i
TUGAS AKHIR
ANALISA PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA
LAHAN DAS TERHADAP BANJIR DENGAN PROGRAM
EPA-SWMM 5.0
(STUDI KASUS WILAYAH DAS BERINGIN SEMARANG )
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan
Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Katolik Soegijapranata
Disusun Oleh:
Bagus Wirastowo
Arif Diyanto
02.12.0035 02.12.0043
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2007
v
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul………..
i
Lembar Pengesahan………..
ii
Kata Pengantar………..
iii
Daftar Isi………...
v
Daftar Tabel………..
vii
Daftar Gambar………..
viii
Daftar Lampiran ………..
xi
Daftar Grafik………
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………
1
1.2 Maksud dan Tujuan……...………..
1
1.3 Manfaat………..……….
2
1.4 Lokasi………...………...
3
1.5 Batasan Penelitian…..……….
3
1.6 Sistematika Penyusunan….……….
4
BAB II TINJUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Umum……….
6
2.1.1 Siklus Hidrologi…...………...
7
2.2 Inflow………...
10
2.2.1 Limpasan ...……….
10
2.2.2 Infiltrasi ...……….
12
2.2.3 Penguapan ...……….
13
2.2.4 Gambar Aliran ...………...
14
2.2.5 Daerah Aliran Sungai.…...……….
15
Perpustakaan Unikavi
BAB III METODOLOGI ...……….
19
3.1 Umum………...……….
20
3.2 Perumusan Masalah………….………...
22
BAB IVPERMODELAN DAS BERINGIN……….
23
4.1 Permodelan DAS Beringin Kondisi Sebenarnya...………….
24
4.2 Analisis...………….
47
BAB V KESIMPULAN dan SARAN...
50
5.1 Kesimpulan...
50
5.2 Saran...
52
DAFTAR PUSTAKA
53
LAMPIRAN 54
Perpustakaan Unikavii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data Subcathment...………..
27
Tabel 4.2 Tabel Analisis % Impervious dengan Debit...…..
48
Tabel 4.3 Tabel perbandingan % Impervious dengan Debit...
49
Tabel 5.1 Tabel perbandingan % Impervious dengan Debit...
48
Perpustakaan Unikaviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Konsep siklus hidrologi...
7
Gambar 2.2 Siklus hidrologi...
9
Gambar 2.3 DAS Beringin...
14
Gambar 2.4 Peta DAS Beringin...
18
Gambar 3.1 Diagram Alir……...
19
Gambar 4.1 Potongan melintang saluran node 76-86...
35
Gambar 4.2 Conduit 77...
35
Gambar 4.3 Conduit 57...
36
Gambar 4.4 Conduit 58...
36
Gambar 4.5 Conduit 63...
37
Gambar 4.6 Potongan melintang saluran node 78-86...
37
Gambar 4.7 Conduit 55...
38
Gambar 4.8 Conduit 56...
38
Gambar 4.9 Conduit 60...
38
Gambar 4.10 Conduit 61...
39
Gambar 4.11 Conduit 62...
39
Gambar 4.12 Potongan melintang saluran node 77-86...
40
Gambar 4.13 Conduit 54...
40
Gambar 4.14 Conduit 56...
41
Gambar 4.15 Conduit 60...
41
Gambar 4.16 Conduit 61...
41
Gambar 4.17 Conduit 62...
42
Gambar 4.18 Potongan melintang saluran node 86-25...
42
Gambar 4.19 Conduit 71...
43
Gambar 4.20 Conduit 70...
43
Gambar 4.21 Conduit 31...
43
Perpustakaan Unikaix
Gambar 4.22 Conduit 74...
44
Gambar 4.23 Conduit 79...
44
Gambar 4.24 Conduit 65...
44
Gambar 4.25 Conduit 64...
45
Gambar 4.26 Conduit 68...
45
Gambar 4.27 Potongan melintang saluran node 91-25...
46
Gambar 4.28 Conduit 78...
46
Gambar L1.1 Potongan melintang saluran node 76-86...
57
Gambar L1.2 Potongan melintang saluran node 78-86...
58
Gambar L1.3 Potongan melintang saluran node 77-86...
58
Gambar L1.4 Potongan melintang saluran node 86-25...
59
Gambar L1.5 Potongan melintang saluran node 91-25...
59
Gambar L2.1 Potongan melintang saluran node 76-86...
63
Gambar L2.2 Potongan melintang saluran node 78-86...
63
Gambar L2.3 Potongan melintang saluran node 77-86...
64
Gambar L2.4 Potongan melintang saluran node 86-25...
64
Gambar L2.5 Potongan melintang saluran node 91-25...
65
Gambar L3.1 Potongan melintang saluran node 76-86...
69
Gambar L3.2 Potongan melintang saluran node 78-86...
69
Gambar L3.3 Potongan melintang saluran node 77-86...
70
Gambar L3.4 Potongan melintang saluran node 86-25...
70
Gambar L3.5 Potongan melintang saluran node 91-25...
71
Gambar L4.1 Potongan melintang saluran node 76-86...
75
Gambar L4.2 Potongan melintang saluran node 78-86...
75
Gambar L4.3 Potongan melintang saluran node 77-86...
76
Gambar L4.4 Potongan melintang saluran node 86-25...
76
Gambar L4.5 Potongan melintang saluran node 91-25...
77
Gambar L5.1 Potongan melintang saluran node 76-86...
81
Gambar L5.2 Potongan melintang saluran node 78-86...
81
Perpustakaan Unikax
Gambar L5.3 Potongan melintang saluran node 77-86...
82
Gambar L5.4 Potongan melintang saluran node 86-25...
82
Gambar L5.5 Potongan melintang saluran node 91-25...
83
Gambar L6.1 Potongan melintang saluran node 76-86...
87
Gambar L6.2 Potongan melintang saluran node 78-86...
87
Gambar L6.3 Potongan melintang saluran node 77-86...
88
Gambar L6.4 Potongan melintang saluran node 86-25...
88
Gambar L6.5 Potongan melintang saluran node 91-25...
89
Gambar L7.1 Potongan melintang saluran node 76-86...
93
Gambar L7.2 Potongan melintang saluran node 78-86...
93
Gambar L7.3 Potongan melintang saluran node 77-86...
94
Gambar L7.4 Potongan melintang saluran node 86-25...
94
Gambar L7.5 Potongan melintang saluran node 91-25...
95
Gambar L8.1 Potongan melintang saluran node 76-86...
99
Gambar L8.2 Potongan melintang saluran node 78-86...
99
Gambar L8.3 Potongan melintang saluran node 77-86...
100
Gambar L8.4 Potongan melintang saluran node 86-25...
100
Gambar L8.5 Potongan melintang saluran node 91-25...
