• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Harta Bersama dan Perceraian 2.1.1 Pengertian dan Dasar Hukum Harta Bersama - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Putusan Mahkamah Konstutusi No

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Harta Bersama dan Perceraian 2.1.1 Pengertian dan Dasar Hukum Harta Bersama - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Putusan Mahkamah Konstutusi No"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

A. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Harta Bersama dan Perceraian 2.1.1 Pengertian dan Dasar Hukum Harta Bersama

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketika suami dan istri telah ada dalam ikatan perkawinan maka terjadi percampuran harta antara harta suami dan istri apabila sebelumnya tidak dilakukan perjanjian pemisahan harta.

Istilah harta bersama atau yang sering disebut harta gono – gini merupakan sebuah istilah hukum yang sudah tak asing di dalam masyarakat. Istilah gono-gini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai harta yang berhasil dikumpulkan oleh suami-istri selama berumah tangga sehingga harta tersebut menjadi hak suami dan istri1. Pengertian harta bersama diatur dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 35 ayat (1) disebutkan bahwa harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama masa perkawinan, selain itu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga memberi pengertian mengenai harta bersama dalam Pasal 119, disebutkan bahwa sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi persatuan harta bersama antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan2. Pengertian harta bersama juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 1 huruf f disebutkan bahwa harta kekayaan dalam

1

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tahun 2001, hlm 330 2

(2)

perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama-sama suami istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung, dan selanjutnya disebut harta bersama tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun3. Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai harta bersama maka menurut penulis harta bersama ialah harta benda yang diperoleh selama ikatan perkawinan berlangsung, suami atau istri dapat bertindak untuk berbuat sesuatu atas harta bersama ini atas persetujuan kedua belah pihak. Mengenai harta bersama tersebut suami dan istri masing memilki hak untuk menguasai harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan di bawah pengawasan masing-masing- masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.4.

Dasar hukum harta bersama di Indonesia diatur oleh hukum Islam dan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Dasar hukum mengenai harta bersama ini dapat ditemui dalam Undang - Undang dan peraturan berikut :

a. Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 35 ayat (1), disebutkan bahwa yang dimaksud dengan harta bersama adalah Harta benda yang diperoleh selama masa perkawinan.

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 119, disebutkan bahwa Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami istri

c. Kompilasi Hukum Islam Pasal 85, disebutkan bahwa Adanya harta bersama di dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing

3

Abdul Manan, op.cit,hal. 108-109 4

(3)

suami istri. Di dalam Pasal ini disebutkan adanya harta bersama dalam perkawinan, akan tetapi tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami-istri.

Pengaturan harta gono-gini diakui secara hukum di Indonesia, hal ini sebagaimana telah diatur dalam beberapa peraturan Perundang – Undangan baik secara pengurusan, penggunaan, dan pembagiannya.

2.1.2 Pengertian Perceraian dan Pengaturannya

Dalam menjalani perkawinan tidak sedikit banyak suami istri mengalami kegagalan dalam menjalaninnya, kegagalan ini sering berujung dengan berakhirnya perkawinan tersebut atau sering disebut dengan perceraian. Menurut KHI dan Undang-undang Perkawinan, putusnya perkawinan dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu, kematian, perceraian dan putusan pengadilan. Putusnya perkawinan yang disebabkan oleh perceraian biasanya disebabkan oleh talak atau berdasarkan gugatan cerai. Talak berarti membuka ikatan atau membatalkan perjanjian. Secara umum talak diartikan sebagai peceraian baik yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya suami atau istri.

Perceraian adalah putusnya hubungan perkawinan antara suami-isteri berdasarkan putusan hakim atas tuntutan salah satu pihak suami-istri yang didasarkan alasan-alasan yang sah yang telah disebutkan dalam peraturan Perundang- Undangan5. Menurut Pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974 yang dimaksud dengan perceraian ialah hubungan perkawinan yang perceraiannya hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak serta memiliki alasan yang cukup

5

(4)

bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri6. Perceraian juga diatur dalam Pasal 115 KHI yang menyebutkan bahwa Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Berdasarkan pengertian diatas perceraian menurut penulis ialah putusnya hubungan antara suami dan istri karena sudah tidak dapat lagi hidup rukun sebagai suami istri sebagaimana tujuan dari perkawinan dimana percerain dilakukan di Pengadilan Agama atau pengadilan yang berwenang.

Perceraian mempunyai akibat hukum yang luas, baik dalam lapangan Hukum Keluarga maupun dalam Hukum Kebendaan serta Hukum Perjanjian. Seperti yang terdapat di dalam Pasal 41 Undang-undang Perkawinan, disebutkan bahwa akibat hukum yang terjadi karena perceraian adalah sebagai berikut:

1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberi keputusannya.

2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, maka pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. Oleh karena itu, dampak atau akibat dari putusnya hubungan perkawinan karena perceraian, telah jelas diatur dalam Undang-undang Perkawinan

6

(5)

Namun secara jelas akibat yang dituimbulkan dengan terjadinya perceraian ialah putusnnya hubungan perkawinan suami dan istri, Akibat lain dari perceraian adalah menyangkut masalah harta benda perkawinan khususnya mengenai harta bersama. Mengenai pembagian harta bersama ini dalam KUH Perdata Pasal 128 - Pasal 129 mengatur bahwa apabila tali perkawinan antara suami dan istri putus atau bercerai maka harta bersama tersebut dibagi dua antara suami istri tanpa memperhatikan dari pihak mana barang-barang kekayaan itu sebelumnya diperoleh, mengenai hal pembagian harta bersama juga diatur dalam Pasal 37 Undang-undang Perkawinan yang menyebutkan bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masinghal tersebut pula diatur dalam Pasal 97 KHI dinyatakan bahwa apabila perkawinan putus baik karena perceraian maupun karena kematian, maka masing-masing suami istri mendapatkan separuh dari harta bersama yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. 2.1.3 Tinjauan Umum Tentang Mahkamah Syariah

Dalam memutusakan perkara perceraian antara suami dan istri maka Perundangan di Indonesia mengatur bahwa perkara perceraian diselesaikan dipengadilan yang berwenang, salah satu peradilan yang memiliki kewengan dalam mengadili perkara perceraian ialah Mahkamah Syariah. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dalam Pasal

128 ayat (2) menyebutkan bahwa Mahkamah Syar‟iyah merupakan pengadilan bagi setiap orang

yang beragama Islam dan berada di Aceh. Mahkamah Syar'iyah (disingkat MS) adalah salah satu Pengadilan Khusus yang berdasarkan Syariat Islam di Provinsi Aceh sebagai pengembangan dari Peradilan Agama. Mahkamah Syar'iyah terdiri dari Mahkamah Syar'iyah Provinsi dan Mahkamah Syar'iyah (tingkat Kabupaten dan Kota). Kekuasaan dan Kewenangan Mahkamah

Syar‟iyah dan Mahkamah Syar‟iyah Provinsi adalah kekuasaan dan kewenangan Pengadilan

(6)

berkaitan dengan kehidupan masyarakat dalam bidang ibadah dan Syariat Islam yang ditetapkan dalam Qanun7

Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 Tentang

Pemerintahan Aceh Mahkamah Syar‟iyah memiliki kewenangan untuk memeriksa, mengadili,

memutus, dan menyelesaikan perkara yang meliputi bidang ahwal al-syakhsiyah (hukum

keluarga), muamalah (hukum perdata), dan jinayah (hukum pidana) yang didasarkan atas syari‟at

Islam.

