• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN ACUTE CORONARY SYNDROME (ACS) MAKALAH. Disusun untuk Tugas Keperawatan Kegawatdaruratan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN ACUTE CORONARY SYNDROME (ACS) MAKALAH. Disusun untuk Tugas Keperawatan Kegawatdaruratan"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN ACUTE CORONARY SYNDROME (ACS)

MAKALAH

Disusun untuk Tugas Keperawatan Kegawatdaruratan

Dosen Pembimbing : Ns. Luluk Nur Aini, M. Kep

Disusun oleh Kelompok 1

1. Susi K R Salelenggu (AOA0190878) 2. Dina Ajeng Prameswari (AOA0190892) 3. Isakhar Christinasari (AOA0190903) 4. Riska Sri Puji Lestari (AOA0190912) 5. Viona Lestari Sirait (AOA0190923)

SEKOLAH ILMU TINGGI KESEHSTAN KENDEDES MALANG PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

(2)

2 KATA PENGANTAR

Tiada kata yang paling indah dan paling mulia yang patut penulis panjatkan kepada Allah SWT kecuali rasa syukur atas rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien ACS”.

Pada kesempatan ini penulis tidak lupa juga mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Bapak / Ibu Dosen Stikes Kendedes Malang Jurusan Keperawatan yang turut membekali ilmu pengetahuan pada penulis selama kuliah.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peneliti selanjutnya di Stikes Kendedes Malangserta kiranya Tuhan selalu memberi rahmat kepada kita semua. Amin.

Malang, 5 Maret 2021

(3)

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...2 DAFTAR ISI...3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...4 B. Rumusan Masalah ...4 BAB II PEMBAHASAN A. Definisi ACS ...5

B. Anatomi dan fisiologi ACS ...5

C. Etiologi ACS ...8

D. Patofiologi ACS ...10

E. Manifestasi ACS ...13

F. Pemeriksaan Diagnostik ACS...13

G. Komplikasi ACS ...15

H. Penatalaksanaan ACS ...15

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengkajian ...19 B. Diagnosa ...25 C. Intervensi ...25 D. Implementasi ...33 E. Evaluasi ...36 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ...37 B. Saran ...37 DAFTAR PUSTAKA

(4)

4 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Acute Coronary syndrome (ACS) adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung. Karena sumbatan ini, terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot jantung yang dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah yang terkena sehingga fungsinya terganggu (Alwi dkk, 2006).

Berdasarkan data WHO tahun 2008, Sebanyak 17.3 juta penduduk didunia meninggal karena penyakit tersebut.Sebanyak 80% kematian akibat ACS berada di negara maju dan berkembang dan terjadi pada laki-laki dan perempuan. (WHO, 2012). Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, ACS pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian (Departemen Kesehatan, RI, 2006).

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit ACS berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5% dan prevalensi penderita ACS di Jawa barat adalah 8,2% (Balitbangkes, 2007). Sedangkan prevalensi penderita ACS di RS Siloam Hospitals Lippo Village Karawaci Gedung A, yang dirawat dari bulan januari sampai bulan oktober 2017 mencapai 40 orang dari 320 pasien yang dirawat di ruang ICCU. Dari data tersebut diatas kami tertarik untuk membahas kasus asuhan keperawatan pasien dengan ACS, khususnya tentang penanganan dan perawatan pasien selama berada di intensive area sehingga banyak menyelamatkan dan memperbaiki kualitas hidup penderita.

B. Rumusan Masalah

a. Mengetahui pengertian ACS

b. Mengetahui anatomi dan fisiologi yang terkait dengan ACS c. Mampu mengenali nyeri dada pada pasien ACS

d. Mampu mengidentifikasi secara dini dan pemberian awal therapy pada pasien ACS

e. Memiliki pengetahuan dasar untuk menilai pasien ACS

(5)

5 BAB II

PEMBAHASAN A. Definisi

Sindrome coroner akut merupakan sindroma klinis yang terdiri dari infark miokard akut dengan atau tanpa elevasi segmen ST serta angina pectoris tidak stabil (Dharma, 2010) ACS adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan adanya coroner iskemik , dimana pasien berada pada resiko untuk berkembang adanya kerusakan miokard, terdapat 3 kondisi dari ACS yaitu angina tidak stabil, NSTEMI ( Non ST Elevasi Miocardial Infarct ), dan STEMI ( ST Elevasi Miocardial Infarct ). (Chintya lee, 2013 )

Penyakit syndrome coroner akut ( ACS ) adalah terjadinya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan miokard,dimana gabungan gejala klinik yang menandakan iskemik miokard akut, terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segmen ST ( STEMI ), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST ( NSTEMI ) dan angina pectoris tidak stabil ( UAP ). ( PERKI 2014 )

Menurut Harun (2007) mengatakan istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner

B. Anatomi dan fisiologi kardiovaskuler 1. Jantung

Jantung terletak di antara paru-paru di mediastinum dengan sekitar dua pertiga massanya berada di sebelah kiri garis tengah. Jantung dilindungi oleh sebuah lapisan yang dinamakan pericardium, yang memungkinkan jantung untuk tetap bertahan pada tempatnya. Pericardium terdiri dari dua lapisan yaitu viseral dan parietal, diantara dua lapisan tersebut dinamakan rongga pericardium yang berisi cairan pericardium yang berfungsi sebagai pelumas sehingga mengurangi friksi diantara dua lapisan tersebut (Tortora & Derrickson, 2017).

