1
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEINGCAREGIVER PENDERITA GANGGUAN SKIZOFRENIA
Ignatia Widyanita Vania, Kartika Sari Dewi*
Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro
vania_ignatia39@yahoo.com; ksdewi.pklinis@gmail.com
ABSTRAK
Gangguan skizofrenia tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi individu penderitanya, tetapi juga menimbulkan stresor berat dan cenderung dirasakan sebagai beban bagi keluarga sebagai caregiver. Dukungan sosial yang dirasakan caregiver diharapkan dapat berfungsi sebagai strategi preventif untuk mengurangi stres dan konsekuensi negatif akibat merawat anggota keluarga dengan gangguan skizofrenia. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial yang dirasakan dengan psychological well-being pada caregiver penderita gangguan skizofrenia, dan mengetahui tipe dukungan sosial yang memberikan pengaruh paling signifikan terhadap psychological well-being pada caregiver penderita gangguan skizofrenia.
Subjek penelitian adalah caregiver penderita gangguan skizofrenia. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik quota sampling, dengan sampel penelitian sebanyak 60 orang. Pengambilan data penelitian menggunakan dua skala, yaitu Skala Psychological Well-Being dan Skala Dukungan Sosial. Analisis data yang digunakan adalah teknik analisis regresi linier sederhana.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial yang dirasakan terhadap psychological well-being pada caregiver penderita gangguan skizofrenia, dengan nilai F hitung sebesar 30,850 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), dengan sumbangan efektif sebesar 33,6%. Dukungan jaringan sosial merupakan tipe dukungan sosial yang memberikan pengaruh paling signifikan terhadap psychological well-being pada caregiver penderita gangguan skizofrenia dibandingkan tipe dukungan sosial lainnya, dengan sumbangan efektif sebesar 33,5%.
2
THE RELATIONSHIP BETWEEN SOCIAL SUPPORT AND PSYCHOLOGICAL WELL-BEING IN SCHIZOPHRENIA CAREGIVER
Ignatia Widyanita Vania, Kartika Sari Dewi*
Faculty of Psychology Diponegoro University
vania_ignatia39@yahoo.com; ksdewi.pklinis@gmail.com
ABSTRACT
Schizophrenia is not only cause suffering for the patient, but also cause stressors and tend to be perceived as a burden in the family who has a role as caregiver. Caregiver who is perceived social support, is expected has a preventive strategy to reduce stress and negative consequences as a result of caring their family members with schizophrenia. The purpose of this study is is to analyze the relationship between perceived social support and psychological well-being in schizophrenia caregiver, and is to analyze the type of social support that provides the most significant effect on the psychological well-being in schizophrenia caregiver.
The participants of this study are schizophrenia caregivers. The sampling method of this study is quota sampling method, with 60 people as participants. This study is using two scales, that are Psychological Well-Being Scale and Social Support Scale. Analysis of this research used Analysis of the data used simple linear regression.
The results showed that there is a relationship between perceived social support and psychological well-being in schizophrenia caregiver, with F value 30.850 and a significance level of 0.000 (p <0.05), and give effective contribution 33.6%. social network support is a type of social support that provides the most significant effect of psychological well-being in schizophrenia caregiver, with effective contribution 33.5%.
3 PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Skizofrenia adalah gangguan psikotik menetap dimana orang yang
menderitanya memiliki ciri-ciri, seperti kekacauan dalam berpikir, emosi, persepsi,
dan perilaku, dimana episode akut dari skizofrenia ditandai dengan waham,
halusinasi, pikiran yang tidak logis, pembicaraan yang tidak koheren, dan perilaku
yang aneh (Nevid, 2005, h. 103). Pada penderita skizofrenia dijumpai adanya
kendala atau hambatan yang nyata pada taraf kemampuan fungsional sebelumnya
dalam bidang pekerjaan, hubungan sosial, kemampuan merawat diri, dan bidang
lainnya, yang selanjutnya akan menimbulkan kesulitan dalam kehidupan pribadi,
keluarga, maupun kehidupan sosial dari penderitanya. Hal tersebut membuat
penderita skizofrenia cenderung menggantungkan sebagian besar aspek kehidupannya
pada pihak lain yang peduli terhadapnya, baik itu hubungannya sebagai keluarga atau
relasinya (Prianto dalam Suaidy, 2006, h. 110).
