Bahkan aku tidak tahu, apa yang sebenarnya tuhan rencanakan. Di balik semua yang terjadi, orang orang selalu menegaskan bahwa selalu ada hikmah di balik setiap peristiwa. Tapi, sampai sekarang aku masih kurang ajar. Terlalu congkak pada ilahi. Berusaha menguatkan bahwa pasti ada beberapa hikmah yang di dapatkan, namun tidak ku rasa. Bukan tak terasa, tapi Karena aku sudah mati rasa. Semua yang kujalani hanya, alur biasa. Tidak ada yang istimewa, ku pikir. Salahku terlalu bergantung padamu. Salahku terlalu menjadikanmu sandaran yang seolah satu satunya banteng pertahanan di depanku. Sekarang, aku bahkan takt ahu. Aku kebingungan. Sejak kapan banteng itu dibangun dan sejak kapan banteng itu hancur? Sejak kapan banteng itu berdiri dan kapan banteng itu runtuh? Kau datang tanpa sapa dan pergi tanpa pamit.
Setiap waktu aku sekarat memikirkan semua jejak hidupku yang perlahan mulai memudar, kecuali tentang dirimu. Ada tanda merah di sana. Tak ada angin yang dapat meniup tanda itu, taka da ombak yang mampu menghempas tanda itu. Aku berjalan sendiri, membuat planetku sendiri, membuat bahasaku sendiri, membuat ceritaku sendiri. Tak ada orang yang wajib tahu, mereka tak peduli. Tak sepeduli dirimu. Dan lagi lagi aku bergantung kepada dirimu, kalua boleh memilih. Antara waktu yang diputar ulang atau masa depan yang cerah, aku akan lebih memilih memutar ulang waktu. Tak ada yang akan ku perbaiki untuk itu, aku hanya ingin mencegah hatiku untuk berjalan menghampirimu. Untuk memilih tidak mengenalmu sama sekali. Sama sekali
Tapi yang aku dapat kini hanyalah ego. Aku menyadari sesuatu bahwa aku terlalu egois untuk hidup menua denganmu, tanpa tapi dan tanpa terkecuali. Bodohnya, mengapa aku ingin melakukan hal itu terhadap wujud yang nyata tak nyata seperti mu. Entah mengapa sesakit ini pun aku masih bisa tersenyum. Menangis tak ada gunanya sekarang bagiku. Sejenak aku berpikir, mengenangmu saja kupikir cukup Karena hidup tak harus melulu tentang kamu. Itu kata mereka. Tapi ku egois, aku tetap berharap kamu bukan sekedar asap yang ku tiup ke langit, mengepul lalu menghilang. kamu bukanlah ruang kosong yang sudah tak lagi berbicara.