• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. 1 Topi Bulu yang Menjadi Ciri Khas Suku Indian, Amerika. sumber:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. 1 Topi Bulu yang Menjadi Ciri Khas Suku Indian, Amerika. sumber:"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.1.1. Fashion sebagai Sejarah dan Gaya Hidup

Fashion merupakan sebuah gaya hidup yang cenderung sebagai panutan di

suatu tempat dan waktu tertentu. Trend fashion cenderung sirkulatif yang mungkin suatu saat akan kembali ke masa lampau. Fashion telah melalui jalan panjang dan bersejarah, tiap-tiap masa melahirkan desain-desain kekal yang berpengaruh (Majalah Elle Indonesia, Edisi Spesial 1000, 5 April 2012). Sejarah sendiri merupakan catatan dari apa yang telah dipikirkan, dikatakan, dan diperbuat oleh manusia ( J.V.Bryce, ahli sejarah) sedangkan Ibnu Khaldun (1332-1406) mengatakan bahwa sejarah didefinisikan sebagai catatan tentang masyarakat umum, manusia atau peradaban manusia yang terjadi pada watak/ sifat masyarakat itu. Dra. Djanjang (dosen fashion ISI Yogyakarta, 2013) menghubungkan fashion adalah sebuah artefak atau harta sejarah yang mampu berbicara di tahun-tahun lampau.

Gambar 1. 1 Topi Bulu yang Menjadi Ciri Khas Suku Indian, Amerika

sumber: http://www.mypopzone.com/2013

Untuk memahaminya, dibutuhkan bangunan yang mampu menyimpan dan bisa menjelaskan bagaimana perkembangan fashion itu sendiri hingga sekarang. Indonesia sendiri belum ada karakter independent yang menimbulkan karakter sendiri dalam dunia fashion. Orang-orang Indonesia

(2)

lebih mudah terpengaruh dengan mode fashion dari barat seperti Perancis, Belanda, dan Milan. Ditambah lagi saat ini mode fashion Korea sedang menjamur di berbagai negara. Ketika fashion bisa dipelajari secara nyata maka akan mempermudah semua kalangan yang mencintai fashion untuk mempelajarinya. Indonesia sendiri belum mempunyai bangunan yang dikatakan sebagai museum fashion, di mana bangunan itu bisa membandingkan perkembangan dunia fashion dari tahun ke tahun di Indonesia bahkan beberapa negara lainnya.

1.1.2. Fashion Dijabarkan Melalui Museum Fashion

Gambar 1. 2 Special Exihibition of Renaissance of Fashion 1942

Sumber: http://www.jstor.org.ezproxy.ugm.ac.id, Bulletin of The Metropolitan of Art Museum-New York 1942

Museum dapat diartikan sebagai suatu gejala sosial atau kultural dan mengikuti sejarah perkembangan masyarakat dan kebudayaan yang menggunakan museum itu sebagai prasarana sosial atau kebudayaan (http://museumku.wordpress.com/sejarah-museum). Fashion tidak melulu terkonsep pada pakaian wanita saja, tapi juga mencakup segala aspek penunjangnya, seperti topi, aksesoris, sepatu, gaya rambut, tas, maupun make up. Semua itu bisa dijabarkan ketika ada sebuah bangunan yang mampu memperlihatkan bagaimana sebuah fashion berkembang dari tahun ke tahun seperti benda pusaka yang menceritakan sejarah di masa lampau. Ketika sebuah paradaban fashion dilestarikan maka semua golongan masyarakat,

(3)

tidak hanya kaum elite tetapi masyarakat umum pun mampu melihat bagaimana fashion berkembang. Museum merupakan salah satu aspek penunjang yang mampu mewadahi semua itu. Dengan demikian, Indonesia membutuhkan sebuah museum fashion, di mana bangunan ini berkonsentrasi pada pembukuan sejarah fashion yang dikemas dengan cara dan pendisplay-an ypendisplay-ang menarik atau tidak monoton.

Gambar 1. 3 Love and War: The Weaponized Woman

The M useum at FIT, September 9-December 16, 2006 Sumber: valeriesteelefashion.com

1.1.3. Museum Fashion di Indonesia

Gambar 1. 4 Museum Harry Darsono

sumber: http://www.catalinggo.com/5-museum-sejarah-di-jakarta.html

Di Indonesia sendiri bangunan yang bisa dikatakan sebagai museum fashion ialah Museum Harry Dharsono. Di mana adibusana tersebut mewadahi koleksinya yang mendunia di bangunan gaya klasik sejak tahun 2001. Museum yang memiliki alamat di Jalan Cilandak Tengah No. 71, Jakarta Selatan 12430, yang berdiri di atas area seluas 1.000 m2 itu merupakan wujud

(4)

konkret kepedulian Harry Darsono dalam memperkaya dunia seni yang digeluti selama hidupnya. Para pecinta fashion seperti Ratu Diana dan Putri Norwegia selalu menjadi langganan beliau. Koleksi tersebut dari berbagai macam model, seperti karya-karya monumental berupa gaun adibusana, art to

wear, kostum panggung kontemporer, lukisan di atas kain sutra ukuran lebar,

aneka sulaman, hingga tenun ikat sutra yang menjadi ciri khasnya.

