INKLUSI PENGAYAAN β-CAROTEN DAN VITAMIN A ASAL TEPUNG DAUN
MURBAI DAN DAUN PEPAYA TERHADAP KANDUNGAN KOLESTEROL TELUR,
SKOR WARNA KUNING TELUR, DAN PRODUKSI ITIK ALABIO
Enrichment Inclusion of β-Carotene and Vitamin A Sourcing from Fluor of
Mulberry Leaf and Papaya Leaf against Cholesterol Content of Egg, Color Score
of Egg Yolk, and Production of Alabio Duck
Lilis Hartati *, Danang Biyatmoko
Jurusan Peternakan Faperta Universitas Lambung Mangkurat, Jalan. A. Yani Km. 36, Banjarbaru 70714, Indonesia *Surel korespondensi: [email protected]
Abstract. Research conducted at the poultry cage experiments at animal department, faculty of agricultural for 3 months. The study aimed to analyze the response of ß-carotene-rich diet and vitamin A from a combination of flour papaya and mulberry leaves to the cholesterol content of eggs, yolk color score, egg production and income (IOFC) Alabio ducks. The research method using a design RAL 3 treatments x 3 replicates, where there are two ducks per layer replicates the total duck ducks as many as 18 layers. The study treatment is a combination of tea and mulberry leaf meal in the ration, ie: P1 = combination of papaya 0% + 5% mulberry leaf; P2 = combination of papaya leaves 2.5% + 2.5% mulberry leaf and P3 = combination of papaya leaves of mulberry leaves 5% + 0%. Rations duck duck layer customized nutritional needs according to NRC (1994), namely the levels of protein (PK) 18%, energy (ME) 2750 kcal/kg, 2.75% Calcium and Phosphorous 1%. Ten lux light were given for 14 hours per day for all treatments. Variables measured is cholesterol content Alabio duck eggs, yolk color score, egg production (Henday) and analysis of farmer income or income over and duck feed cost (IOFC). Data were analyzed using analysis of variance and Duncan test different middle value, according to Steel and Torrie (1994). The results showed that the best treatment for all variables is achieved by treatment of P2 which is a combination of papaya leaves 2.5% + 2.5% of mulberry leaves with the achievements of the cholesterol content of eggs the best (lowest) of 6.522 mg.g-1, yolk color score best (highest) at
11.45, egg production (Henday) amounted to 78.33% and the highest income (IOFC) Alabio ducks highest reaches Rp. 926 400, - / 2 mount. Conclusion this study showed that the best treatment for all variables is achieved by treatment of P2 which is a combination of papaya leaves 2.5% + 2.5% of mulberry leaves.
Keywords: cholesterol, duck, egg, mulberry leaf, papaya leaf
1. PENDAHULUAN
Itik Alabio (Anas plathyrynchos.Borneo) merupakan plasma nutfah asli asal Kalimantan Selatan. Produk telur itik Alabio mempunyai nilai sosial ekonomi tinggi pada masyarakat. Saat ini itik Alabio memiliki kemampuan tingkat produksi telur 67,32 % (Biyatmoko dan Nurliani, 2012). Permintaan telur konsumsi pada itik Alabio yang besar juga disebabkan kandungan gizi yang baik pada telur itik yaitu kandungan protein 13.1%, lemak 14.5, karbohidrat 0.5 %, abu 1 % dan kalori 19.9 g/100 g (Rostini, 2007). Froning et al., (1990), mengatakan terdapat kendala mendasar pada telur itik karena di dalam telur ternyata terkandung kolesterol yang tinggi, yang menyebabkan masyarakat sering menghindari untuk mengkonsumsi telur demi kesehatan. Selanjutnya dikatakan bahwa kolesterol telur merupakan
komponen lemak kuning telur yang terdiri dari 65.5 % trigliserida, 28.3 % fosfolipida, dan 5.2 % kolesterol (Sirait, 1986).
Darmawati (2004) melaporkan bahwa kadar kolesterol dalam telur itik mencapai 120.46 mg %, sementara yang dilaporkan Fenita (2006) pada ayam hanya berkisar 84 - 119 mg% dalam dagingnya, sementara Biyatmoko (2012) mendapatkan hingga kolesterol telur itik Alabio mencapai 88,92-92,10 mg/g. Selain itu juga dilaporkan Amrullah (2004) bahwa kolesterol telur dapat mencapai 198 – 208 mg/butir, bahkan pada kuning telurnya bisa mencapai hingga 270 mg/butir (Cotteril et al.,1977). Berbagai upaya perbaikan kualitas telur yang dilakukan melalui rekayasa pakan agar memperoleh telur itik yang rendah kolesterol akan mampu meningkatkan harga penjualan telur dan penyerapan telur itik di pasaran.