Menurut Tortora&derrickson tahun 2017 dalam bukunya menyatakan bahwa dinding jantung mempunyai 3 lapisan:

a. Epikardium, yaitu bagian luar otot jantung atau pericardium visceral

b. Miokardium, yaitu jaringan utama otot jantung yang bertanggung jawab atas kontraksi jantung

(6)

6 Alur darah mengalir yaitu darah vena kembali dari sirkulasi sistemik ke atrium kanan melalui vena cava superior dan inferior, darah vena ini kandungan oksigen sudah berkurang karena sudah dipakai sel untuk metabolisme. Kemudian darah melewati katup trikuspid ke ventrikel kanan dan dari situ dipompa melalui katup pulmonalis ke sirkulasi pulmonal melalui arteri pulmonalis. Di dalam kapiler paru-paru, darah di "reoksigenasi" melalui proses respirasi oleh paru- paru, darah yang teroksigenasi mengalir di vena pulmonalis ke atrium kiri dan melewati katup mitral ke ventrikel kiri kemudian dipompa melalui katup aorta ke aorta untuk didistribusikan ke organ sistemik (Kasper et all, 2014).

2. Sistem Sirkulasi Jantung a. Sistem Sirkulasi Pulmonal

Sirkulasi Pulmonal dimulai dari Ventrikel kanan ke kumpulan kapiler alveolus paru-paru dimana terjadi pertukaran gas darah dengan udara di alveoli. Membawa darah kurang oksigen ke paru-paru; membawa kembali darah kaya oksigen ke jantung

b. Sistem Sirkulasi Sistemik (termasuk Sistem Sirkulasi Koroner)

Sirkulasi Sistemik – dimulai dari jantung ke kumpulan kapiler seluruh tubuh dimana terjadi pertukaran gas antara darah dengan jaringan. Membawa darah kaya oksigen ke jaringan; membawa kembali darah kurang oksigen ke jantung

3. Konduksi Jantung

Jantung melakukan kontraksi diawali dengan adanya pencetus listrik jantung dari nodus SA yang melakukan depolarisasi secara spontan.Letak nodus SA adalah di dinding atrium kanan. Impuls listrik akan menyebar ke seluruh atrium sehingga atrium berkontraksi. Impuls kemudian mengalir ke nodus AV yang terletak di dekat katup tricuspid, memiliki konduksi yang melambat sekitar 0,1 detik agar ejeksi darah pada atrium selesai sebelum kontraksi dilanjutkan ke ventrikel. Impuls berjalan ke berkas His dan segera bercabang menjadi cabang berkas kanan dan cabang berkas kiri serta fasikulinya akan berujung pada serabut Purkinje. Serabut Purkinje inilah yang menghantarkan arus listrik ke dalam miokardiorum ventrikel, sehingga menyebabkan ventrikel berkontraksi.

Selesai berdepolarisasi, sel miokardium mengalami masa refrakter singkat, yang artinya sel tersebut akan kebal terhadap rangsangan lebih lanjut. Sel miokardium akan melakukan repolarisasi agar dapat dirangsang kembali (Kasper et all, 2014).

(7)

7 Diagram siklus jantung yang ditunjukkan di bawah ini menggambarkan perubahan tekanan aorta (AP), tekanan ventrikel kiri (LVP), volume ventrikel kiri (LV Vol), dan suara jantung selama satu siklus kontraksi jantung dan relaksasi.Perubahan ini terkait pada waktunya dengan elektrokardiogram.

5. Anatomi Pembuluh Darah Arteri

Pembuluh darah arteri adalah pembuluh darah yang berfungsi membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh yang kaya oksigen. Diameter dari arteri bervariasi mulai dari yang paling besar yaitu aorta ± 20 mm sampai ke cabang-cabang yang paling kecil yaitu arteriol ± 0,2 mm. Arteri memiliki dinding yang tebal dan elastis (kenyal), sesuai dengan fungsinya mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Arteri mampu berkontraksi, terdiri dari jaringan endotel yang melapisi permukaan dalam arteri.

Lapisan arteri terdiri dari tunika intima merupakan lapisan paling dalam dan berkontak langsung dengan aliran vena.Lapisan ini dibentuk oleh lapisan tunggal sel –sel endotel yang menyediakan permukaan yang licin dan bersifat non trombogenik.Pada lapisan ini terdapat katup, tonjolan semilunar, yang membantu mencegah refluks darah. Lapisan kedua tunika media merupakan lapisan tengah ,terdiri dari jaringan ikat yang mengandung serabut muscular dan elastis. Jaringan ikat ini memungkinkan vena mentoleransi perubahan tekanan dan aliran dengan menyediakan recoilelastis dan kontraksi muscular.Lapisan tunika adventisia merupakan lapisan terluar, terdiri dari serabut elastis longitudinal dan jaringan ikat longgar.

6. Arteri Koroner

Pasokan darah arteri pada jantung disediakan oleh arteri koroner kanan dan kiri. Tidak seperti sistem arteri lain di dalam tubuh, darah arteri koroner mengalir selama periode diastol. Oleh karena itu, fase diastol sangat penting untuk makanan jantung.

Menurut elmoselhi 2017 arteri koroner dibagi menjadi dua 6.1. Arteri Koroner kanan

Arteri koroner kanan memasok darah ke ventrikel kanan, atrium kanan, dan nodus SA (sinoatrial) dan AV (atrioventrikular), yang mengatur irama jantung. Arteri koroner kanan terbagi menjadi cabang yang lebih kecil, right posterior descending artery dan acute marginal artery. Bersama dengan arteri Left anterior decending, arteri koroner kanan membantu suplai darah ke bagian septum jantung.

