap sebelum program

dilaksanakan. Evaluasi akan melihat (a) kondisi awal program, (b) faktor-faktor yang diperkirakan akan mempengaruhi keberhasilan/kegagalan, (c) kesiapan siswa, guru, staf addministrasi, dan fasilitas sebelum program dilaksanakan

2) Transaction phase, pada saat program diimplementasikan. Evaluasi difokuskan untuk melihat program berjalan sesuai dengan rencana atau tidak, bagaimana partisipasi masyarakat, keterbukaan, kemandirian kepala sekolah,

3) Outcomes phase, pada akhir program untuk

melihat perubahan yang terjadi sebagai akibat program yang telah dilakukan.

a) Apakah para pelaksana menunjukkan perilaku baik, kinerja tinggi?

(18)

34

program yang dilaksanakan?

c) Perubahan perilaku apa yang dapat diamati setelah program selesai?

e. Responsive Evaluation Model (Model Evaluasi

Responsif)

Setelah beberapa tahun melakukan dan mengembangkan evaluasi Model Countenance, Stake

memunculkan ide Responsive Evaluation Model. Evaluasi ini dikembangkan sejalan dengan perkembangan manajemen personel, perubahan perilaku (behavior change). Evaluasi model ini sesuai

untuk program-program sosial, seni, humaniora, dan masalah-masalah yang perlu penanganan dengan aspek humaniora. Evaluasi focus pada reaksi berbagai fihak atas program yang diimplementasikan, dan mengamati dampak akibat dari hasil pelaksanaan program.

f. CIPP Evaluation Model (Model Evaluation CIPP) oleh

Stufflebeam.

CIPP singkatan dari Context, Input, Process, Product, adalah model evaluasi yang berorientasi pada pengambilan keputusan. Menurut Stufflebeam, “Evaluation is the process of delineating, obtaining, and

providing usefull information for judging alternative decission making". Stufflebeam menggolongkan evaluasi menjadi 4 jenis ditinjau dari alternatif keputusan yang diambil dan tahapan program yang dievaluasi. Dari empat tahapan evaluasi tersebut, setiap tahapan evaluasi adanya informasi pembuatan

(19)

35 keputusan:

(1) Evaluasi Context, dilakukan pada tahap penjajagan menghasilkan informasi untuk keputusan perencanaan (planning decission). Evaluasi konteks akan melihat bagaimana kondisi kontekstual, apa harapan masyarakat, apa visi dan misi lembaga yang akan dievaluasi.

(2) Evaluasi Input, dilakukan pada tahap awal menghasilkan informasi untuk keputusan penentuan strategi pelaksanaan program (structuring decission). Evaluasi input akan melihat bagaimana kondisi input (masukan) baik raw input maupun instrumental input. Raw input adalah input yang diproses menjadi output, untuk lembaga pendidikan adalah siswa, peserta didik; Instrumental input seperti guru, fasilitas, kurikulum, manajemen, adalah input pendukung dalam implementasi program.

(3) Evaluasi Process, dilakukan selama program berjalan menghasilkan informasi tentang pelaksanaan program; evaluasi proses akan melihat bagaimana kegiatan program berjalan, partisipasi peserta, nara sumber atau guru, penampilan guru/instruktur pada PBM di kelas, bagaimana penggunaan dana, bagaimana interaksi guru dan siswa di kelas. Berapa persen keberhasilan yang telah dicapai, dan memperkirakan keberhasilan di akhir program. Jenis keputusan adalah pelaksanaan

(20)

36

(implementing decission).

(4) Evaluasi product, dilakukan pada akhir program, untuk mengetahui keberhasilan program. Sejauh mana tujuan telah dicapai, hambatan yang dijumpai dan solusinya, bagaimana tingkat keberhasilan program meliputi: efektivitas, efisiensi, relevansi, produktivitas, dsb. Evaluasi produk menghasilkan informasi untuk keputusan kelanjutan program (recycling decission). Evalau

produk juga sebagai akuntabilitas pimpinan tentang program yang menjadi tanggungjawabnya kepada stake holder.

g. CSE-UCLA Evaluation Model (Center for the Study

of Evaluation, University of California at Los Angeles).

Evaluasi model CSE-UCLA hampir sama dengan model CIPP, termasuk kategori evaluasi yang komprehensif. Evaluasi CSE-UCLA melibatkan 5 tahapan evaluasi: Perencanaan, Pengembangan, Pelasksanaan, Hasil, dan Dampak.

1) Tahap pertama evaluasi dimulai dengan Needs

Assessment, dimana evaluasi mengidentifikasi ada

tidaknya perbedaan antara status program atau kondisi kenyataan (what is) dengan yang diharapkan (what should be). Apa problem yang dihadapi? Apa yang ada dalam lembaga?

