• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PEMERINTAH DALAM PENGENTASAN KEMIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN PEMERINTAH DALAM PENGENTASAN KEMIS"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

1 LAPORAN PENELITIAN

PERAN PEMERINTAH DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI

KABUPATEN CIAMIS

Oleh :

NINA HERLINA, S.H., M.H.

MAMAY KOMARIAH, S.H., M.H.

DIBIAYAI OLEH LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN

KEPADA MASYARAKAT

UNIVERSITAS GALUH TAHUN ANGGARAN 2016

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS GALUH

(2)

2 RINGKASAN

Judul :

“Peran Pemerintah Dalam Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Ciamis” Kemiskinan merupakan fenomena yang kompleks yang bersifat multidimensi. Luasnya wilayah Kabupaten Ciamis dan karakteristik kemiskinan yang berbeda membutuhkan strategi kemiskinan yang berbeda pula. Kantong-kantong kemiskinan di Kabupaten Ciamis yang pada umumnya berada pada wilayah perdesaan dan daerah-daerah terpencil yang memiliki keterbatasan aksesbilitas, tinggal secara berpencar-pencar, pada umumnya memiliki keterbatasan modal, teknik produksi dan pemasaran, kelompok usia produktif didominasi dengan rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan dengan produktivitas dan kewirausahaan yang rendah pula, serta memiliki daya saing yang lemah terutama dalam merebut peluang usaha, mengisi peluang kerja dan memasarkan hasil produksi. Upaya penanggulangan kemiskinan yang selama ini dilakukan lebih bersifat spasial atau pendekatan sektoral ternyata kurang memberikan hasil yang optimal.

Peran Pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten Ciamis yaitu dengan di bentuknya Layanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan Daerah LTPDK dipayungi dengan Peraturan Bupati Ciamis Nomor 62 Tahun 2014 tentang Pembentukan Layanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan Daerah serta membuat kebijakan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Ciamis.

Kendala yang dihadapi pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten Ciamis antara lain dalam hal sistem pengelolaan data kemiskinan daerah tidak terpusat hanya di kabupaten saja tetapi untuk pengelolaan dana kemiskinan diperlukan perangkat dan sistem yang terintegrasi hingga ke kecamatan dan desa, agar jumlah masyarakat miskin valid sesuai dengan kenyataan di lapangan.

(3)

3 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemiskinan merupakan masalah lama yang pada umumnya

dihadapi hampir di semua negara-negara berkembang, terutama

negara yang padat penduduknya seperti Indonesia. Kemiskinan

seharusnya menjadi masalah bersama yang harus ditanggulangi

secara serius, kemiskinan bukanlah masalah pribadi, golongan

bahkan pemerintah saja, akan tetapi hal ini merupakan masalah

setiap kita warga negara Indonesia. Kepedulian dan kesadaran antar

sesama warga diharapkan dapat membantu menekan tingkat

kemiskinan di Indonesia.

Peran pemerintah sangat penting dalam merancang dan

menghadapi masalah pembangunan ekonomi. Seberapa jauh peran

pemerintah menentukan bagaimana penyelesaian masalah tersebut.

Peran itu dapat dilihat dari sikap pemerintah dalam

menyelesaikannya. Peran pemerintah adalah sebagai pengatur

kebijakan masalah pembangunan ekonomi, Pemerintah juga yang

mengatur bagaimana pelaksanaan rancangan pembangunan, apakah

sesuai dengan rencana yang di telah dibuat. Peran pemerintah adalah

(4)

4 Dalam upaya untuk menyeimbangkan pertumbuhan sebagai

sektor perekonomian hingga jumlah keluarga miskin dapat berkurang,

di butuhkan pengawasan dan pengaturan oleh negara atau

pemerintah dalam upaya mencapai pertumbuhan yang seimbang,

karena keseimbangan membutuhkan pengawasan terhadap produksi,

distribusi dan dan komoditas. Untuk itu pemerintah harus membuat

suatu rencana atau langkah-langkah dalam upaya mengurangi jumlah

keluarga miskin akibat ketidak seimbangan ekonomi dan sosial yang

mengancam negara sedang berkembang.

Untuk memastikan tercapainya target penurunan angka

kemiskinan tersebut tidak saja diperlukan political will dari pemerintah

saja, akan tetapi juga dari seluruh komponen masyarakat. Dengan

demikian, keberhasilan program penanggulangan kemiskinan akan

tergantung sejauh mana pemerintah mampu membangun keterkaitan

berbagai elemen tersebut. Penanggulangan kemiskinan bukan

merupakan proses instant dan mudah, namun harus sustainable dan

memerlukan pendekatan yang sistematik Pemerintah daerah perlu

mempunyai kebijaksanaan pembangunan yang dilengkapi dengan

program redistribusi pendapatan yaitu menciptakan keseimbangan

antara pembangunan industri dan pertanian serta mengalokasikan

sumber daya yang memadai untuk penyediaan kebutuhan dasar

(5)

5 Untuk itu perlu dilakukan identifikasi permasalahan di setiap

wilayah dan selanjutnya disusun kebijakan yang relevan. Pemerintah

daerah perlu menyusun berbagai program penanggulangan

kemiskinan secara terintegrasi. Program tersebut haruslah sustainable

yang juga perlu mempertimbangkan kondisi lokal dimana kemiskinan

itu terjadi. Oleh karena itu fokus pengentasan kemiskinan menjadi

mendesak dan yang lebih penting lagi adalah upaya menekan angka

kemiskinan tersebut dilakukan secara konkrit, tepat sasaran dan

komprehensif. Dengan demikian, upaya penanggulangan kemiskinan

di pedesaan dan perkotaan diharapkan dapat terwujud secara selaras.

Kabupaten Ciamis yang merupakan daerah agraris sehingga

dapat dilihat dari mayoritas penduduk kabupaten Ciamis

bermatapenceharian sebagai petani. Adanya beberapa kelompok

buruh yang ada di Kabupaten Ciamis salah satumya akibat dari

kelompok yang tidak punya tanah yang cukup untuk di garap. Tingkat

kemiskinan di kabupaten ciamis cenderung menurun hal ini bisa dilihat

dari data Hasil PBDT 2015 meskipun hal tersebut tidak signifikan.

Upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam

mewujudkan masa depan daerah yang lebih baik dan kesejahteraan

bagi semua masyarakat. Hal ini sejalan dengan amanat

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin,

Pemerintah Kabupaten berwenag menetapkan kebijakan, strategi dan

(6)

6 miskin di daerah denganberpedoman pada kebijakan, strategi dan

program nasional. Penyelenggaraan tentang Pemerintah Daerah di

dasari pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah. Selaras dengan itu Pemerintah Kabupaten

Ciamis mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2016

tentang Penanggulangan Kemiskinan.

Secara umum kinerja Pemerintah Kabupaten Ciamis dapat

dilihat dari upaya pemberdayaan sumber daya manusia sebagai

modal utama pembangunan. Adanya Lembaga Pemerintah yang

merupakan yakni Layanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan

Daerah (LTPKD) merupakan salah satu implementasi program inovasi

dalam penyelenggaraan pemerintahan tersebut. Keberadaan LTPDK

dipayungi dengan Peraturan Bupati Ciamis Nomor 62 Tahun 2014

tentang Pembentukan Layanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan

Daerah.