(8)

8 6.2. Arteri Koroner Kiri

Arteri koroner kiri utama yang lebih popular dengan sebutan Left Main (LM), keluar dari sinus aorta kiri; kemudian segera bercabang-cabang dua menjadi arteri Left Anterior Descending (LAD) dan Left Circumflex (LCX). Arteri koroner utama kiri memasok darah ke sisi kiri otot jantung (ventrikel kiri dan atrium kiri).

6.2.1. Arteri Left Anterior Descending (LAD)

Arteri LAD berjalan di parit interventrikular depan sampai ke apeks jantung, mensuplai bagian depan septum melalui cabang-cabang septal dan bagian depan ventricular kiri melalui cabang-cabang diagonal, sebagian besar ventrikel kiri dan juga berkas Atrio-ventrikular, dengan kata lain memasok darah ke bagian depan sisi kiri jantung.

6.2.2.Arteri Left Circumflex (LCX)

Arteri LCX berjalan di dalam parit atrioventrikular kiri diantara atrium kiri dan ventrikel kiri dan memperdarahi dinding samping ventrikel kiri melalui cabang-cabang obtuse marginal yang bisa lebih dari satu (M₁ , M₂ dst).

C. Etiologi

1. Faktor penyebab

a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor:  Faktor pembuluh darah

I. Aterosklerosis II. Spasme III. Arteritis  Faktor sirkulasi I. Hipotensi II. Stenosis aorta III. Insufisiensi  Faktor darah

(9)

9 I. Anemia

II. Hypoxemia III. polisitemia

b. Curah jantung yang meningkat  Aktifitas berlebihan  Emosi

 Hypertiroidisme

c. Kebutuhan oksigen miokard meningkat pada:  Kerusakan miokard

 Hypertropi miokard  Hypertensi diastolik 2. Faktor predisposisi

Factor resiko biologis yang tidak dapat diubah: a. Usia ≥ 40thn

b. Jenis kelamin: insiden pada pria sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause

c. Hereditas

d. Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam 3. Factor resiko yang dapat diubah :

a. Mayor  Hiperlipidemia  Hipertensi  Merokok  Diabetes  Obesitas

(10)

10 b. Minor

 Inaktifitas fisik

 Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif)  Stress psikologis berlebihan

D. Patofisiologi

Proses akut thrombosis akibat rupturnya plak aterosklerosis yang menyebabkan sumbatan aliran darah coroner mendadak. Plak yang terbentuk lambat laun berkembang menjadi bercak sclerosis (plak/kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadi penyempitan/penyumbatan pembuluh darah, sehingga resistensi terhadap aliran darah akan meningkat. Bila semakin lanjut penyempitan lumen akan diikuti perubahan pembuluh darah yang mengurangi kemampuan pembuluh darah untuk melebar, sehingga menyebabkan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil sehingga menimbulkan iskemia miokard. Jika plak pecah atau robek terjadi perdarahan subendotel mulailah proses trombogenik yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu pembuluh coroner.

Pada saat ini muncul perubahan yang tiba-tiba dari angina stabil menjadi tidak stabil atau infark miokard, sedangkan thrombosis merupakan proses pembentukan atau adanya darah beku yang terdapat didalam pembuluh darah. Thrombus yang terbentuk merupakan campuran dari thrombus merah dan thrombus putih.Spasme arteri coroner juga berperan penting dalam patofisiologi ACS, spasme atau vasokonstriksi terjadi sebagai respon terhadap disfungsi endotel ringan dekatlesi atau sebagai respon terhadap diserupsi plak dari lesi plak itu sendiri.

1. Plak tidak stabil

Penyebab utama terjadinya ACS adalah rupturnya plak yang kaya lipid dan cangkang yang tipis, umumnya plak yang mengalami rupture secara haemodinamik tidak signifikan besar lesinya, adanya sel inflamasi yang berada dibawah sub endotelmerupakan titik lemah dan predisposisi terjadinya rupture plak.

(11)

11 Setelah rupture plak sel-sel platelet akan menutupi/menempel pada plak yang rupture. Rupture akan merangsang dan mengaktifkan agregasi platelet, fibrinogen akan menyelimuti platelet yang kemudian akan merangsang pembentukan thrombin.

3. Angina tidak stabil

Sumbatan thrombus yang parsial akan menimbulkan gejala iskemia lebih lama dan dapat terjadi saat istirahat. Pada fase ini thrombus kaya akan platelet sehingga therapy aspirin, clopidogrel. Pemberian trombolisis pada fase ini efektif dan malah sebaliknya dapat mengakselerasi oklusi dengan melepaskan bekuan yang berikatan dengan thrombin yang dapat mempromosi terjadinya koagulasi. Oklusi thrombus yang bersifat intermitten dapat menyebabkan nekrosis miokard sehingga menimbulkan NSTEMI.

4. Mikroemboli

Berasal dari trombus distal dan bersarang didalam mikrovaskuler coroner yang menyebabkan troponin jantung meningkat (penanda adanya nekrosis dijantung).Kondisi ini merupakan risiko tinggi terjadinya infark yang lebih luas.

5. Oklusi thrombus

Jika thrombus menyumbat total pembuluh darah coroner dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan STEMI. Bekuan ini kaya thrombin, karena itu pemberian fibrinolysis yang cepat dan tepat (PCI) dapat membatasi perluasan infark (PERKI,2012).