2.2 Pengertian dan Dasar Hukum Rahasia Bank

Rahasia bank adalah salah satu wujud perlindungan hukum di bidang perbankan yang sangat penting dimiliki oleh perbankan, terutama bagi negara yang memiliki lembaga keuangan bank. Rahasia bank wajib dipegang teguh oleh para professional. Hal ini ditujukan untuk melindungi nasabahnya. Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya.8 Menurut ketentuan Pasal 1 angka 16 UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengsan keuangan dal ha-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbanakn wajib dirahasiakan. Pengertian mengenai rahasia perbankan juga di kemukakan oleh para ahli yang menyatakan bahwa :

1. Menurut Munir Fuady rahasia bank adalah Hubungan antara nasabah dan banknya mirip dengan hubungan antara lawyer dan kliennya atau hubungan antara dokter dan pasiennya. Semuanya sama-sama mengandung kewajiban untuk merahasiakan data dari

7

https://id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Syar%27iyah 8

(7)

klien/nasabah/pasiennya. Sering juga untuk rahasia yang terbit dari hubungan seperti ini disebut dengan istilah rahasia jabatan9.

2. Menurut Kasmir rahasia bank adalah Dikarenakan kegiatan dunia perbankan mengelola uang masyarakat, maka bank wajib menjaga kepercayaan yang diberikan masyarakat. Bank wajib menjaga keamanan uang tersebut agar benar-benar aman. Agar keamanan uang nasabahnya terjamin, pihak perbankan dilarang untuk memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal -hal lain dari nasabahnya. Dengan kata lain, bank harus menjaga rahasia tentang keadaan keuangan nasabah dan apabila melanggar kerahasiaan ini perbankan akan dikenakan sanksi10.

Berdasarkan pengertian tersebut maka menurut pendapat penulis rahasia bank ialah suatu kewajiban yang dimiliki oleh sebuah bank untuk menjaga rahasia nasabah berdasarkan ketentuan yang wajib dirahasiakan.

Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan suatu hal yang sangat penting bagi nasabah penyimpanan dan simpanannya maupun bagi kepentuingan bank itu sendiri. Terdapat Teori-teori rahasia bank. Terdapat dua Teori-teori tentang rahasia bank, antara lain :

1. Teori rahasia bank yang bersifat mutlak (Absolutely Theory).

Teori rahasia bank yang bersifat mutlak ialah kewajiban bank untuk menyimpan rahasia atau keterangan-keterangan mengenai nasabahnya yang diketahui oleh bank dalam keadaan apapun juga, yaitu dalam keadaan biasa atau dalam keadaan luar biasa.

2. Teori rahasia bank yang bersifat relatif.

Teori rahasia bank yang bersifat relatife ialah keadaan diamana bank diperbolehkan untuk membuka rahasia atau memberikan keteranagan mengenai nasabahnya, untuk

9

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, PT Citra AdityaBakti, Bandung, 2003, hlm. 87. 10

(8)

kepentingan yang mendesak, misalnya untuk kepentingan negara atau kepentingan hukum yang telah diatur dalam Undang – Undang .11

Indonesia merupakan Negara yang menganut teori yang bersifat relati yang artinya bahwa terdapat pengecualian dari rahasia nasabah untuk memungkinkan bank membuka informasi itu yang berkaitan dengan suatu badan atau instansi diperbolehkan untuk meminta informasi atau keterangan data tentang keuangan nasabah yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peerundang-undangan yang berlaku. Pasal 20 ayat (1) UU No 10 Tahun 1998 mengatur bahwa setiap nasabah harus dilindungi kerahasiaan datanya oleh bank, akan tetapi kerahasian perbankan tersebut dapat dibuka untuk:

a. kepentingan perpajakan (Pasal 41)

b. penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara (Pasal 41A),

c. kepentingan peradilan dalam perkara pidana (Pasal 42) d. perkara perdata antar bank dengan nasabahnya (Pasal 43) e. kepentingan tukar-menukar informasi antar bank (Pasal 44)

f. atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis (Pasal 44A)

2.2.1 Peraturan Bank Indonesia nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Ijin Tertulis Membuka Rahasia Bank

Ketentuan mengenai rahasia bank diatur dalam UU No 10 Tahun 1998 dan kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Ijin Tertulis Membuka Rahasia Bank. Berdasarkan ketentuan tersebut ,pada prinsipnya setiap bank dan afiliasinya wajib merahasiakan keterangan

11

(9)

mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Sedangkan keterangan mengenai nasabah selain sebagai nasabah penyimpan, tidak wajib dirahasiakan. Terhadap rahasia bank dapat disimpangi dengan izin terlebih dahulu dari pimpinan Bank Indonesia untuk kepentingan perpajakan,penyelesaian piutang oleh BUPN/PUPLN dan kepentingan peradilan perkara pidana dimana status nasabah penyimpan yamg akan dibuka rahasia bank harus tersangka atau terdakwa. Terhadap rahasia bank dapat juga disimpangi tanpa ijin terlebih dahulu dari Pimpinan Bank Indonesia yakni untuk kepentingan perkara perdata antara bank dengan nasabahnya,tukar menukar informasi antar bank,atas permintaan/persetujuan dari nasabah dan untuk kepentingan ahli waris yang sah. Namun terdapat hal-hal dikecualikan oleh Peraturan Bank Indonesia Nomor : 2/ 19 /Pbi/2000 mengenai kerahasian bank ini, dimana rahasia perbankan dapat dibuka untuk

a. kepentingan perpajakan;

b. penyelesaian piutang Bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara;

c. kepentingan peradilan dalam perkara pidana;

d. kepentingan peradilan dalam perkara perdata antara Bank dengan Nasabahnya; e. tukar menukar informasi antar Bank;

f. permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis;

g. permintaan ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan yang telah meninggal dunia.