Oleh karena itu, pembangunan yang dilaksanakan difokuskan

pada berbagai bidang yang dianggap dapat meningkatkan kualitas

sumber daya manusia, seperti bidang pendidikan, bidang ekonomi

kerakyatan, bidang peningkatan infrastruktur, dan dibidang lainnya

yang dilakukan secara tepat Menurut Peraturan Daerah Nomor 11

Tahun 2016 tentang Penanggulangan Kemiskinan, Kemiskinan adalah

suatu ketidakmampuan seseorang, atau keluarga atau masyarakat

(7)

7 sumber-sumber ekonomi produktif sebagai aset penghidupan

berkelanjutan untuk mempertahankan dan mengembangkan

kehidupan yang bermartabat sesuai dengan potensi di sekitarnya.

Sehingga melihat dari definisi tersebut kiranya pemerintahan

kabupaten Ciamis perlu melakukan penangggulangan yang lebih

intensif agar taraf kehidupan masyarakat Kabupaten Ciamis dapat

meningkat sedikit demi sedikit. Harus adanya peran serta pemerintah

yang lebih intestif dapat di mungkinkan akan meningkatkan taraf hidup

masyarakat Kabupaten Ciamis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian yang

dilakukan penulis di batasi dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Sejauhmanakah peran pemerintah dalam pengentasan

kemiskinan di Kabupaten Ciamis?

2. Kendala-kendala apa saja yang timbul dalam pengentasan

kemiskinan di Kabupaten Ciamis?

3. Bagaimana upaya pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di

Kabupaten Ciamis?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan berbagai tujuan yang hendak

(8)

8 1. Sebagai pelaksaan Tridarma Perguruan Tinggi yang merupakan

kewajiban Dosen untuk menyumbangkan pemikiran di bidang Ilmu

Hukum guna memecahkan persoalan khususnya dalam Peran

pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten Ciamis.

2. Memberi pemahaman kepada Masyarakat tentang peran

pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten Ciamis.

3. Menganalisis dan mengoptimalkan terhadap kendala-kendala dan

upaya dari pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di

Kabupaten Ciamis.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan

manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Pemerintah Daerah dapat memberikan kontribusi mengenai

peran pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten

Ciamis.

2. Bagi Pemerintah Daerah memberi pemahaman mengenai

kendala-kendala dan upaya dari pemerintah dalam pengentasan kemiskinan

di Kabupaten Ciamis.

3. Bagi Masyarakat memberikan pengetahuan tentang peran

(9)

9 E. Sistematika Penelitian

Halaman Sampul

Lembar Identitas Dan Pengesahan

Ringkasan

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan Penelitian

1.4. Manfaat Penelitian

1.5. Sistematika Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kemiskinan

2.1.1. Pengertian Kemiskinan

2.1.2. Faktor-Faktor Kemiskinan

2.1.3. Gambaran Kemiskinan Secara Umum

2.2. Peran Pemerintah

2.2.1. Definisi Peran Pemerintah

2.2.2. Kebijakan dan Upaya Pemerintah

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

(10)

10 3.3. Teknik Pengumpulan Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

5.2. Saran

(11)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kemiskinan

2.1.1. Definisi Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan

hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian,

tempat berlindung dan air minum, hal hal ini berhubungan erat

dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak

adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu

mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan

yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan

masalah global, sebagian orang memahami istilah ini secara

subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya

dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainya lagi

memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah

“negara berkembang” biasanya digunakan untuk merunjuk

kepada negara-negara yang “miskin” (Criswardani

Suryawati,2005:18).

Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman

utamanya mencakup :

1) Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup

kebutuhan pangan sehari –hari, sandang, perumahan, dan

(12)

12 sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan

dasar.

2) Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk

keterkucilkan sosial, ketergantungan, dan ketidakmapuan

untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk

pendidikan dan informasi. Keterkucilkan sosial biasanya

dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup

masalah-masalah politik dan moral , dan tidak dibatasi pada

bidang ekonomi.

3) Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan

yang memadai makna”memadai” disini sangat berbeda

-beda melintas bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh

dunia.

BAPPENAS (Badan Perencanaan dan Pembangunan

Nasional) mendefinisikan kemiskinan sebagai situasi serba

kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak si miskin,

melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan

kekuatan yang ada padanya. Kemiskinan ini ditandai oleh sikap

dan tingkah laku yang menerima keadaan yang seakan-akan

tidk dapat diubah yang tercermin di dalam lemahnya kemauan

tetap untuk maju, rendahnya kualitas sumber daya manusia,

(13)

13 terbatasnya modal yang dimiliki berpartisipasi dalam

pembangunan.

Menurut Chambers (1998) mengatakan bahwa

kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima

dimensi, yaitu:

1) Kemiskinan (proper);

2) Ketidakberdayaan (powerless);

3) Kerentanan menghadapi situasi darurat (state of

emergency);

4) Ketergantungan (dependence), dan

5) Keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun

sosiologis.

Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam

kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga

banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah,

perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap

ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi

kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan

hidupnya sendiri.

2.1.2. Macam-macam Kemiskinan

Mengamati secara mendalam tentang kemiskinan dan

(14)

14 kemiskinan karena kemiskinan itu sendiri multikompleks,

dinamis, dan berkaitan dengan ruang, waktu serta tempat

dimana kemiskinan dilihat dari berbagai sudut pandang.

Kemiskinan dibagi dalam dua kriteria yaitu kemiskinan absolut

dan kemiskinan realtif.

Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang diukur

dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memenuhi

kebutuhan dasarnya sedangkan kemiskinan realtif adalah

penduduk yang telah memiliki pendapatan sudah mencapai

kebutuhan dasar namun jauh lebih rendah dibanding keadaan

masyrakat sekitarnya. Kemiskinan menurut tingkatan

kemiskinan adalah kemiskinan sementara dan kemiskinan

kronis.

Lain halnya menurut Sumodiningrat (1989:65) yang

mengemukakan bahwa kemiskinan memiliki beberapa macam

yaitu adalah sebagai berikut:

1. Kemiskinan absolut: apabila tingkat pendapatanya di bawah

“garis kemiskinan” atau jumlah pendapatannya tidak cukup

untuk memenuhi kebutuhan minimum, antara lain

kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan

(15)

15 2. Kemiskinan relatif: kondisi dimana pendapatanya berada

pada posisi di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih

rendah dibanding pendapatan masyrakat sekitarnya.

3. Kemiskinan kultural: karena mengacu kepada persoalan

sikap seseorang atau masyrakat yang disebabkan oleh

faktor budaya, seperti tidak mau berusaha untuk

memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak

kreatif, meskipun ada usaha dari pihak luar untuk

membantunya.

4. Kemsikinan struktural: kondisi atau situasi miskin karena

pengaruh kebijakan pembangunan yang belum

menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan

ketimpangan.

Suryawati pun menjelaskan kemiskinan dapat dibagi

dengan empat bentuk, yaitu: (Suryawati:2005: 15)

(1) Kemiskinan absolut: bila pendapatannya di bawah garis

kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi pangan,

sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang

diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja;

(2) Kemiskinan relatif: kondisi miskin karena pengaruh

kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh

masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada

(16)

16 (3) Kemiskinan kultural: mengacu pada persoalan sikap

seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor

budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat

kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada

bantuan dari pihak luar;

(4) Kemiskinan struktural: situasi miskin yang disebabkan

karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang

terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik

yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi

seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.