(12)

12 PATHWAY

Arterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koroneria

Aliran darah ke jantung menurun

Oksigen dan nutrisi menurun

Jaringan miokard iskemik

Nekrose lebih dari 30 menit

Suplai kebutuhan oksigen ke jantung tidak sumbang

Suplai oksigen ke miokard menurun

Metabolisme anaerob Hipoksia

Timbunan asam laktat Integritas sel berubah

Fatique Kontraktilitas turun

COP turun Kegagalan pompa jantung

Gagal jantung

Klasifikasi ACS meliputi: 1. Angina pectoris tak stabil 2. Non ST-Elevasi MI (NSTEMI) 3. ST-Elevasi MI (STEMI)

Kerusakan

Pertukaran Gas (tdk sesuai patofisiologi) Nyeri Akut Cemas (pertimbangan intoleransi aktifitas) Gangguan Perfusi Jaringan

Resiko Kelebihan Volume Cairan Ekstra Vaskuler

Resiko Penurunan Curah Jantung

(13)

13 E. Manifestasi klinis

1. Nyeri

a. Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadisecara mendadak dan terus menerus tidak mereda. Biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas.

b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi. c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar kebahu dan terus

kebawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).

d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional ), menetap selama beberapa jam atau hari dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin.

e. Nyeri dapat menjalar kearah rahang atau leher .

f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaphoresis berat, pening atau sakit kepala terasa melayang dan mual muntah .

g. Pasien dengan diabetes militus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor.

2. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak nafas, mual, nyeri epigastric.

3. Perubahan tanda vital seperti tachicardi, tachipneu, hypertensi atau hypotensi dan menurunkan saturasi oksigen (SaO2) atau kelainan irama jantung

F. Pemeriksaan Diagnostik 1. EKG

a. STEMI : perubahan pada pasien dengan infark miokard akut, meliputi hyperakut T, elevasi segmen ST yang diikuti dengan terbentuknya Q pathologis, terbentuknya bundle branch block / yang dianggap baru. Perubahan EKG berupa elevasi segment ST ≥ 1mm pada 2 sadapanyang berdekatan pada limb lead dan atau segmen elevasi ≥ 2mm pada 2 sadapan chest lead

b. NSTEMI : perubahan EKG berupa depresi segment ST ≥1mm pada 2 sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau segmen depresi ≥ 2mm pada 2 sadapan chest lead

(14)

14 c. Gambaran EKG

 Pemeriksaan EKG memegang peranan penting dalam

mendiagnosa ACS. Pemeriksaan yang sederhana, murah tapi mempunyai nilai klinis yang tinggi. Pada APTS / Non Q infark, perubahan berupa adanya ST segment depresi atau T inversi. Hal ini harus dibedakan dengan tanda hipertropi ventrikel kiri.

 Pada akut infark dengan gelombang Q, didapat adanya ST segmen elevasi, yang pada jam awal masih berupa hiperakut T (gelombang T tinggi) yang kemudian berubah menjadi ST elevasi. Adanya new RBBB/LBBB juga merupakan tanda perubahan ECG pada infark gelombang Q

 Pada penderita dengan nyeri dada sementara ECG nya normal menunjukan besar kemungkinan non cardiakpain. Sementara prognosis dengan perubahan ECG hanya T inverted lebih baik dari ST segmen depresi yang masuk dalam resiko tinggi.

2. Enzim jantung, yaitu:

a. CKMB : dapat dideteksi 4-6 jam pasca infark, mencapai puncaknya pada 24 jam pertama, kembali normal setelah 2-3 hari.

b. Troponin T : spesifik untuk kerusakan otot jantung , dapat di deteksi 4-8 jam pasca infark. c. LDH : dapat dideteksi 24-48 jam pasca infak, mencapai puncaknya setelah 3-6 hari, normal setelah mencapai 8-14 hari

3. Elektrolit

Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktiitas, misalnya hipokalemi, hiperkalemia

4. Sel darah putih

Leukosit ( 10.000-20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi.

5. AGD

Dapat menunjukan hypoxia atau proses penyakit paru akut atau kronis. 6. Kolesterol atau trigliserida

(15)

15 7. Rontgen dada

Mungkin normal atau menunjukan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.

8. Echocardiogram

Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.

9. Angiografi coroner

Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri coroner.Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi).Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase AMI kecuali mendekatibedah jantung angioplasty atau emergensi.

G. Komplikasi

Ada beberapa kompikasi yang dapat ditemukan, antara lain: 1. Aritmia

2. Kematian mendadak 3. Syok kardiogenik 4. Gagal jantung 5. Emboli paru

6. Rupture septum ventrikuler 7. Rupture muskulus papilaris 8. Aneurisma ventrikel

H. Penatalaksanaan medis

1. Penatalaksanaan ACS terbagi dua a. Prehospital

(16)

16  Segera memanggil tim medis emergensi

 Transportasi pasien ke Rumah Sakit b. Hospital

 Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen  EKG 12 lead

 Pasang Intravena

 Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang singkat dan terarah.  Lengkapi cek list fibrinolitik, cek kontraindikasi

 Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit, dan pembekuan darah  Pemeriksaan sinar X, (≥30 menit setelah pasien sampai di IGD)

2. Terapi Awal di IGD

a. Segera berikan oksigen 4 LPM nasal kanul, terutama jika saturasi kurang dari 94% b. Berikan aspirin 160-325mg dikunyah

c. Nitrogliserin sub lingual atau spray

d. Morpin IV jika nyeri dada tidak berkurang dengan nitrogliserin 3. Terapi Umum Pada ACS

a. Oksigen

Oksigen harus diberikan pada semua pasien dengan sesak nafas, tanda gagal jantung, syok atau saturasi oksigen < 94%

b. Aspirin

Aspirin direkomendasikan pada pasien ACS kecuali terdapat kontraindikasi. Diberikan 160-325mg dikunyah jika tidak ada alergi dan tidak ada perdarahan lambung.

c. Nitrogliserin

Dapat diberikan tablet nitrogliserin sublingual sampai 3 kali dengan interval 3-5menit jika tidak ada kontraindikasi.

