• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perempuan dan Robohnya Kebudayaan Minang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perempuan dan Robohnya Kebudayaan Minang"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

1 | P a g e

... laki-laki Minang yang pada akhirnya

mengambil keputusan merantau dan tidak pulang-pulang ke kampung halaman (marantau cino) diakibatkan

oleh karena cilakonya saudara perempuannya (ketika orang tua

sudah tidak ada lagi).

PEREMPUAN DAN ROBOHNYA KEBUDAYAAN MINANG

(Sisi Gelap dari Perempuan Minang)

OLEH F A D L I L L A H M A L I N S U T A N dunia sastra. Ada tokoh satu lagi, tetapi agak jarang dibicarakan, yakni Amai Cilako (= Ibu celaka). Kaba ini tulis oleh penulis kaba Minang yang cukup terkenal yakni Sjamsuddin St. Radjo Endah, sejak tahun 1927 sampai sekarang masih diterbitkan.

Kaba ini menceritakan seorang perempuan bernama Rombok (tokoh utama; mungkin ada berbeda. Ia dengan mudah 'menceraikan' suaminya

bila tak lagi

menguntungkannya.

Sikap ini juga dilakukannya terhadap menantu-menantunya. la tak menyukai suami Aminah yang miskin. Dipaksanya Aminah 'menceraikannya' supaya dapat kawin dengan Sutan Sati, suami dari Upiek yang telah meninggal. Tapi Sutan

Sati menolak untuk

mengawini Aminah setelah ia

cerai dari suaminya. Aminah akhirnya hidup sengsara, malah jadi gila, karena sikap dan perbuatan ibunya.

Rombok juga mencoba menceraikan Sutan Babangso dari isterinya, sehingga ia juga terpaksa hidup menderita. Hidupnya baru menjadi baik setelah kembali ke isterinya, karena perdagangan lebih dijalankan oleh isterinya.

Sutan Babangso tak dapat bertindak sebagai seorang mamak. Malahan ia terpaksa mengikuti kehendak ibunya. Hal ini disebabkan karena ia tak memberikan sumbangan apa-apa terhadap kesejahteraan ibu dan adik-adiknya, ia terikat kepada hasil usaha isterinya. Segala keputusan ada di tangan ibunya, juga tentang masa depan anak-anaknya.

Buruknya Budi Alamat Roboh Kebudayaan

Kaba Amai Cilako agaknya sangat perlu dibicarakan oleh pemerhati kebudayaan Minangkabau. Karena ia berada pada titik permasalahan keruntuhan kebudayaan Minangkabau. Mengapa begitu? Hal itu disebabkan, kebudayaan Minangkabau merupakan kebudayaan matrilineal. Memang hal ini sejalan dengan

pemikiran bahwa perempuan adalah tiang (baca: tonggak utama) suatu bangsa, artinya ketika runtuhnya tonggak tua maka runtuhlah bangsa itu. Dengan demikian kaba ini adalah kaba tentang keruntuhan bangsa Minangkabau.

Keruntuhan itu bukan berada pada pihak laki-laki, yang dikenal dengan mamak, ninik mamak, para penghulu. Banyak mamak yang menjual dan menggadaikan harta, banyak ninik mamak dan penghulu yang berprilaku ‘anak dijinjing, kemenakan dilapang, orang kampung dipatungganglangangkan’, namun kebudayaan Minang tidak runtuh. Akan tetapi ketika perempuan yang celaka maka kebudayaan Minang berada dalam keruntuhan.

Hal itu menekankan, atau menggarisbawahi bahwa posisi perempuan sangatlah penting sekali, merupakan posisi kunci. Posisi ini bukanlah berada

pada luasnya ilmu

pengetahuan (kognitif) seorang perempuan, juga bukan hebatnya sepak terjang

perempuan dalam

aktifitasnya (psikomotorik) sebagaimana Sabai nan Aluih, tetapi dalam kaba ini ternyata lebih tertuju kepada persoalan afektif, yakni moral, etika, akhlak, atau watak perangai perempuan Minangkabau itu sendiri. Di sinilah epistemologi cilako. Epistemologi (baca: pengetahuan) berada pada tataran EQ bukan pada IQ.

(2)

2 | P a g e

Laki-laki dilahirkan oleh perempuan

dan dididik oleh perempuan sebagaimana Siti Jauhari yang mendidik anaknya (bukan mamak)

dalam kaba Rancak di Labuah. Apakah mereka bangga dengan budaya Minang

daripada budaya Barat?

