• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mouth Gestures pada Bahasa Isyarat Jakar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Mouth Gestures pada Bahasa Isyarat Jakar"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

Mouth Gestures pada Bahasa Isyarat Jakarta dan Bahasa Isyarat

Yogyakarta: Studi Awal

1

Adhika Irlang Suwiryo

Abstrak

Bahasa isyarat Jakarta dan bahasa isyarat Yogyakarta merupakan dua bahasa isyarat berbeda yang berada di bawah satu keluarga bahasa yang sama (Isma 2012). Kedua bahasa isyarat ini juga memiliki penerapan yang berbeda terhadap mouthings dan mouth gestures

(Suwiryo 2013). Penelitian ini mengulas lebih banyak pada penggunaan aktivitas mulut mouth gestures, khususnya A-type: adverbial manner dan adverbial degree. Kedua bahasa isyarat ini memiliki persamaan dan perbedaan dalam menerapkan bentuk-bentuk aktivitas mulut. Pola aktivitas mulut tersebut dilihat berdasarkan dua hal: a) bentuk aktivitas bagian bawah wajah, seperti mulut terbuka [a] atau bibir maju membulat (pursed); b) kombinasi aktivitas bagian bawah wajah, seperti mulut terbuka [a] dengan lidah terjulur (protruded tongue). Selain itu, ada unsur lain yang dapat memberikan makna pada mouth gestures, yaitu tekanan (tensed). Pola-pola yang terekam dalam data tersebut, menurut penulis, juga bergantung pada persepsi informan atas cerita bergambar yang ditunjukkan kepada mereka. Persepsi yang berbeda tentang cara sebuah percakapan berlangsung atau seberapa kecil ranting pohon berdampak pada kemunculan bentuk aktivitas wajah bagian bawah. Selain itu, makna yang sama di antara kedua bahasa dapat disampaikan dengan pola aktivitas mulut yang hampir sama dengan sedikit perbedaan pada aktivitas di bagian bawah wajah yang lain, seperti lidah; intensitas; atau unsur tekanan.

Kata kunci: Bahasa Isyarat Jakarta, Bahasa Isyarat Yogyakarta, Aktivitas Mulut, Mouth Gestures

I. Pendahuluan

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri atas lima pulau besar dan ribuan pulau kecil. Atas dasar alasan geografis yang menarik di Indonesia, pulau-pulau tersebut terpisahkan oleh lautan, pegunungan, dan lainnya. Dengan demikian, daerah-daerah di Indonesia terpisahkan secara geografis. Hal ini berdampak pada perkembangan budaya yang pada akhirnya memepengaruhi perkembangan dan penggunaan bahasa di setiap tempat di Indonesia. Kondisi geografi yang menarik ini memunculkan keberagaman bahasa di setiap daerah.

1Dipresentasikan pada acara Seminar Internasional Semiotik, Pragmatik, dan Kebudayaan: “Peran Semiotik dan

(2)

2

Bahasa-bahasa di Indonesia yang terdata di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan berjumlah lebih dari 700 bahasa lokal. Selain bahasa lokal, terdapat satu bahasa nasional yang digunakan dalam berbagai aspek, yaitu bahasa Indonesia. Secara hampir merata, bahasa nasional digunakan di sekolah, instansi pemerintah, dan tempat-tempat umum lainnya. Meskipun telah terdapat sejumlah bahasa di Indonesia, kita perlu memahami dengan benar bahwa bahasa-bahasa tersebut adalah bahasa lisan. Selain itu, masyarakat Indonesia juga menggunakan bahasa tulis untuk berkomunikasi dan menyampaikan pemikiran mereka.