(17)

17 Analgetik morpin diberikan pada kasus ACS, jika pemberian nitrogliserin sublingual atau spray tiidak reespon. Dosis bolus 2-4mg IV.

e. Clopidogrel

Clopidogrel (antiagregasi platelet). Dosis pertama 300mg dan dilanjutkan dengan dosis harian 75mg. Pasien yang dipersiapkan untuk invasif therapi diberikan 600mg.(PERKI, 2015) f. Therapi reperfusi pada STEMI

Reperfusi pada pasien ACS akan mengembalikan aliran koroner pada arteri yang berhubungan dengan area infark, mengurangi ukuran infark, dan menurunkan mortalitas jangka panjang. Fibrinolitik berhasil mengembalikan aliran normal koroner pada 50-60% kasus. Sedangkan PCI dapat mengembalikan aliran darah normal sampai 90% kasus, dan manfaat ini lebih besar didapatkan pada pasien dengan syok kardiogenik. PCI juga menurunkan resiko perdarahan intrakranial dan Stroke. Langkah pertama untuk reperfusi adalah evaluasi nilai waktu onset serangan, resiko fibrinolitik, waktu yang diperlukan dari transportasi kepada ahli intervensi (kateterisasi/PCI). Langkah kedua adalah strategi therapi reperfusi (Fibrinolisis atau invasif)

 Therapi Fibrinolitik

Pemberian Fibrinolitiklebih awal (door to drug < 30 menit) dapat membatasi luasnya infark, fungsi ventrikel normal dan mengurangi angka kematian. Beberapa jenis obat misalnya: Alteplase recombinant (activase), Reteplase, Teneplase dan Streptokinase (streptase). Di indonesia umumnya tersedia streptokinase dengan dosis pemberian sebesar 1,5 juta unit dilarutkan dalam 100 ml Ns 0,9% atau dextrose 5% diberikan secara infus selama 60 menit. Kontra indikasi absolut terapi fibrinolitik adalah :

1. Pendarahan intrakranial kapanpun

2. Struk iskemik kurang dari 3 bulan dan lebih dari 3 jam 3. Kecurigaan diseksi aorta

4. Tumor intrakrania 5. Adanya kelainan AVM

6. Perdarahan internal aktif atau gangguan sistem pembekuan darah 7. Cidera kepala tertutup atau cidera wajah dalam 3 bulan terakhir

(18)

18 Kontra indikasi relatif terapi fibrinolitik adalah :

1. Tekanan darah yang tidak terkontrol

2. TD sistolik lebih dari 180 Mmhg, diastolik ≥110Mmhg 3. Riwayat stroke iskemik 3 bulan

4. Trauma atau RJP lama (10 menit) atau oprasi besar kurang dari 3 bulan 5. Perdarahan internal dalam 2 sampai 4 minggu

6. Penusukan pembuluh darah yang sulit dilakukan penekanan

7. Pernah mendapat streptokinase 5 hari yang lalu atau lebih, atau riwayat alergi terhadap obat tersebut

8. Hamil

9. Ulkus peptikum aktif

10. Sedang menggunakan antikoagulan dengan hasil INR tinggi 11. Tindakan Perkutaneous Coroanary Intervention (PCI) Primer

Angioplasticoroner dengan atau tanpa pemasangan stent adalah terapi terpilih pada tatalaksana STEMI bila dapat dilakukan kontak door to baloon < 90 menit pada pusat kesehatan yang mempunyai fasilitas PCI terlatih. Angiplasticoroner dilakukan dengan menggunakan cateter yang memiliki balon khusus pada ujungnya.

(19)

19 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian A. Identitas Pasien 1) Nama : Tn. L 2) Usia : 38 tahun 3) Status : Menikah 4) Pekerjaan : Supir 5) Alamat : Karanglo 6) Tanggal masuk RS : 30/10/2020

7) Tanggal pengkajian : 30/10/2020 jam 14.00Wib 8) Diagnosa medis : STEMI Anterior

Post Primary PCI Stanting di LAD B. Status kesehatan saat ini

1. Keluhan Utama : Pasien mengatakan nyeri dada , sering merasakan pusing ,pingsan , lemas dan susah untuk melakukan aktivitas.

2. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke UGD tanggal 30 oktober 2017 jam 07.34 wib diantar oleh rekan kerja dengan keluhan nyeri dada kiri dari jam 06.00 wib, awalnya punggung sebelah kiri menjalar ketangan kiri, ada keringat dingin, mual ada, muntah ada 1x saat sebelum dibawa ke rumah sakit, di IGD SHLV pasien diberikan O2 : 3LPM nasal canul, TD 145/75 ( MAP 86) RR 31x/menit HR 101x/menit SpO2 93% suhu 35,2 C dan ECG 12 lead hasil ST elevasi di V1-V6, kesadaran compos mentis GCS 15 dengan pain score 10/10, os mendapat th/ gastridin 50mg IV, torasic 30mg IV, narfoz 8mg IV, morpin 2mg IV bolus pelan dan cedocard 5mg sublingual.

Pada pukul 07.50 wib pasien masih kesakitan pain score 10/10 diberikan th/ morpin 1mg IV bolus pelan. Dr.E,SpJP periksa pasien dan menjelaskan kondisi pasien (inform concent) ke rekan kerja dan disarankan untuk dilakukan pemasangan ring (sementara tunggu penanggung jawab). Pada jam 08.00 wib dilakukan cek

(20)

20 laboratoriumdan rhontgen thorax, jam 08.10wib injek lovenox 0,6 ml via SC diberikan, Plavix 300mg dan ascardia 160mg dikunyah-kunyah. NTG drip 5mcr/menit.