Upaya menurunkan kolesterol salah satunya adalah dengan cara memanipulasi ransum melalui pendekatan sistem gastrointestinal, agar kolesterol dalam tubuh dapat dikeluarkan dalam ekskreta melalui mekanisme pengikatan sejumlah asam empedu, dimana peran ini dilakukan oleh serat ransum. Disamping itu peran ransum berserat akan optimal dalam menurunkan kolesterol telur apabila serat ransum juga diperkaya dengan ß-karoten dan vitamin A yang secara sinergis saling memperkuat efek hipolipidemik yang terjadi. Salah sumber bahan ransum berserat yang kaya akan ß- karoten dan vitamin A adalah daun pepaya dan teh murbai yang ketersediannya melimpah dan budidayanya mudah.
Di Kalimantan Selatan (KalSel) potensi kedua tanaman tersebut cukup besar. Dilaporkan potensi produksi pepaya di Kalimantan Selatan tahun 2011 mencapai 5.643 ton (Biyatmoko, 2012c), disisi lain peningkatan daya beli masyarakat membuka peluang besar dalam bisnis pepaya unggul sehingga potensi daun pepaya sebagai bahan pakan ternak menjadi semakin terbuka dan semakin melimpah (Kartika dan Eni, 2012). Sementara tanaman murbai di KalSel dengan luas tanam mencapai 9.665 ha potensinya mencapai 19- 25 bahan kering (BK) ton/thn (BPS, 2011) dimana yang tertinggi dicapai oleh varietas Morus Katayana (Martin et al., 2002; Boschini, 2002). Produksi daun berkisar2-3 kg/tanaman sehingga sebagai tanaman pakan sangat besar peluangnya. Disebutkan bahwa kualitas dan kuantitas daun murbai dipengaruhi oleh jenis tanaman murbai, kualitas bibit, dan teknik budidaya yang intensif. Pemanfaatan daun murbai sebagai pengganti konsentrat unggas sudah diteliti di Jepang (Machii
et al., 2000) dan umum digunakan sebagai pakan
ternak di Amerika, walaupun di Indonesia belum banyak dimanfaatkan.
Upaya tersebut dapat dimungkinkan karena dalam daun pepaya memiliki komponen aktif ß-karoten tinggi berkisar 11.565 µg (Biyatmoko, 2012), sementara daun murbei memiliki kadar vitamin A tinggI antara 4598,49 – 5262,70 mg%, diduga kombinasi keduanya yaitu ß-karoten dan vitamin A akan mampu menghambat oksidasi lipid dan Low Density Lipoprotein (LDL) serta aktif menurunkan nicotinamide adenine dinucleotida
phosphate hidrogenase (NADPH) sebagai sumber
energi yang diperlukan pada setiap tahapan proses pembentukan atau biosintesis kolesterol (Sweetman, 2007). Sisi baik lainnya dengan pakan tinggi ß-karoten adalah perannya sebagai
antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas yg menjaga tingkat kesehatan ternak (Sutarpa, 2008).
Mekanisme kerja dalam penghambatan proses oksidasi lipid di atas menyebabkan penghambatan proses pembentukan asetil-KoA sebagai prekursor awal dari biosintesis kolesterol di hati, sehingga kolesterol yang ditransfer pada serum dan juga dalam telur akan menurun. Pernyataan ini didukung oleh Naim (1992) bahwa kolesterol yang terdapat pada kuning telur hanya diperoleh dari hasil sintesis kolesterol di hati. Maka penambahan ransum berserat yang kaya ß-karoten dan vitamin A asal daun pepaya dan teh murbai akan dapat menguatkan peran optimalnya dalam memperbaiki profil kolesterol telur itik Alabio.