Fenomena yang menarik mengenai keberadaan bahasa adalah keberadaan bahasa isyarat. Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik, terdapat sejumlah 4,6% atau 16 juta masyarakat Indonesia yang tuli (Waspada Online: 2012). Dalam keseharian mereka, bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa isyarat selain bahasa lisan. Hal ini menandakan bahwa bahasa isyarat memang ada karena para pengguna bahasa itu pun ada. Alasan penggunaan bahasa lisan karena ada kontak dengan masyarakat dengar (hearing community) yang berada di sekitar mereka yang tuli. Bahasa isyarat yang menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah bahasa isyarat alamiah yang digunakan oleh para penggunanya, yaitu para tuli dan/atau orang dengar yang menggunakan bahasa tersebut untuk berkomunikasi dengan komunitas tuli.

Penelitian atas bahasa-bahasa isyarat di Indonesia telah dilakukan meskipun belum mencakup semua bahasa isyarat di seluruh Indonesia. Marsaja (2008) dalam penelitiannya menjelaskan secara rinci tentang Kata Kolok, bahasa isyarat alami yang masih aktif digunakan di Desa Kolok, Bali. Dalam penelitiannya, Marsaja mengangkat Kata Kolok dalam berbagai aspek. Salah satu hal penting yang dituliskannya adalah mengenai keunikan bahasa isyarat ini yang sama sekali tidak bersentuhan dengan bahasa lain, seperti Bahasa Bali. Kata Kolok digunakan oleh para warganya, baik yang tuli maupun yang dengar, untuk berkomunikasi. Desa Kolok merupakan tempat yang istimewa karena presentase ketulian pada warganya sangat tinggi, yaitu 2,2% penduduk mereka tuli sejak lahir.

(3)

3

Penelitian ini telah dilakukan oleh Isma (2012) atas bahasa isyarat Jakarta dan bahasa isyarat Yogyakarta. Berdasarkan hasil penelitiannya, kedua bahasa isyarat tersebut merupakan dua bahasa isyarat yang berbeda yang masih berada di bawah satu keluarga bahasa yang sama. Penelitian tentang bahasa isyarat Jakarta dan bahasa isyarat Yogyakarta juga dilakukan oleh Suwiryo (2013). Penelitiannya berkaitan dengan penggunaan aktivitas mulut dalam bahasa isyarat. Dua hal yang disorot adalah penggunaan mouthings dan mouth gestures.

Penulis, dalam makalah ini, membahas tentang aktivitas mulut, khususnya mouth gestures, yang digunakan para informan tuli ketika mereka bernarasi dalam bahasa isyarat Jakarta dan bahasa isyarat Yogyakarta. Sebagai gambaran, penulis memiliki data yang melibatkan enam informan tuli: tiga tuli dari Jakarta dan tiga tuli dari Yogyakarta. Keenam informan tuli tersebut dinilai memiliki pajanan yang kuat terhadap penggunaan bahasa isyarat sejak lahir. Meskipun demikian, pada dasarnya mereka memiliki latar belakang yang berbeda, seperti jenis kelamin, usia, usia mulai berisyarat, serta jenis dan tingkat pendidikan. Keenam informan tuli tersebut bernarasi berdasarkan tiga cerita bergambar. Narasi yang diproduksi tersebut direkam dan dimasukkan ke dalam perangkat Elan untuk ditranskripsi. Aspek-aspek yang ditranskripsi adalah isyarat manual dan aktivitas mulut. Transkripsi isyarat manual telah dilakukan oleh peneliti terdahulu yang berkoordinasi dengan peneliti tuli. Proses yang sama untuk aktivitas mulut juga penulis lakukan yang berkoordinasi dengan peneliti tuli dari kedua kota.

II. Studi Pustaka

Dalam kajian bahasa isyarat, penelitian tentang fitur non-manual telah dilakukan di berbagai bahasa isyarat (Woll: 2009, Van de Sande: 2009, Sze: 2008a). Aspek-aspek yang termasuk ke dalam fitur non-manual bahasa isyarat, seperti kedipan mata (blinks), gerakan kepala (head nod dan head tilt), serta aktivitas mulut (mouth movements atau mouth actions). Kemunculan aktivitas mulut dapat menunjukkan perbedaan makna dari isyarat manual; dan aktivitas mulut juga dianggap sebagai bagian dari kajian fonologi bahasa isyarat (Van de Sande 2009).