Hasil lab tgl 30 /10/17 HB16,5 HT 46,2 RBC 5,58 WBC 10,89 TR 341 Ur 25,0 Creat 1,01 GFR 87,9 UricAcid 7,30 GDS 110. Hasil foto torax tidak tampak kelainan signifikan pada pemeriksaan rontgen torax.

Pada jam 10.05 Wib pasien diantar ke cath lab (dilakukan primary PCI) TD 115/75 mmhg HR 76x/menit SpO2 100%, suhu 36 C, RR 25x/menit.

Jam 11.15Wib post PCI pasien masuk ICCU C. Riwayat Kesehatan Terdahulu

1. Riwayat penyakit dahulu

Pasien belum pernah dirawat dirumah sakit dan belum pernah mengalami sakit yang seperti sekarang. Pasien perokok aktif 2bungkus/hari

2. Riwayat kesehatan keluarga

Selain pasien tidak ada anggota keluarga atau riwayat keluarga yang mengalamisakit seperti pasien, tidak ada riwayat hipertensi, DM, asma dari keluarga

3. Pola aspek psikososial

Hubungan pasien dan keluarga baik, dapat bergaul dengan tetangga sekitar lingkungan rumahnya

4. Respon Emosi

Pasien khawatir dengan kondisinya, pasien kooperatif namun wajah pasien terlihat sedikit tegang

5. Pemeriksaan fisik  Sistem neurologi

Kesadaran compos mentis GCS 15 E4M6V5 Kepala

Wajah : Wajah px simetris, tidak ada lesi, pipi tirus. Rambut : Tidak ada lesi dan kotoran.

(21)

21 Hidung : Simetris kanan dan kiri, tidak ada sekret dan lesi, fungsi penciuman

baik.

Telinga : Simetris kanan dan kiri, tidak ada serumen. Mulut : Simetris, mukosa bibir tidak kering.

Leher

Fungsi menelan normal, tidak ada pembesaran tyroid dan vena jugularis.  Sistem respirasi

Bentuk dada simetris kanan kiri, pernafasan teratur frekuensi 15x/menit, tidak ada nyeri tekan , tidak ada sesak , kedua lapang paru suara vesikuler, SpO2 100% dengan nasal canul 3 lpm.

 Sistem kardiovaskuler

TD 115/77mmHg (MAP 86), HR 80x/menit, pulsasi kuat, tidak ada cyanosis, CRT < 2detik, tidak ada peningkatan JVP

 Sistem pencernaan

Saat sebelum sakit os makan seperti biasa 3x sehari tidak ada yang dipantang dan tidak ada masalah, saat sakit pasien dapat menghabiskan makan 1porsi, tidak ada mual, tidak ada muntah, konjungtiva an anemis HB : 16,50 BAB tidak ada masalah. BB : 70Kg TB : 169 cm

 Sistem perkemihan

Sebelum sakit pasien mengatakan tidak ada masalah BAK.Di RS (UGD) pasien dipasang dower cateter no.16 isi balon 25ml urine keluar diselang urine bag warna jernih, saat di kaji produksi urine 40 ml/jam warna jernih.

 Sitem musculoskeletal

Sebelum sakit pasien dapat melakukan aktifitas secara mandiri.Saat sakit aktifitas pasien dibatasi dan dibantu sebagian, terpasang IV line di tangan kiri dengan IV cateter no.18 pivas 0, tidak ada parese, extremitas bawah dextra imobilisasi, terpasang sheat di arteri femoralis, tidak ada tanda – tanda perdarahan spontan, nadi dorsalis pedis teraba kuat

 Sistem integument

(22)

22  Th/ yang diberikan

Clopidogrel 2 x 75 mg Aspilet 1 x 80 mg

Ranitidin 2 x 50 mg Atorvastatin 1 x 40 mg Lactulax 2 x 10 ml Allopurinol 1 x 100 mg  EKG ST elevasi di V1-V6  Laboratorium Tanggal 30/10/20 HB : 16,50 SGOT : 21 HT : 46,20 SGPT : 26 Tr : 341 CK : 107 L : 10,89 CKMB : 16,4 Ur / Creat : 25,0 / 1,01 Trop T : 21,1 Uric Acid : 7,30 GDS : 110 Na : 140 K : 3,8 Cl : 101  Angiografi

Hasil angiograficoroner tanggal 30/10/17

RCA : irregular, 30% distal stenosis. TIMI flow gr 3 LCA : Left Main : normal

a. LAD : 100% proximal stenosis (sesudah cab DI) DI : normal

b. LCX : distal dari OM3 irreguler.TIMI flow gr 3 OMI : normal

(23)

23 ANALISIS DATA

No DATA FOKUS ETIOLOGI

MASALAH KEPERAWATAN 1 DS : Pasien mengatakan sering

merasakan sakit pada daerah dada DO : TD 115/77(86) mmHg

1. HR 80x/menit pulsasi nadi kuat

2. Tidak ada cyanosis 3. Akral hangat 4. CRT < 2detik

5. Gambaran EKG ST elevasi V1-V6

6. Hasil angiografi

- RCA irregular 30% distal stenosis. TIMI flow gr 3 -LCA : left main :normal - LAD :100% proximal

stenosis (sesudah cab DI) DI : normal

- LCX: distal dari OM3 irreguler.TIMI flow gr 3 OMI : normal Rupture dalam pembuluh darah  Obstruksi pembuluh darah  Aliran darah ke jaringan terganggu  Resiko perfusi miokard tidak efektif