Pasien skizofrenia membutuhkan perhatian dari keluarganya, sehingga
kehadiran penderita cenderung dirasakan sebagai beban bagi keluarganya (Arif, 2006,
h. 102). Ingkiriwang (Medika, 2010) menyebutkan terdapat dua beban yang dialami
keluarga, yaitu beban objektif adalah stressor eksternal yang nyata, seperti
menyediakan keperluan setiap hari, menghadapi perselisihan sehari-hari, stresor
finansial, pekerjaan, dan kesibukan yang berlebihan. Sedangkan beban subjektif
biasanya tidak begitu jelas, bersifat individual, dan berhubungan dengan perasaan,
seperti malu, cemas, serta bersalah. Beberapa masalah yang ditimbulkan pasien
skizofrenia pada keluarga yang paling sering muncul adalah ketidakmampuan untuk
merawat diri, ketidakmampuan menangani uang, social withdrawal, kebiasaan pribadi yang aneh, ancaman bunuh diri, gangguan pada kehidupan keluarga seperti
pekerjaan, sekolah, jadwal sosial, ketakutan atas keselamatan baik pasien maupun
4
Keterlibatan keluarga dalam penanganan gangguan jiwa skizofrenia
merupakan bagian penting dalam program pengobatan pasien dan mengoptimalkan
kesembuhan penderita, sehingga ia dapat mencapai taraf kesembuhan yang lebih baik
dan meningkatkan keberfungsian sosialnya. Disisi lain, keluarga sebagai caregiver dapat mengalami perasaan kejenuhan yang kronis dan dalam keadaan amat sangat
keletihan, kekurangan minat dalam hidup, kekurangan harga diri, dan kehilangan
empati terhadap penderita (Suaidy, 2006, h. 112), yang dapat mengakibatkan
kurangnnya support dalam merawat penderita sehingga kesembuhan penderita menjadi tidak optimal. Masalah yang ditimbulkan dari peran keluarga sebagai
caregiver akan mengakibatkan diri caregiver tidak dapat memenuhi fungsinya secara optimum, dimana hal ini berkaitan dengan kesejahteraan psikologisnya.
Psychological well-being atau kesejahteraan psikologis merupakan gambaran kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologis
positif individu, yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi (Dewi,
2010, h. 20). Adanya perasaan sejahtera dalam diri akan membuat individu untuk
mampu bertahan serta memaknai kesulitan yang dialami sebagai pengalaman
hidupnya.
Fakta-fakta di atas menjelaskan, bahwa keluarga memiliki peran penting
terhadap kesembuhan penderita skizofrenia. Akan tetapi, kehadiran skizofrenia di
dalam keluarga juga menimbulkan stressor berat yang harus ditanggung keluarga.
Saat ini, masih banyak tenaga kesehatan yang hanya mencurahkan perhatiannya
kepada pasien skizofrenia, dan caregiver keluarga yang sehari-hari merawat pasien terabaikan. Sedangkan keluarga, terutama caregiver, juga memerlukan dukungan dalam menghadapi fase kronis penyakit, seperti mendampingi aktivitas sehari-hari
pasien skizofrenia (Medika, 2010). Peran keluarga sebagai caregiver dalam merawat anggota keluarganya yang mengalami gangguan skizofrenia menunculkan perlunya
5
Dukungan sosial pada keluarga juga dapat berfungsi sebagai strategi preventif untuk
mengurangi stres dan konsekuensi negatifnya. Dukungan sosial mengacu pada
kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau ketersedian bantuan kepada seseorang dari
orang lain atau suatu kelompok (Uchino dalam Sarafino, 2011, h. 81). Sarafino
(2011, h. 81) menyampaikan empat bentuk dukungan sosial, yaitu dukungan
emosional dan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasional, serta
dukungan jaringan sosial. Tidak semua tipe dari dukungan sosial bersama-sama
melindungi individu terhadap stres. Perbedaan peristiwa yang menimbulkan stres
menciptakan kebutuhan yang berbeda, dan dukungan sosial akan paling efektif jika
sesuai dengan kebutuhannya (Taylor, 2009, h. 191). Maka, ketepatan pemberian
bentuk dukungan sosial kepada caregiver penderita gangguan skizofrenia diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul
dalam merawat anggota keluarganya yang menderita gangguan skizofrenia.
Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
dukungan sosial yang dirasakan dengan psychological well-being pada caregiver penderita gangguan skizofrenia dan untuk mengetahui tipe dukungan sosial yang
memberikan pengaruh paling signifikan terhadap psychological well-being pada caregiver penderita gangguan skizofrenia.
Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis dalam penelitian ini adalah untuk memperkaya referensi
6
Manfaat Praktis dalam penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan
caregiver mengenai strategi pencarian dukungan sosial yang efektif untuk mengurangi stres dan konsekuensi negatif akibat merawat anggota keluarganya yang
menderita gangguan skizofrenia, dan sebagai pertimbangan seluruh pihak masyarakat
dalam memilih bentuk dukungan sosial yang akan diberikan kepada caregiver dan keluarga penderita gangguan skizofrenia
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu Skala Psychological Well-Being yang terdiri dari 33 aitem dan Skala Dukungan Sosial yang erdiri dari 39 aitem.