101
Gambar L9.1 Potongan melintang saluran node 76-86...
105
Gambar L9.2 Potongan melintang saluran node 78-86...
105
Gambar L9.3 Potongan melintang saluran node 77-86...
106
Gambar L9.4 Potongan melintang saluran node 86-25...
106
Gambar L9.5 Potongan melintang saluran node 91-25...
107
Gambar L10.1 Potongan melintang saluran node 76-86...
111
Gambar L10.2 Potongan melintang saluran node 78-86...
111
Gambar L10.3 Potongan melintang saluran node 77-86...
112
Gambar L10.4 Potongan melintang saluran node 86-25...
112
Gambar L10.5 Potongan melintang saluran node 91-25...
113
Perpustakaan Unikaxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 impervious = 10 %...
54 - 59
Lampiran 2 impervious = 20 %...
60 – 65
Lampiran 3 impervious = 30 %...
66 - 71
Lampiran 4 impervious = 40 %...
72 – 77
Lampiran 5 impervious = 50 %...
78 – 83
Lampiran 6 impervious = 60 %...
84 – 89
Lampiran 7 impervious = 70 %...
90 – 95
Lampiran 8 impervious = 80 %...
96 – 101
Lampiran 9 impervious = 90 %...
102 – 107
Lampiran 10 impervious = 100 %...
108 - 113
Perpustakaan Unikaxii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Debit Outflow...
30
Grafik 4.2 Debit Outflow...
34
Grafik 4.3 Perandingan % impervious dengan debit...
49
Grafik 5.1 Perandingan % impervious dengan debit...
50
Grafik L1.1 Debit Outflow...
57
Grafik L2.1 Debit Outflow...
62
Grafik L3.1 Debit Outflow...
68
Grafik L4.1 Debit Outflow...
74
Grafik L5.1 Debit Outflow...
80
Grafik L6.1 Debit Outflow...
86
Grafik L7.1 Debit Outflow...
92
Grafik L8.1 Debit Outflow...
98
Grafik L9.1 Debit Outflow...
104
Grafik L10.1 Debit Outflow...
110
Perpustakaan UnikaBAB I PENDAHULUAN
==========================================================
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pada musim penghujan intensitas curah hujan tinggi sehingga debit air
pada Das Beringin ini mengalami debit maksimum, oleh karena itu jumlah air
yang dapat ditangkap catchment area relatif banyak. Pada tahun 1991 (Sumber
Suara Merdeka 18 September 1991) terjadi banjir yang sangat besar yang
menggenangi wilayah Kecamatan Mangkang dan Tugu, hal ini disebabkan jumlah
air yang banyak di tangkap oleh catchment area di daerah – daerah yang di lalui
oleh DAS tersebut sehingga menyebabkan banjir. Selain itu di indikasikan banjir
disebabkan karena pada daerah hulu ( Kecamatan Mijen dan Ngaliyan ) terjadi
perubahan tata guna lahan, yang seharusnya dapat berfungsi sebagai peresapan air
menjadi daerah yang kurang dapat meresapkan air. Sedangkan pada musim
kemarau dimana curah hujan yang relatif sangat kecil menyebabkan debit pada
Das Beringin mengalami penurunan pada level minimum.
1.2
Maksud Dan Tujuan
Maksud : a.
Penelitian ini untuk mendapatkan suatu perbandingan
tentang tata guna lahan yang berada di sekitar DAS
Beringin yang akan berpengaruh pada debit air yang
diterima oleh DAS Beringin.
BAB I PENDAHULUAN
==========================================================
2
Pada kenyataanya tata guna lahan di sekitar DAS Beringin mengalami
penurunan fungsi yang dari tahun ke tahun pada daerah bawah ( Mangkang dan
Tugu ) mengalami banjir.
Tujuan :
1. Untuk mengetahui cara pengelolaan DAS Beringin
2. Untuk mengurangi terjadinya banjir khususnya daerah hilir
( Mangkang dan Tugu )
3. Membandingkan perubahan tata guna lahan di waktu sekarang
dengan waktu lampau yang akan berpengaruh pada debit air yang
akan diterima oleh DAS Beringin.
4. Dengan bantuan EPA-SWMM 5.0. diharapkan akan didapatkan
hasil yang maksimal, sehingga dapat dijadikan bahan acuan dalam
pengelolaan DAS Beringin dan sebagai parameter pembanding
terhadap DAS yang lain
1.3 Manfaat
Dengan melakukan analisa hidrologi pada DAS Beringin dengan
menggunkan model EPA-SWMM 5.0, kami diharapkan mampu untuk:
1. Mempelajari dan memahami dasar-dasar hidrologi untuk permodelan
banjir.
2. Mampu mengoperasikan model hidrologi yaitu EPA-SWMM 5.0.
3. Mampu menerapkan model hidrologi EPA-SWMM 5.0 dalam aplikasi
yang sebenarnya.
BAB I PENDAHULUAN
==========================================================
3
1.4 Lokasi
Sungai Beringin merupakan sungai yang mengalir dari wilayah Kecamatan
Mijen (hulu) sampai dengan Laut Jawa (hilir). Daerah Aliran Sungai (DAS)
Beringin terbagi dari 24 sub-DAS yang melewati Kecamatan Mijen, Ngaliyan
Mangkang, Tugu, Semarang Barat, sampai ke Semarang Utara. Pada bagian hulu
DAS Beringin, kondisi daerah sekitarnya masih berupa lahan terbuka dan areal
perkebunan. Sedangkan pada daerah hilirnya berupa pemukiman penduduk dan
juga berupa bangunan infrastruktur.( dapat di lihat pada gambar 1.1 ).
Seiring dengan pertumbuhan populasi penduduk Semarang yang terus
meningkat, maka terjadi pula perubahan tata guna lahan. Bagian hulu dari Sungai
Beringin adalah daerah yang terkena imbas dari perubahan tata guna lahan
tersebut. Daerah yang dulunya berupa lahan terbuka dan areal perkebunan
berubah menjadi pemukiman penduduk.
1.5 Batasan
Penelitian
Penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu perbandingan tentang tata
guna lahan yang berada di sekitar DAS Beringin yang akan berpengaruh pada
debit air yang akan diterima oleh DAS Beringin,
Karena luasnya permasalahan, keterbatasan kemampuan, dan keterbatasan
biaya, maka penelitian ini kami batasi dengan pembatasan-pembatasan sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
==========================================================
4
1. Penelitian di lakukan pada daerah sekitar DAS Beringin yang terkena
dampak dari sungai Beringin
2. Mengunakan Program EPA-SWMM 5.0 sebagai parameter pembanding
debit banjir tidak secara manual.