(10)

dari Pimpinan Bank Indonesia selain perintah atau izin tertulis dari Bank Indonesia bank dilarang memberikan keterangan tentang nasabahnya. Mengenai pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank dilaksanakan oleh Gubernur Bank Indonesia yang juga dapat menolak untuk memberikan perintah atau izin tertulis membuka Rahasia Bank apabila surat permintaan tidak memenuhi persyaratan. Apabila Gubernur Bank Indonesia bersedia memberikan izin untuk membuka rahasia perbankan maka dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah surat permintaan diterima secara lengkap oleh Direktorat Hukum Bank Indonesia pembukaan kerahasian perbankan harus dilaksanakn oleh dilaksanakan oleh Gubernur Bank Indonesia.

2.3 Tinjauan Umum Tentang Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (disingkat MKRI) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan

Mahkamah Konstitusi RI mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

1. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(11)

3. Memutus pembubaran partai politik, dan

4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Mahkamah Konstitusi memiliki satu kewajiban yaitu memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga:

1. Telah melakukan pelanggaran hukum berupa : a) penghianatan terhadap negara;

b) korupsi; c) penyuapan;

d) tindak pidana lainnya;

2. Melakukan perbuatan tercela, dan/atau

3. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.12

Salah satu kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusis ialah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hal ini didasari oleh kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang kepada Mahkamah Konstitusi serta kedudukan Peraturan perundang-undangan yang tertinggi di Negara Republik Indonesia ialah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Terdapat beberapa fungsi dari peraturan perundang-undangan13 yakni :

Fungsi Internal yang terdiri dari fungsi :

1. Fungsi penciptaan Hukum : Penciptaan hukum yang melahirkan sistem kaidah hukum yang berlaku umum dilakukan atau terjadi melalui kaidah putusan hakim (yurisprudensi)

12

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id 13

(12)

. Kebiasaan yang tumbuh sebagai praktek dalam kehidupan masyarakat atau negara dan peraturan perundang-undagan sebagai keputusan tertulis pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang yang berlaku secara umum.

2. Fungsi pembaharuan Hukum : Peraturan perundang-undangan merupakan instrumen yang efektif dalam pembaharuan hukum ( law reform ) dibandingkan dengan penggunaan hukum kebiasaan atau hukum yurisprudensi. Pembentukan peraturan perundang-undangan dapat direncanakan sehingga pembaharuan hukum dapat pula direncanakan. Fungsi pembaharuan tidak saja terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah ada, tetapi dapat dipergunakan sebagai sarana memperbaharui yurisprudensi, hukum kebiasaan/adat

3. Fungsi Integrasi Pluralisme Sistem Hukum : di Indonesia masih berlaku berbagai system hukum (empat macam sistem hukum), yaitu sistem hukum kontinental (barat), sistem hukum adat, sistem hukum agama (khususnya agama islam) dan sistem hukum nasional (produk hukum setelah kemerdekaan).

4. Fungsi Kepastian Hukum : Kepastian hukum merupakan asas terpenting dalam tindakan hukum dan penegakan hukum. Peraturan perundang-undangan dapat memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi dari pada hukum kebiasaan/adat atau yurisprudensi. Untuk benar-benar menjamin kepastian hukum, peraturan perundang-undangan selain harus memenuhi syarat-syarat dalam pembentukan Undang-undang.

(13)

Dengan demikian fungsi ini dapat juga berlaku pada hukum kebiasaan/adat atau yurisprudensi. Fungsi Sosial dapat dibedakan 14:

1. Fungsi Perubahan Hukum juga dikenal sebagai sarana pembaharuan (law as social engineering). Peraturan perundang-undangan diciptakan atau dibentuk untuk mendorong perubahan masyarakat dibidang ekonomi, sosial, maupun budaya.

2. Fungsi stabilitas Peraturan perundang-undangan dapat pula berfungsi sebagaim stabilitas. Peraturan perundang-undagan dibidang pidana, dibidang ketertiban dan keamanan adalah kaidah-kaidah yang terutama bertujuan menjamin stabilitas masyarakat.

3. Fungsi kemudahan Peraturan perundang-undangan dapat pula dipergunakan sebagai sarana mengatur berbagai kemudahan (fasilitas). Peraturan perundang-undangan yang berisi ketentuan insentif seperti keringan pajak, penundaan pengenaan pajak, penyederhanaan tata cara perizinan, struktur pemodalan dalam penananman modal merupakan kaidah-kaidah kemudahan

Peraturan perundang-undangan yang dirangkai menjadi sebuh pengaturan tersebut diharapkan mampu menjawab kebutuhan masyarakat dalam bermasyarakat. Namun dewasa ini banyak kebutuhan masyarakat yang kompleks yang mengakibatkan diperlukan adanya pengaturan yang terus menunjang kebutuhan masyarakat hal ini membuat beberapa peraturan mengalami perubahan. Perubahan tersebut diinginkan oleh pihak-pihak yang merasa bahwa peraturan tersebut sudah tidak dapat sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pengujian Undang- Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau kita kenal dengan istilah judicial reviw merupakan proses pengujian peraturan

14

(14)

perundang-undangan yang lebih rendah terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang dilakukan oleh lembaga peradilan. Terdapat dua bentuk pengujian Undang-Undang yaitu pengujian formil dan/atau pengujian materiil. Pengujian materiil adalah pengujian Undang yang berkenaan dengan materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian Undang-Undang yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang- Undang-Undang terhadap Undang-Undang-Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan Pengujian formil adalah pengujian Undang-Undang yang berkenaan dengan proses pembentukan Undang-Undang-Undang-Undang dan hal-hal lain yang tidak termasuk pengujian materiil.

Kedudukan Mahkamah Konstitusi secara normative dalam pengujian Undang-Undanghanya sebatas sebagai negative legislator yaitu penghapus atau pembatalnorma yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun dalam perkembangannya Mahkamah Konstitusi mengalami pergeseran fungsi dimana Mahkamah Konstitusi melalui putusannya sudah menjadi lembaga yang bersifat Positive legislature bukan hanya menjadi negative legislator, Hal ini dapat dilihat dalam prakteknya, dimana putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat positive legislature sangat banyak ditemukan dalam produk hukumnya. Mahkamah Konstitusi bersifar Positive legislature yaitu

menciptakan suatu keadaan hukum baru yang bersifat mengatur lewat putusan yang dibuat oleh Mahkamah Konstitusi15.

Muatan positive legislature dalam putusan Mahkamah Konstitusi dapat dilihat dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang menciptakan putusan konstitusional bersyarat (conditionally constitutional), inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional),

15

(15)

putusan yang menunda pemberlakuan putusan (limited constitutional), dan putusan yang merumuskan norma baru.