Kedua skala tersebut menggunakan format respon skala Likert yang terdiri dari empat
pilihan respon kesesuaian, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS),
dan Sangat Tidak Sesuai (STS).
Populasi dalam penelitian ini adalah caregiver penderita gangguan skizofrenia, dengan kriteria subjek penelitian, yaitu memiliki anggota keluarga yang
menderita gangguan skizofrenia dan berperan sebagai caregiver utama terhadap penderita gangguan skizofrenia. Besarnya ukuran sampel yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah 60 orang dengan teknik pengambilan sampel quota sampling.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Analisis data dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan
sebelumnya. Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi
7
menunjukkan nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,614 dengan signifikansi 0,845 (p>0,05), yang berarti bahwa sebaran data kedua variabel terdistribusi secara normal.
Hasil uji linieritas hubungan antara psychological well-being dengan dukungan sosial menunjukkan nilai F hitung sebesar 30,850 dengan signifikansi sebesar 0,000
(p<0,05). Hal tersebut berarti terdapat hubungan yang linier antara variabel
psychological well-being dan variabel dukungan sosial. Terpenuhinya uji asumsi di atas menunjukkan bahwa analisis regresi dapat digunakan sebagai teknik analisis data
dalam penelitian ini.
Dari hasil analisis regresi linier sederhana, diperoleh nilai F hitung sebesar
30,850 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), yang berarti terdapat
hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan psychological well-being. Koefisien korelasi yang diperoleh antara dukungan sosial dengan psychological well-being adalah rxy = 0,589 dengan p = 0,000 (p < 0,05), dimana koefisien yang bernilai positif tersebut menunjukkan bahwa arah hubungan keduanya adalah positif, yaitu
semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi psychological well-being. Besarnya nilai adjusted R2 sebesar 0,336 menunjukkan bahwa dukungan sosial memberikan sumbangan efektif sebesar 33,6% terhadap psychological well-being pada caregiver penderita gangguan skizofrenia dan sisanya sebesar 66,4% dijelaskan oleh sebab yang lain.
Skala Dukungan Sosial yang di dalamnya terdiri dari empat tipe dukungan
sosial (dukungan emosional dan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan
informasional, dan dukungan jaringan sosial) dengan sifat kontinum, digunakan
untuk menganalisis lebih lanjut mengenai pengaruh paling signifikan yang diberikan
oleh masing-masing tipe dukungan sosial terhadap psychological well-being. Hasil analisis menunjukkan bahwa dukungan jaringan sosial merupakan tipe dukungan
8
memberikan sumbangan efektif sebesar 33,5% terhadap psychological well-being. Selain itu, juga diperoleh nilai adjusted R2 dari dukungan dukungan jaringan sosial dan dukungan informasional yang diberikan secara bersama-sama, yaitu sebesar
0,372, artinya apabila dukungan jaringan sosial dan dukungan informasional
diberikan secara bersama-sama, maka dukungan jaringan sosial dan dukungan
informasional akan memberikan sumbangan efektif sebesar 37,2% terhadap
psychological well-being.
Penelitian secara lebih lanjut menambahkan analisis mengenai perbedaan
yang diberikan faktor usia, gender, dan tingkat pendidikan terhadap psychological well-being, dimana psychological well-being dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor tersebut. Berdasarkan hasil analisis uji ANOVA pada faktor usia, diperoleh nilai F
hitung sebesar 1,617 dengan taraf signifikansi sebesar 0,171 (p>0,05), yang berarti
bahwa faktor usia subjek penelitian tidak memberikan perbedaan psychological well-being yang signifikan. Berdasarkan hasil analisis uji t pada faktor gender, diperoleh nilai t hitung -0,639 dengan taraf signifikansi sebesar 0,525 (p>0,05), dimana hal
tersebut menunjukkan bahwa dalam penelitian ini psychological well-being antara pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan. Berdasarkan hasil analisis uji
ANOVA pada faktor tingkat pendidikan, diperoleh nilai F hitung sebesar 1,388
dengan taraf signifikansi sebesar 0,251 (p>0,05), yang berarti bahwa faktor tingkat
pendidikan subjek penelitian tidak memberikan perbedaan psychological well-being yang signifikan.