(4)

4

yang berbeda. Selain itu, kedua aktivitas mulut tersebut menempati posisi gramatikal yang berbeda. Selain Woll (2009), penelitian juga dilakukan oleh Van de Sande (2009) yang berkaitan dengan aktivitas mulut pada bahasa isyarat Belanda (Sign Language of the Netherlands). Penelitiannya menunjukkan perbedaan kemunculan mouthings dan mouth gestures berdasarkan tipe jalur (register) (contoh: menceritakan sebuah cerita kembali dan percakapan) dan juga usia pemerolehan bahasa isyarat Belanda. Selain itu, penelitiannya juga menunjukkan aktivitas mulut yang melampaui satu isyarat manual (spreading mouth actions).

Aktivitas mulut mouthings dikaitkan dengan fenomena kontak bahasa antara bahasa isyarat dan bahasa lisan yang ada dan berkembang di lingkungan. Dengan demikian,

mouthings memiliki hubungan dengan bahasa lisan. Berbeda dengan mouthings, mouth gestures merupakan bentuk aktivitas mulut yang terikat dengan isyarat manual (Van de Sande: 2009, Van de Sande dan Crasborn: 2009).

Dalam kajian mouth gestures, penelitian telah dilakukan untuk menunjukkan pola aktivitas mulut yang dapat menunjukkan perbedaan makna dari isyarat manual yang diproduksi (Woll: 2009). Aktivitas mulut dalam kategori mouth gestures ini dibagi ke dalam empat kategori: a) adverbial manner/degree (A-Type), b) Enacting (4-Type), c) Echo phonology (E-Type), d) whole-face activity (W-Type).

Penelitian terdahulu (Suwiryo: 2012) menunjukkan adanya persentase yang berbeda antara mouthings dan mouth gestures pada bahasa isyarat Jakarta dan bahasa isyarat Yogyakarta. Selain itu, hasil penelitiannya juga menunjukkan persentase yang berbeda untuk setiap kategori pada mouth gestures di kedua bahasa isyarat. Perbedaan persentase di antara kedua bahasa isyarat tersebut didasarkan pada beberapa alasan, seperti latar belakang pendidikan. Perbedaan persentase juga dilihat dalam satu bahasa isyarat, yaitu berdasarkan keunikan setiap individu. Temuan yang dihasilkan adalah informan yang berusia di bawah 50 tahun (< 50) memproduksi mouth gestures lebih tinggi daripada informan yang bersusia di atas 50 tahun (< 50).

(5)

5

III. Latar Belakang Masalah

Aktivitas mulut dalam kajian bahasa isyarat belum dianggap seutuhnya penting karena artikulator utama dalam produksi isyarat adalah tangan. Meskipun demikian, penelitian-penelitian menunjukkan keterlibatan aktivitas mulut dianggap penting (obligatory); ketiadaan kemunculan aktivitas mulut akan dapat berdampak pada kesalahpahaman penangkapan makna. Dengan demikian, penulis memilih topik ini untuk mengindentifikasi bentuk aktivitas mulut yang dapat terdata pada bahasa isyarat Jakarta dan bahasa isyarat Yogyakarta. Selain itu, penulis berharap dapat memberikan satu bentuk formula yang dapat digunakan sebagai pegangan untuk memahami pola gerakan mulut dalam kegiatan berisyarat.