Resiko perfusi miokard tidak efektif

(24)

24 2 DS : Px mengatakan susah untuk

melakukan aktivitas DO :

1. Terpasang sheat di arteri femoralis

2. Extremitas bawah dextra imobilisasi Program pembatasan gerak Perubahan perfusi jaringan 

02 dalam darah menurun  Hipoksia  Kelemahan  Gangguan nobilitas fisik Gangguan mobilitas fisik

3 DS : Px mengatakan sering pingsan DO :

1. ACT 134 2. Tr 341

3. pemberian obat-obatan anti koagulan dan anti platelet

Efek agen farmakologis

Resiko perdarahan

4 DS : Pasien mengatakan baru pertama sakit seperti ini dan khawatir tentang kondisinya DO :

Wajah tampak terlihat sedikit tegang

Keterbatasan kognitif Defisit pengetahuan

(25)

25 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko perfusi miokard tidak efektif dibuktikan dengan stenosis arteri koronaria 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan gerak 3. Resiko perdarahan dibuktikan dengan efek agen farmakologis

(26)

INTERVENSI KEPERAWATAN

Tgl No. Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi

Nama Paraf 30/10/20 1 Resiko perfusi miokard

tidak efektif dibuktikan dengan stenosis arteri koronaria ditandai dengan:

Perfusi miokard tetap efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24jam Kriteria hasil: 1 2 3 4 5 Tekanan darah  X Gambaran EKG aritmia meningkat  X Kekuatan nadi  X 1: Meningkat Observasi: 1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi;

dyspnea,kelelahan,edema,orto pnea,paroxysmal mocturnal dyspnea,peningkatan CVA) 2. Monitor tekanan darah 3. Monitor aritmia

4. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah aktivitas Terapeutik:

1. Berikan diet jantung yang sesuai

(27)

27 2: Cukup Meningkat

3: Sedang

4: Cukup Menurun 5: Menurun

X: Sebelum dilakukan tindakan : Sesudah dilakukan tindakan

2. Pertahankan jalan nafas paten

3. Berikan Oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen

4. Posisikan anggota tubuh yang berisiko emboli 20 derajat di atas posisi jantung 5. Lakukan pembahan posisi srtiap 2 jam

6. Berikan dukungan emosional dan spiritual Edukasi:

1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi

2. Anjurkan aktivitas fisik secara bertahap

3. Anjurkan asupan makanan yang tinggi vitamin

(28)

28 K Kaloborasi: 1. Kaloborasi pemberian anti aritmia 2. Rujuk ke program rehabilitasi jantung 3. Kaloborasi pemberian trombolitik 4. Kaloborasi pemberian inotropik

30/10/20 2 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan gerak

ditandai dengan:

Mobilitasfisik meningkat sampai optimal setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam Kriteria hasil: 1 2 3 4 5 Pergerakan  x Observasi : 1. Identifikasi

nyeri/keliuhan fisik lainya 2. Identifikasi fisik melakukan ambulasi 3. Monitor frekuensi jantung

(29)

29 ektremitas meningkat Kekuatan otot meningkat  X 1: Meningkat 2: Cukup Meningkat 3: Sedang 4: Cukup Menurun 5: Menurun

X: Sebelum dilakukan tindakan : Sesudah dilakukan tindakan

fisik melakukan pergerakan 5. Monitor kondisi umujm selama melakukan mobilisasi Terapeutik:

1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu 2. Fasilitasi melakukan pergerakan

3. Libatkan keluarga untuk mningkatkan ambulasi

Edukasi:

1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi\

2. Anjurkan melakukan ambulasi dini

3. Anjurkan mobilisasi sederhana yanh harus dilakukan

(30)

30 30/11/20 3. Resiko perdarahan

dibuktikan dengan efek agen farmakologis ditandai

dengan:

Selama/setelah dilakukan tindakan

keperawatan, selama 2x24jam, perdarahan tidak terjadi/teratasi Kriteria hasil : 1 2 3 4 5 Membran mukosa  X Kelembapan kulit  X Tekanan darah  X Suhu tubuh  X 1: Meningkat 2: Cukup Meningkat Observasi :

1. Monitor tanda dan gejala pendarahan 2. Monitor hb 3. Monitor TTV ortostatik 4. Monitor koagulasi Terapeutik: 1. Pertahankan bedrest selama pendarahan

2. Batasi tindakan infasif 3. Gunakan kasur

pencegah decubitus 4. Hindari pengukuran suhu rektal

Edukasi:

1. Jelaskan tanfda dan gejala perdarahan

(31)

31 3: Sedang

4: Cukup Menurun 5: Menurun

X: Sebelum dilakukan tindakan : Sesudah dilakukan tindakan

2. Anjurkan menggunakan kaos kaki saat ambulasi 3. Anjurkan meningkatkan asupan cairan

4. Anjurkan menghindari aspiring/antikoagulan

5. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K

6. Anjurkan segera ,rlapor jika terjadi perdarahan

Kaloborasi:

1. Kaloborasi pemberian obat control perdarahan 2. Kaloborasi pemberian ptroduk darah

3. Kaloborasi pemverian pelunak tinja

(32)

32 berhubungan dengan

keterbatasan kognitif ditandai dengan :

pasien/keluarga akan memahami tentang  Kondisinya dan tindakan yang sudah dilakukan

Dalam waktu 1x pertemuan Kriteria hasil: 1 2 3 4 5 Perilaku sesuai anjuran  x Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik  X Perilaku sesuai dengan pengetahuan  x

1.identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

2. indentifikasi factor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih

Terapeutik:

1. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan 3. Berikan kesempatan unyuk bertanya

Edukasi?:

1. Jelaskan factor resiko yang dapat mempergaruhi kesehatan

(33)

33 Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun  x 1: Meningkat 2: Cukup Meningkat 3: Sedang 4: Cukup Menurun 5: Menurun

X: Sebelum dilakukan tindakan : Sesudah dilakukan tindakan

(34)

34 IMPLEMENTASI

No Tanggal dx.keperawatan Jam Intervensi

1 30/10/20 Resiko perfusi miokard tidak efektif dibuktikan dengan stenosis arteri koronaria

O8.00

09.00 09.30

mengdentifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi; dyspnea,kelelahan,edema,ortopnea,paroxysmal mocturnal dyspnea,peningkatan CVA)

Memberikan diet jantung yang sesuai

Menganjurkan aktivitas fisik sesuai toleransi

2 1/11/20 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan gerak

08.00 09.00 09.20

Mengidentifikasi fisik melakukan ambulasi Melibatkan keluarga untuk mningkatkan ambulasi Anjurkan mobilisasi sederhana yanh harus dilakukan

3 2/11/20 Resiko perdarahan dibuktikan dengan efek agen farmakologis

08.00 09.00 09.20

Memonitor tanda dan gejala pendarahan Mempertahankan bedrest selama pendarahan Mengkaloborasi pemberian obat control perdarahan

(35)

35 4 2/11/20 Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif 08.00 09.00 09.20

Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi Menyediakan materi dan media pendidikan kesehatan

(36)

EVALUASI

No. Diagnosa

Keperawatan Tgl: 03 Maret 2021

Paraf.

Resiko perfusi miokard tidak efektif dibuktikan dengan stenosis arteri koronaria

S : Px mengatakan tidak ada keluhan dan akan mencoba memperbaiki gaya O : 1 2 3 4 5 Tekanan darah  X Gambaran EKG aritmia meningkat  X Kekuatan nadi  X

A : Masalah Teratasi Sebagian P : Lanjutkan Intervensi 1,2,3,4

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan gerak

S : Px mengatakan masih sulit bergerak O : 1 2 3 4 5 Pergerakan ektremitas meningkat  x Kekuatan otot meningkat  X

(37)

37 P : Lanjutkan Intervensi 1,2,3,4

Resiko perdarahan

dibuktikan dengan efek agen farmakologis

S : Px mengatakan tidak ada keluhan O : 1 2 3 4 5 Membran mukosa  X Kelembapan kulit  X Tekanan darah  X Suhu tubuh  X

A : Masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan Intervensi 1, 2, 3

Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif

S : Px mengatakan sudah banyak mengerti dan tidak khawatir

O : klien tidak banyak bertanya lagi

1 2 3 4 5 Perilaku sesuai

anjuran

x 

(38)

38 menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik Perilaku sesuai dengan pengetahuan x  Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun x  A : Masalah teratasi P : Hentikan intervensi

(39)

39 BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Acut coroner sindrom merupakan sekumpulan keluhan dan tanda klinis yang sesuai dengan iskemia miokard akut, dapat berupa angina pectoris yang tidak stabil, Non ST elevasi dan ST elevasi yang dapat menyebabkan kematian jantung mendadak.

Keluhan yang sering muncul yaitu nyeri dada, dada terasa berat seperti dihimpit, tidak enak badan, badan terasa lemas, kadang kala dapat disertai mual, muntah, keringat dingin atau gejala pada penderita sakit magh. Bila ditemukan satu atau lebih dari gejala diatas, jangan dianggap sepele segeralah periksakan diri kedokter atau Rumah Sakit terdekat, lebih cepat diperiksa lebih cepat diketahui penyebab dan penanganannya juga bias cepat dilakukan. Cara mengenal kemungkinan pasien Acut coroner syndrome dalam lima menit adalah ada keluhan nyeri dada / perasaan tidak enak didada, perubahan EKG dan perubahan enzyme jantung. Bila dua diantaranya ada, pasien dapat dicurigai dengan ACS, tetapi pasien ACS 80% mengalami keluhan. Banyak factor yang dapat memicu terjadinya ACs ini, diantaranya adalah kolesterol, Stres dan pola diet yang tidak baik. Untuk mencegah terjadinya penyakit jantung ini, mulai dari sekarang atau sedini mungkin kita perbaiki pola hidup yang baik. Sayangilah jantung kita.

B. Saran

1. Untuk perawat di Rumah Sakit diharapkan dapat memberi Asuhan Keperawatan pada pasien ACS yang lebih baik lagi.

2. Perawat mampu mengenali gejala dini dari ACS sehingga perawat mampu memberikan ASKEP pada ACS dengan cepat dan tepat

3. Perawat mampu melakukan pendokumentasian pada pasien ACS dengan baik dan benar 4. Perawat mempunyai ketrampilan yang lebih untuk dapat memberikan ASKEP pada ACS

(40)

40 DAFTAR PUSTAKA

Corwin E, 2012. Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC

Doenges Marilyn E, 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta: EGC

Perki, 2015. ACLS Indonesia, Edisi 2015 Jakarta:Perki

Ronny, 2010. Fisiologi Kardiovaskuler Berbasis Masalah Keperawatan. Jakarta:EGC Siloam LippoVillage karawaci

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2017. Edisi ke-1 cetakan III (Revisi), Jakarta: DPP PPNI

Udijanti, 2010. Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta:Salemba medika

Wartonah, T.2011. Kebutuhan Dasar Manusia Keperawatan, Edisi ke-4. Jakarta: Salemba medika

Referensi

Dokumen terkait