3. Membandingkan perubahan tata guna lahan di waktu sekarang dengan
waktu lampau yang akan berpengaruh pada debit air yang akan diterima
oleh DAS Beringin.
4. Mengatasi banjir pada daerah bawah “ Mangkang dan Tugu ”, yang dari
tahun ke tahun mengalami penurunan.
1.6 Sistematika Penyusunan
Laporan Tugas Akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab yang sistematika
penyusunannya adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, manfaat,
batasan masalah, dan sistematika penyusunan.
Bab II Tinjauan Pustaka menguraikan tentang tinjauan pustaka yang terdiri dari
uraian umum, siklus hidrologi, inflow ( limpasan, infiltrasi, penguapan,
gambar aliran, daerah aliran sungai )
Bab III Metodologi yaitu cara pembuatan tugas akhir.
Bab IV Analisa dengan menggunakan Program EPA-SWMM 5.0 pada DAS
Beringin.
BAB I PENDAHULUAN
==========================================================
5
Bab V Kesimpulan dan Saran menguraikan kesimpulan yang didapat dari
pembahasan dan saran-saran yang kiranya berguna dalam penentuan
metode pencegahan kelongsoran pada tanah lempung ekspansif di
Indonesia.
9/25/2007
9/25/2007
Gambar 1.1 Lokasi DAS Beringin
( Sumber : BAPPEDA kota Semarang, 2005 )
BAB II STUDI PUSTAKA
==========================================================
6
BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1
Uraian umum
Menurut Sri Harto (1993) Hidrologi merupakan ilmu yang mempelajari
seluk-beluk air, kejadian dan distribusinya, sifat alami dan sifat kimianya, serta
reaksinya terhadap kebutuhan manusia. Secara umum dapat dikatakan bahwa
hidrologi adalah ilmu yang menyangkut masalah kuantitas dan kualitas air di
bumi, dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu, hidrologi pemeliharaan (menyangkut
data-data operasional dan peralatan teknisnya) dan hidrologi terapan (menyangkut
analisis hidrologi).
Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal
dalam perancangan bangunan-bangunan hidraulik, baik dalam perancangan,
pelaksanaan dan pengoperasiannya. Pengertian yang terkandung di dalamnya
adalah bahwa informasi dan besaran - besaran yang terkandung dalam analisis
hidrologi merupakan masukan penting bagi analisis selanjutnya. Di dalam
hidrologi, salah satu aspek analisis yang diharapkan dihasilkan untuk menunjang
perancangan bangunan-bangunan hidraulik adalah penetapan besaran-besaran
rancangan, baik hujan, banjir maupun unsur-unsur hidrologi lainnya, oleh karena
itu pemahaman mengenai unsur-unsur yang terkandung dalam analisis hidrologi
harus benar-benar dipahami.
BAB II STUDI PUSTAKA
==========================================================
7
2.1.1. Siklus Hidrologi
Memperhatikan pengertian tentang hidrologi yang telah disebutkan diatas,
maka ilmu hidrologi mencakup semua air di alam. Pemahaman dan penerapan
ilmu hidrologi menyangkut pemahaman mengenai proses transformasi atau
pengalihragaman dari satu set masukan menjadi satu set keluaran melalui satu
proses dalam siklus hidrologi.
Konsep yang disebutkan diatas menjadi sederhana jika dilihat dati skema
berikut ini :
Gambar 2.1 : konsep siklus hidrologi
( Sumber : Analisis Hidrologi edisi kedua, 1993 )
Matahari merupakan sumber tenaga bagi alam. Dengan adanya tenaga
tersebut, maka seluruh permukaan bumi akan mengalami penguapan, baik dari
muka tanah, permukaan pepohonan (transpiration) dan permukaan air
(evaporation).
Sebagai akibat dari penguapan, maka terbentuk awan yang apabila
keadaan klimatologi memungkinkan, awan dapat terbawa ke darat dan dapat
terbentuk menjadi awan pembawa hujan (rain could). Hujan baru akan terjadi bila
berat butir-butir air hujan tersebut telah lebih besar dari gaya tekan udara ke atas.
Dalam keadaan klimatologis tertentu, maka air hujan yang terus melayang
tersebut dapat teruapkan kembali menjadi awan. Air hujan yang sampai ke
keluaran
masukkan
Sistem
DAS
BAB II STUDI PUSTAKA
==========================================================
8
permukaan tanah disebut hujan, dan dapat diukur. Hujan yang terjadi tersebut
sebagian juga akan tertahan oleh mahkota dan dedaunan pada pepohonan dan
bangunan-banguna yang selanjutnya ada yang diuapkan kembali. Bagian air ini
tidak dapat diukur dan merupakan bagian air yang hilang (interception).
Air yang jatuh ke permukaan tanah terpisah menjadi dua bagian, yaitu
bagian yang mengalir di permukaan yang selanjutnya menjadi aliran limpasan
(overland flow), yang selanjutnya dapat menjadi limpasan (run-off), yang
seterusnya merupakan aliran sungai menuju ke laut. Aliran limpasan sebelum
mencapai saluran dan sungai, mengalir dan tertahan di permukaan tanah dalam
cekungan-cekungan, dan sampai jumlah tertentu merupakan bagian air yang
hilang karena proses infiltrasi, yang disebut sebagai tampungan-cekungan
(depression storage).
Bagian lainnya masuk ke dalam tanah melalui proses infiltrasi. Tergantung
dari struktur geologinya, dapat terjadi aliran mendatar yang disebut aliran antara
(interflow). Bagian air ini juga mencapai sungai dan atau ke laut. Bagian lain dari
air yang terinfiltrasi dapat diteruskan sebagai air perkolasi yang mencapai akuifer.
Air ini selanjutnya juga mengalir sebagai aliran air tanah menuju ke sungai atau
laut.
Siklus Air di Bumi
Air menguap ke udara dari permukaan tanah, tanaman dan laut, berubah menjadi
awan setelah mengalami beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan / salju
ke permukaan laut atau daratan, sebelum tiba di Bumi sebagian langsung
menguap ke udara dan sebagian tiba di permukaan Bumi. Tidak semua bagian
BAB II STUDI PUSTAKA
==========================================================
9
hujan yang jatuh ke bumi mencapai permukaan tanah, sebagian akan tertahan oleh
tumbuh – tumbuhan dimana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh
/ mengalir melalui dahan – dahan ke permukaan tanah.
Daur hidrologi dapat disajikan secara skematik seperti gambar 2.2
berikut ini.
2
3
1
1
1
4
5
7
6
7
8
Gambar 2.2 : siklus hidrologi
( Sumber : Tugas Akhir Denny Eka dan Yoseph A, 2007 )
Keterangan :
1. Evaporasi ( Penguapan )
6. Perkulasi
2. Awan dan uap air di udara
7. Infiltrasi
3. Hujan
8.