Disamping itu, beberapa peneliti berpendapat berbeda

tentang kemiskinan struktural dan kemiskinan kronis dengan

klasifikasi yang telah dilakukan Krisnamurthi (2006). Alfian, dkk

(1980) mendefinisikan kemiskinan struktural sebagai

kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat

karena struktur sosial masyarakat tidak dapat ikut

menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya

tersedia bagi mereka. Kemiskinan struktural meliputi

kekurangan fasilitas pemukiman sehat, kekurangan pendidikan,

kekurangan komunikasi dengan dunia sekitarnya. Kemiskinan

struktural juga dapat diukur dari kurangnya perlindungan dari

(17)

17 yang mencegah seseorang memanfaatkan kesempatan yang

ada.

Hal ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan

Papilaya (2006) bahwa kemiskinan struktural merupakan

perampasan daya kemampuan (capability deprivation) manusia

atau kelompok manusia yang terjadi secara sistematis

sehingga membuat manusia dan kelompok manusia terjebak

dalam kondisi yang memiskinkan Disamping itu, Kemiskinan

kronis merupakan suatu bentuk kemiskinan yang disebabkan

oleh beberapa hal yaitu kondisi budaya yang mendorong sikap

dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak produktif,

keterbatasan sumberdaya dan keterisolasian, rendahnya

pendidikan dan derajat perawatan kesehatan, terbatasnya

lapangan kerja, dan ketidakberdayaan masyarakat dalam

mengikuti ekonomi pasar, sedangkan kemiskinan sementara

yaitu kemiskinan yang terjadi akibat adanya perubahan siklus

ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi, perubahan

yang bersifat musiman, dan bencana alam atau sesuatu yang

menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu

masyarakat.

Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam

(18)

18 2.1.3. Penyebab Kemiskinan

Terdapat beberapa faktor yang dinilai sebagai

sebab-sebab kemiskinan antara lain :

(1) Kesempatan kerja, di mana seseorang itu miskin karena

menganggur, sehingga tidak memperoleh penghasilan atau

kalau bekerja tidak penuh, baik dalam ukuran hari, minggu,

bulan maupun tahun,

(2) Upah gaji dibawah minimum,

(3) Produktivitas kerja yang rendah,

(4) Ketiadaan aset,

(5) Diskriminasi,

(6) Tekanan harga,

(7) Penjualan tanah (Handayani, 2006).

Beberapa faktor lain yang dinilai menjadi penyebab

kemiskinan menurut Kartasasmita (1996) dalam Rahmawati

(2006) yaitu:

1. Rendahnya Taraf pendidikan Rendahnya taraf pendidikan

meyebabkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan

menyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dimasuki

juga membatasi kemampuan untuk mencari dan

(19)

19 2. Rendahnya derajat kesehatan Taraf kesehatan dan gizi yang

rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya

pikir dan prakarsa.

3. Terbatasnya lapangan kerja Keadaan kemiskinan karena

kondisi pendidikan dan kesehatan diperberat oleh

terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan

kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan

untuk memutuskan lingkaran kemiskinan itu.

4. Kondisi keterisolasian Banyak penduduk secara ekonomi

tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup

terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh

pelayan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang

dinikmati masyarakat lainnya.

Kuncoro menjelasakan dalam bukunya bahwa Penyebab

kemiskinan sebagai berikut: (Kuncoro:2000: 107)

1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya

ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang

menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk

miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah yang

terbatas dan kualitasnya rendah.

2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya

manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah

(20)

20 3. Kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal.

Ketiga penyebab kemiskinan itu bermuara pada teori

lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty) akibat

adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, kurangnya

modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya

produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang

mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada

rendahnya tabungan dan investasi, rendahnya investasi akan

berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya. Logika

berpikir yang dikemukakan Nurkse yang dikutip Kuncoro

(2000:7).

Teori Kemiskinan Sharp, et al (1996) dalam Mudrajat

Kuncoro (2004) mencoba mengidentifikasikan penyebab

kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi.

Pertama, secara mikro kemiskinan muncul karena adanya

ketidaksamaan pada kepemilikan sumberdaya yang

menyebabkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk

miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan

kualitasnya rendah.

Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas

sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia rendah

(21)

21 rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena

rendahnya pendidikan, nasib kurang beruntung, adanya

diskriminasi atau karena keturunan.

Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam

modal. Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori

lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty).

Teori ini ditemukan oleh Ragnar Nurkse (1953) dalam

Kuncoro, 2004, yang mengatakan: ”a poor country is poor

because it is poor” (Negara miskin itu miskin karena dia miskin).

Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan

kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas.

Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya

pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan

berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi.

Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan.

Oleh karena itu, setiap usaha untuk mengurangi

kemiskinan seharusnya diarahkan untuk memotong lingkaran

dan perangkap kemiskinan ini (Mudrajad Kuncoro, 2004).

Berikut gambar lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of

(22)

22 Teori “Lingkaran Setan Kemiskinan”, terjemahan dari

“Vicius Sircle Of Poverty” yaitu konsep yang mengadaikan

suatu konstellasi yang melingkar dari daya-daya yang

cenderung beraksi dan beraksi satu sama lain secara demikian

rupa sehingga menempatkan suatu negara miskin terus

menerus dalam suasana kemiskinan. Teori itu menjelaskan

sebab-sebab kemiskinan dinegara-negara sedang berkembang

yang umunya baru merdeka dari penjajahan asing. Bertolak

dari teori inilah, kemudian dikembangkan teori-teori ekonomi

pembangunan, yaitu teori yang telah dikembangkan lebih

dahulu di Eropa Barat yang menjadi cara pandang atau

paradigma untuk memahami dan memecahkan

masalahmasalah ekonomi di negara-negara sedang

(23)

23 Pada hasilnya teori itu mengatakan bahwa

negara-negara sedang berkembang itu miskin dan tetap miskin, karena

produktivitasnya rendah. Karena rendah produktivitasnya, maka

penghasilan seseorang juga rendah yang hanya cukup untuk

memenuhi kebutuhan konsumsinya yang minim. Karena itulah

mereka tidak bisa menabung, padahal tabungan adalah sumber

utama pembentukan modal masyarakat sehingga capitalnya

tidak efesien (boros). Untuk bisa membangun, maka lingkaran

setan itu harus diputus, yaitu pada titik lingkaran rendahnya

produktivitasnya, sebagai sebab awal dan pokok. Untuk

memutus lingkaran setan kemiskinan dari sisi demand yaitu

dengan meningkatkan pendapatnya. Hal ini akan berdampak

kepada perimintaan meningkat dan investasi juga meningkat

maka modal menjadi efisien. Dengan demikian produktifitas

dapat meningkat.