Model putusan konstitusional bersyarat (conditionally constititional) dan model putusan inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstititional) pada dasarnya merupakan model putusan yang secara hukum tidak membatalkan dan menyatakan tidak berlaku suatu norma, akan tetapi kedua model putusan tersebut memuat atau mengandung adanya penafsiran (interpretative decision) terhadap suatu materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian dari undang-undang ataupun undang-undang secara keseluruhan yang pada dasarnya dinyatakan bertentangan atau tidak bertentangan dengan konstitusi dan tetap mempunyai kekuatan hukum atau tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Model putusan yang menunda pemberlakuan putusannya (limited constitutional) pada dasarnya bertujuan untuk memberi ruang transisi aturan yang bertentangan dengan konstitusi untuk tetap berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sampai waktu tertentu. Model putusan yang lain yaitu yang merumuskan norma baru adalah dalam rangka mengatasi inkonstitusionalitas penerapan norma. Rumusan norma baru tersebut pada dasarnya bersifat sementara, nantinya norma baru tersebut akan diambil-alih dalam pembentukan atau revisi undang-undang terkait.16.

2.4 Teori Argumentasi Hukum

Argumentasi hukum merupakan suatu proses berfikir yang terikat dengan jenis hukum, sumber hukum, jenjang hukum. Argumentasi hukum merupakan bagian dari teori hukum karena ilmu hukum adalah ilmu yang memiliki kepribadian yang khas (sui generis).17

16

www.Ejurnal.mahakamahkosntitusi.go.id 17

(16)

Pembentukan hukum dengan menggunakan metode teori argumentasi adalah cara untuk mengkaji bagaimana menganalisis, merumuskan suatu argumentasi secara cepat, jelas dan rasional dengan cara mengembangkannya. Teori argumentasi hukum mengembangkan kriteria yang dijadikan dasar untuk berargumentasi yang jelas dan rasional. Teori argumentasi ialah salah satu bentuk penemuan hukum oleh hakim yang digunakan oleh hakim untuk mengisi kekosongan hukum, atau menafsirkan suatu kaidah peraturan perundang-undangan yang tidak atau kurang jelas. Penemuan hukum adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas menerapkan hukum terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang konkret.18

Satu Argumentasi bermakna hanya dibangun atas dasar logika. Dengan kata lain adalah suatu “ Condition sine qua non” agar suatu keputusan dapat diterima adalah apabila didasarkan pada proses nalar, sesuai dengan system logika formal yang merupakan syarat mutlak dalam berargumentai.19 Dalam pola sivil law hukum utamanya adalah legislasi oleh karena itu langkah dasar pola nalar yang dikenal sebagai reasoning based on rules adalah penelusuran peraturan perundang – undangan. Legal reasoning memiliki arti sempit dan luas legal reasoning dalam arti luas berkaitan dengan proses psikologi yang dilakukan hakim untuk sampai pada keputusan atas kasus yang dihadapinya sedangkan legal reasoning dalam arti sempit, berkaitan dengan argumentasi yang melandasi satu keputusan20. Langkah – langkah yang dapat dilakukan adalah langkah pertama dikenal sebagai statute approach, langkah kedua ialah Case Approach dan langkah yang ketiga dikenal dengan conceptual approach.

Langkah pertama ialah Pendekatan statute approach ini dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu hukum)

18

Sudikno Mertokusumo,1996:hlm 37 19

Philipus M. Hadjon Titiek Sri Djatmiati. Op.cit. hlm.17 20

(17)

yang sedang dihadapi. Pendekatan perundang-undangan ini misalnya dilakukan dengan mempelajari konsistensi/kesesuaian antara Undang-Undang Dasar dengan Undang-Undang, atau antara Undang-Undang yang satu dengan Undang-Undang yang lain. Yang kedua ialah Pendekatan Kasus (Case Approach) Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan telaah pada kasus-kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Kasus-kasus yang ditelaah merupakan kasus yang telah memperoleh putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Hal pokok yang dikaji pada setiap putusan tersebut adalah pertimbangan hakim untuk sampai pada suatu keputusan sehingga dapat digunakan sebagai argumentasi dalam memecahkan isu hukum yang dihadapi. Yang ketiga ialah conceptual approach Pendekatan ini beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Pendekatan ini menjadi penting sebab pemahaman terhadap pandangan/doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum dapat menjadi pijakan untuk membangun argumentasi hukum ketika menyelesaikan isu hukum yang dihadapi. Pandangan/doktrin akan memperjelas ide-ide dengan memberikan pengertian-pengertian hukum, konsep hukum, maupun asas hukum yang relevan dengan permasalahan.

(18)

kajian logika dari suatu putusan, yaitu hubungan antara reason (pertimbangan, alasan) dan putusan, serta ketepatan alasan atau pertimbangan yang mendukung putusan tersebut.

Setelah memahami makna legal reasoning dalam arti sempit maupun arti luas, maka perlu diketahui dan dipahami tentang karakteristik-karakteristik legal reasoning yang tepat mengacu pada pemikiran filsafat praktis dari Aristoteles, Brett G Scharffs mengemukakan bahwa legal reasoning yang baik itu tersusu dari tiga gagasan atau konsep, yaitu : pertama, practical wisdom atau phronesis, kedua, craft atau techne atau keterampian, dan ketiga, rhetorica. Legal reasoning yang baik menurut Scharffs adalah hasil kombinasi antara practical wisdom, craft dan rhetoric. Hakim yang baik adalah hakim yang dapat mengkombinasikan skill atau karakter practical wisdom (kearifan dalam berpraktik hukum), keterampilan dan retorika. Masing-masing dari ketiga konsep tersebut merupakan komponen esensial dari suatu legal reasoning yang baik.

1. Practical Wisdom

Fokus dari practical wisdom adalah apa yang harus dilakukan pada suatu waktu tertentu dan pada situasi tertentu. Artinya, practical wisdom terkait sangat erat dengan memberikan pertimbangan yang mendalam (deliberation/bouleusis), menentukan pilihan (choice/proairesis) dari serangkaian pilihan yang ada, dan pada akhirnya menentukan tindakan (action/praxis) terbaik yang harus dilakukan. Dengan demikian, yang dimaksud dengan practical wisdom bukanlah semata-mata menerapkan dan mengikuti aturan perundang-undangan. Practical wisdom bukan pula semata-mata mengetahui tentang apa yang benar dan apa yang salah, melainkan memberikan pertimbangan mendalam tentang tindakan atau aksi apa yang harus dilakukan.

(19)

memiliki pratical wisdom senantiasa dapat melakukan pertimbangan mendalam secara baik. Pertimbangan mendalam tersebut mencakup bagaimana menemukan sarana-sarana terbaik untuk mencapai tujuan tertentu termasuk menentukan tujuan yang tepat yang hendak dicapai.