2) Tahap kedua perencanaan dan pengembangan (program planning and development), melihat apakah program yang direncanakan sesuai untuk

(21)

37 memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan? Keputusan yang akan dimabil adalah pemilihan strategi untuk mencapai tujuan program.

3) Tahap ketiga pelaksanaan, evaluasi terfokus pada implementasi program.

Evaluasi akan menjawab pertanyaan:

a) Apakah program berjalan sesuai dengan rencana?

b) Bagaimana penampilan para guru, siswa? c) Bagaimana kesan dan sikap orang tua dan

masyarakat?

d) Bagaimana proses belajar mengajar?

e) Jenis rekomendasi antara lain: Apa yang perlu dirubah, diperbaiki, dibenahi agar pada tahap akhir program mencapai keberhasilan? 4) Tahap keempat hasil, evaluasi dilakukan terhadap

hasil yang dicapai. Sejauh mana program telah dapat mencapai tujuan yang direncanakan? Apakah hasil yang dicapai sebagai akibat dari perlakuan yang diberikan?

5) Tahap kelima dampak, evaluasi difokuskan pada penilaian terhadap kemanfaatan program. Pertanyaan berkisar pada bagaimana keberadaan program? Bagaimana manfaat program terhadap personal dan lembaga? Jenis rekomendasi pada tahap ini adalah program perlu dikembangkan, diperpanjang, dimodifikasi, dikurangi atau bahkan dihentikan.

(22)

38

h. Discrepancy Evaluation Model (DEM)

Evaluasi model Discrepancy dikembangkan oleh Provus, fokus pada pembandingan hasil evaluasi dengan performansi standar yang telah ditentukan. Hasil evaluasi digunakan untuk pengambilan kebijakan tentang program yang telah dilaksanakan: akan ditingkatkan, akan dilanjutkan, atau dihentikan. Provus mengatakan “Evaluation is the process of (a)

aggreing upon program standar, (b) determining whether a discrepancy exist between some aspect of the program, and (c) using discrepancy information to identify the weaknesses of the program”.

Evaluasi program dengan model DEM melibatkan 4 tahap kegiatan sesuai dengan tahapan kegiatan organisasi atau program yang akan dievaluasi:

1) Mengidentifikasi program (program definition), disini evaluasi focus pada penentuan dan rumusan tujuan

2) Penyusunan program (program installation),

evaluasi focus pada isi atau substansi program, cara-cara, metode, mekanisme untuk mencapai tujuan

3) Pelaksanaan kegiatan program (program

implementation), evaluasi difokuskan untuk mengukur perbedaan yang terjadi antara hasil yang dicapai dengan tujuan yang telah ditentukan (standar).

4) Hasil yang dicapai program (program goal

(23)

39 menginterpretasikan hasil temuan evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk pembuatan keputusan. Keputusan dapat berupa revisi program dan atau melanjutkan program kegiatan. Evaluasi mengukur Performance pada setiap tahapan program, dan membandingkan dengan Standar yang telah ditentukan. Pertanyaan evaluasi dalam Model DEM:

1) Apakah program sudah diidentifikasi dengan baik dan jelas?

2) Apakah program telah disusun dengan baik?

3) Apakah program dilaksanakan dengan baik, dan apakah tujuan pendukung (enabling obyectives) dapat dicapai

4) Apakah tujuan akhir program telah dapat dicapai. 8. Evaluasi Pemanfaatan Dana BOS

Evaluasi menurut Tuckman (1985) adalah suatu proses untuk mengetahui/menguji apakah suatu kegiatan, proses (process) kegiatan, keluaran (output) suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditentukan. Pengertian evaluasi lebih dipertegas lagi dengan batasan sebagai proses memberikan atau menetukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu (Sudjana, 1990). Dengan berdasarkan batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (tujuan, kegiatan, keputusan, proses,

(24)

40

orang, maupun objek) berdasarkan kriteria tertentu. Organisasi yang efektif menurut Sagala (2006), keefektifan seringkali diartikan kuantitas atau kualitas keluaran (output) barang atau jasa. Namun perlu ditambahkan bahwa bagi organisasi seperti sekolah, keefektifan adalah kemampuan mengelola sumber daya secara optimal (pemanfaatan), yaitu menunjukkan sejauhmana organisasi melaksanakan seluruh tugas pokoknya secara baik dan benar untuk mencapai tujuan.