Menurut Budhi (2013) yang mengutip pendapat

Chambers bahwa ada lima “ketidakberuntungan” yang

melingkari orang atau keluarga miskin yaitu sebagai berikut:

a. Kemiskinan (poverty) memiliki tanda-tanda sebagai berikut:

rumah mereka reot dan dibuat dari bahan bangunan yang

bermutu rendah, perlengkapan yang sangat minim, ekonomi

keluarga ditandai dengan ekonomi gali lubang tutup lubang

(24)

24 b. Masalah kerentanan (vulnerability), kerentanan ini dapat

dilihat dari ketidakmampuan keluarga miskin menghadapi

situasi darurat. Perbaikan ekonomi yang dicapai dengan

susah payah sewaktu-waktu dapat lenyap ketika penyakit

menghampiri keluarga mereka yang membutuhkan biaya

pengobatan dalam jumlah yang besar;

c. Masalah ketidakberdayaan. Bentuk ketidakberdayaan

kelompok miskin tercermin dalam ketidakmampuan mereka

dalam menghadapi elit dan para birokrasi dalam menentukan

keputusan yang menyangkut nasibnya, tanpa memberi

kesempatan untuk mengaktualisasi dirinya;

d. Lemahnya ketahanan fisik karena rendahnya konsumsi

pangan baik kualitas maupun kuantitas sehingga konsumsi

gizi mereka sangat rendah yang berakibat pada rendahnya

produktivitas mereka;

e. Masalah keterisolasian. Keterisolasian fisik tercermin dari

kantong-kantong kemiskinan yang sulit dijangkau sedang

keterisolasian sosial tercermin dari ketertutupan dalam

integrasi masyarakat miskin dengan masyarakat yang lebih

(25)

25 2.2. Peran Pemerintah

2.2.1. Definisi Peran

Istilah peran dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”

mempunyai arti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada

permainan makyong, perangkat tingkah yang diharapkan

dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Menurut

Abu Ahmadi (1982) peran adalah suatu kompleks pengharapan

manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat

dalam situasi tertentu yang berdasarkan status dan fungsi

sosialnya. Pengertian peran menurut Soerjono Soekanto

(2002:243), yaitu peran merupakan aspek dinamis kedudukan

(status), apabila seseorang melaksanakan hak dan

kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia

menjalankan suatu peranan.

Dari hal diatas lebih lanjut kita lihat pendapat lain tentang

peran yang telah ditetapkan sebelumnya disebut sebagai

peranan normatif. Sebagai peran normatif dalam hubungannya

dengan tugas dan kewajiban dinas perhubungan dalam

penegakan hukum mempunyai arti penegakan hukum secara

Total enforcement, yaitu penegakan hukum secara penuh,

(Soerjono Soekanto 1987: 220)

Sedangkan peran ideal, dapat diterjemahkan sebagai

(26)

26 tersebut. Misalnya dinas perhubungan sebagai suatu organisasi

formal tertentu diharapkan berfungsi dalam penegakan hukum

dapat bertindak sebagai pengayom bagi masyarakat dalam

rangka mewujudkan ketertiban, keamanan yang mempunyai

tujuan akhir kesejahteraan masyarakat, artinya peranan yang

nyata, (Soerjono Soekamto).

Menurut Kozier Barbara peran adalah seperangkat

tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap

seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu sistem. Peran

dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari

luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang

diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu.

Peran adalah deskripsi sosial tentang siapa kita dan kita

siapa. Peran menjadi bermakna ketika dikaitkan dengan orang

lain, komunitas sosial atau politik. Peran adalah kombinasi

adalah posisi dan pengaruh.

Menurut Biddle dan Thomas dalam Arisandi, peran

adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku

yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Misalnya

dalam keluarga, perilaku ibu dalam keluarga diharapkan bisa

memberi anjuran, memberi penilaian, memberi sangsi dan

lain-lain. Menurut Horton dan Hunt (1993), peran (role) adalah

(27)

27 status. Berbagai peran yang tergabung dan terkait pada satu

status ini oleh Merton (1968) dinamakan perangkat peran (role

set).

Dalam kerangka besar, organisasi masyarakat, atau

yang disebut sebagai struktur sosial, ditentukan oleh hakekat

(nature) dari peran-peran ini, hubungan antara peran-peran

tersebut, serta distribusi sumberdaya yang langka di antara

orang-orang yang memainkannya. Masyarakat yang berbeda

merumuskan, mengorganisasikan, dan memberi imbalan

(reward) terhadap aktivitas-aktivitas mereka dengan cara yang

berbeda, sehingga setiap masyarakat memiliki struktur sosial

yang berbeda pula. Bila yang diartikan dengan peran adalah

perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam suatu status

tertentu, maka perilaku peran adalah perilaku yang

sesungguhnya dari orang yang melakukan peran tersebut.

Dengan demikian perangkat peran adalah kelengkapan

dari hubungan-hubungan berdasarkan peran yang dimiliki oleh

orang karena menduduki status-status sosial khusus. Peran

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku seseorang

sesuai dengan status kedudukannya di masyarakat. Jadi dapat

disimpulkan bahwa peran adalah suatu aspek yang dinamis

(28)

28 atau badan lembaga yang menempati atau memangku suatu

posisi dalam situasi sosial.

Adapun faktor-faktor penyesuaian peran yang

mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang

harus dilakukan, yaitu :

a) Kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan

peran.

b) Konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran yang

dilakukan.

c) Kesesuaian dan keseimbangan antar peran yang diemban.

d) Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap

perilaku peran.

e) Pemisahan perilaku yang akan menciptakan ketidak

sesuaian perilaku peran.

f) Proses yang umum untuk memperkecil ketegangan peran

dan melindungi diri dari rasa bersalah.

Menurut Horton dan Hunt (1993), “seseorang mungkin

tidak memandang suatu peran dengan cara yang sama

sebagaimana orang lain memandangnya”. Sifat kepribadian

seseorang mempengaruhi bagaimana orang itu merasakan

peran tersebut. Tidak semua orang yang mengisi suatu peran

merasa sama terikatnya kepada peran tersebut, karena hal ini

(29)

29 terpadu sedemikian rupa, sehingga tidak ada dua individu yang

memerankan satu peran tertentu dengan cara yang

benar-benar sama.

Peran yang dimainkan hakekatnya tidak ada perbedaan,

baik yang dimainkan / diperankan pimpinan tingkat atas,

menengah maupun bawah akan mempunyai peran yang sama

Peran merupakan tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh

seseorang yang menempati suatu posisi di dalam status sosial,

syarat-syarat peran mencangkup 3 (tiga) hal, yaitu :

a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan

dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan

yang membimbing seseorang dalam kehidupan

kemasyarakatan. Peran adalah suatu konsep perilaku apa

yang dapat dilaksanakan oleh individu-individu dalam

masyarakat sebagai organisasi.

b. Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu, yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Peran adalah suatu

rangkaian yang teratur yang ditimbulkan karena suatu

jabatan. Manusia sebagai makhluk sosial memiliki

kecenderungan untuk hidup berkelompok. Dalam kehidupan

berkelompok tadi akan terjadi interaksi antara anggota

(30)

30 lainnya. Tumbuhnya interaksi diantara mereka ada saling

ketergantungan. Dalam kehidupan bermasyarakat itu

munculah apa yang dinamakan peran (role).

c. Peran merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan seseorang, apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan

kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka orang

yang bersangkutan menjalankan suatu peranan. Untuk

memberikan pemahaman yang lebih jelas ada baiknya

terlebih dahulu kita pahami tentang pengertian peran, (Miftah

Thoha, 1997).

Peran adalah suatu sikap atau perilaku yang diharapkan

oleh banyak orang atau sekelompok orang terhadap seseorang

yang memiliki status atau kedudukan tertentu. Berdasarkan

hal-hal diatas dapat diartikan bahwa apabila dihubungkan dengan

dinas perhubungan, peran tidak berarti sebagai hak dan

kewajiban individu, melainkan merupakan tugas dan wewenang

dinas perhubungan.