Pembahasan
Dalam penelitian ini, diungkapkan bahwa dukungan sosial memberikan
9
diperoleh nilai F hitung sebesar 30,850 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000
(p<0,05). Hal ini berarti terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan
psychological well-being pada caregiver penderita gangguan skizofrenia. Koefisien korelasi yang diperoleh antara dukungan sosial dengan psychological well-being adalah rxy = 0,589 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05). Koefisien yang bernilai positif menunjukkan bahwa arah hubungan keduanya adalah positif, dimana
semakin tinggi dukungan sosial yang dirasakan caregiver penderita gangguan skizofrenia, maka psychological well-being pada caregiver penderita gangguan skizofrenia semakin tinggi, dan begitu sebaliknya. Maka hipotesis yang menyatakan
“Ada hubungan antara dukungan sosial yang dirasakan dengan psychological well-being pada caregiver penderita gangguan skizofrenia” diterima. Pada hasil penelitian dipaparkan bahwa nilai adjusted R2 yang diperoleh dukungan sosial terhadap psychological well-being adalah sebesar 0,336. Hal ini menunjukan bahwa dukungan sosial memberikan sumbangan efektif sebesar 33,6% terhadap peningkatan
psychological well-being caregiver penderita gangguan skizofrenia, dan sisanya sebesar 66,4% dijelaskan oleh sebab yang lain.
Hidayati (2011, h. 19) menyebutkan tersedianya dukungan sosial untuk
mereka yang tengah mengalami krisis secara umum akan meningkatkan kesejahteraan
psikologis dan kualitas kehidupan keluarga. Burleson dalam penelitiannya (dalam
Goldsmith, 2004, h. 5) mengaitkan dukungan sosial dengan riwayat hidup yang lebih
lama, dengan mengurangi terjadinya berbagai penyakit, dengan penyembuhan dari
penyakit yang lebih baik, dengan memperbaiki strategi coping individu yang
memiliki penyakit kronis, dan dengan kesehatan mental yang lebih baik. Dukungan
sosial juga mampu menurunkan stress ibu yang memiliki anak autis (Azizah,
Machmuroch, Nugroho, 2013, h. 16). Dukungan sosial merupakan faktor terjadinya
10
Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa tipe dukungan jaringan sosial yang
memberikan pengaruh paling signifikan terhadap psychological well-being pada caregiver penderita gangguan skizofrenia. Nilai adjusted R2 yang diperoleh dukungan jaringan sosial dengan psychological well-being caregiver penderita gangguan skizofrenia adalah sebesar 0,335. Hal tersebut berarti dukungan jaringan
sosial memberikan sumbangan efektif sebesar 33,5% terhadap psychological well-being. Selain itu, hasil analisis juga menunjukkan nilai adjusted R2 dari dukungan dukungan jaringan sosial dan dukungan informasional secara bersama-sama, yaitu
sebesar 0,372, yang berarti apabila dukungan jaringan sosial dan dukungan
informasional diberikan secara bersama-sama, maka dukungan jaringan sosial dan
dukungan informasional akan memberikan sumbangan efektif sebesar 37,2%
terhadap psychological well-being. Maka hipotesis yang menyatakan “Dukungan jaringan sosial memberikan pengaruh paling signifikan terhadap psychological well-being pada caregiver penderita gangguan skizofrenia dibandingkan dukungan emosional dan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informasional”
diterima.
Tipe dukungan sosial yang dibutuhkan tergantung pada keadaan yang
menimbulkan stres (Sarafino, 2011, h. 82). Perbedaan peristiwa yang menimbulkan
stres menciptakan kebutuhan yang berbeda, dan dukungan sosial akan paling efektif
jika sesuai dengan kebutuhannya (Taylor, 2009, h. 191). Beyene, Becker dan Mayen
(dalam Wells, 2010, h. 93) menyebutkan, bahwa tersedianya budaya kebersamaan
menimbulkan perasaan lebih baik ketika menjadi bagian kelompok dan dukungan
sosial, dimana hal tersebut dapat meningkatkan well-being. Adanya pengaruh dukungan jaringan sosial terhadap psychological well-being berkaitan dengan salah satu dimensi psychological well being yaitu kemampuan untuk memelihara hubungan positif dengan orang lain, yang menunjukan bahwa psychological well-being dipengaruhi oleh kontak sosial dan hubungan interpersonal. Seseorang yang
11
yang lebih besar untuk melakukan coping terhadap peristiwa yang menimbulkan stres, sehingga memungkinkan mereka kurang melihat peristiwa tersebut sebagai
sebuah permasalahan (Sanderson, 2004, h. 137). Thoits (dalam Sanderson, 2004, h.