Lokapirnasari et. al., (2001) menyatakan pemanfaatan daun pepaya dalam ransum unggas juga mampu memperbaiki dan meningkatkan indeks atau skor warna kuning telur dengan tidak mempengaruhi konsumsi ransum dan produksi telur. Hal ini sangat menguntungkan bagi ransum itik karena akan menghasilkan telur tambak dengan warna kuning orange yang harganya lebih tinggi 200 – 300 rupiah dibanding telur pantai yang warna kuningnya pucat, sehingga secara ekonomis menguntungkan dari sisi income over feed cost (IOFC) atau pendapatan yang diterima.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis respons ransum kaya ß-karoten dan vitamin A dari kombinasi tepung daun pepaya dan daun murbai terhadap kandungan kolesterol telur, skor warna kuning telur, produksi telur (henday), dan pendapatan hasil ternak (Income Over Feed Cost) itik Alabio.
2. METODE
Dari persiapan hingga pelaksanaan percobaan membutuhkan waktu 5 bulan; 1 bulan persiapan penelitian, 1 bulan pengamatan penelitian utama, 1 bulan analisis sampel di laboratorium dan 2 bulan untuk seminar dan laporan hasil. Analisis Kolesterol telur, skor warna kuning telur, produksi telur dan IOFC dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Unggas, Jurusan Peternakan Faperta Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.
Materi dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah (a) 18 ekor itik pullet umur 7 bulan , berasal dari peternakan itik di desa Mamar kab. Hulu Sungai Utara, (b) bahan baku ransum dasar (basal) yang terdiri atas 7 macam bahan: dedak padi, jagung kuning, tepung ikan, limbah udang, minyak kelapa, limstone dan topmix, dan (c)
daun murbai dan tepung daun pepaya. Ransum dan air minum untuk itik diberikan adlibitum. Ransum disusun iso kalori dan iso protein sesuai fase umur itik, yaitu umur 7 bulan dengan kadar protein 18 % dan kalori 2750 kkal.kg-1 sesuai rekomendasi Nutrient Requirement of Alabio Duck dari Biyatmoko
(2014). Ransum dan air minum untuk itik diberikan
adlibitum.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian terdiri atas 18 kandang sistem batery lengkap dengan tempat pakan dan minum, setiap kandang diisi sebanyak 2 ekor tiap kandang berukuran 75 cm x 50 cm x 60 cm (p x l x t ), timbangan duduk kapasitas 2 kg untuk penimbangan ransum, timbangan analitik untuk pengukuran bobot telur dan sisa pakan dan papan recording produksi telur perlakuan.
Penelitian menggunakan rancangan RAL 3 perlakuan dengan 3 ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 2 ekor itik, sehingga jumlah itik penelitian adalah 18 ekor itik pullet. Perlakuan penelitian adalah kombinasi tepung daun teh dan murbai dalam ransum, yaitu P1= kombinasi daun pepaya 0% + 5% daun murbai, P1 = kombinasi daun pepaya 2,5% + 2,5% daun murbai, dan P3=kombinasi daun pepaya 5% + daun murbai 0%. Ransum itik disesuaikan kebutuhan nutrisi itik layer menurut Biyatmoko (2014) yaitu kadar protein (PK)18%, energi (ME) 2750 kkal/kg, Calcium 2,75% dan Phospor 1% (disajikan pada Tabel 1). Cahaya diberikan 10 lux selama 14 jam per hari untuk semua perlakuan. Peubah yang diamati adalah kandungan kolesterol telur itik Alabio, skor warna kuning telur, produksi telur (henday) dan analisa pendapatan peternak atau Income over feed and
duck cost (IOFC). Data dianalisis menggunakan
analisis Sidik Ragam, dan uji beda nilai tengah Duncan, menurut Steel dan Torrie (1995).