2. Craft

Aristoteles mendefinisikan craft atau techne sebagai kemampuan atau kapasitas yang tinggi untuk membuat atau menciptakan sesuatu. Berbeda dengan practical wisdom, yang lebih terfokus pada tindakan atau aksi, focus dari craft adalah karya cipta atau produksi. Berbeda dengan practical wisdom craft memiliki satu komponen, yaitu intelektualitas. Craft terbentuk dari pemanfaatan materi-materi dan sarana-sarana secara terampil. Dalam bidang hukum, materi-materi dimaksud meliputi sumber-sumber hukum seperti konstitusi dan ketentuan perundang-undangan, prinsip-prinsip dan pemikiran-pemikiran dasar tentang hukum, serta berbagai rangkaian peraturan dan pedoman

3. Rhetoric

(20)

erat dengan penyusunan argumentasi terbaik yang mungkin dibuat dalam suatu keadaan tertentu dan dengan memanfaatkan sarana-sarana persuasi yang tersedia.

Tujuan atau fokus dari practical wisdom, craft maupun rethoric semuanya dapat ditemukan dalam pelaksanaan tugas hakim. Putusan yang dibuat hakim, tentunya, terkait erat dengan tindakan/aksi yang membutuhkan practical wisdom. Dalam hal ini, hakim membutuhkan pertimbangan yang mendalam, menentukan pilihan dari serangkaian pilihan yang tersedia, dan pada akhirnya menentukan tindakan atau aksi yang akan diambilnya. Menurut Aristoteles, sebagaimana dikutip kembali oleh Scharffs, retorika itu terbentuk dari tiga model persuasi yang berbeda, yaitu logos, atau alasan pathos, atau emosi dan ethos, atau karakter.

(21)

B.PEMBAHSAN A. Temuan Data

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan oleh penulis apa yang melatarbelakangin penulis ingin mengkaji apakah apakah putusan Mahkamah Konstitusi nomor 64/PUU-X/2012 telah didasarkan pada argumentasi hukum yang tepat berdarkan pengertian dan pengaturan mengenai harta bersama dan perbankan serta kewengan yang dimiliki oleh Mahkamah syariah serta Mahkamah Konstitusi .

Keputusan Mahkamah Konstitusi diatas diawali kasus dalam skripsi ini yaitu perkara Magda Safrina, sebagai pemohon berkedudukan di Banda Aceh, mengajukan gugatan perceraian dan pembagian harta bersama (gono-gini) terhadap suami Pemohon. Gugatan perceraian dan pembagian harta bersama tersebut didaftarkan di Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh melalui kuasa hukum Pemohon dari kantor Advokat Marlianita,SH dan Rekan yang berkedudukan di Banda Aceh. Gugatan perceraian dan pembagian harta bersama tersebut didaftarkan di Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh Nomor 21/Pdt- G/2012/MS-BNA tertanggal 1 Februari 2012 pokok permohonan perkara yang dimohonkan adalah sebagai berikut :

1. Bahwa, Penggugat dan Tergugat adalah suami isteri sah yang menikah pada tanggal 16 Mei 1995 sesuai dengan Kutipan Akta Nikah No 2019/V/1995 yang dikeluarkan Kantor Urusan Agama Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh;

2. Bahwa selama dalam masa perkawinan Penggugat dan Tergugat telah memperoleh harta bersama yang terdiri dari:

(22)

Propinsi DKI Jakarta sebagaimana tersebut dalam SHM No 09.05.08.01.1.03349 dan AJB No 6/2004.

b. 1 (satu) petak tanah dan bangunan di Aceh Besar. (AJB No. 416 Tahun 2010 yang luasnya 200 m2

c. 1 (satu) petak tanah kebun berikut tanaman Jabon berusia 1 tahun seluas 10.000 m2 di Aceh Besar. (AJB Nomor 158/SIM/XI/2010)

d. 1 (satu) petak tanah kebun berikut tanaman Jabon berusia 1 tahun seluas 20.000 m2 di Aceh Besar. (AJB Nomor 159/SIM/XI/2010)

e. 1 (satu) petak tanah kebun berikut tanaman Jabon berusia 1 tahun seluas 20.000 M2 di Kabupaten Aceh Besar (AJB Nomor 160/SIM/XI/2010 )

f. 1 (satu) petak tanah kebun berikut tanaman Jabon berusia 1 tahun seluas 20.000 m2 di Aceh Besar. (AJB Nomor 161/SIM/XI/2010 )

g. 1 (satu) unit Mobil Toyota Avanza tahun 2008 warna silver BL 854 JA;

h. Deposito dan Tabungan (Deposito Bank Mandiri Cabang Unsyiah Darussalam no Seri AC 143716 No. Rek. 158-02-0004155-6 senilai Rp; 600.000.000,- ;

i. Deposito Bank Syariah Mandiri KCP Keutapang Nomor Seri : 7/D568609/333/10-2011 senilai Rp. 300.000.000,- ;

j. Deposito BRI KCP Peunayong Nomor DC 1257124 senilai Rp. 120.000.000,-

(23)

l. Tabungan Bank Syariah Mandiri Nomor Rekening 5577005009 senilai Rp. 169.747.000

Pokok permohonan :

1. Menceraikan Penggugat (Penggugat dengan Tergugat (Tergugat dengan talak I (satu) Bain Sughra

2. Menetapkan anak terkecil yang lahir dalam perkawinan Penggugat dan Tergugat anak kandung ketiga binti Tergugat (usia 7 tahun) berada dalam asuhan Penggugat selaku ibunya

3. Menghukum Tergugat untuk memberikan biaya hidup Rp. 3.000.000,- per anak per bulan dan biaya pendidikan untuk ketiga anak sebesar Rp 2.000.000,- per anak per bulan dan nanti akan disesuaikan dengan perkembangan dan pertumbuhan anak sampai anak dewasa dan mandiri

4. menetapkan pembagian harta bersama antara Penggugat dan Tergugat adalah 25 % untuk Penggugat, 25 % untuk tergugat dan 50 % untuk anak-anak kandung penggugat dan tergugat

Terhadap permohonan Pemohon Mahkamah Syariah berpendapat :

(24)

sesuai dengan penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Pasal 19 huruf f, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 116 huruf f, Kompilasi Hukum Islam

2. Mahkamah Syariah berpendapat, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah dikemukakan bahwa maksud Pasal 76 ayat (1) UU No 7 Tahun 1989 yang diubah untuk kedua kalinya dengan UU No 50 Tahun 2009 jo. Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 116 huruf f, Kompilasi Hukum Islam telah terpenuhi dalam perkara ini dan keutuhan rumah tangga para pihak telah tidak mungkin dapat dipertahankan lagi sehingga maksud firman Allah dalam surat ar Rum ayat 21 jo Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 3 KHI untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, penuh cinta dan kasih sayang tidak dapat dicapai malah mempertahankan perkawinan para pihak dalam keadaan perselisihan oleh karena itu adalah beralasan menurut hukum untuk mengabulkan gugatan Penggugat setentang perceraian

(25)