188) menyebutkan bahwa seseorang akan mendapatkan manfaat ketika ia menerima
dukungan dari orang lain yang menghadapi permasalahan yang sama. Kesamaan satu
sama lain tersebut dapat memberikan seseorang informasi mengenai strategi coping yang berguna maupun mengenai standar penilaian dari reaksi yang dimiliki
seseorang.
Psychological well-being individu dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti usia, gender, dan tingkat pendidikan (level sosial ekonomi) (Wells, 2010, h. 87).
Hasil analisis uji ANOVA pada psychological well-being dan faktor usia, diperoleh nilai F hitung sebesar 1,617 dengan taraf signifikansi sebesar 0,171 (p>0,05). Pada
hasil analisis uji t pada psychological well-being dan faktor gender, diperoleh nilai t hitung dengan taraf signifikansi sebesar 0,525 (p>0,05). Sedangkan hasil analisis uji
ANOVA pada psychological well-being dan faktor tingkat pendidikan, diperoleh nilai F hitung sebesar 1,388 dengan taraf signifikansi sebesar 0,251 (p>0,05). Hal tersebut
menunjukan bahwa faktor usia, gender, dan tingkat pendidikan yang dimiliki subjek
dalam penelitian ini tidak memberikan perbedaan psychological well-being yang signifikan pada caregiver penderita gangguan skizofrenia.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dibuat kesimpulan
bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial yang dirasakan dengan
12
signifikan terhadap psychological well-being pada caregiver penderita gangguan skizofrenia dengan sumbangan efektif 33,5%, dibanding dengan dukungan
informasional, dukungan emosional dan penghargaan, dan dukungan instrumental.
Berdasarkan hasil analisis tambahan, didapatkan bahwa faktor usia, gender, dan
tingkat pendidikan yang dimiliki subjek dalam penelitian ini tidak memberikan
perbedaan psychological well-being yang signifikan pada subjek penelitian.
Saran
Melalui penelitian ini, caregiver penderita gangguan skizofrenia dengan psychological well-being sedang, diharapkan untuk lebih menerima anggota keluarga yang mengalami gangguan skizofrenia, atau bergabung dengan komunitas yang
peduli terhadap gangguan skizofrenia, dan caregiver penderita gangguan skizofrenia dengan psychological well-being tinggi, diharapkan dapat mengedukasi anggota keluarga yang lain, sesama caregiver, maupun pihak lain yang peduli mengenai kesehatan jiwa. Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang diharapkan dapat
menfasilitasi komunitas yang peduli terhadap gangguan skizofrenia atau mengadakan
forum diskusi dengan pasien, keluarga, atau caregiver pasien terkait gangguan skizofrenia, cara penanganan dan pengalaman ketika mengalami gangguan atau
selama merawat anggota keluarganya. Bagi penelitian selanjutnya dengan metode
penelitian kualitatif, dapat meneliti lebih lanjut tipe dukungan jaringan sosial, dan
bagi penelitian selanjutnya dengan metode penelitian kuantitatif, dapat meneliti lebih
13 DAFTAR PUSTAKA
Arif, I.S. (2006). Skizofrenia : memahami dinamika keluarga pasien. Bandung : Refika Aditama
Azizah R, N., Machmuroch., Nugroho, A. A., (2013). Hubungan antara penerimaan diri dan dukungan sosial dengan stres pada ibu yang memiliki anak autis di slb autis di surakarta. Jurnal Ilmiah Psikologi Candrawijaya, 2, 16-29. Diakses_dari_http://candrajiwa.psikologi.fk.uns.ac.id/index.php/candrajiwa/ar ticle/viewFile/50/41
Dewi, K. S. (2012). Kesehatan mental. Semarang : UNDIP Press
Goldsmith, D. J. (2004). Communicating social support. New York : Cambridge
Nevid, J. S., Rathus, S.A., Greene, B. (2005). P sikologi abnormal edisi kelima jilid 2. Jakarta : Erlangga
Sanderson, C. A. (2004). Health psychology. New York: John Wiley & Sons
Sarafino, E.P., Smith, T.W. (2011). Health psychology : biopsychosocial interactions seventh edition. New York: John Wiley & Sons
Senkeyta, Y., (2013). Proses penerimaan diri ayah terhadap anak yang mengalami down syndrome. Intisari Skripsi (diterbitkan online). Malang : Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya.
Diakses_dari_http://psikologi.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/jurnal_SKRIPSI-Yohana-Senkeyta-0911230031.pdf
Suaidy, S.E.I. (2006). Beban keluarga dengan anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Jurnal TAZKIYA Journal of Psychology, 6, 110-129
Taylor, S.E. (2009). Health psychology (7th ed). Boston : McGraw-Hill