Tabel 1. Susunan ransum penelitian
Bahan Pakan P1 P2 P3 BR II Jagung Tepung Ikan Dedak Padi Minyak Ikan Minyak jagung Tepung daun pepaya Tepung daun murbai Top mix 41 28.5 9 10 2 4 0 5 0.5 41 28.5 9 10 2 4 2,5 2,5 0.5 41 28.5 9 10 2 4 5 0 0.5 Jumlah 100 100 100 Kandungan Nutrisi : Protein (%) ME (kkal/kg) 2750 18 2750 18 2750 18
Data dianalisis menggunakan Sidik Ragam. Apabila terdapat pengaruh perlakuan dilanjutkan dengan uji beda nilai tengah Duncan (Steel and Torrie, 1995).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Kandungan Kolesterol Telur Itik Alabio
Kandungan kolesterol telur itik Alabio dengan inklusi pengkayaan β-catotene dari tepung daun pepaya dan vitamin A dari tepung daun murbai disajikan pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Kandungan kolesterol telur itik Alabio
Perlakuan Rataan (mg.g-1)
P1 (Penambahan 5% tepung daun Murbai 8,811b
P2 (Penambahan 2,5% tepung daun Murbai + 2,5 % tepung daun Pepaya)
6,522a
P3 (Penambahan 5% tepung daun Pepaya) 8,232b
Keterangan :
Angka yang diikuti superscript yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa inklusi (penambahan) pengkayaan β-carotene dari tepung daun pepaya dan vitamin A dari tepung daun murbai nyata menurunkan kandungan kolesterol itik Alabio (p<0,05). Hasil terbaik dengan kandungan kolesterol terendah dicapai pada perlakuan P2 yaitu penambahan 2,5% tepung daun murbai + 2,5 % tepung daun pepaya dengan capaian kandungan kolesterol sebesar 6,522 mg.g-1
, dan terburuk adalah perlakuan P1 dengan inklusi 5% tepung daun murbai dengan kandungan kolesterol tertinggi sebesar 8,811 mg.g-1. Hasil ini
didukung oleh penelitian Sutarpa (2008) dimana pada tingkat 3% komponen aktif β-caroten pada daun pepaya mampu menurunkan kolesterol telur dari 1004,20 turun menjadi 870,10 mg/100 g yolk dan kolesterol serum ayam kampung dari 146,15 turun menjadi 130,19 mg/100 mL . Hal yang sama juga dilaporkan Tuti (2009) bahwa pemberian daun murbai sebanyak 3,6% - 9% dalam ransum hanya memperbaiki berat telur tetapi tidak mampu meningkatkan produksi dari ayam petelur. Kandungan kolesterol yang diperoleh dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Biyatmoko (2010) dengan menggunakan kombinasi serat 6% dan Zn dengan kandungan kolesterol telur itik Alabio mencapai 6,66 – 7,55 mg.g-1 .
Hasil terbaik kombinasi tepung daun pepaya dan tepung daun murbai dalam menurunkan kandungan kolesterol telur itik ini disebakan dalam
daun pepaya memiliki komponen aktif ß-karoten yang tinggi berkisar 11.565 µg (Biyatmoko, 2012), sementara daun murbei memiliki kadar vitamin A tinggI antara 4598,49 – 5262,70 mg%, diduga kombinasi keduanya yaitu ß-karoten dan vitamin A tersebut akan mampu menghambat oksidasi lipid dan Low Density Lipoprotein (LDL) serta aktif menurunkan nicotinamide adenine dinucleotida
phosphate hidrogenase (NADPH) sebagai sumber
energi yang diperlukan pada setiap tahapan proses pembentukan atau biosintesis kolesterol (Kartika dan Enny, 2012 ; Sweetman, 2007). Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Sitepoe (1993), bahwa vitamin A bersama karoten mampu menurunkan kolesterol telur. Sisi baik lainnya dengan pakan tinggi ß-karoten adalah perannya sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas yg menjaga tingkat kesehatan ternak (Katsube et al., 2006 ; Sutarpa, 2008).
Mekanisme kerja dalam penghambatan proses oksidasi lipid di atas menyebabkan penghambatan proses pembentukan asetil-KoA sebagai prekursor awal dari biosintesis kolesterol di hati, sehingga kolesterol yang ditransfer pada serum dan juga dalam telur akan menurun. Pernyataan ini didukung oleh Naim (1992) bahwa kolesterol yang terdapat pada kuning telur hanya diperoleh dari hasil sintesis kolesterol di hati. Maka penambahan ransum berserat yang kaya ß-karoten dan vitamin A asal daun pepaya dan teh murbai akan dapat menguatkan peran optimalnya dalam memperbaiki profil kolesterol telur itik Alabio.
3.2 Produksi Telur Itik Alabio
Tingkat produksi telur itik Alabio dengan inklusi (penambahan) pengkayaan β-catotene dari tepung daun pepaya dan vitamin A dari tepung daun murbai disajikan pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Produksi telur itik Alabio
Perlakuan (butir.perlakuanRataan -1) Rataan (%)
P1 413 76,48a
P2 423 78,33a
P3 418 77,40a
Keterangan:
Penghitungan produksi telur selama 30 hari pengamatan, sejumlah 18 ekor itik setiap perlakuan.