Arikunto et al. (2008) mengemukakan bahwa kriteria atau tolak ukur yang dalam program pendidikan dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu (1) peraturan atau ketentuan yang telah diterbitkan, (2) dalam menidaklanjuti peraturan atau ketentuan tersebut perlu adanya petunjuk pelaksanaan, (3) jika tidak ada petunjuk pelaksanaan maka dapat menggunakan konsep atau teori-teori yang terdalam dalam buku-buku ilmiah, (4) atau dapat menggunakan hasil penelitian, (5) kriteria dapat ditentukan menggunakan nalar.

Selain itu, dikutip dalam buku evaluasi program pembelajaran (Putro, 2011) menyatakan bahwa, Input adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan bagi berlangsungnya proses. Evaluasi masukan (Input Evaluation) membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi

(25)

41 untuk mencapai tujuan, bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi: (a) sumber daya manusia, (b) sarana dan peralatan mendukung, (c) dana/anggaran, dan (d) berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan.

Process pendidikan adalah berubahnya sesuatu

yang merupakan input menjadi sesuatu yang lain dari hasil proses yang disebut output. Evaluasi proses meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan dalam praktik pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana yang telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki, sedangkan output merupakan penilaian yang dilakukan untuk mengukur keberhasilan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Danim (2007) menyatakan bahwa masukan (input) pendidikan merupakan segala hal yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Segala hal yang dimaksud meliputi sumberdaya, harapan-harapan maupun perangkat peraturan yang terkait sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Proses pendidikan merupakan kejadian berubahnya sesuatu menjadi sesuatu lain, proses dimaksud adalah mengkoordinasikan dan menserasikan serta pemaduan masukan (input) secara harmonis dan terpadu sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan. Keluaran (output) pendidikan merupakan prestasi sekolah yang dihasilkan dari

(26)

42

proses pendidikan dan dampak atau utilitas lulusan. Berdasarkan beberapa indikator ukuran diatas, paling tidak terdapat sejumlah kriteria yang dapat dijadikan ukuran dalam pelaksanaan program BOS, yaitu kebijakan pemerintah, kualitas, efisiensi, fleksibilitas, tingkat kepuasan, implementasi dan evaluasi. Pelaksanaan/proyek program yang efektif ditandai oleh beberapa hal antara lain: ketepatan waktu, SDM yang mengelola program, mekanisme kerja yang baik, mengedepankan kerjasama, tidak adanya penyimpangan, perlunya monitoring dan evaluasi untuk melihat umpan balik (feed back program).

Acuan yang digunakan dalam evaluasi pelaksanaan program BOS adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 161 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Dana BOS Tahun Anggaran 2015. Permendikbud tersebut terdiri dari sepuluh Bab yaitu:

Bab I Pendahuluan Bab II Implementasi BOS Bab III Organisasi Pelaksana

Bab IV Prosedur Pelaksanaan BOS Bab V Penggunaan Dana BOS Bab VI Monitoring dan Supervisi

Bab VII Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Bab VIII Pengawasan, Pemeriksaan dan Sanksi Bab IX Pelayanan dan Penanganan Pengaduan

(27)

43 Bab X Laporan KeuanganSekolah dan Laporan

Penggunaan Dana secara On Line

Dari sepuluh Bab tersebut penulis mengevaluasi hal-hal teknis yang hanya dilaksanakan di tingkat sekolah. Selanjutnya oleh penulis hal-hal teknis yang dilaksanakan di tingkat sekolah yang akan dievaluasi tersebut dikelompokkan menjadi empat bagian yaitu:

1. Kesesuaian perencanaan program BOS terhadap juknis atau pedoman.

2. Kesesuaian manfaat pelaksanaan program BOS.

3. Kesesuaian dampak terhadap pengawasan program BOS

4. Evaluasi pelaksanaan BOS

Empat hal tersebut di atas yang selanjutnya menjadi dijadikan sasaran fokus penelitian dengan masing-masing memiliki indikator-indikator yang menjadi parameter dalam penelitian.

B. Penelitian Relevan

Berikut adalah beberapa hasil penelitian relevan terdahulu seperti pada Tabel 2.1:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama Hasil Penelitian Persamaan 1 Sopha

Julia, 2010.

Bahwa pelaksanaan

pemanfaatan program BOS berjalan efektif, meskipun tidak cukup sempurna. Hal ini terbukti pada kondisi lapangan. Hasil penelitian

Topik penelitian mengenai Bantuan Operasional Sekolah

(28)

44

menjelaskan beberapa analisis yang berkenaan

dengan efektivitas program BOS meliputi evaluasi program masukan (input), pencapaian proses program BOS, pencapaian hasil (output) yang salah satunya

meliputi peningkatan mutu pendidikan dasar 9 tahun, serta konflik/hambatan yang menyertai pelaksanaan program BOS di Kec. Pesanggarahan. 2 Abdul Kadir

Karding, 2008.