2.2.2. Kebijakan Pemerintah

Langkah-langkah kebijakan penanggulangan kemiskinan

dilakukakan baik oleh Pemerintah Pusat maupun oleh

Pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah dalam pengentasan

(31)

31 a. Bidang Kesehatan

Nama : Program Indonesia Sehat

Penyelenggara : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Media : Kartu Indonesia Sehat

Cakupan : Hingga Satuan Tingkat Desa (POSYANDU)

Penerimaan : Masyarakat kurang Mampu yang telah

memiliki BPJS PBI ditambahn kelompok

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

(PMKS) serta bayi baru lahir.

b. Bidang Pendidikan

Nama : Program Indonesia Pintar

Media : Kartu Indonesia Pintar

Penerimaan : Semua Anak SD/MI, SMP/MTs,

SMA/MA, SMK/MAK, yang berasal dari

keluarga pemegang KKS/KPS,PKH,

Panti Asuhan dan Anak Yatim

Piatu.Masyarakat kurang Mampu yang

telah memiliki BPJS PBI ditambahn

kelompok Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial (PMKS) serta

(32)

32 Bentuk Penyaluran : Simpanan / Tabungan di Kantor

POS atau Bank yang ditunjuk bisa

dicairkan atau tetap disimpan.

c. Bidang Sosial Ekonomi

Nama : Program Kesejahteraan Sosial

Media : Kartu Kesejahteraan Sosial (KKS)

Penerimaan : keluarga kurang mampu di seluruh

Indonesia, mencakup juga penghuni

pantiasuhan, panti jompo, dan panti

sosial lainnya.

Besaran : Rp. 200.000,-/Keluarga/Bulan.

Bentuk Penyaluran : Simpanan / Tabungan di Kantor POS

atau Bank yang ditunjuk bisa dicairkan

atau tetap disimpan.

Dari penjelasan program diatas yang merupakan

program pemerintah Pusat, seiring dengan dikeluarkannnya

Undang-Undang Pemerintah Daerah yang menyatakan

adanyanya kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah

diantaranya kewenangan untuk melakukan pengentasan

kemiskinan.

Upaya penangggulangan yang dilakukan pemerintah

(33)

33 pemerintah pusat tersebut dalam program pemerintah daerah,

program-program tersebut yakni:

1. Program Kesehatan

Program ini merupakan upaya dalam bidang kesehatan

masyarakat yang medianya berwujud Kartu Waluya dimulai

pada tahun 2016. Cakupan dari program ini yaitu:

- Jaminan kesehatan seluruh masyarakat miskin, operasi katarak, khitanan masal dan pemberian makanan

tambahan (PMT);

- Jumlah anggarannnya sebesar 3.006.699.150;

- Dimana besaran premi dalam kartu waluya ini yakni Rp. 23.000/Jiwa/Bulan yang di bayarkan ke BPJS Kesehatan;

- Bentuk pelayanan yakni pembayaran Premi ke BPJS Kesehatan dan Pelayanan Langsung Ke Masyarakat.

- Manfaat yang di dapat adalah promitif, preventif, kuratif dan detektsi dini.

Adapun realisasi anggaran dan Danaa Capaian Kinerja

Program Waluya Tahun 2016 yakni:

a. Integrasi Jamkesda

- anggaran : Rp. 2.164.234.525 (APBD Ciamis) - sasaran : 12.207 Jiwa

- sisa anggaran : Rp. 24.335.075,-

(34)

34 - Sasaran : 12.207 Jiwa

- Sisa Anggaran : Rp. 173.223.550,-

Capaian program jamkesda pada tahun 2016 telah

terealisasi sesuai target yakni 100%, sedangkan anggaran

mencapai 93%

b. Operasi Katarak

- Anggaran : Rp. 80.550.000 (APBD Kab. Ciamis) - Sasaran : 80 Jiwa

- Sisa anggaran : Tidak ada c. Khitanan Massal

- Anggaran : Rp. 169.822.050,- (APBD Kab. Ciamis) - Sasaran : 115 Jiwa

d. Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

- Anggaran : Rp. 187.200.000,- (APBD Kab. Ciamis) - Sasaran : 160 Jiwa

2. Program Pendidikan

Program ini merupakan program yang bermaksud

menanggulangi siswa DO dan RDO, pemerintah Kabupaten

Ciamis memberikan fasilitas kepada siswa dan siswi yang

berada di SMP dan SMA, dimana program ini beri nama

Calakan yang adapa pada tahun 2016. Adapun cakupan dari

(35)

35 - Siswa-siswi SMP, SMA, SMK dari keluarga pemegang KKS/KPS, PKH Panti Asuhan dan Anak Yatim Piatu

diluar kuota bantuan siswa miskin (BSM)/ KIP.

- Penyaluran dana ini melalui simpanan/tabungan di kantor Pos atau Bank yang ditunjuk bisa dicairkan atau

tetap di simpan di tabungan.

- Besaran dana ini, untuk SMP Rp. 750.000/siswa/Tahun untuk 500 siswa, SMA/SMK, sedangkan untuk

SMA/SMK Rp. 1.000.000/siswa/tahun untuk 262 siswa.

3. Program Sosial Ekonomi

Program di kabupaten ciamis ini di beri nama Subsis Raskin,

RUTILAHU serta pembinaan dan pengembangan Bidang

ketenagalistrikan, media dalam program inu adalah kartu

Walagri.

Adapun cakupan dalam bidang ini adalah:

- Mencakup subsidi raskin, RUTILAHU serta pembinaan dan pengembangan Bidang ketenagalistrikan,

- Sasaran : Keluarga kurang mampu pemilik KPS dan RTM berdasarkan kriteria khusus.

- Besaran : subsidi raskin Rp. 1000/kg/RTS-PM Rutilahu Rp. 1.0.000.000/RTM untuk 300 sasaran.

(36)

36 - Bentuk Penyaluran : untuk subsidi rRASKIN pembayaran langsung ke PERUM BULOG untuk Rutilahu bantuan

langsung ke penerima manfaat, untuk listrik langsung di

pasang ke penerima manfaat oleh pihak ketiga (Daftar

penerima manfaat di tetapkan oleh keputusan Bupati)

Realisasi program sosial ekonimi di kabupaten ciamis dapat

di jelsakan bahwa :

a. Program Raskin/Rastra

Anggaran : Rp. 16.988.040.000,-

Subsidi : Rp. 3.397.608.000,-

Angkut sasaran : 94.378 RTS

Pencapaian kinerja dan anggaran terealisasi 100%

b. Program Rutilahu

Anggaran : Rp. 3.090.000.000,-

Sasaan : 309 Rumah

Pencapaian kinerja dan anggaran terealisasi 100%

c. Program Listrik Pra KS

Target : 953 KKK

Terealisasi : 953 KK

Pencapaian kinerja dan anggaran terealisasi 100%

Dari rincian diatas maka dapat dijelaskan bahwa

Pemerintah Kabupaten Ciamis dalam upaya penanggulangan

(37)

37 melalui LTPKD (Lembaga T ) dengan Tiga Program Pokok,

yang pertama bidang kesehatan yakni program Waluya,

dengan pemberian jamkesda, operasi katarak, khitanan massal

dan pemberian makanan tambahan. Yang kedua bidang

pendidikan yakni Program Calakan dengan pemberian

beasiswa untuk 500 siswa SMP dan 262 untuk siswa

SMA/SMK. Yang ketiga bidang sosial dan ekonomi yakni

Program Walagri di implementasikan dengan program

raskin/rastra dan program Rutilahu.