Aliran
air
tanah
4. Infiltrasi ( Penyerapan )
5. Limpasan permukaan
BAB II STUDI PUSTAKA
==========================================================
10
2.2 Inflow
2.2.1. Limpasan
( RUN OFF )
Dengan memperhatikan kembali siklus hidrologi dapat diketahui bahwa
air yang jatuh dipermukaan tanah sebagiam mengalir dipermukaan tanah dan
menjadi aliran limpasan yang selanjutnya menjadi limpasan yang nantinya akan
mengalir ke laut setelah melewati beberapa proses dengan yang keadaan berbeda
setiap musim, yang disebut sebagai daur limpasan.
Hoyt (meinzer, 1942) mengemukakan daur limpasan (run off cycle), yang
dapat dijelaskan dengan menyederhanakannya menjadi empat tahap :
a. Tahap I (pada akhir musim kering)
Pada akhir musim kering dapat diamati bahwa sama sekali tidak ada
masukkan air hujan (kemungkinan adanya masukan hanya lewat bawah
permukaan tanah diabaikan), sehingga yang terjadi hanya keluaran berupa
penguapan yang intensif dari permukaan dan terjadi dalam waktu yang
reletif lamam. Kekurangan kelembaban di lapisan tanah di lapisan atas
akan diganti oleh kelembaban (moisture) yang berada di lapisan bawahnya
sehingga lapisan-lapisan tanah menjadi jauh lebih kering.
Aliran yang terjadipada sungai-sungai hanya bersumber dari aliran
air tanah pada akuifer saja. Sampai dengan tahap ini tidak pernah ada
masukan (hujan), sehingga kandungan air dalam akuifer pun menjadi
semakin turun karena aliran yang terus menerus ke sungai.
BAB II STUDI PUSTAKA
==========================================================
11
b. Tahap II (awal musim hujan)
Akibat adanya hujan dengan jumlah air yang relatif sedikit maka
permukaan menjadi basah. Sebagian besar air hujan tertahan akibat
intersepsi. Apabila terjadi aliran maka akan tertampung salam tampungan
permukaan misalnya sebagai tampungan-cekungan. Jumlah air ini habis
menguap atau terinfiltrasi, sehingga tidak memberikan sumbangan pada
limpasan permukaan.bagian air yang terinfiltrasi, jumlahnya dipandang
belum mencukupi karena masih digunakan oleh massa tanah untuk
mengembalikan kandungan airnya sampai maksimum, selama hal ini
belum tercapai maka belum terjadi perkolasi, yang berarti belum ada
tambahan air dalam akuifer, sehingga muka air dalam akuifer juga belum
berubah.
c. Tahap III (pada pertengahan musim hujan)
Pada tahap ini hujan sudah cukup banyak sehingga terjadi beberapa
perubahan pada proses hidrologi. Kapasitas intersepsi telah terlampaui.
Demikian pula aliran limpasan sudah cukup besar, sehingga kapasitas
tampungan pada cekungan telah terlampaui, dan terjadi limpasan
permukaan. Selanjutnya dapat terjadi perubahan yang relatif cepat pada
muka air sungai. Bagian air yang terinfiltrasi, jumlahnya telah cukup, dan
terjadi perkolasi. Akibatnya jumlah kandungan air dalam akuifer
bertambah, dengan ditandai berubahnya tinggi muka air dalam akuifer,
keadaan ini berlangsung sampai akhir musim hujan
BAB II STUDI PUSTAKA
==========================================================
12
d. Tahap IV (pada awal musim kering)
Pada tahap ini hujan telah berhenti sama sekali, dan sekali lagi
prosesnya akan terjadi mirip pada tahap I. Hanya saja pada tahap ini
keadaan DAS masih relatif basah, jika keadaan ini berlangsung terus
menerus dengan tanpa mendapatkan masukkan maka keadaan akan
kembali pada tahap I.
2.2.2. Infiltrasi
Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke permukaan tanah.
Proses ini merupakan salah satu bagian penting dalam proses hidrologi maupun
dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran sungai. Dalam kaitan ini
terdapat dua pengertian tentang kuantitas infiltrasi, yaitu kapasitas infiltrasi
adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu, dan laju infiltrasi
nyata suatu jenis tanah tertentu
Beberapa faktor yang mempengaruhi infiltrasi yaitu :
1. jenis tanah,
2. kepadatan tanah,
3. kelembapan tanah,
4. tutup tumbuhan,
5. dalamnya genangan di permukaan tanah,
6. pemampatan oleh curah hujan,
7. udara yang terdapat dalam tanah.
BAB II STUDI PUSTAKA
==========================================================
13
Berbeda dengan perkolasi yaitu proses aliran air di dalam tanah secara
vertikal akibat gaya berat. Memang keduanya saling berpengaruh akan tetapi
secara teoritik hendaknya pengertian keduanya dibedakan.
2.2.3. Penguapan ( evaporation )
Penguapan merupakan unsur hidrologi yang cukup penting dalam
keseluruhan. Penguapan adalah proses perubahan dari molekul air dalam bentuk
zat cair ke dalam bentuk gas. Sudah barang tentu pada saat yang sama akan terjadi
pula perubahan molekul air dari gas ke zat cair, dalam hal ini di sebut
pengembunan (condensation). Penguapan hanya terjadi bila terjadi perbedaan
tekanan uap udara di atasnya. Dapat dimengerti bila kelambapan udara mencapai
100%, maka penguapan akan terhenti.
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju penguapan antara lain :
1. Temperatur.
Untuk penguapan diperlukan sumber panas, panas tersebut bersumber dari
radiasi matahari, panas yang tersedia, di atmosfer, maupun dari dalam
tanah,atau massa air itu sendiri.
2. Angin.
Angin berfungsi memindahkan udara yang jenuh air dan menggantikannya
dengan lapisan udara lain, sehingga penguapan dapat berjalan terus.
3. Kualitas air.
Salinitas air menyebabkan menurunnya laju penguapan, sebanding dengan
kadar salinitas tersebut. Sebagai contoh, air laut mampunyai kandungan
BAB II STUDI PUSTAKA
==========================================================
14
garam 2-3% mempunya laju penguapan yang juga 2-3% lebih rendah dari
air tawar.
Penguapan yang terjadi pada tanaman disebut transpirasi sedangkan
penguapan yang terjadi dari permukaan lahan yang tertutup dengan tutup
tumbuhan disebut evapotranspirasi. Apabila kandungan air dalam tanah tidak
terbatas, maka digunakan istilah evapotranspirasi potensial.