IV. Analisis

Penulis secara khusus membahas pola gerakan atau aktivitas mulut keenam informan dalam aktivitas mouth gestures. Pola yang didapatkan untuk aktivitas mulut ini tidak hanya berdasarkan pada gerakan yang terjadi di lokasi mulut saja, tetapi juga aktivitas yang terjadi di kedua bibir, pipi, lidah, dan gigi. Berkaitan dengan gigi, pada dasarnya aktivitas yang terjadi di area gigi tidak—atau belum—menunjukkan makna yang signifikan. Hal ini disebabkan kemunculan dan ketiadaan tampilan gigi dalam data dipengaruhi oleh seberapa besar informan membuka mulut mereka atau seberapa rapat mulut tertutup. Dengan kata lain, gigi merupakan contoh artikulator pasif dalam aktivitas mulut ini.

Berdasarkan hasil transkripsi, penulis mendapatkan bentuk-bentuk tetap yang terlihat dalam data. Bentuk-bentuk tersebut dimasukkan ke dalam kelompok yang berbeda— berdasarkan lokasi kemunculan: mulut, bibir, pipi, dan lidah. Rangkuman hasil transkripsi tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

No. Lokasi Aktivitas Fitur Non-manual

1. Mulut Terbuka (open):

 Kecil/sempit (narrow)  Sedang (moderate)  Lebar (wide)

(6)

6 Tertutup (closed)

Mengarah ke bawah (downward) 2. Bibir Maju membulat (pursed)

Masuk ke dalam (sucked in)

Pinggir bibir naik (bagian kanan atau bagian kiri) (curl upright side/left side)

Ditekan (pressed) 3. Pipi Menggembung (puffed)

Tersedot ke dalam (sucked in) 4. Lidah Terjulur (protrude)

Melengkung di dalam (curl inside)

Tabel 1. Aktivitas Bagian Bawah Wajah

(7)

7

Figur 1. BERBICARA (Bahasa Isyarat Yogyakarta)

Berdasarkan contoh di atas, isyarat manual yang ditunjukkan oleh informan adalah BERBICARA. Isyarat manual ini terwujud dengan gerakan buka-tutup bagian ujung-ujung jari. Gerakan buka-tutup ini dilakukan secara bergantian antara tangan kanan dan kiri. Gerakan ini mengisyaratkan adanya aktivitas berbicara antara dua subjek. Kemunculan isyarat manual ini diiringi dengan aktivitas mulut yang terbuka sedang (moderate) dengan lidah yang terjulur (protruded tongue). Makna yang terkandung adalah ‘pembicaraan dengan intensitas waktu’atau ‘cara berbicara’. Kesepakatan makna ini tidak terlepas dari konteks.

Berdasarkan hasil observasi atas data penelitian, penulis mendapatkan kombinasi aktivitas-aktivitas yang memungkinkan memunculkan makna yang berbeda. Kombinasi-kombinasi tersebut dibagi ke dalam dua kategori yang terdapat dalam A-Type, yaitu adverbial manner dan adverbial degree. Dalam kategori adverbial manner, aktivitas mulut yang

disampaikan informan menyampaikan maksud ‘cara’ sesuatu terjadi atau seseorang melakukan sesuatu. Pada dasarnya, isyarat manual yang muncul dalam kategori aktivitas mulut ini adalah verba. Dalam kategori adverbial degree, makna yang tersampaikan adalah seberapa besar derajat adjektiva disampaikan. Informan, pada dasarnya, memproduksi isyarat manual yang berkelas kata adjektiva. Aktivitas mulut mouth gestures di sini adalah untuk mengindikasikan derajat (degree) adjektiva tersebut disampaikan.

(8)

8

Bahasa Isyarat Kombinasi Aktivitas Arti Contoh

Bahasa Isyarat

Bahasa Isyarat 1. Mulut tertutup Aktivitas yang

2 Dalam hal ini, ada penyebab yang menyebabkan timbulnya aktivitas ini. Misalnya, seekor kucing yang ditendang

(9)

9

(10)