Ketiga program utama dalam rangka upaya pengentasan

kemiskinan di Kabupaten Ciamis telah mencapai target

realisasi 100%, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup

(38)

38 BAB III

METODE PENELITIAN

1. Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode pendekatan Yuridis

Sosiologis (social legal approach), yang memandang hukum sebagai

fenomena sosial, yang dalam interaksinya tidak lepas dari faktor-faktor

non hukum dalam lingkungannya sebagai faktor sosial, politik dan

ekonomi, budaya, psikologi dan sebagainya, sehingga hukum tidak di

pandang sebagi suatu norma yang tertutup dan otonom, namun

memiliki keterikatan yang erat dengan variabel-variabel lain, non

hukum. (Ronny Hanitijo Soemitro;1992 ; 35).

Metode Penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

spesifikasi penelitian deskriptif. “Penelitian deskriptif adalah suatu

penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti

mungkin dengan manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya, serta

hanya menjelaskan keadaan objek masalahnya tanpa bermaksud

mengambil kesimpulan yang berlaku umum”. (Soerjono Soekanto;

1981; 10)

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Layanan Terpadu Penanggunalan

(39)

39 3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai

berikut:

a. Studi kepustakaan (Library Research)yaitu pengumpulan bahan

dan data-data yang meliputi Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang, Peraturan

Pemerintah, Peraturan Daerah dan perundang-undangan yang

ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas.

a. Studi lapangan (Field Research) yaitu melalui Wawancara

langsung pada pihak-pihak terkait yaitu Pemerintah Kabupaten

(40)

40 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Peran Pemrintah Dalam Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten

Ciamis

Kemiskinan merupakan fenomena yang kompleks yang

bersifat multidimensi. Luasnya wilayah Kabupaten Ciamis dan

karakteristik kemiskinan yang berbeda membutuhkan strategi

kemiskinan yang berbeda pula. Kantong-kantong kemiskinan di

Kabupaten Ciamis yang pada umumnya berada pada wilayah

perdesaan dan daerah-daerah terpencil yang memiliki keterbatasan

aksesbilitas, tinggal secara berpencar-pencar, pada umumnya

memiliki keterbatasan modal, teknik produksi dan pemasaran,

kelompok usia produktif didominasi dengan rendahnya tingkat

pendidikan dan tingkat kesehatan dengan produktivitas dan

kewirausahaan yang rendah pula, serta memiliki daya saing yang

lemah terutama dalam merebut peluang usaha, mengisi peluang kerja

dan memasarkan hasil produksi. Upaya penanggulangan kemiskinan

yang selama ini dilakukan lebih bersifat spasial atau pendekatan

sektoral ternyata kurang memberikan hasil yang optimal.

Analisis penyebab kemiskinan ini menggunakan pendekatan

kombinasi kultural dan struktural. Untuk pendekatan kultural

(41)

41 integrasi penduduk miskin dengan lembaga lokal masyarakat. Sedang

untuk pendekatan struktural dilihat dari proporsionalitas atau

keberpihakan terhadap penduduk miskin terkait kebijakan dan

program pembangunan yang dijalankan selama ini.

Setelah melakukan penellitian, peneliti dapat memberikan

gambaran bahwa peran pemerintah dalam pengentasan kemiskinan

sejauh ini telah dilihat mengalami peningkatan,dimana dengan di

bentuknya Layanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan Daerah

(LTPKD) merupakan lembaga pemerintah yang melakukan

penanggulangan kemiskinan berbasis data terpadu. Inovasi

untuk membentuk Layanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan

Daerah (LTPKD) merupakan salah satu implementasi program inovasi

dalam penyelenggaraan pemerintahan tersebut. Keberadaan Layanan

Terpadu Penanggulangan Kemiskinan Daerah LTPDK dipayungi

dengan Peraturan Bupati Ciamis Nomor 62 Tahun 2014 tentang

Pembentukan Layanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan

Daerah.

Komitmen Pemerintah Kabupaten Ciamis terhadap program

penanggulangan kemiskinan secara berkelanjutan dan pandangan

bahwa perlunya program inovasi penanggulangan kemiskinan

berbasis data terpadu merupakan latar belakang digulirkannya

(42)

42 Dikutip dari Buku Panduan Layanan Terpadu

Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LTPKD) tujuan dari

pembentukan LPTKD adalah :

1. Tersedianya pusat data (database) kemiskinan yang terpadu;

2. Terintegrasinya tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program dan

kegiatan penanggulangan kemiskinan;

3. Terkendalinya proses perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan

pelaporan penanggulangan kemiskinan

4. Terbentuknya lembaga yang efektif dan efisien dalam

penyelenggaraan penanggulangan kemiskinan.

LTPKD berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

Bupati Ciamis melalui Sekretaris Daerah Kabupaten Ciamis. Ruang

lingkup dari LTPKD adalah pelayanan kepada masyarakat miskin,

verifikasi dan pemetaan data kemiskinan dan penentuan kriteria

kemiskinan daerah. Adapun tugas pokok LPTKD adalah untuk

membantu Bupati dalam rangka percepatan dan penguatan secara

terpadu dalam penyusunan kebijakan dan pengordinasian terhadap

pelaksanaan pelayanan penanggulangan kemiskinan. Sedangkan

fungsi dari LTPKD adalah :

1. Koordinasi pelaksanaan program/kegiatan pelayanan dan

penanganan penanggulangan kemiskinan secara terpadu meliputi

aspek pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi serta data dan

(43)

43 2. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintahan

daerah dalam penanggulangan kemiskinan;

3. Pelayanan administrasi penanggulangan kemiskinan;

4. Penanganan pengaduan masyarakat terhadap program/kegiatan

penanggulangan kemiskinan;

5. Pengkajian, penghimpunan dan pembaharuan (updating

database) kemiskinan. (ST)

2. Kendala-kendala yang dihadapi pemerintah kabupaten ciamis

dalam melakukan pengentasan kemiskinan.

Dari hasil survey ke lapangan dapat disimpulkan bahwa

terdapat 3 faktor penyebab timbulnya kemiskinan, yaitu faktor individu

yang bersangkutan, faktor kebijakan pemerintah, dan faktor alamiah.

Masing-masing adalah sebagai berikut :

1. Faktor Individu yang bersangkutan, mencakup :

a. Malas atau mempunyai motivasi yang rendah untuk

memanfaatkan potensi ekonomi yang ada pada dirinya dan

lingkungan alam sekitarnya.

b. Memiliki pengalaman dan keterampilan yang rendah untuk

menekuni sebuah pekerjaan.

c. Tidak mempunyai modal

2. Faktor Kebijakan Pemerintah, meliputi :

(44)

44 b. Tidak ada lapangan kerja

c. Harga sembako tinggi

d. Pendidikan mahal

e. Sarana dasar kurang

f. Biaya jasa mahal

3. Faktor alamiah (perjalanan waktu), meliputi:

a. Bencana Keluarga

b. Jompo

c. Bencana Alam

Berlatar belakang dari beberapa faktor yang menjadi faktor

penyebab kemiskinan yang ada di kabupaten ciamis Layanan

Terpadu Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LTPKD) merupakan

lembaga pemerintah yangmelakukan penanggulangan kemiskinan

berbasis data terpadu. Salah satu kendala yang dihadapi adalah

Sistem pengelolaan data kemiskinan daerah Untuk pengelolaan dana

kemiskinan diperlukan perangkat dan sistem yang terintegrasi hingga

ke desa-desa.