Dari tahun ke tahun, Indonesia dirasa belum mampu berdiri di atas kakinya sendiri untuk menentukan bagaimana gaya fashion yang bisa berkembang dan justru menjadikannya trend center di negara sendiri bahkan mendunia. Kesadaran akan independency akan gerakan mencipta mulai disadari oleh generasi saat ini. Terlihat dengan maraknya industri kreatif di Indonesia di masing-masing kota sebagai bentuk penolakan gerakan jalan di tempat atau tak adanya perubahan bahkan berkembangnya fashion Indonesia sendiri. Apalagi dengan maraknya karnival dan beberapa event seperti IFW (Indonesian Fashion Week), JFW (Jogja Fashion Week), BFW ( Bali

Fashion Week), dan lain-lain. Ketika membicarakan perkembangan fashion

maka tidak akan lepas dari kegiatan produksi dan promosi. Banyak bangunan yang mampu mengitepretasikan keduanya dengan adanya fashion center di kota-kota seperti Bandung (kota fashion di Indonesia) ataupun Jakarta. Sedangkan bangunan kita juga mempelajari fashion dari masa lampau karena bisa saja fashion bergulir ke trend masa itu. Dengan adanya bangunan yang mampu bercerita sejarah fashion, maka fashion bisa dipelajari lebih mudah untuk diadaptasi kembali di masa sekarang. Untuk itu, Indonesia membutuhkan sebuah museumfashion, di mana bangunan ini menjabarkan perkembangan fashion secara umum dari beberapa negara yang sejatinya berkembang serentak seperti di negara-negara barat seperti Eropa. Sebagai pembandingnya, tentu kita bisa juga melihat perkembangan fashion di Indonesia sendiri.

Di beberapa negara seperti barat seperti Perancis dan Italia, bahkan di Asia, seperti Hongkong dan Tokyo sudah ada museumfashion baik yang mendisplay satu brand tertentu bahkan yang menampilkan perkembangan

fashion secara umum. Indonesia yang merupakan negara berkembang, sudah

seharusnya memiliki museum fashion, sehingga negara ini pun mampu

(5)

menampilkan apa fashion yang Indonesia miliki disertai pembanding negara lainnya. Sejarah fashion mampu terwadahi di bangunan ini sehingga dengan kata lain Indonesia bisa belajar dan membuat suatu karya fashion baru tanpa harus berkiblat ke negara lain.

1.1.4. Yogyakarta sebagai Kota Edu-Wisata

Seperti yang kita tahu, bahwa Yogyakarta adalah sebuah kota berkembang dan terus maju di berbagai hal. Hal yang paling kita kenal tentang Yogyakarta adalah sebagai kota pelajar (tempat edukasi) nomor satu di Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyakanya sekolah hingga perguruan tinggi yang tiap tahun peminatnya terus bertambah. Dengan pertambahan ini, keragaman masyarakat yang ada di sana pun meningkat. Tidak hanya sebagai kota edukasi, Yogyakarta juga terkenal sebagai kota wisata, yakni tujuan wisata kedua setelah Bali. Keramahan masyarakat dan iklim yang hangat, menjadikan kota ini terus istimewa oleh pengunjung dalam maupun luar negeri. Edukasi dan wisata bisa kita gabungkan sebagai salah satu cara penyampaian dari fungsi keduanya, yakni belajar dan bersenang-senang. Belajar tidak harus duduk di bangku sekolah selama waktu tertentu, tapi bisa dengan melihat dan mendengar sebuah cerita dari orang lain untuk mempelajarinya.

Tabel 1. 1 Kunjungan Wisatawan dan Target Wisatawan Kota Yogyakarta Tahun 2011

Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, 2011

Yogyakarta sendiri mempunyai banyak sekali objek wisata yang beragam jenisnya, dari wisata alam, seperti pantai dan goa, ada juga bangunan

(6)

bersejarah seperti museum. Bangunan museum di sini pun terhitung banyak dan banyak juga jenisnya, dari museum pemerintah, keraton, maupun swasta. Dari berbagai jenis kepemilikan museum, fungsi tersebut pun masih dikerucutkan menjadi beberapa karakter museum, seperti museum sejarah, museum seni, dan lain sebagainya. Dari tahun 2012 gerakan cinta museum dikoarkan di berbagai sudut Indonesia. Hal ini dikarenakan menipisnya masyarakat yang sadar akan pentingnya mempelajari dan menghargai sebuah sejarah, karena tanpa sejarah, tidak akan ada masa kini. Salah satunya di Yogyakarta sampai saat ini di tahun 2013 masih menggaungkan wacana tersebut (Kompas, 2013).