Dikhawatirkan mereka sudah tercerabut dari budaya Minang, karena mereka dididik pada sekolah dasar dan menengah yang bukan sekolah berparadigma dan berfilosofi

budaya Minangkabau, berpendidikan budaya Minang. Terlepas dari semua itu, persoalan keruntuhan itu berada pada moral, ketika perempuan Minangkabau sudah tidak bermoral, sudah durhaka kepada kebudayaan

Minangkabau, maka

kebudayaan Minangkabau sudah runtuh.

Kedurhakaan bukanlah saja pada Malin Kundang tetapi juga kepada ibu Malin Kundang yang mendidik Malin Kundang menjadi durhaka, salah asuhan, kepada Amai yang cilako. Laki-laki dilahirkan oleh perempuan dan dididik oleh perempuan sebagaimana Siti Jauhari yang mendidik anaknya (bukan mamak) dalam kaba Rancak di Labuah.

Salah satu motivasi banyak saudara laki-laki mengambil keputusan untuk merantau adalah akibat tersinggung harga dirinya oleh saudara perempuannya. Kemudian banyak juga laki-laki Minang yang pada akhirnya mengambil keputusan merantau dan tidak pulang-pulang ke kampung halaman (marantau Cino) diakibatkan oleh cilako-nya saudara perempuannya (ketika orang tua sudah tidak ada lagi). Menurut mereka, untuk apa pulang kalau hanya untuk bertemu dengan perempuan cilako (bukan tidak mau memperbaiki, sudah tidak ada cara lagi, sebab pada dasarnya yang bisa memperbaiki adalah perempuan itu sendiri). Akibatnya, laki-laki sebagai mamak, tidak ada lagi, inilah yang disebut orang dengan kondisi ‘lurah tidak lagi berbatu’. Dengan demikian orang akan ‘bersilantasangan’ karena tidak ada perlu ditakuti. Kemudian terjadilah kepunahan, peristiwa ini sudah banyak terjadi.

Adapun perempuan Minangkabau pada hari ini, agaknya tidak perlu diurai bagaimana kenyataannya, jika didapati kenyataan yang mengecewakan, maka hal itu disebabkan mereka memang dididik bukanlah oleh lembaga pendidikan Minangkabau. Mereka banyak diajar dan cerdas tetapi hanya IQ saja, sedangkan emosionalnya (EQ) kosong dan kekosongan itu diisi oleh budaya Barat dari sekolah-sekolah pemerintah yang broker Barat.

Terakhir, di sini perlu diingat bahwa masih banyak perempuan Minang yang bermoral baik, walapun ia berpendidikan rendah, di samping ada yang berpendidikan tinggi. Tapi seberapakah? Agaknya semua berpulang kepada bangsa Minang itu sendiri. ***

*) Fadlillah, gelar Malin Sutan, mahasiswa Pascasarjana Kajian Budaya Universitas Udayana, Denpasar, Bali, dan staf pengajar Fak. Ilmu Budaya Univ. Andalas, Padang.

**) Artikel ini dimuat Singgalang, 03 Mei 2009. 08 Jumadil Awal 1430, hal. B-11, dengan judul

Perempuan Minang; dan Keroposnya Sandi

Referensi

Dokumen terkait

Dan sistem yang akan diusulkan pada penelitian ini memanfaatkan mikrokontroler dan teknologi Modul bluetooth yang saat ini masih belum banyak yang

Walaupun tidak ada perberbedaan pad hari ke-21, jika di lihat perbedaan rata rata dari ke dua kelompok tersebut yaitu nilai rata rata salep binahong dosis 50% yaitu 15,67 dan

Kelurahan yang memiliki luas lahan terbesar yang masuk dalam kelas sangat sesuai yaitu Kelurahan Sorosutan dengan luas 130,94 Ha sedangkan yang paling sedikit yaitu Kelurahan

Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa meskipun siswa mempersepsikan dirinya memiliki kapasitas yang cukup untuk membaca, namun ada suatu potensi yang

Berdasarkan Peraturan Walikota Kotamobagu Nomor 42 Tahun 2016 Tentang kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan

Tahapan metode yang diusulkan pada penelitian tersebut terdiri dari mendeteksi pulps dengan menggunakan pemindai UV, ekstraksi fitur dari hasil pemindaian UV,

Hal ini diatur dalam Pasal 35 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu sebagai berikut: 1 Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama 2

Jaminan Fidusia tersebut memberi kewenangan dan kemudahan bagi penerima Fidusia untuk langsung melakukan eksekusi terhadap objek jaminan tersebut para pihak terkai t untuk