Sedangkan di ketahui bahwa LTPKD yang sampai saat ini hanya

ada di kabupaten, sehingga keberadaannya baru 1 yakni di kabupaten

ciamis, sedangkan data yang di perlukan adalah tersebar di berbagai

desa. Sudah seharusnya keberadaan Layanan Terpadu

Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LTPKD). Tidak hanya ada di

(45)

45 Pemerintah Kabupaten Ciamis belum memiliki sistem aplikasi

untuk pengelolaan data kemiskinan daerah. Ini yang sedang

diprogramkan kedepanya karena data kemiskinan harus bisa

dimutakhirkan dengan cepat, akurat yang terintegrasi hingga ke

pelosok desa.

3. Upaya Penanggulangan Kemiskinan Di Kabupaten Ciamis

Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan tanggung

jawab kita bersama yang memerlukan dukungan dan peran aktif dari

seluruh pihak. Keterlibatan seluruh pelaku pembangunan diharapkan

akan mendorong terbangunnya sebuah kesamaan cara pandang,

keterpaduan dan komitmen dalam melakukan upaya penanggulangan

kemiskinan.

Upaya pengentasan kemiskinan di kabupaten ciamis

dilakukan melalui dikeluarkannya regulasi peraturan

Perundang-undangan yang mengatur mengenai kemiskinan, diantarnya Peraturan

Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 11 Tahun 2016 Tentang

Penanggulangan Kemiskinan dan Peraturan Bupati Nomor 29 Tahun

2016 tentang Indikator Lokal Keluarga Miskin Di Kabupaten Ciamis.

Upaya pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan

dilakukakan baik oleh Pemerintah Pusat maupun oleh Pemerintah

daerah. Kebijakan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di

(46)

46 a. Bidang Kesehatan

Nama : Program Indonesia Sehat

Penyelenggara : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Media : Kartu Indonesia Sehat

Cakupan : Hingga Satuan Tingkat Desa (POSYANDU)

Penerimaan : Masyarakat kurang Mampu yang telah

memiliki BPJS PBI ditambahn kelompok

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

(PMKS) serta bayi baru lahir.

b. Bidang Pendidikan

Nama : Program Indonesia Pintar

Media : Kartu Indonesia Pintar

Penerimaan : Semua Anak SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA,

SMK/MAK, yang berasal dari keluarga

pemegang KKS/KPS,PKH, Panti Asuhan

dan Anak Yatim Piatu.Masyarakat kurang

Mampu yang telah memiliki BPJS PBI

ditambahn kelompok Penyandang

Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)

serta bayi baru lahir.

Bentuk Penyaluran : Simpanan / Tabungan di Kantor POS atau

Bank yang ditunjuk bisa dicairkan atau

(47)

47 c. Bidang Sosial Ekonomi

Nama : Program Kesejahteraan Sosial

Media : Kartu Kesejahteraan Sosial (KKS)

Penerimaan : keluarga kurang mampu di seluruh

Indonesia, mencakup juga penghuni

pantiasuhan, panti jompo, dan panti

sosial lainnya.

Besaran : Rp. 200.000,-/Keluarga/Bulan.

Bentuk Penyaluran : Simpanan / Tabungan di Kantor POS

atau Bank yang ditunjuk bisa dicairkan

atau tetap disimpan.

Dari penjelasan program diatas yang merupakan program

pemerintah Pusat, seiring dengan dikeluarkannnya Undang-Undang

Pemerintah Daerah yang menyatakan adanyanya kewenangan yang

dimiliki oleh Pemerintah Daerah diantaranya kewenangan untuk

melakukan pengentasan kemiskinan.

Upaya penangggulangan yang dilakukan pemerintah

kabupaten ciamis dengan merealisasikan ketiga program pemerintah

pusat tersebut dalam program pemerintah daerah, program-program

tersebut yakni:

(48)

48 Program ini merupakan upaya dalam bidang kesehatan masyarakat

yang medianya berwujud Kartu Waluya dimulai pada tahun 2016.

Cakupan dari program ini yaitu:

- Jaminan kesehatan seluruh masyarakat miskin, operasi katarak, khitanan masal dan pemberian makanan tambahan

(PMT);

- Jumlah anggarannnya sebesar 3.006.699.150;

- Dimana besaran premi dalam kartu waluya ini yakni Rp. 23.000/Jiwa/Bulan yang di bayarkan ke BPJS Kesehatan;

- Bentuk pelayanan yakni pembayaran Premi ke BPJS Kesehatan dan Pelayanan Langsung Ke Masyarakat.

- Manfaat yang di dapat adalah promitif, preventif, kuratif dan detektsi dini.

Adapun realisasi anggaran dan Danaa Capaian Kinerja Program

Waluya Tahun 2016 yakni:

a. Integrasi Jamkesda

- anggaran : Rp. 2.164.234.525 (APBD Ciamis) - sasaran : 12.207 Jiwa

- sisa anggaran : Rp. 24.335.075,-

- Anggaran : 534.831.000,- (Banprop Jawa Barat) - Sasaran : 12.207 Jiwa

(49)

49 Capaian program jamkesda pada tahun 2016 telah terealisasi

sesuai target yakni 100%, sedangkan anggaran mencapai 93%

b. Operasi Katarak

- Anggaran : Rp. 80.550.000 (APBD Kab. Ciamis) - Sasaran : 80 Jiwa

- Sisa anggaran : Tidak ada c. Khitanan Massal

- Anggaran : Rp. 169.822.050,- (APBD Kab. Ciamis) - Sasaran : 115 Jiwa

d. Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

- Anggaran : Rp. 187.200.000,- (APBD Kab. Ciamis) - Sasaran : 160 Jiwa

2. Program Pendidikan

Program ini merupakan program yang bermaksud menanggulangi

siswa DO dan RDO, pemerintah Kabupaten Ciamis memberikan

fasilitas kepada siswa dan siswi yang berada di SMP dan SMA,

dimana program ini beri nama Calakan yang adapa pada tahun

2016. Adapun cakupan dari program ini yaitu:

- Siswa-siswi SMP, SMA, SMK dari keluarga pemegang KKS/KPS, PKH Panti Asuhan dan Anak Yatim Piatu diluar

(50)

50 - Penyaluran dana ini melalui simpanan/tabungan di kantor Pos atau Bank yang ditunjuk bisa dicairkan atau tetap di simpan di

tabungan.

- Besaran dana ini, untuk SMP Rp. 750.000/siswa/Tahun untuk 500 siswa, SMA/SMK, sedangkan untuk SMA/SMK Rp.

1.000.000/siswa/tahun untuk 262 siswa.

3. Program Sosial Ekonomi

Program di kabupaten ciamis ini di beri nama Subsis Raskin,

RUTILAHU serta pembinaan dan pengembangan Bidang

ketenagalistrikan, media dalam program inu adalah kartu Walagri.

Adapun cakupan dalam bidang ini adalah:

- Mencakup subsidi raskin, RUTILAHU serta pembinaan dan pengembangan Bidang ketenagalistrikan,

- Sasaran : Keluarga kurang mampu pemilik KPS dan RTM berdasarkan kriteria khusus.

- Besaran : subsidi raskin Rp. 1000/kg/RTS-PM Rutilahu Rp. 1.0.000.000/RTM untuk 300 sasaran.