4. Mahkamah Syariah berpendapat, bahwa tuntutan setentang nafkah terhadap tiga orang anak, dapat dipertimbangkan ; Bahwa sesuai dengan maksud Pasal 105 huruf (c) dan Pasal 156 huruf (c) KHI, maka biaya untuk anak yang didefinisikan sebagai nafkah anak (biaya hidup dan pendidikan) ditanggung oleh ayah mereka in casu Tergugat ; Bahwa dengan mempertimbangkan keadaan anak dan kemampuan Tergugat maka besarnya biaya nafkah untuk ketiga orang anak tersebut adalah sebagaimana tercantum di dalam diktum Putusan Mahkamah Syariah

5. Mahkamah Syariah berpendapat, bahwa sesuai dengan ketentuan hukum sebagaimana maksud KHI Pasal 97 maka harta bersama suami istri dibagi dua bagian, masing-masing memperoleh separuhnya

Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut maka Mahkamah Syariah memberikan Putusan sebagai berikut :

1. Menjatuhkan talak I Bain Sughra Tergugat (Tergugat) terhadap Penggugat 2. Menetapkan anak kandung ketiga binti Tergugat (usia 7 tahun berada dalam

hadhanah (asuhan) Penggugat sampai anak tersebut mumayyiz

(26)

4. Menetapkan harta bersama Penggugat dengan Tergugat seperti yang dikemukakan oleh penggugat

5. Membagi harta bersama yang tercantum pada diktum mengenai harta bersama menjadi dua bagian, yang masing-masing pihak mendapat satu bagian.21

Berdasarkan putusan yang telah diberikan oleh Mahkamah Syariah maka Mahkamah Syariah menjatuhkan talak I (satu) Bain Sughra (Tergugat) terhadap Penggugat dan membagi harta bersama yang tercantum pada diktum mengenai harta bersama menjadi dua bagian. Dari beberapa harta bersama tersebut terdapat sejumlah harta bersama dalam bentuk tabungan dan deposito yang disimpan oleh dan atas nama suami Pemohon di sejumlah Bank di Kota Banda Aceh dan Bank Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Harta bersama dalam bentuk tabungan dan deposito tersebut didasarkan pada bukti asli berupa buku tabungan dan bilyet deposito yang berada di tangan Pemohon. Namun Tergugat melalui kuasa hukum tergugat Darwis, SH, memberikan jawaban gugatan kepada Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh tertanggal 21 Maret 2012, dalam Duplik 18 April 2012 menyangkal dan menolak keberadaan seluruh tabungan dan deposito yang disimpan oleh dan atas nama suami Pemohon pada sejumlah Bank di Kota Banda Aceh dan Bank di Kabupaten Aceh Besar tersebut . Maka dengan terjadinya perbedaan dan perselisihan antara Pemohon dengan suami Pemohon tentang keberadaan tabungan dan deposito yang dimaksud, Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh kemudian meminta sejumlah Bank termaksud untuk memberikan penjelasan mengenai keberadaan tabungan dan deposito dimaksud demi kepentingan perlindungan harta bersama yang kedudukannya dilindungi oleh hukum dan Undang-Undang. Surat permohonan kepada Bank termaksud dikirim oleh Mahkamah Syariah secara terpisah ke beberapa bank yaitu:

21

(27)

a. Bank Syariah Mandiri KCP Keutapang, Aceh Besar, tertanggal 21 Mei 2012. b. Bank Mandiri Cabang Unsyiah Darussalam, Banda Aceh, tertanggal 21 Mei 2012. c. Bank BRI Cabang KCP Peunayong, Banda Aceh, 6 Juni 2012.

Berdasarkan surat yang dikirim oleh Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh tersebut, Pihak Bank menolak memberikan keterangan surat-surat jawaban tertulis beberapa Bank terlampir dalam daftar barang bukti yang diajukan oleh Pemohon. Surat tanggapan dari pihak Bank yang ditujukan kepada Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh berasal dari:

a. Bank Syariah Mandiri KCP Keutapang, Aceh Besar b. Bank BRI KCP Peunayong, Banda Aceh

Bank- bank tersebut tidak dapat memenuhi panggilan dikarenakan hal tersebut menyangkut dengan kerahasiaan data nasabah, hal ini sesuai dengan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan PBI Nomor 2/19/PBI/2000 dan seterusnya. Bank Mandiri Cabang Unsyiah Darussalam, Banda Aceh menanggapi panggilan Mahkamah Syariah dengan menghadiri sidang perceraian Pemohon di Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh pada tanggal 30 Mei 2012. Bank Mandiri Cabang Unsyiah tersebut hadir ke persidangan diwakili oleh Kepala Cabang Bank Mandiri Cabang Unsyiah,Darussalam, Banda Aceh. Dalam keterangannya di persidangan, Kepala Cabang Bank Mandiri Cabang Unsyiah Darussalam, Banda Aceh menjelaskan bahwa deposito yang disimpan atas nama suami Pemohon di Bank Mandiri Cabang Unsyiah tersebut senilai Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) telah dicairkan oleh suami Pemohon beberapa hari sebelum gugatan perceraian. Namun pihak bank menolak memberi

keterangan mengenai aliran dana deposito tersebut dengan alasan “ ….. tidak dapat memberi

(28)

2/19/PBI/2000 dan karena Majelis hakim belum mengetahui nomor rekening dan jumlah deposito karena itu termasuk rahasia Bank, maka bank belum dapat memberitahukannya.

Pemohon berdalil bahwa dengan adanya perselisihan dalam pembagian harta bersama (gonogini) dalam hal putusnya perkawinan karena perceraian ini bisa mengakibatkan kerugian materiil yang dialami oleh salah satu pihak yang berselisih, hal yang mana kerugian tersebut telah dan atau dapat terjadi karena kerahasiaan bank sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU No 10 tahun 1998. Dimana Pemohon beranggapan bahwa Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU No 10 tahun 1998 dalam hal peradilan perdata gugatan perceraian dan pembagian harta bersama (gono-gini) selama pernikahan, telah memberi ruang kepada salah satu pihak baik suami ataupun istri yang namanya terdaftar sebagai nasabah bank untuk menguasai dan atau mengalihkan sebagian dan atau sepenuhnya harta bersama yang diperoleh selama pernikahan tanpa diketahui oleh pihak lainnya. Kondisi ini dapat menyebabkan salah satu pihak dapat mengambil secara sewenang-wenang hak pihak lainnya oleh karena itu Pemohon beranggapan bahwa perangkat hukum yang ada saat ini terkait harta bersama (gono-gini) yang disimpan atas nama nasabah di suatu bank, dapat dikatagorikan belum benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat demi kepentingan mengayomi ketertiban hidup masyarakat.