2.2.4.Gambar Aliran
Pada tahapan ini, kita harus menggambarkan bentuk aliran air, baik saluran,
tampungan, maupun pompa jika diperlukan. Untuk membantu memudahkan
menempatkan letak saluran, pompa, maupun pond, biasanya terlebih dahulu
gambar DAS dibuat. Gambar DAS bisa di-export melalui program Auto-Cad.
Gambar 2.3 DAS Beringin
( Sumber : Dinas PSDA, 2006 )
BAB II STUDI PUSTAKA
==========================================================
15
2.2.5.Daerah Aliran Sungai ( DAS )
Daerah Aliran Sungai (DAS) atau catchment area atau Daerah Pengaliran
Sungai (DPS) merupakan daerah dimana semua airnya mengalir ke dalam suatu
sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya dibatasi oleh topografi, yang
berarti ditetapkan berdasar aliran air permukaan. luas daerah pengaliran,
topografi, tumbuh-tumbuhan dan geologi, sangat berpengaruh terhadap debit air.
Nama sebuah DAS ditandai dengan nama sungai yang bersangkutan dan
dibatasai oleh titik kontrol, yang pada umumnya merupakan stasiun hidrometri.
Memperhatikan hal tersebut berarti sebuah DAS merupakan bagian dari DAS lain
yang membentuk satu kesatuan sestem DAS. Lazimnya, apabila terdapat titik
kontrol yang dianggap penting, maka DAS ditandai dengan nama pada titik
kontrol tersebut, sedangkan titik kontrol yang lain yang terletak disebelah hulunya
disebut sebagai sub-DAS.
Memperhatikan kembali daur hidrologi yang telah dijelaskan di atas, maka
dapat diketahui bahwa air yang berada di bumi ini, langsung maupun tidak
langsung berasal dari air hujan (precipitation). Hujan merupakan komponen
masukan yang paling penting dalam proses hidrologi, karena jumlah kedalaman
hujan (rainfall depth) ini yang dialih ragamkan menjadi aliran sungai, baik
melalui limpasan permukaan, aliran antara, maupun sebagai aliran air tanah.
Untuk mendapatkan perkiraan besarnya banjir yang terjadi di suatu
penampang sungai tertentu, maka kedalaman hujan yang terjadi pun harus dapat
diketahui pula. Dalam hal ini perlui diketahui bahwa yang diperlukan adalah
besaran kedalaman hujan yang terjadi di seluruh DAS. Jadi, tidak hanya besaran
BAB II STUDI PUSTAKA
==========================================================
16
hujan yang terjadi di satu stasiun pengukuran hujan. Dalam hal ini yang
diperlukan adalah data kedalaman hujan dari banyak stasiun hujan yang tersebar
di seluruh DAS. Oleh karena itu diperlukan sejumlah stasiun hujan yang dipasang
sedemikian rupa sehingga dapat mewakili besaran hujan di DAS tersebut. Dalam
kaitan ini terdapat dua faktor penting yang sangat menentukan ketelitian
pengukuran hujan, yaitu jumlah dan pola penyebaran stasiun hujan. Seperti yang
telah di jelaskan di atas.
Untuk melakukan pengukuran hujan diperlukan alat pengukur hujan
(raingauge). Dalam pemakaian terdapat dua jenis alat ukur hujan yaitu :
1. Penakar hujan biasa (manual raingauge),
Merupakan alat ukur yang paling sering digunakan, yang terdiri dari
corong dan bejana, sedangkan jumlah air hujan diukur dengan bilah ukur
(graduated stick).
2. Penakar hujan otomatis (automatic raingauge).
Pengukuran yang dilakukan dengan cara-cara di atas adalah untuk
memperoleh data hujan yang terjadi pada satu tempat saja. Akan tetapi dalam
analisis umumnya yang diinginkan adalah data hujan rata-rata DAS. Untuk
menghitung besaran ini dapat ditempuh dengan beberapa cara yang sampai saat
ini sangat lazim digunakan, yaitu:
1. Rata-rata aljabar
Cara hitungan dengan aljabar ini adalah cara yang paling sederhana, akan
tetapi memberikan hasil yang kurang teliti karena setiap stasiun dianggap
mempunyai bobot yang sama.
BAB II STUDI PUSTAKA
==========================================================
17
2. Polygon Thiessen
Cara ini memberikan bobot tertentu pada setiap stasiun hujan dengan
pengertian bahwa setiap stasiun hujan dianggap mewakili hujan dalam
suatu daerah dengan luas tertentu, dan luas tersebut merupakan faktor
koreksi bagi hujan di stasiun yang bersangkutan.
3. Isohyet
Cara lain yang diharapkan lebih baik (dengan mencoba memasukkan
pengaruh topografi). Isohyet ini adalah garis yang menghubungkan
tempat-tempat yang mempunyai kedalaman hujan yang sama pada saat
yang bersamaan.
BAB II STUDI PUSTAKA
==========================================================
18
7/2/2007
7/2/2007
Gambar 2.4 Peta DAS Beringin
( Sumber : Litbang Kompas, Robert J Kodotie, dan BPS)
BAB III METODOLOGI
==========================================================
19
BAB III
METODOLOGI
Gambar 3.1 Diagram Alir
YA
Tidak
A, i, Elevation, n
Masukan Gambar DAS dari
Autocad ke EPA SWMM
Masukan Parameter – Parameter
(curah hujan, i, n , A dan h)
Desain Saluran
Run Program
Eror
YA
Tidak
Pengumpulan data:
curah hujan dan peta topografi
Out Put berupa :
Hidrograph , Run Off , Perkiraan kemampuan saluran
terahadap suatu debit, Flooding
Selesai
Flooding
Mulai
BAB III METODOLOGI
==========================================================
20
keterangan :
i
: Infiltrasi ( mm/jam )
h : Elevasi ( Meter )
n : Koef Manning “ kekasaran saluran “
A : Luasan Area ( M ² )
EPA SWMM “ Enviromental Protection Agency Strom Water Management
Model “ adalah suatu model simulasi yang dipergunakan untuk memperkirakan
banyaknya run off baik pada suatu DAS (Daerah Aliran Sungai). EPA SWMM
pertama kali dikembangkan pada tahun 1971 dan telah dipergunakan secara
meluas di seluruh dunia untuk perencanaan, analisa, dan desain drainase, saluran
pembuangan, dan sebagainya.
3.1 Umum
Metodologi meupakan suatu cara atau langkah yang di gunakan untuk
memecahkan suatu permasalahan dengan mengumpulkan, mencatat, mempelajari,
dan menganalisa data yang diperoleh. Untuk penelitian kasus diperlukan adanya
metodologi yang berfungsi sebagai panduan kegiatan yang dilaksanakan dalam
pengumpulan data di lapangan, baik data primer ( data yang diperoleh dari
penelitian di lapangan ) maupun data sekunder ( studi pustaka ).