Angka yang diikuti superscript yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata (p>0,05)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa inklusi pengkayaan β-carotene dari tepung daun
pepaya dan vitamin A dari tepung daun murbai tidak nyata meningkatkan produksi telur, dengan rataan kisaran produksi antara 76,48 – 78,33 %. Menurut North and Bell (1990), peningkatan produksi telur lebih banyak dipengaruhi oleh kandungan nutrisi ransum terutama kadar protein kasar (PK) ransum, sehingga semua perlakuan yang diberikan tidak menunjukkan respon terhadap produksi telur yang berbeda disebabkan ransum perlakuan semua disusun iso protein (PK) dengan kandungan PK ransum yang sama sebesar 18 %. Walaupun inklusi tepung daun murbai tinggi protein kasar berkisar 17,99 – 20,87 % dan tepung daun pepaya mengandung protein kasar sebesar 19,77% namun dengan inklusi (pemberian) sebesar 2,5 % sampai 5 % (Surisdiarto dan Radiati, 1996) ternyata tidak nyata meningkatkan kadar nutrisi ransum dan kecernaan ransum, sehingga tidak nyata mempengaruhi tingkat produksi telur itik. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Lokapirnasari et al., (2001) bahwa melaporkan bahwa pemanfaatan daun pepaya 1-2 % di dalam ransum ayam tidak mempengaruhi konsumsi ransum dan produksi telur.
Capaian produksi telur yang dihasilkan dalam penelitian ini cukup baik dengan kisaran 76,48 % - 78,33 % walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Tingkat produksi telur itik Alabio yang dicapai dalam penelitian ini lebih tinggi dari suplementasi enzym protease yang dilaporkan Biyatmoko (2016), tetapi sedikit lebih rendah dari capaian yang dilaporkan oleh Biyatmoko dan Nurliani. (2010) dalam berbagai penelitian suplementasi minyak ikan, minyak jagung dan Zn pada ransum pada itik Alabio dengan capaian 90.00 % henday .
3.3 Skor Warna Kuning Telur
Skor warna kuning telur itik Alabio dengan inklusi (penambahan) pengkayaan β-catotene dari tepung daun pepaya dan vitamin A dari tepung daun murbai disajikan pada Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Skor warna kuning telur itik Alabio
Perlakuan Rataan
P1 = Penambahan 5% tepung daun murbai 7,66a
P2 = Penambahan 2,5% tepung daun murbai + 2,5 % tepung daun pepaya
10,87b
P3 = Penambahan 5% tepung daun pepaya 11,12b
Keterangan:
Angka yang diikuti superscript yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa inklusi pengkayaan β-carotene dari tepung daun pepaya dan vitamin A dari tepung daun murbai nyata meningkatkan skor warna kuning telur itik Alabio. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya β-carotene yang terdapat pada tepung daun pepaya berkisar 11.565 μg (Biyatmoko, 2012) hingga 18.250 μg dan kandungan vitamin A yang tinggi pada tepung daun murbai 4598,49 – 5262,70 mg% (Sweetman, 2007) berperan besar dalam meningkatkan skor warna kuning telur pada itik Alabio pada perlakuan P2dan P3 dengan inklusi kedua tepung daun tersebut dengan skor warna kuning telur antara 10,87 – 11,12 . Skor warna kuning telur tertinggi dicapai oleh perlakuan P3 dengan inklusi 5% tepung daun pepaya sebesar 11,12 dan terendah adalah perlakuan P1 dengan inklusi 5% tepung daun murbai sebesar 7,66 . Hasil ini menunjukkan bahwa pigmen warna β-carotene yang terdapat dalam tepung daun pepaya memberikan pengaruh yang lebih kuat dibanding vitamin A dalam tepung daun murbai yang mampu dideposit pada pigmen xantophyl warna kuning telur itik. Ransum yang mengandung baik β-carotene akan dideposit ke dalam kuning telur unggas termasuk itik sehingga memberikan warna yang lebih pekat (lebih jingga/orange) pada kuning telur, yang mampu merubah telur dengan warna kuning pucat (telur pantai) ke arah warna kuning pekat pada telur (telur tambak).