Pemohon sebagai perorangan warga negara Indonesia mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi pada tanggal 12 Juni 2012 yang tercatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) pada tanggal 25 Juni 2012 dengan perkara nomor 64/PUU-X/2012 perihal Pengujian Materiil Pasal 40 ayat (1) dan Pasal 40 ayat (2) UU No 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan ketentuan tersebut berbunyi “Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai

Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal

(29)

tentang kewajiban bank merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya serta pengecualian dalam membuka kerahasiaan perbankan sebagaimana diatur dalam UU No 10 tahuin 1998 yang mana pengecualian tersebut tidak memasukkan pengecualian untuk perkara pengadilan perdata untuk perceraian serta pembagian harta gono-gini nasabah penyimpan. Oleh karena itu ketentuan Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU No 10 Tahun 1998 telah menghalangi akses Pemohon untuk memperoleh keterangan mengenai harta bersama (harta gono-gini) Pemohon dengan suami Pemohon, yang diperoleh selama pernikahan dan disimpan di bank atas nama suami Pemohon sehingga melanggar hak konstitusional Pemohon untuk melindungi harta benda dan hak milik pribadi Pemohon sebagaimana dijamin oleh Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945

Berdasarkan kewenagan yang dimilikinya oleh Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi jo. UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan menguji Undang- Undang terhadap Undang-Undang Dasar, yang isinya secara lengkap berbunyi sebagai berikut.

1. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai

politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.”

(30)

a. menguji Undang- Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c. memutus pembubaran partai politik; dan

d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.”

Berdasarkan hal tersebut Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pengujian Pasal 40 ayat (1) dan Pasal 40 ayat (2) UU No 10 Tahun 1998 dalam Perkara Nomor 64/PUU-IX/2012 tersebut dengan pertimbangan dan amar putusan sebagai berikuk

Pertimbangan Mahkamah Konstitusi :

1. Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 menyatakan, “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau

tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”, dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945

menyatakan, “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut

tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun”.

Terkait frasa “dengan harta benda yang di bawah kekuasaannya” dalam Pasal 28G ayat

(1) UUD 1945 adalah termasuk harta bersama yang diperoleh bersama selama perkawinan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 35 ayat (1), Pasal 36 ayat (1), dan Pasal 37 UU No 1 tahun 1974 yang menyatakan:

Pasal 35 ayat (1): “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta

(31)

Pasal 36 ayat (1): “Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas

persetujuan kedua belah pihak”.

Pasal 37: “Bila perkawinan putus karena perceraian, harta benda diatur menurut

hukumnya masing-masing”

Dari ketentuan tersebut,maka setiap orang berhak atas perlindungan harta benda yang di bawah kekuasaannya dan setiap orang memiliki hak milik pribadi yang tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun

2. Kemudian Pasal 1 huruf f Kompilasi Hukum Islam yang berlaku berdasarkan Instruksi

Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 1991 menyatakan, ”harta kekayaan dalam perkawinan

(harta bersama) yaitu harta yang diperoleh baik sendiri – sendiri atau bersama suami-istri selama dalam ikatan perkawinan, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun. Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah Konstitusi, harta bersama (gono-gini) yang diperoleh selama pernikahan, termasuk harta yang disimpan oleh suami dan/atau isteri di satu bank baik dalam bentuk tabungan, deposito dan produk perbankan lainnya merupakan harta benda milik bersama suami isteri yang dilindungi menurut konstitusi. Menimbang, benar bahwa setiap nasabah harus dilindungi kerahasiaan datanya oleh bank, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan, akan tetapi Pasal a quo juga memberikan pengecualian bahwa data nasabah juga dapat diakses untuk:

a. kepentingan perpajakan (Pasal 41)

b. penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara (Pasal 41A),

(32)

e. kepentingan tukar-menukar informasi antar bank (Pasal 44)

f. atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis (Pasal 44A);

Bahwa dari pengecualian tersebut, terdapat norma yang membolehkan data nasabah dibuka atas perintah pengadilan, yaitu untuk perkara pidana dan perkara perdata antar bank dengan nasabahnya. Berdasarkan hal tersebut, menurut Mahkamah Konstitusi, akan lebih memenuhi rasa keadilan apabila data nasabah juga harus dibuka untuk kepentingan peradilan perdata terkait dengan harta bersama, karena harta bersama adalah harta milik bersama suami dan isteri, sehingga suami dan/atau isteri harus mendapat perlindungan atas haknya tersebut dan tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh salah satu pihak. Hal demikian dijamin oleh Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945.

(33)

wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A serta untuk kepentingan peradilan mengenai harta bersama dalam perkara perceraian

Berdasarkan pertimban tersebut Mahkamah Konstitusi memberi amar putusan sebagai berikut

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian

a. Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790) adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk untuk kepentingan peradilan mengenai harta bersama dalam perkara perceraian

b. Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk untuk kepentingan peradilan mengenai harta bersama dalam perkara perceraian22.

B. ANALISIS

Dalam mengambil keputusan hakim menggunakan pertimbangan yang dijadikan dasar untuk mengambil keputusan dimana keputusan yang dikeluarkan oleh hakim tersebut diharapkan dapat memiliki kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Dimana hal ini tidak lepas dari

22

(34)

pertimbangan hakim yang bersifat yurudis, sosiologis dan filosofis agar hukum yang diciptakan dapat memberi jawaban atas kebutuhan masyarakat mengenai hukum

Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama masa perkawinan. Dalam hal terjadinya perceraian seperti pada perkara yang dikaji oleh penulis maka berdasarkan ketentuan dalam KUH Perdata Pasal 128 - Pasal 129 mengatur bahwa apabila tali perkawinan antara suami dan istri putus atau bercerai maka harta bersama tersebut dibagi dua antara suami istri tanpa memperhatikan dari pihak mana barang-barang kekayaan itu sebelumnya diperoleh. Mengenai hal pembagian harta bersama juga diatur dalam Pasal 37 Undang-undang Perkawinan yang menyebutkan bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Hal tersebut pula diatur dalam Pasal 97 KHI dinyatakan bahwa apabila perkawinan putus baik karena perceraian maupun karena kematian, maka masing-masing suami istri mendapatkan separuh dari harta bersama yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Harta bersama dalam perkara tersebut ialah harta yang disebutkan oleh pemohon dalam gugatan dan ditetapkan oleh Mahkamah Syariah, dimana salah satunya ialah harta bersama yang dimasukan kedalam bank. Namun kerena kerahasian perbankan Mahkamah syariah tidak dapat mengetahui jumlah harta bersama tersebut yang akhirnya membuat pemohon mengajukan permohonan judicial review Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 karena dianggap merugikan pemohon.