Pada pemodelan dengan menggunakan EPA SWMM ada parameter yang di
gunakan dalam pengolahan data, dari parameter itu kami memiliki tujuan untuk
BAB III METODOLOGI
==========================================================
21
membandingkan parameter – parameter apa yang dapat berpengaruh terhadap
perubahan tata guna lahan disekitar DAS Beringin, adapun parameter itu adalah:
Parameter tetap :
• Cura Hujan
• Area
• Elevasi
• Infiltrasi
• Width
• % Slope
• N – Imperv
• N – Perv
• Dstore – Imperv
• Dstore – Perv
• % Zero Imperv
Parameter bebas :
• % Imperv
• Lebar dan tinggi saluran
• Bentuk saluran
Setelah memaaasukan parameter – parameter di atas maka akan mendapatkan
suatu out put berupa
• Report setatus
• Flooding
• Grafik debit
BAB III METODOLOGI
==========================================================
22
• Potongan mellllintang saluran
• Bentuk saluran
Adapun parameter tetap adalah parameter yang tidak diubah, dan perameter
bebas adalah parameter yang diubah – uabah dengan tujuan untuk mendapatkan
suatu perbandingan tentang tataguna lahan.
3.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan diteliti dalam Tugas Akhir ini adalah tentang
Perubahan Tata Guna Lahan Das Beringin Terhadap Banjir. Tindakan – tindakan
yang akan direncanakan untuk mengatasi dan meminimalisir terjadinya banjir.
Untuk mengetahui permasalahan yang timbul, maka diperlukan studi penelitian
yang dititik beratkan pada pengidentifikasian masalah secara lebih khusus.
Dengan kata lain, penelitian dilakukan untuk mengetahui pada daerah mana yang
terjadi kekurangan air atau kelebihan air.
BAB IV PEMODELAN DAS BERINGIN
=================================================================
23
BAB IV
PEMODELAN DAS BERINGIN
4.1 Pemodelan DAS Beringin Kondisi Sebenarnya
Pemodelan DAS Beringin untuk tahap pertama menggunakan EPA SWMM
Berikut data-data pada kondisi awal DAS Beringin :
1.
Menggunakan hujan dengan periode ulang 25 tahunan.
2.
Manning dari area impervious sebesar 0,012 (concrete)
3.
Manning dari area Dstore impervious sebesar 0,05 (area pemukiman)
4.
Infiltrasi Model Horton.
5.
Saluran menggunakan beton.
6.
Routing Method menggunakan kinematic wave
7.
Flow units CMS
BAB IV PEMODELAN DAS BERINGIN
=================================================================
24
Keadaan Sebenarnya
Parameter – Parameter yang dicantumkan pada Subcatchment adalah sebagai berikut :
Perpustakaan UnikaBAB IV PEMODELAN DAS BERINGIN
=================================================================
25
Perpustakaan UnikaBAB IV PEMODELAN DAS BERINGIN
=================================================================
26
Perpustakaan UnikaBAB IV PEMODELAN DAS BERINGIN
=================================================================
27
Tabel 4.1 : data subcatchment
BAB IV PEMODELAN DAS BERINGIN
=================================================================
28
Setelah seluruh data dan parameter dari DAS Beringin untuk kondisi sebenarnya
dimasukkan, maka akan didapat output seperti dibawah ini.
EPA STORM WATER MANAGEMENT MODEL - VERSION 5.0 (Build 5.0.007) --- ****************
Analysis Options ****************
Flow Units ... CMS Infiltration Method ... HORTON Flow Routing Method ... KINWAVE
Starting Date ... OCT-13-2005 00:00:00 Ending Date ... OCT-14-2005 00:00:00 Antecedent Dry Days ... 0.0
Report Time Step ... 00:15:00 Wet Time Step ... 00:15:00 Dry Time Step ... 01:00:00 Routing Time Step ... 60.00 sec
************************** Volume Depth Runoff Quantity Continuity hectare-m mm ************************** --- --- Total Precipitation ... 644.139 208.662 Evaporation Loss ... 0.000 0.000 Infiltration Loss ... 20.813 6.742 Surface Runoff ... 631.573 204.591 Final Surface Storage .... 1.749 0.567 Continuity Error (%) ... -1.552
************************** Volume Volume Flow Routing Continuity hectare-m Mliters ************************** --- --- Dry Weather Inflow ... 0.000 0.000 Wet Weather Inflow ... 631.574 6315.804 Groundwater Inflow ... 0.000 0.000 RDII Inflow ... 0.000 0.000 External Inflow ... 0.000 0.000 External Outflow ... 19.594 195.942 Surface Flooding ... 598.554 5985.600 Evaporation Loss ... 0.000 0.000 Initial Stored Volume .... 0.000 0.000 Final Stored Volume ... 0.176 1.762 Continuity Error (%) ... 2.098
*************************** Subcatchment Runoff Summary ***************************
--- Total Total Total Total Total Peak Runoff Precip Runon Evap Infil Runoff Runoff Coeff Subcatchment mm mm mm mm mm CMS --- 1 208.662 0.000 0.000 7.998 201.128 131.04 0.964 2 208.662 0.000 0.000 8.282 202.497 65.52 0.970 3 208.662 0.000 0.000 5.979 205.985 39.23 0.987 4 208.662 0.000 0.000 4.128 209.022 65.37 1.002 5 208.662 0.000 0.000 2.677 212.371 62.57 1.018 6 208.662 0.000 0.000 5.518 206.589 77.12 0.990 7 208.662 0.000 0.000 4.218 209.252 63.68 1.003 8 208.662 0.000 0.000 10.970 196.462 91.97 0.942 9 208.662 0.000 0.000 5.070 207.635 82.69 0.995 10 208.662 0.000 0.000 8.596 201.922 34.52 0.968 Perpustakaan Unika