10

Tabel 2 di atas menunjukkan kombinasi aktivitas yang mungkin terjadi di antara setiap lokasi bagian bawah wajah. Misalnya, kombinasi aktivitas melibatkan aktivitas yang terjadi di mulut dan lidah; aktivitas lain melibatkan mulut dan pipi. Selain itu, temuan ini menunjukkan satu bentuk aktivitas di suatu lokasi dapat memiliki makna yang berbeda jika didampingi aktivitas bagian bawah wajah lainnya. Misalnya, aktivitas mulut tertutup [bilabial] dalam bahasa isyarat Jakarta dapat dikombinasikan dengan gerakan downward atau diikuti gerakan mulut terbuka [a]. Kombinasi mulut tertutup [bilabial] dengan setiap gerakan yang

berbeda menghasilkan makna ‘aktivitas pasif yang dilakukan selama beberapa saat’ dan ‘aktivitas yang terjadi karena ada penyebab’. Makna yang pertama mengindikasikan informan

memperagakan aktivitas yang tidak melibatkan banyak gerakan, seperti MENUNGGU. Pada makna yang kedua, informan menyesuaikan gerakan mulut dengan isyarat manual yang diproduksinya untuk menunjukkan makna ‘cara’ yang terjadi ketika peristiwa yang digambarkan terjadi.

Contoh untuk makna ‘aktivitas yang terjadi karena ada penyebab’ terdapat pada bahasa isyarat Yogyakarta juga. Meskipun bermakna sama, bentuk kombinasi aktivitas yang terdata memiliki sedikit perbedaan. Pada bahasa isyarat Jakarta, kombinasi aktivitas yang ditemukan sebanyak dua: a) mulut tertutup [bilabial] > mulut terbuka [a]; b) mulut terbuka [a] dengan atau tanpa lidah yang terjulur. Berdasarkan temuan, perbedaan ditemukan pada kedua bahasa isyarat ini. Pada bahasa isyarat Yogyakarta, untuk makna yang sama didapatkan data sebagai berikut: a) mulut terbuka [a]; b) mulut terbuka [a] > mulut tertutup [bilabial] > mulut terbuka [a] dengan lidah yang terjulur di bagian akhir. Jika melihat kemunculan ini, kita dapat melihat bahwa pada dasarnya gerakan yang dilakukan hampir sama. Meskipun demikian, perbedaan yang ada, seperti mulut terbuka [a] dan kemunculan lidah yang yang terjulur, perlu diperhatikan karena tetap menunjukkan indikasi manner.

Selain itu, persamaan makna yang didapatkan di kedua bahasa isyarat adalah

makna ‘aktivitas yang dilakukan dengan usaha’. Salah satu persamaan aktivitas yang tercatat adalah informan memberi penekanan pada aktivitas di mulut. Dengan adanya tekanan ini, penulis

(11)

11

(bahasa isyarat Jakarta) dan seeokor anjing yang mengejar kucing (bahasa isyarat Yogyakarta). Dalam makna ini, informan dari kedua bahasa isyarat juga memiliki pemilihan aktivitas mulut yang sama, yaitu mulut terbuka [a], mulut tertutup [bilabial], dan mulut terbuka bulat (seperti [o] atau [u]). Yang membedakan dari kedua bahasa isyarat adalah paduan kombinasi. Misalnya, di bahasa isyarat Jakarta salah satu informan memproduksi kombinasi mulut tertutup [bilabial] dengan pipi yang tersedot ke dalam (sucked in) untuk menunjukkan makna manner dari isyarat manual KUCING-PANJAT-POHON. Selain itu, perbedaan juga tercatat bahwa informan dari Yogyakarta memproduksi mulut tertutup [labiodental] untuk menunjukkan makna yang sama. Contoh isyarat yang tercatat di bahasa isyarat Yogyakarta adalah ANJING-KEJAR-KUCING.