Tabel 1. 2 Banyaknya Pengunjung Museum di Kota Yogyakarta 2011

Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta,2011

1.1.5. Museum Fahion di Yogyakarta

Seperti halnya sejarah, fashion adalah sejarah yang salah satu cara mempelajarinya dengan mengunjungi museum fashion. Hal ini bisa mengenalkan bagaimana suatu fashion bisa bertahan dan berjaya di suatu era tertentu dengan lebih dekat dan komunikatif kepada masyarakat yang ingin mempelajarinya. Yogyakarta memang bukan identik dengan fashion yang

up-to-date seperti Jakarta atau Bandung. Namun konteks museum adalah wadah

sejarah yang mampu dikembangkan sebagai tempat edukasi dan wisata. Kedua hal ini sangatlah identik dengan Kota Yogyakarta. Ketika sebuah kota

(7)

mampu mengembangkan citra lain dari sebuah fashion berupa sejarah perkembangannya yang dimasukkan ke dalam sebuah museum untuk menjadikan kota itu makin kental dengan sebutannya. Kota ini masih berkembang dan bisa menerima budaya baru dengan tetap menjaga budaya ciri khasnya. Ini adalah salah satu catatan atau memoar, di mana Yogyakarta dahulunya pun banyak disinggahi negarawan asing hingga saat ini. Hal ini membuktikan bahwa keistimewaan Yogyakarta bukan sekadar dalam negeri tetapi juga di luar negeri.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Permasalahn Umum

1. Fashion belum dinikmati oleh semua kalangan.

2. Perlunya pembelajaran sejarah fashion secara real yang berkembang dari tahun ke tahun.

3. Tidak adanya bangunan yang mewadahi sejarah perkembangan fashion di dunia maupun Indonesia.

4. Adanya upanya menggali nilai Edu-Wisata Yogyakarta melalui Museum

Fashion.

1.2.2. Permasalahan Khusus

1. Fashion masa lampau, sekarang, dan yang akan datang akan membentuk

line story yang berdampak pada desain ruang dalam museum fashion.

2. Perlakuan yang berbeda pada masing-masing karya fahion yang ditampilkan, berhubungan dengan luasan, tata ruang, penghawaan, dan pencahayaan di dalam bangunan.

3. Adanya pembedaan zona luar dan dalam negeri, bahkan pengkhususan

fashion Yogyakarta, sehubungan dengan tinjauan lokasi.

1.3. Tujuan Penulisan

1. Adanya wadah/ bangunan sebagai pusat informasi yang menjabarkan sejarah

fashion secara real.

2. Pembelajaran perkembangan fashion dan membandingkannya dari negara lain maupun di Indonesia ataupun Yogyakarta itu sendiri.

(8)

3. Menciptakan gerakan cinta museum, khususnya dengan adanya museum

fashion di Indonesia.

4. Menciptakan museum fashion yang semenarik mungkin demi meninkatnya nilai Edu-Wisata Yogyakarta

1.4. Sasaran Penulisan

1. Mendesain sebuah museum fashion yang pendisplay-annya secara khusus. 2. Adanya model kopian untuk dipelajari (look-feel-touch).

3. Desain museum fashion dengan konteks penekanan pengalaman ruang. 4. Menanamkan basicedu-wisata di konsep museum.

1.5. Lingkup Pembahasan 1. Arsitektural

Desain modern-kontemporer dan penekanan pada pengalaman ruang yang diterapkan dalam bangunan museum fashion.

2. Non-Arsitektural

Museum fashion dengan memasukkan filosofi/ basicedu-wisata.

1.6. Metodelogi Penulisan 1. Sumber primer

Wawancara beberapa narasumber terkait. 2. Sumber sekunder

a. Data tahunan Edukasi dan Wisata Kota Yogyakarta.

b. Penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan sejarah fashion. c. Buku atau majalah yang berhubungan dengan sejarah fashion.

1.7. Sistematika Penulisan

1. BAB I. PENDAHULUAN

Mengungkapkan mengenai latar belakang, rumusan masalah umum dan khusus, tujuan umum dan khusus, sasaran, lingkup pembahasan, metode pembahasan, sistematika penulisan, keaslian penulisan dan kerangka berpikir yang merupakan uraian tentang garis besar isi penulisan.