(35)

kepentingan peradilan mengenai harta bersama dalam perkara perceraian. Dimana sifat dari putusan Mahkamh Konstitusi tersebut ialah conditionally constitutional yang artinya bahwa apabila tafsir yang ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi dipenuhi, maka suatu norma atau undang-undang tetap konstitusional, namun apabila tafsir yang ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusannya tidak terpenuhi maka suatu norma hukum atau undang-undang menjadi inkonstitusional sehingga harus dinyatakan bertentangan dengan Undang Undang Dasar dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pada putusan tersebut Mahkamah Konstitusi melakukan penafsiran terhadap materi muatan pasal Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang artinya bahwa hakim melakukan penemuan hukum yang digunakan oleh hakim untuk mengisi kekosongan hukum, melalui tafsiran suatu kaidah peraturan perundang-undangan yang tidak atau kurang jelas. Dalam putusan tersebut pemohon mengaitkan permohonan dengan Undang- undang Dasar Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) dan Pasal 35 ayat (1), Pasal 36 ayat (1), dan Pasal 37 UU Perkawinan, yang menyatakan bahwa ketentuan kerahasian perbankan berentangan dengan peraturan-peraturan tersebut.

(36)

yang mempunyai etikat buruk, dimana tindakan ini dapat dilakukan dengan cara melakukan beberapa tahap transaksi keuangan untuk menyamarkan keberadaan dana yang ada.

Pembukaan Kerahasian perbankan mengenai harta bersama didukung oleh sifat kerahasian perbankan yang dianut oleh Indonesia yaitu rahasia bank yang bersifat relatife yang artinya bank diperbolehkan untuk membuka rahasia atau memberikan keteranagan mengenai nasabahnya, untuk kepentingan yang mendesak, misalnya untuk kepentingan negara atau kepentingan hukum yang telah diatur dalam Undang – Undang yaitu untuk :

g. kepentingan perpajakan (Pasal 41)

h. penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara (Pasal 41A),

i. kepentingan peradilan dalam perkara pidana (Pasal 42) j. perkara perdata antar bank dengan nasabahnya (Pasal 43) k. kepentingan tukar-menukar informasi antar bank (Pasal 44)

l. atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis (Pasal 44A)

(37)

pembukaan kerahasia perbankan memiliki peraturan pelaksaana yang harus dipatuhi. Rahasia perbankan itupun tetap terjaga dengan dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi, hal ini tercermin dalam putusan Mahkam Konstitusi yang tidak menyatakan bahwa kerahasiaan perbankan bertentangan seluruhnya dengan Konstitusi karena sejatinya rahasia perbankan harus tetap ada untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bank, karena terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepercayaan nasabah kepada bank yaitu mengenai pengurusannnya, pengetahuannya terhadap perbankan dan kepatuhan terhadap kewajiban bank mengenai rahasia perbankan.

(38)

Konstitusi mengenai mekanisme pembukaan rahasia bank haruslah melalui ijin Bank Indonesia dengan mendaftarkan perkara tersebut pada perkara perdata.

Menurut penulis perkara perceraian mengenai harta bersama yang dimasukan dalam perbankan seharusnya lebih menekankan judicial review pada Pasal 43 UU No. 10 tahun 1998 bukan pada Pasal 40 ayat (1) UU No. 10 tahun 1998. Permohonan pada penekanan judicial review pada Pasal 43 UU No. 10 tahun 1998 dapat dilakukan untuk memberikan perluasan pengaturan bukan hanya terkait perkara perdata antar bank dengan nasabahnya, namun juga meliputi perkara gugatan harta bersama dalam perkawinan yang digugatkan oleh nasabah sebagai harta bersama untuk sebagian atau seluruhnya yang disimpan dalam bank.

Perkara perdata adalah perkara mengenai perselisihan hubungan antara perseorangan (subjek hukum) yang satu dengan perseorangan (subjek hukum) yang lain mengenai hak dan kewajiban atau perintah dan larangan dalam lapangan keperdataan23, seperti kita ketahui bahwa Undang-Undang Perkawinan merupakan salah satu upaya unifikasi hukum perdata yang berlaku bagi seluruh warga negara Indonesia yang artinya sebelum perkawinan diatur dalam Undang-Undang perkawinan hal tersebut telah diatur dalam KUH Perdata. Kekhususan dalam hukum perdata yaitu keseluruhan peraturan atau norma hukumnya mengatur hubungan hukum antara perseorangan dan atau badan yang mengutamakan kepentingan pribadi dan individu. Dengan kata lain, hukum perdata adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hubungan antara kepetingan perseorangan yang satu dengan kepentingan perseorangan yang lain. Oleh karena itu perkara perceraian yang merupakan ranah dari kepentingan privat yang berkaitan dengan harta dalam bank dapat di tambah dalam rumusan perkara perdata dalam pembukaan kerahasian perbankan.

23

(39)

Namun demikian, belum adanya peraturan yang menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi tidak mengurangi kekuatan mengikat yang telah melekat sejak dibacakannya putusan tersebut. Setiap pihak yang terkait harus melaksanakan putusan itu. Apabila ada peraturan yang dilaksanakan ternyata bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, maka yang menjadi dasar hukum adalah putusan Mahkamah Konstitusi.

Sehingga kerahasiaan perbankan dapat dibuka dalam perkara perceraian mengenai harta bersama dengan 2 (dua) cara yaitu dengan atas permintaan dan persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis. Sebagai mana diatur dalam Pasal 44A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Pembukaan rahasia bank berdasarkan permintaan suami atau istri untuk pengecekan deposito yang ada dalam bank harus menyesuaikan dengan aturan yang menjaga rahasia tersebut. Maka dalam hal ini pihak yang bertanggungjawab dalam membuka rahasia bank memiliki syarat-syarat sebagai pertimbangan untuk membuka rahasia bank tersebut:

1. Pengisian formulir untuk membuka rahasia bank

Bahwa pengisian formulir ini berisikan tentang identitas pihak yang ingin mengetahui rahasia bank tersebut sebagai bukti telah terjadi pembukaan rahasia bank.

2. Surat kuasa

(40)

karena suami Pemohon yang menolak untuk memberi keterangan mengenai harta bersama tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Regular budget expenditures shall be borne by the Members, as apportioned in accordance with a scale of assessment established by the Conference by a two-thirds majority of

Nilai probabilitas atau p = 0,004 atau lebih kecil dari 0,05, maka Ho ditolak, hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan penyuluhan tentang kanker payudara

Klien menderita alergi sejak usia 10 bulan dengan keluhan batuk disertai dengan sesak kemudian berobat dan sembuh. Pada usia anak 2 tahun kambuh lagi kemudian klien periksa dan

Pengendalian penerbitan sertifikat tanah hak milik pada Kantor Pertanahan Kota Tangerang, sebaiknya dilakukan berdasarkan langkah- langkah pengendalian, seperti, penetapan

Teori koherensi menyatakan bahwa suatu kalimat bernilai benar jika pernyataan yang termuat dalam kalimat tersebut bersifat koheren, konsisten atau tidak bertentangan

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pergantian manajemen, ukuran perusahaan klien, financial distress, opini audit, pertumbuhan perusahaan dan kompleksitas

Makalah ini berhasil menyimpulkan sejumlah hal di antaranya, Pandemi adalah sunnatullah yang telah ditetapkan; Kedua, Umat Islam wajib melaksanakan protokoler hidup