BAB IV PEMODELAN DAS BERINGIN
=================================================================
29
11 208.662 0.000 0.000 5.582 206.353 45.24 0.989 12 208.662 0.000 0.000 4.234 209.145 26.31 1.002 13 208.662 0.000 0.000 4.007 209.176 13.34 1.002 14 208.662 0.000 0.000 11.773 196.043 24.02 0.940 15 208.662 0.000 0.000 11.530 197.923 30.44 0.949 16 208.662 0.000 0.000 6.370 204.580 9.69 0.980 17 208.662 0.000 0.000 6.697 204.682 42.62 0.981 18 208.662 0.000 0.000 5.767 206.091 30.19 0.988 19 208.662 0.000 0.000 4.138 209.308 15.76 1.003 20 208.662 0.000 0.000 1.714 215.444 27.12 1.033 21 208.662 0.000 0.000 4.562 208.572 22.16 1.000 22 208.662 0.000 0.000 2.713 212.519 36.31 1.018 23 208.662 0.000 0.000 8.582 201.810 37.95 0.967 24 208.662 0.000 0.000 2.073 214.108 39.18 1.026 --- Totals 208.662 0.000 0.000 6.742 204.591 131.04 0.980 ****************** Node Depth Summary ******************--- Average Maximum Maximum Time of Max Total Total Depth Depth HGL Occurrence Flooding Minutes Node Type Meters Meters Meters days hr:min ha-mm Flooded --- 33 JUNCTION 0.38 1.00 171.00 0 01:24 30148.20 287 42 JUNCTION 2.08 4.00 22.00 0 01:15 44099.93 680 65 JUNCTION 0.75 1.00 15.00 0 01:14 29194.82 855 76 JUNCTION 0.37 1.00 211.00 0 01:28 58274.99 279 77 JUNCTION 0.31 1.00 169.00 0 01:25 29430.31 271 78 JUNCTION 0.19 1.00 171.00 0 01:28 14311.81 167 79 JUNCTION 0.31 1.00 165.00 0 01:32 0 262 80 JUNCTION 0.24 1.00 141.00 0 01:23 25352.64 141 81 JUNCTION 0.38 1.00 127.00 0 01:22 27942.53 278 82 JUNCTION 0.44 1.00 71.00 0 01:20 28149.18 368 83 JUNCTION 0.59 1.00 55.00 0 01:15 77545.07 586 84 JUNCTION 0.44 1.00 91.00 0 01:20 66916.38 371 85 JUNCTION 0.24 1.00 103.00 0 01:24 31055.60 198 86 JUNCTION 0.59 1.00 51.00 0 01:17 24904.34 580 87 JUNCTION 0.96 1.00 7.00 0 01:06 53103.60 1375 88 JUNCTION 0.62 1.00 11.00 0 01:24 24759.37 392 89 JUNCTION 0.72 1.00 13.00 0 01:29 3850.72 215 90 JUNCTION 0.76 1.00 14.00 0 01:15 18551.97 879 91 JUNCTION 0.37 1.00 7.00 0 01:07 10962.73 470 92 JUNCTION 0.54 1.00 33.00 0 01:19 0 0 25 OUTFALL 0.96 1.00 7.00 0 01:01 0 0 ******************** Link Flow Summary ********************
--- Maximum Time of Max Maximum Length Max/ Total Flow Occurrence Velocity Factor Full Minutes Link Type CMS days hr:min m/sec Flow Surcharged --- 31 CONDUIT 3.35 0 01:20 4.67 1.00 1.07 692 54 CONDUIT 3.35 0 01:30 4.66 1.00 1.07 270 55 CONDUIT 4.05 0 01:32 5.74 1.00 1.06 166 56 CONDUIT 7.11 0 01:32 12.19 1.00 0.93 0 57 CONDUIT 11.14 0 05:56 15.23 1.00 1.08 285 58 CONDUIT 12.51 0 04:45 25.07 1.00 1.07 218 59 CONDUIT 5.72 0 04:40 8.03 1.00 1.06 196 60 CONDUIT 11.60 0 03:42 16.23 1.00 1.05 140 61 CONDUIT 10.00 0 07:26 13.77 1.00 1.07 370 62 CONDUIT 3.35 0 01:20 4.63 1.00 1.07 586 63 CONDUIT 7.47 0 07:24 13.30 1.00 1.07 365 Perpustakaan Unika
BAB IV PEMODELAN DAS BERINGIN
=================================================================
30
64 CONDUIT 3.35 0 01:29 4.62 1.00 1.07 392 65 CONDUIT 2.38 0 04:46 4.45 1.00 1.08 195 68 CONDUIT 0.03 0 21:37 0.04 1.00 1.08 1128 70 CONDUIT 32.87 0 03:00 12.13 1.00 0.05 0 71 CONDUIT 7.08 0 09:12 10.53 1.00 1.07 485 74 CONDUIT 1.68 0 01:48 2.73 1.00 1.08 850 77 CONDUIT 10.50 0 06:02 14.52 1.00 1.06 278 78 CONDUIT 0.03 0 10:07 0.09 1.00 1.08 316 79 CONDUIT 1.68 0 01:52 3.51 1.00 1.08 879 ************************* Routing Time Step Summary *************************Minimum Time Step : 60.00 sec Average Time Step : 60.00 sec Maximum Time Step : 60.00 sec Percent in Steady State : 0.00 Average Iterations per Step : 1.04
Analysis begun on: Sun Sep 23 22:03:29 2007 Total elapsed time: < 1 sec
Grafik 4.1 : debit outflow
Dari hasil output tersebut, dapat kita analisa sebagai berikut:
1.
Total hujan yang terjadi adalah sebesar 644.139 ha-m.
2.
Besarnya infiltrasi adalah sebesar 20.831 ha-m.
3.
Besarnya runoff adalah sebesar 631.573 ha-m.
4.
Terjadi banjir pada saluran.
5.
Debit outflow dari DAS Beringin adalah sebesar 39 cms.