Skor warna kuning telur tertinggi dicapai oleh perlakuan P3 dengan inklusi 5 % tepung daun pepaya dengan capaian skor warna 11,12 diikuti perlakuan P2 sebesar 10,87 dan perlakuan P1 sebesar 7,66. Hasil penelitian ini lebih baik dibandingkan penelitian Tuti (2009) dengan inklusi 5 % tepung daun pepaya yang menghasilkan capaian skor warna kuning telur sebesar 8,66 dan meningkat hingga skor 9,27 dengan inklusi tepung daun pepaya 10% dalam ransum. Kuatnya peranan β-carotene ini sebagai sumber xantophyl alami bagi penguning telur juga dikuatkan oleh Lokapirnasari et
al., (2001) bahwa pemanfaatan daun pepaya 1-2%
di dalam ransum ayam buras mampu meningkatkan indeks warna kuning telur . Semakin tinggi level tepung daun pepaya yang diberikan ke dalam ransum maka akan semakin banyak kandungan β-carotene yang disumbangkan oleh daun pepaya, sehingga xantophyl alami yang disumbangkan semakin banyak (Edjeng, 2002). Gilbert (1971) mengatakan terdapat hubungan yang linier antara level pigmen dengan warna kuning telur, dimana struktur molekul xantophyl sangat menentukan warna kuning telur karena sebagian besar xantophyl
dari makanan digunakan dahulu untuk produksi pigmen kuning telur dan hanya sedikit saja yang didistribusikan untuk pigmen jaringan kulit. Menurut laporan Karunajeva (1994) warna kuning telurbersumber dari oxycarotenoid, sedangkan proses adsorbsi dan deposisi oxycarotenoid sangat tergantung dengan asam lemak, dimana tingginya tingkat peroksida dapat menyebabkan terjadinya penurunan warna kuning telur. .
3.4 Pendapatan (IOFC, Income Over Feed
Cost)
Analisis pendapatan (Ekonomi) ditujukan untuk melihat keuntungan dari pendapatan usaha yang diterima dalam budidaya itik petelur yang dijalankan. Harga ransum dihitung berdasarkan harga yang berlaku saat penelitian, sedangkan perbedaan harga ransum yang timbul ditentukan oleh persentase atau komposisi bahan penyusun ransum percobaan masing-masing perlakuan.
Nilai ekonomis ransum perlakuan diperhitungkansebagai biaya ransum per kilogram telur yang dihasilkan. Angka tersebut adalah perkalian konversi ransum dengan harga ransum masing-masing perlakuan setiap kilogramnya. Income Over Feed Cost (IOFC) adalah harga penjualan telur itik per kilogram dikurangi biaya ransum per kilogram . Income Over Feed Cost (IOFC) masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Analisis pendapatan Income Over Feed Cost (IOFC) ransum perlakuan
Uraian P1 P2 P3
a. Harga Ransum (Rp/kg) 3.900 3.900 3.900 b. Konversi pakan 4,59 4,08 4,35 c. Biaya ransum/ kg telur (c=a x b) 17.901 15.912 16.965 d. Harga telur (Rp/butir) 2.000 2.190 2200 e. Harga telur (Rp/kg) 30.000 32.851 33.000 f. Pendapatan (Rp/kg telur) 12.099 16.939 16.785 g. Produksi Telur (butir) 413 423 418 h. Produksi Telur (kg) 27,53 28,20 27,86 i. IOFC (i=f x h) (Rp/perlakuan) 825.900 926.400 919.380 j. IOFC (i=f x h) (Rp/ekor) 45.883 51.467 51.078 Keterangan:
Rataan bobot 66 g.butir-1, sehingga terdapat 15 butir/kg telur.