Perbedaan dan persamaan yang muncul pada data ini, menurut penulis, juga disebabkan persepsi yang bervariasi di antara para informan. Para informan, yang dipertunjukkan gambar terlebih dahulu, kemungkinan memiliki persepsi yang berbeda ataupun sama. Persepsi itulah yang diperkirakan mempengaruhi produksi aktivitas mulut mereka. Jikalau mereka memiliki pemikiran yang sama tentang aktivitas yang sama dari gambar, mereka dapat memproduksi aktivitas mulut yang (hampir) sama dengan kombinasi atau intensitas yang berbeda, seperti isyarat manual untuk anjing mengejar kucing.

Observasi juga dilakukan terhadap kategori adverbial degree. Berdasarkan penelitian terdahulu (Suwiryo 2013), jumlah adverbial degree tidak sebanyak adverbial manner

di bahasa isyarat Jakarta dan bahasa isyarat Yogyakarta. Dalam bahasa isyarat Jakarta, terdapat 118 (57%) token3 untuk adverbial manner dan 20 (9,7%) token untuk adverbial degree. Dalam bahasa isyarat Yogyakarta, kemunculan adverbial manner sebanyak 89 (61,8%) token dan

adverbial degree sebanyak 8 (5,6%) token.

Hasil observasi menunjukkan pola aktivitas mulut yang tercakup dalam kategori

adverbial degree tersebut. Seperti yang dijelaskan pada bagian adverbial manner, aktivitas-aktivitas yang muncul pada bagian bawah wajah dapat dikombinasikan untuk melangkapi makna isyarat manual. Tabel 3 di bawah ini merupakan deskripsi atas aktivitas-aktivitas yang menandakan kategori adverbial degree.

3 Data penelitian ini adalah video yang ditranskripsi dengan perangkat Elan. Tim peneliti mentranskripsi setiap

(12)

12

Bahasa Isyarat Kombinasi Aktivitas Arti Contoh

(13)

13 [bilabial] dengan penekanan pada bibir dan pipi

menggembung 1. Mulut tertutup

[bilabial] dengan atau tanpa tekanan

2. Mulut terbuka [o] dengan tekanan

Sangat tebal CL-tracing_sebuah-tanda

Tabel 3. Aktivitas Bagian Bawah Wajah untuk Adverbial Degree

Berdasarkan Tabel 3, terdapat kesamaan-kesamaan makna yang terdata di kategori adverbial degree pada kedua bahasa isyarat. Pada makna ‘sangat kecil’, informan pada kedua bahasa isyarat menunjukkan aktivitas yang sama. Bentuk mulut yang terbentuk adalah terbuka seperti membuat vokal [i]. Pada proses aktivitas mulut ini, informan juga memberikan

penekanan sehingga makna adverbial ‘sangat’ muncul di sana. Selain itu, persamaan makna yang

kedua adalah ‘memodifikasi ajektiva’. Pada bagian ini, kombinasi aktivitas bagian bawah wajah yang terjadi merupakan sebuah pelengkap makna ajektiva yang telah tersampaikan melalui isyarat manual. Contoh yang bisa diambil adalah KOTOR (bahasa isyarat Jakarta) dan WAKTU-LAMA (bahasa isyarat Yogyakarta).

Dalam produksi narasi di kedua bahasa isyarat di kategori adverbial degree ini, terdapat perbedaan makna, yaitu ‘sangat besar/tinggi/kurus’ (bahasa isyarat Jakarta) dan makna

(14)

14

Dalam kategori adverbial degree, persamaan dan perbedaan juga ditemukan di antara bahasa isyarat Jakarta dan bahasa isyarat Yogyakarta. Berdasarkan pengamatan, variasi data muncul lebih pada variasi penggunaan tekanan (tensed). Menurut penulis, kemunculan tekanan tersebut memberikan perbedaan makna degree yang dapat ditangkap dengan jelas oleh mitra tutur.

V. Kesimpulan

Pada dasarnya, bahasa isyarat Jakarta dan bahasa isyarat Yogyakarta memiliki persamaan dan perbedaan dalam aktivitas mulut mouth gestures untuk kategori A-Type. Yang paling mendasar, persamaan dan perbedaan ini terjadi karena keberagaman persepsi informan atas aktivitas isyarat manual yang mereka produksi.