(9)

2. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Membahas mengenai hasil observasi, wawancara, dan studi pustaka mengenai museum fashion yang ada di beberapa negara sebagai pembanding tentang bagaimana sebuah museum fashion didesain dan cara pendisplay-annya.

3. BAB III. TINJAUAN LOKASI

Membahas mengenai issue yang sedang berkembang di site terkait. Hal ini sehubungan dengan pemilihan site yang terletak di kawasan Malioboro. Pada dasarnya kawasan tersebut adalah pusat komersial yang juga identik dengan dunia fashion di Kota Yogyakarta. Alternatif site dibahas di bab ini, selain itu juga terdapat analisis berupa zoning, sirkulasi, orientasi dan tata masa bangunan, program ruang dan ruang luar.

4. BAB IV. ANALISIS

Bab yang membahas tentang segala aspek pendukung dan garis kerangka pikir dalam membuat program ruang. Dalam bab ini terdapat tinjauan lokasi terpilihdengan analisis data eksisting penulis.

5. BAB IV. PENDEKATAN KONSEPDAN KONSEP

Bab di mana memasukkan teori pendekatan yang akan dipakai dalam mendesain bangunan museum nantinya. Terdapat juga zonasi dan sirkulasi ruang yang menjadi pola story line nanti dalam museum fashion ini.

(10)

1.8. Kerangka Pola Pikir

Diagram 1. 1 Kerangka Berpikir

Analis penulis, 2013

(11)

1.9. Keaslian Penulisan

1. Yogyakarta Fashion Center

Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan

Oleh Dian Eka Puspitasari | 02/ 157673/ TK/ 27489

Masalah yang diangkat adalah kemudahan yang akan diperoleh ketika ada suatu bangunan fashion yang mampu mencakup kebutuhan dalam satu massa. Tipologi bangunan berupa fashion center yang lebih kepada aspek komersialitas.

2. Museum Etnik Kontemporer di Yogyakarta Penekanan pada Pengalaman Ruang

Oleh M.I. Krisna Adyasari | 06/194490/ TK/ 31833

Kesamaan fungsi museum dan penekanan pengalaman bisa dijadikan acuan. Museum ini fokus untuk mewadahi segala bentuk etnik/ seni kontemporer yang ditempatkan di Yogyakarta.

Dari kedua tugas akhir di atas, hanya terdapat kesamaan tema, yaitu fashion dan museum, namun untuk judul Desain Museum Fashion sebagai Edu-Wisata di

Kota Yogyakarta dengan Pendekatan Pengalaman Ruang, belum ada

sebelumnya.

Gambar

Gambar 1. 1  Topi Bulu yang Menjadi Ciri Khas Suku Indian, Amerika  sumber: http://www.mypopzone.com/2013
Gambar 1. 2 Special Exihibition of Renaissance of Fashion 1942  Sumber: http://www.jstor.org.ezproxy.ugm.ac.id,  Bulletin of The Metropolitan of Art Museum-New York 1942
Gambar 1. 3 Love and War: The Weaponized Woman  The M useum at FIT, September 9-December 16, 2006
Tabel 1. 1 Kunjungan Wisatawan dan Target Wisatawan Kota Yogyakarta Tahun 2011
+2

Referensi

Dokumen terkait

(2)Data terkait pekerjaan-pekerjaan , proses bisnis serta beban kerja dapat dilakukan integrasi dengan data yang sudah dimiliki organisasi.(3)Admin dari sistem melakukan entry

Sedangkan sistem PLL diskret yang dirancang dapat mengunci sinyal masukan pada rentang frekuensi 10Hz ~ 200kHz, dengan tegangan amplitudo sinyal masukan antara

Sejalan dengan pemikiran itu, maka teori hukum prismatik yang dimaksud oleh penulis ada- lah hukum yang merajut dan mengakomodasi nilai-nilai baik sistem hukum tertulis

Pada pasien, demam terjadi akibat infeksi virus dan bakteri, hal ini diketahui berdasarkan gejala pada saat suhu tidak juga turun dan gejala saluran nafas masih

Pemrograman (programming): analisis pewadahan hasil analisis ke ruang fisik secara alokatif (macam ruang, interaksi antar ruang, dan rencana volume tiap ruang).. Usulan

illegal artinya adalah sejak semula tidak sah, oleh karenanya perbuatan tersebut merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum. Suatu perbuatan itu dengan

PEMERINTAH KABUPA BUPATEN BULELEN TEN BULELENG G DINAS KESEHATAN. DINAS

Dan atribut Manfaat merupakan atribut yang paling berpengaruh terhadap keputusan pembehan pada produk minuman isotonik Pocari sweat Jika dilihat dari koefisien regresi yang