- Besaran anggaran : Rp. 24.585.648.000,-

- Bentuk Penyaluran : untuk subsidi rRASKIN pembayaran langsung ke PERUM BULOG untuk Rutilahu bantuan

(51)

51 pasang ke penerima manfaat oleh pihak ketiga (Daftar

penerima manfaat di tetapkan oleh keputusan Bupati).

Realisasi program sosial ekonimi di kabupaten ciamis dapat di

jelsakan bahwa :

a. Program Raskin/Rastra

Anggaran : Rp. 16.988.040.000,-

Subsidi : Rp. 3.397.608.000,-

Angkut sasaran : 94.378 RTS

Pencapaian kinerja dan anggaran terealisasi 100%

b. Program Rutilahu

Anggaran : Rp. 3.090.000.000,-

Sasaan : 309 Rumah

Pencapaian kinerja dan anggaran terealisasi 100%

c. Program Listrik Pra KS

Target : 953 KKK

Terealisasi : 953 KK

Pencapaian kinerja dan anggaran terealisasi 100%

Dari rincian diatas maka dapat dijelaskan bahwa Pemerintah

Kabupaten Ciamis dalam upaya penanggulangan pengentasan

kemiskinan di Kabupaten Ciamis dilakukan melalui Lembaga Terpadu

Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LTPKD ) dengan Tiga Program

Pokok, yang pertama bidang kesehatan yakni program Waluya,

(52)

52 pemberian makanan tambahan. Yang kedua bidang pendidikan yakni

Program Calakan dengan pemberian beasiswa untuk 500 siswa SMP

dan 262 untuk siswa SMA/SMK. Yang ketiga bidang sosial dan

ekonomi yakni Program Walagri di implementasikan dengan program

raskin/rastra dan program Rutilahu.

Ketiga program utama dalam rangka upaya pengentasan

kemiskinan di Kabupaten Ciamis telah mencapai target realisasi

100%, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin

meskipun tidak secara signifikan.

Dalam upaya mengurangi permasalahan kemiskinan di

masyarakat, telah dilakukan kegiatan road show program

penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Ciamis. Kegiatan ini

dilaksanakan di tiap eks Kawedanaan Wilayah Kabupaten Ciamis

selama 5 hari, mulai tanggal 19 -27 April 2016 dan ditujukan kepada

seluruh Camat dan Kepala Desa. Kegiatan ini merupakan kegiatan

untuk mensosialisasikan program-program secara lebih jelas dan

menyeluruh kepada masyarakat Kabupaten Ciamis. Untuk kedepan

diharapkan kegiatan ini menjadi agenda rutin dan menjadi salah satu

kegiatan LTPKD (Layanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan

Daerah).

Selanjutnya dalam upaya mendekatkan layanan kepada

masyarakat telah dilakukan pelaksanaan Bhakti Sosial terkait program

(53)

53 pembangunan Jembatan Ciparay, yang dilaksanakan di Desa Ciparay

Kecamatan Cidolog pada Hari Jum’at–Sabtu tanggal 20 – 21 Mei

2016. Kegiatan ini meliputi : Penyuluhan Pembangunan (Sosial

Ekonomi, Kesehatan/KB, dan Pendidikan), Pembagian Sembako

Kepada Masyarakat Miskin di Desa Ciparay Kecamatan Cidolog dan

Desa Margajaya Kecamatan Pamarican, Pengobatan gratis,

Pembuatan Kartu Keluarga dan Akte Kelahiran gratis, Pelayanan KB

gratis, Donor Darah, dan Perpustakaan gratis.

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

a. Peran Pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di kabupaten

ciamis dengan di bentuknya Layanan Terpadu Penanggulangan

(54)

54 Ciamis Nomor 62 Tahun 2014 tentang Pembentukan Layanan

Terpadu Penanggulangan Kemiskinan Daerah.

b. Kendala yang dihadapi pemerintah dalam pengentasan

kemiskinan di kabupaten ciamis dalam hal Sistem pengelolaan

data kemiskinan daerah Untuk pengelolaan dana kemiskinan

diperlukan perangkat dan sistem yang terintegrasi hingga ke

desa-desa.

c. Upaya Pemerintah daerah dalam pengentasan kemiskinan

dengan mengeluarkan regulasi mengenai pengentasan

kemiskinan yakni Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 11

Tahun 2016 Tentang Penanggulangan Kemiskinan, Peraturan

Bupati Ciamis Nomor 29 Tahun 2016 tentang Indikator Lokal

Keluarga Miskin di Kabupaten Ciamis, serta merealisasikan 3

(Tiga) program utama yakni, Bidang Kesehatan “Waluya”, Bidang

Pendidikan “Calaka”, Bidang Sosial Ekonomi “Walagri”.

5.2. Saran

a. Pemerintah kabupaten ciamis lebih intens melakukan

pengentasan kemiskinan sehingga taraf hidup keluarga miskin

semakin menurun.

b. Pemerintah segera membentuk Layanan Terpadu

Penanggulangan Kemiskinan Daerah di setiap kecamatan

(55)

55 DAFTAR PUSTAKA

Bappenas. 2004. Rencana Strategik Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia : Jakarta.

Nanga, M. 2006. Dampak Transfer Fiscal terhadap Kemiskinan di Indonesia. Jakarta : World Bank.

Nazir, M. 1998. Metodologi Penelitian Pembangunan Desa. Jakarta : Bina Aksara.

Parwato. 2001. Penanggulangan Kemiskinan Departemen Permukiman dan Pembangunan Sarana. Jakarta : Wilaya.

Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penilitian Hukum. Jakarta : UI Press.

Soetrisno L. 2001. Kemiskinan, Perempuan dan Pemberdayaan. Yogyakarta: Kanisius.

Sukirno, Sadono. 2002. Ekonomi Pembangunan Proses Masalah dan Dasar- dasar Kebijaksanaan. Jakarta : Universitas Indonesia.

Suharto ES. 2003. Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial. Bandung: STKS Press.

Sunaryo, Urip. 2007. Perkembangan jumlah penduduk miskin dan penyebabnya. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Triana, Lidya. 2006. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Indonesia: Analisis data susenas 2004.

Referensi

Dokumen terkait

Misi Komite Audit adalah membantu Dewan Komisaris dalam menjalankan peran pengawasan dengan mengkaji laporan keuangan, sistem pengendalian internal, proses audit,

[r]

Promosi kartu kredit banyak dilakukan kerjasama dengan beberapa tempat makan, bioskop, penjualan <em>gadget</em>, tiket pesawat terbang, pemesanan hotel,

Berdasarkan evaluasi dari perancangan dan prototipe sistem high availability dengan menggunakan Oracle Data Guard, maka sistem yang diusulkan ini dapat menjamin keberlangsungan

Hasil fraksinasi proses pemisahan sintesis nukleotida bertanda P-32 dengan waktu inkubasi selama 90 menit dapat dilihat pada Gambar 5. Hasil fraksinasi proses

untuk pengujian tiap spesies dalam satuan milidetik. Rata-rata jumlah fitur berupa titik acuan untuk menghitung Arch Height pada metode MARCH sebanyak 256 titik sedangkan pada

Pokok permasalahan adalah terletak pada piutang usaha yang diberikan para pengusaha toko kepada masyarkat di desa itu, seberapa besar pengaruhnya, kemudian apakah

Tanaman sirih merah tumbuh menjalar seperti sirih hijau, batangnya bersulur dan beruas dengan setiap buku tumbuh bakal akar, daunnya bertangkai membentuk