Bahwa evaluasi telah mengungkapkan bahwa pelaksanaan BOS tahun 2007 untuk SMPN Semarang telah dilaksanakan dengan baik meskipun masih terdapat beberapa catatan. Indikator pengukuran program BOS meliputi masukan (input), pencapaian proses, pencapaian hasil (output). Untuk mengetahui seberapa besar cakupan dana BOS dalam rangka

meningkatkan akses

pendidikan bagi siswa/siswi keluarga miskin dan tidak mampu. Topik penelitian mengenai Bantuan Operasional Sekolah

Hasil penelitian Sopha Julia, 2010, membuktikan bahwa pelaksanaan pemanfaatan program BOS berjalan efektif, meskipun tidak cukup sempurna. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdulkadir Karding, 2008, membuktikan bahwa pelaksanaan BOS tahun

(29)

45 2007 untuk SMPN Semarang telah dilaksanakan dengan baik meskipun masih terdapat beberapa catatan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis juga membuktikan bahwa secara umum pelaksanaan program BOS di SMP Negeri 2 Sukorejo Kabupaten Kendal telah berjalan dengan baik walaupun ada beberapa kendala.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang relevan dan oleh penulis membuktikan bahwa pelaksanaan program BOS di tiga lokasi sekolah yang berbeda telah berjalan dengan baik walaupun belum sempurna dalam pengertian masih ada beberapa kendala di lapangan, namun secara mendasar kendala tersebut telah dapat diatasi oleh sekolah sehingga secara umum program BOS dapat dikatakan baik.

C.

Kerangka Berpikir

Evaluasi merupakan sebuah proses untuk menentukan sejauhmana keberhasilan sebuah program/kegiatan. Keberhasilan program dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut. Sejalan dengan tujuan utama program BOS adalah untuk pemerataan dan perluasan akses, program BOS juga merupakan program untuk peningkatan mutu. Meningkatkan mutu pendidikan

(30)

46

sebagai wujud dari hasil yang dicapai program. Dengan demikian, perubahan-perubahan atau manfaat tersebut mencerminkan bahwa program berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Penelitian ini berusaha mengevaluasi pelaksanaan suatu program BOS dalam rangka pemanfaatan dana BOS. Teori evaluasi program yang dikembangkan oleh Tuckman (1972) meliputi pencapaian masukan (input), dengan melihat sumber daya manusia, bagaimana cara SMP N 2 Kendal dalam mengelompokkan atau menempatkan orang-orang di dalam menyelesaikan pekerjaan, dan bagaimana sekolah memanfaatkan sumber-sumber yang ada (anggaran/dana) diperoleh dari pemerintah serta prosedur kerja untuk mencapai tujuan program.

Kedua, pencapaian proses (process), melihat bagaimana mekanisme yang digunakan dalam mengelola dana BOS sehingga dapat mengubah sesuatu menjadi lebih bermanfaat dalam hal ini pemanfaatan dana yang dikelola oleh sekolah dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan serta buku pedoman BOS dan Juklak/Juknis BOS. Keluaran

(output), merupakan penilaian yang dilakukan untuk

mengukur keberhasilan dalam pecapaian tujuan yang tekah ditetapkan dalam hal ini prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses pendidikan dan dampak atas utilitas sekolah.

(31)

47 penelitian penulis merumuskan kerangka konsep sebagai dasar dalam penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Peluncuran Program BOS oleh Pemerintah Pelaksanaan Program BOS di Sekolah REKOMENDASI Juknis BOS Evaluasi Pelaksanaan Dampak BOS Manfaat BOS Perencanaan BOS EVALUASI PROGRAM BOS Rujukan Hasil

(32)

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji regresi linier berganda untuk menguji besarnya pengaruh variabel independen yaitu, persepsi manfaat, persepsi

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai signifikansi masing- masing variabel bebas motivasi kerja (x1) dan disiplin kerja (x2) memiliki nilai signifikansi

Hasil uji F menunjukkan bahwa pemberian berbagai kombinasi bahan amelioran dan pupuk tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai gas CO 2 pada tanah

Edukasi pada program acara Asyik Belajar Biologi dalam Mata Pelajaran. IPA

Salah satu fungsi utama lembaga keuangan syariah adalah untuk memenuhi berbagai keperluan komersial, investasi dan memberikan pelayanan yang luas kepada nasabah,

(2) Berita acara penyerahan pekerjaan hasil pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tersebut dalam Lampiran IV A dan Lampiran IV B

pemberian ASI eksklusif 6 bulan pada bayi usia 6-12 bulan di Desa Kemantren Kecamatan Jabung Kabupaten Malang menunjukkan bahwa status pekerjaan tidak