Analisis pendapatan usaha (IOFC) selama produksi telur 30 hari pengamatan, sejumlah 18 ekor itik setiap perlakuan\
Perlakuan P2 yaitu inklusi 2,5% tepung daun murbai + 5% tepung daun pepaya menghasilkan pendapatan telur itik atau Income Over feed and
Duck Cost tertinggi yang mencapai Rp. 926.000,-
per perlakuan selama 30 hari pengamatan atau Rp. 51.467,-/ekor, dan terendah dihasilkan pleh
perlakuan P1 yaitu inklusi 5% tepung daun murbai sebesar Rp. 825.900,- per perlakuan atau Rp. 45.883,-/ekor. Berdasarkan acuan harga yang sama untuk harga ransum perlakuan, pendapatan dari telur itik ditentukan oleh perbedaan nilai konversi pakan (efisiensi penggunaan makanan), tingkat produksi telur (butir, %) dan harga telur per butir dari masing-masing perlakuan, dimana perlakuan P2 mampu menghasilkan konversi pakan dengan nilai terbaik sebesar 4,08 dan tingkat produksi telur lebih tinggi dibandingkan kedua perlakuan lainnya (P1, P3) dengan tingkat produksi telur mencapai 78,33% atau berkisar 423 butir selama 30 hari pengamatan produksi, serta harga telur lebih tinggi dari perlakuan P1 dan sedikit lebih rendah dibanding perlakuan P3. Perbedaan harga telur perlakuan yang berkisar Rp. 2.000 – 2.200 per butir sangat ditentukan oleh kualitas telur didasarkan pada kepekatan warna kuning telur yang diperoleh, dimana semakin pekat (jingga/orange) warna kuning telur maka harga telur semakin mahal serupa dengan telur itik tambak.
Hasil penelitian merekomendasikan pendapatan atau IOFC terbaik dan tertinggi adalah perlakuan dengan inklusi 2,5% tepung daun murbai + 2,5% tepung daun pepaya (P2) dengan capaian hasil IOFC sebesar Rp. 926.400,- per ekor. Perlakuan ini dianggap mampu memberi respon produksi yang lebih baik serta perbaikan kualitas telur yaitu kandungan kolesterol yang paling rendah sebesar 6,522 mg.g-1 serta peningkatan warna
kuning telur mencapai skor 10,87.
4. SIMPULAN
Simpulan perlakuan terbaik yang diperoleh dari penelitian inklusi pengkayaan β-carotene dari tepung daun pepaya dan vitamin A dari tepung daun murbai adalah perlakuan dengan inklusi 2,5% tepung daun murbai + 2,5% tepung daun pepaya (P2) dengan capaian kandungan kolesterol telur itik yang paling rendah sebesar 6,522 mg.g-1 , produksi
telur (henday production) dengan capaian 78,33 % , skor warna kuning telur mencapai 10,87, serta capaian hasil IOFC sebesar Rp. 926.400,- per ekor atau Rp. 51.467,-/ekor.
5. DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, I.K. (2004). Nutrisi Ayam Petelur. Bogor: Lebaga Satu Gunungbudi.
Biyatmoko, D. & A. Nurliani. (2003). Pengujian tingkat serat kasar ransum terhadap kecernaan zat zat makanan pada itik Alabio Jantan. Ziraa’ah 8.. Faperta Univ. Islam Kalimantan, Banjarmasin.
Biyatmoko, D. (2016). The effect of protease enzyme supplementation to productivity eggs of alabio duck . International Journal of Biosciences, 8(2): 202-208. http://dx.doi.org/10.12692/ijb/8.2.202-208 Biyatmoko, D. (2014). Production increase of Alabio Duck
by predicting real nutrients needs on crude protein and metabolizable energy in feed. International
Journal of Biosciences, 5(3).
http://dx.doi.org/10.12692/ijb/5.3.80-87
Biyatmoko, D. (2012a). The Supplementation of fish oil, corn oil, and zinc in fiber ration on cholesterol profile, omega-3 and omega-6 of Alabio Duck egg.
Prosiding The Second International Seminar on Animal Industry. Faculty of Animal Science, Bogor
Agricultural University – IPB. Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta. 5-6 July 2012.
Biyatmoko, D. (2012b). The effect of protease enzyme supplementation to productivity eggs of alabio duck. International Journal of Biosciences, 8(2): 202-208. http://dx.doi.org/10.12692/ijb/8.2.202-208 Biyatmoko, D. (2012c). Kajian Kolesterol Pada Produk
Unggas. Barjarmasin: Unlam Press.
Biyatmoko, D. & Nurliani, A. (2010). Inklusi pakan berserat dengan suplementasi minyak ikan, minyak jagung dan Zinc terhadap profil kolesterol, asam lemak omega 3 dan 6 produk telur itik Alabio.
Laporan Penelitian Hibah Bersaing (Tahun I dan II) .
Boschini, C.F. (2002). Nutritional quality of mulberry cultivation for ruminant feeding.
FAO Animal Production and Health Paper, Roma.
147 : 173-182.