Berdasarkan temuan ini, kita dapat melihat pola-pola aktivitas mulut yang sewajarnya muncul di ranah narasi pada kedua bahasa isyarat. Aktivitas-aktivitas yang terjadi tersebut dapat memunculkan makna yang berbeda jika dikombinasikan dengan aktivitas-aktivitas tertentu. Selain itu, bentuk aktivitas mulut yang sama dapat memunculkan makna yang berbeda. Hal menarik lainnya adalah makna yang sama dapat disampaikan dengan bentuk aktivitas mulut yang berbeda. Temuan ini merupakan hasil observasi pada bahasa isyarat Jakarta dan bahasa isyarat Yogyakarta.

VI. Referensi

Buku, Artikel, Tesis, PowerPoint

Isma, Silva Tenrisara Pertiwi. (2012). Signing Varieties in Jakarta and Yogyakarta: Dialects or Separate Languages?. Tesis tidak diterbitkan. The Chinese University of Hong Kong. Marsaja, I.G. (2008). Desa KolokA Deaf Village and Its Sign Language in Bali, Indonesia. The

Netherlands: Ishara Press.

(15)

15

Suwiryo, Adhika Irlang. (2013). Mouth Movement Patterns in Jakarta and Yogyakarta Sign Language: A preliminary Study. Tesis tidak diterbitkan. The Chinese University of Hong Kong.

Sze, Felix Y.B. (2008a). “Blinks and Intonational Phrasing in Hong Kong Sign Language.”

Signs of the Time. Makalah ini disampaikan dalam TISLR tahun 2004, 83—107. Hamburg: Jerman.

Van Sande, Inge dan Onno Crasborn. (2009). “Lexically Bound Mouth Actions in Sign

Language of the Netherlands: A Comparison between Two registers and Two Age

Groups.” Linguistics in the Netherlands 26 (1), 78—90.

Woll, Bencie (2009). “Mouth Patterns and Other Non-manual Features in BSL.” The Linguistics of British Sign Language: An Introduction, 81—98.

Internet

Waspada Online. “1,6 juta penduduk Indonesia tuli.” Style Sheet. waspada.co.id/index (07 Juli 2012)

badanbahasa.kemendikbud.go.id/lamanbahasa/

Gambar

Tabel 1. Aktivitas Bagian Bawah Wajah
Tabel 2. Aktivitas Bagian Bawah Wajah untuk Adverbial Manner
Tabel 3. Aktivitas Bagian Bawah Wajah untuk Adverbial Degree

Referensi

Dokumen terkait

Despite the simple form of adsorption equilibrium isotherms, which is common in several systems of heavy metals adsorption [22, 23] spe- ci fi c information about the

Oleh karena itu, perlu suatu sketsa terlebih dahulu sebelum dibuat suatu desain tertentu untuk kios Ar Ridho yang mampu menggambarkan sebagai kios yang nyaman, menarik

[r]

Pada hari ini Selasa tanggal Tiga bulan April tahun Dua Ribu Dua Belas pukul 12.00 Wib, kami Panitia Lelang Jasa Konstruksi Rehabilitasi Ruang Kelas MAN Takeran Tahun

6.2.4.6 Sekiranya pemilik haiwan, penganjur pertandingan atau persatuan didapati ingkar dan tidak bekerjasama dengan Pegawai MAQIS dan PVN semasa proses kuarantin

Panitia Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah Kantor Kementerian Agama Kabupaten Boalemo Tahun 2012 akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi untuk paket

Security violation in DNS has been particular concern previously researchers, refers from work [12], [13], and [14], the correlation are; (i) From registrant, get info detailed

Sistem informasi dalam sebuah sistem meliputi pemasukan data ( input ) kemudian di olah melalui suatu model dalam pemrosesan data dan hasil informasi akan