BAB IV PEMODELAN DAS BERINGIN
=================================================================
31
Karena terjadi banjir, maka dilakukan pendesainan saluran agar tidak terjadi
banjir yang meliputi pendesainan bentuk saluran dan dimensi saluran. Maka akan
menghasilkan output sebagai berikut :
EPA STORM WATER MANAGEMENT MODEL - VERSION 5.0 (Build 5.0.007) --- ****************
Analysis Options ****************
Flow Units ... CMS Infiltration Method ... HORTON Flow Routing Method ... KINWAVE
Starting Date ... OCT-13-2005 00:00:00 Ending Date ... OCT-14-2005 00:00:00 Antecedent Dry Days ... 0.0
Report Time Step ... 00:15:00 Wet Time Step ... 00:15:00 Dry Time Step ... 01:00:00 Routing Time Step ... 60.00 sec
************************** Volume Depth Runoff Quantity Continuity hectare-m mm ************************** --- --- Total Precipitation ... 644.139 208.662 Evaporation Loss ... 0.000 0.000 Infiltration Loss ... 9.239 2.993 Surface Runoff ... 653.989 211.853 Final Surface Storage .... 0.046 0.015 Continuity Error (%) ... -2.971
************************** Volume Volume Flow Routing Continuity hectare-m Mliters ************************** --- --- Dry Weather Inflow ... 0.000 0.000 Wet Weather Inflow ... 653.991 6539.976 Groundwater Inflow ... 0.000 0.000 RDII Inflow ... 0.000 0.000 External Inflow ... 0.000 0.000 External Outflow ... 665.204 6652.112 Surface Flooding ... 0.000 0.000 Evaporation Loss ... 0.000 0.000 Initial Stored Volume .... 0.000 0.000 Final Stored Volume ... 0.033 0.325 Continuity Error (%) ... -1.720
BAB IV PEMODELAN DAS BERINGIN
=================================================================
32
***************************Subcatchment Runoff Summary ***************************
--- Total Total Total Total Total Peak Runoff Precip Runon Evap Infil Runoff Runoff Coeff Subcatchment mm mm mm mm mm CMS --- 1 208.662 0.000 0.000 3.463 208.632 183.03 1.000 2 208.662 0.000 0.000 3.423 210.727 79.63 1.010 3 208.662 0.000 0.000 2.703 213.066 42.74 1.021 4 208.662 0.000 0.000 1.889 213.864 69.02 1.025 5 208.662 0.000 0.000 1.428 216.541 63.66 1.038 6 208.662 0.000 0.000 2.322 212.104 86.45 1.016 7 208.662 0.000 0.000 2.086 215.167 66.15 1.031 8 208.662 0.000 0.000 4.878 207.206 155.86 0.993 9 208.662 0.000 0.000 2.307 213.634 88.65 1.024 10 208.662 0.000 0.000 3.546 210.450 42.38 1.009 11 208.662 0.000 0.000 2.661 213.752 48.07 1.024 12 208.662 0.000 0.000 2.174 215.573 27.18 1.033 13 208.662 0.000 0.000 2.314 216.588 13.61 1.038 14 208.662 0.000 0.000 4.976 207.054 40.47 0.992 15 208.662 0.000 0.000 4.511 208.024 46.38 0.997 16 208.662 0.000 0.000 2.979 212.716 10.47 1.019 17 208.662 0.000 0.000 2.969 212.330 47.46 1.018 18 208.662 0.000 0.000 2.706 213.484 32.32 1.023 19 208.662 0.000 0.000 2.164 215.824 16.23 1.034 20 208.662 0.000 0.000 1.066 218.675 27.29 1.048 21 208.662 0.000 0.000 2.204 214.700 23.20 1.029 22 208.662 0.000 0.000 1.480 216.963 36.90 1.040 23 208.662 0.000 0.000 3.563 210.440 46.29 1.009 24 208.662 0.000 0.000 1.200 217.746 39.58 1.044 --- Totals 208.662 0.000 0.000 2.993 211.853 183.03 1.015 ****************** Node Depth Summary ******************
--- Average Maximum Maximum Time of Max Total Total Depth Depth HGL Occurrence Flooding Minutes Node Type Meters Meters Meters days hr:min ha-mm Flooded --- 33 JUNCTION 0.15 2.14 172.14 0 03:00 0 0 42 JUNCTION 0.24 3.12 21.12 0 03:00 0 0 65 JUNCTION 0.39 4.79 18.79 0 03:00 0 0 Perpustakaan Unika
BAB IV PEMODELAN DAS BERINGIN
=================================================================
33
76 JUNCTION 0.09 1.25 211.25 0 03:00 0 0 77 JUNCTION 0.10 1.53 169.53 0 03:00 0 0 78 JUNCTION 0.14 2.23 172.23 0 03:00 0 0 79 JUNCTION 0.15 2.23 166.23 0 03:00 0 0 80 JUNCTION 0.06 0.82 140.82 0 03:00 0 0 81 JUNCTION 0.15 2.14 128.14 0 03:00 0 0 82 JUNCTION 0.12 1.60 71.60 0 03:00 0 0 83 JUNCTION 0.25 3.46 57.46 0 03:00 0 0 84 JUNCTION 0.10 1.29 91.29 0 03:00 0 0 85 JUNCTION 0.07 1.02 103.02 0 03:00 0 0 86 JUNCTION 0.28 4.50 54.50 0 02:51 0 0 87 JUNCTION 1.35 13.69 19.69 0 03:00 0 0 88 JUNCTION 0.37 4.45 14.45 0 03:01 0 0 89 JUNCTION 0.42 5.00 17.00 0 03:01 0 0 90 JUNCTION 0.42 5.00 18.00 0 03:00 0 0 91 JUNCTION 0.35 4.83 10.83 0 03:00 0 0 92 JUNCTION 0.27 3.95 35.95 0 03:00 0 0 25 OUTFALL 15.33 16.00 22.00 0 01:01 0 0 ******************** Link Flow Summary ********************--- Maximum Time of Max Maximum Length Max/ Total Flow Occurrence Velocity Factor Full Minutes Link Type CMS days hr:min m/sec Flow Surcharged --- 31 CONDUIT 1024.72 0 03:00 13.74 1.00 0.28 0 54 CONDUIT 79.48 0 03:00 8.46 1.00 0.49 0 55 CONDUIT 42.67 0 03:00 9.68 1.00 0.82 0 56 CONDUIT 122.06 0 03:00 16.81 1.00 0.06 0 57 CONDUIT 251.73 0 03:00 26.78 1.00 0.54 0 58 CONDUIT 317.72 0 03:00 30.16 1.00 0.04 0 59 CONDUIT 86.36 0 03:00 12.87 1.00 0.20 0 60 CONDUIT 185.62 0 03:00 25.14 1.00 0.05 0 61 CONDUIT 427.61 0 03:00 28.62 1.00 0.12 0 62 CONDUIT 557.99 0 03:00 13.99 1.00 0.59 0 63 CONDUIT 363.76 0 03:00 22.66 1.00 0.20 0 64 CONDUIT 1180.74 0 03:01 16.86 1.00 0.64 0 65 CONDUIT 1120.30 0 03:01 12.74 1.00 0.59 0 68 CONDUIT 1314.47 0 03:08 0.47 1.00 0.70 0 70 CONDUIT 984.88 0 03:00 26.08 1.00 0.53 0 71 CONDUIT 958.35 0 03:00 27.17 1.00 1.03 10 74 CONDUIT 1070.89 0 03:00 9.70 1.00 0.58 0 77 CONDUIT 182.89 0 03:00 24.46 1.00 0.39 0 78 CONDUIT 24.84 0 03:07 0.31 1.00 1.00 0 79 CONDUIT 1109.99 0 03:01 9.67 1.00 0.63 0 Perpustakaan Unika
BAB IV PEMODELAN DAS BERINGIN
=================================================================
34
*************************Routing Time Step Summary *************************
Minimum Time Step : 60.00 sec Average Time Step : 60.00 sec Maximum Time Step : 60.00 sec Percent in Steady State : 0.00 Average Iterations per Step : 1.12
Analysis begun on: Sun Sep 23 14:51:23 2007 Total elapsed time: 00:00:01