Cotteril, O.J., Marion, W.W. & Naber, E.C. (1977). A nutrient reevaluation of shell eggs. J. Poult Sci. 56: 1927 – 1934.
Darmawati, S. (2007). Toleransi, kinerja dan kadar kolesterol itik Alabio jantan terhadap kandungan serat kasar, lignin, serat detergent asam dan silika dalam ransum yang mengandung tepung daun alang alang. Penelitian Dosen Muda. Program
DP2M Dikti. Faperta Uniska Banjarmasin.
Edjeng, S., Umiyati, A. & Ruhyat, K. (2002). Ilmu Dasar
Ternak Unggas. Jakarta: Penerbit Swadaya.
Fenita, Y. (2006). Suplementasi Lisin dan Methionin serta
Minyak Lemuru ke dalam Ransum berbasis Hidrolisat Bulu Ayam terhadap Perlemakan dan Pertumbuhan Ayam Ras Pedaging. Disertasi.
Bogor: Pascasarjanan IPB.
Fronning, G.W., Wehling, R.L., Cuppet, S.L., Pierce, M.M., Nielman, L. & Siekmen, D.K. (1990). Extraction of cholesterol and other lipids from dried egg yolk using supercritical carbon dioxide. Journal
Food Science 55: 95 -98.
Gilbert, A.B. (1971). The Eggs Its Physical and Chemical Aspect. M. Physiology and Biochemistry of
Domestic Fowl.
Kartika, C.C. & Enny, P. (2012). Pengaruh pemberian buah pepaya (Carica papayaL.) terhadap kadar kolesterol total pada tikus Sparague Dawley
dengan hiperkolesterolemia. Journal of Nutrition
College, 1 1): 55 – 56.
Karunajeva, H. (1984). Effect of protein and energy level on laying performance of strain of different body weight. Australian Journal of Experimental
Agriculture and Animal Husbandry. 12 : 3850 –
3900.
Katsube, T., Imawaka, N., Kawano, Y., Yamazaki, Y., Shiwaku, K. & Yamane, Y. (2006). Antioxidant flavonol glycosides mulberry (Morus alba L.) leaves isolated based on LDL antioxidant activity. Food
Chemistry, 97, pp. 25 -31.
Lokapirnasari, W.P., Sutyono, H., Nuhayati, T, & Lamid M. (2001). Prospek pemanfaatan daun pepaya untuk peningkatkan produksi telur, warna kuning telur dan konsumsi pakan pada ayam buras. Jurnal
Penelitian Medika Eksata 2: 1-8.
Machii H, Koyama, A., & Yamanouchi, H. (2000). Mulberry breeding, cultivation and utilization in Japan. Sanchez MD, editor. Mulberry for Animal
Production. Procedings of an electronic conference
carried out, May and August 2000. Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147. p. 63-72. Martin, G., Reyes, F., Hernandez, I., & Milera, M. (2002). Agronomic studies with mulberry in cuba . Sanchez MD, editor. Mulberry for Animal Production. Proceedings of an electronic conference carried
out , May and August 2000. Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147. p 103-114. Naim, R. (1992). Mekanisme deposito kolesterol dalam
yolk. Poult Indonesia 143: 8.
North, M.O. & Bell, D.D. (1990). Commercial Chicken
Production Manual. 4th edition. New York: Van Nostrand Rainhold.
Rostini, T. (1995). Deteksi Residu Antibiotika pada Telur. Karya Ilmiah. Bogor: Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Djuanda.
Sirait, C.H. (1986). Telur dan Pengolahannya. Bogor: Pusat Penelitian Pengembangan Peternakan. Steel, R.G.D & Torrie, J.H. (1995). Prinsip Dan Prosedur
Statistika. Penerjemah Bambang Sumantri.
Jakarta: Gramedia Pustaka.
Surisdiarto & Radiati. (1996). Hidrolisis bungkil kelapa dengan enzim papain.. Bul. Peternakan 37: 544 – 549.
Sutarpa, I.N. (2008). Daun pepaya dalam ransum menurunkan kolesterol pada serum dan telur ayam. Jurnal Veteriner 9(3):152-156.
Sweetman, S. (2007). The Complete Drug Reference. London: Pharmaceutical Press.
Tuti, W. (2009). Pemanfaatan tepung daun pepaya dalam upaya peningkatan produksi dan kualitas telur ayam Sentul. J. Agroland 16 (3) : 268 – 273. ---