• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Alternatif Strategi Peningkatan Daya Saing SMA Kristen 2 Salatiga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Alternatif Strategi Peningkatan Daya Saing SMA Kristen 2 Salatiga"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daya Saing Pendidikan

2.1.1 Konsep

Daya saing merupakan konsep yang memiliki arti dan cakupan yang luas serta kompleks dalam penggunaannya (Siggel, 2007; Ogrean & Herciu, 2010). Pengertian daya saing dapat dipandang dalam perspektif makro dan mikro. Dalam perspektif makro, Hong (2008) menjelaskan bahwa daya saing meningkatkan kemakmuran suatu negara dengan cara meningkatkan pendapatan penduduknya yang mencakup bidang sosial, budaya, dan ekonomi di pasar internasional. Sejalan dengan pendapat Hong, Blunck (2006) mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan warga negara dalam mencapai taraf hidup yang tinggi. Pengertian tersebut mencakup pengertian daya saing secara nasional, dipandang dari kemampuan negara dalam keadaan ekonomi. Sedangkan dipandang dari perspektif mikro, daya saing terbatas pada sektor ekonomi dan industri bisnis (Siggel, 2007).

(2)

10

sebuah perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Hamel dan Prahalad (dalam Crainer & Dearlove, 2014) menambahkan bahwa daya saing merupakan kemampuan untuk menciptakan dengan harga yang lebih rendah dan lebih cepat daripada pesaing lain serta memiliki kompetensi utama yang menimbulkan produk yang tidak diantisipasi oleh pesaing. Berdasarkan perspektif mikro tersebut, daya saing merujuk pada aktivitas suatu perusahaan atau industri yang mampu mendapatkan pemasukan dengan menyediakan barang dan jasa melalui cara yang lebih efisien dan efektif.

Secara umum, Sumihardjo (dalam Suryadi et al., 2009) mendefinisikan daya saing sebagai kekuatan untuk berusaha menjadi unggul dalam hal tertentu yang dilakukan kelompok atau institusi. Sebuah kelompok atau institusi yang berdaya saing tersebut memiliki keunggulan yang memunculkan nilai lebih apabila dibandingkan dengan kelompok atau institusi lain.

Kemampuan dan usaha menciptakan daya saing tidak terbatas hanya pada produksi barang tetapi juga pada produksi jasa. Salah satu bidang produksi jasa yang mengadopsi istilah daya saing tersebut adalah bidang pendidikan. Hemsley-Brown, J., & Oplatka (2006) menyatakan bahwa pendidikan tidak lagi dianggap sebagai produk barang melainkan sebagai produk jasa.

(3)

11

kata keunggulan, reputasi, dan status. Dalam bidang pendidikan dan bisnis, daya saing sama-sama diartikan sebagai menjadi lebih baik atau unik, memiliki reputasi yang baik, meningkatnya jumlah pelanggan (siswa), dikenal oleh masyarakat, dan memiliki jaringan yang luas (Haan & Yan, 2013). Melalui penelitian yang dilakukan di beberapa institusi pendidikan dan universitas di Belanda, Haan dan Yan menarik suatu pemahaman bahwa daya saing dalam sektor pendidikan tergantung pada perbaikan dan peningkatan nilai internal yang ditentukan oleh penilaian eksternal, seperti pertumbuhan jumlah dan besaran siswa, peningkatan peringkat, perolehan prestasi, dsb.

Berdasarkan kajian tentang daya saing pendidikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa daya saing pendidikan merupakan kemampuan institusi pendidikan, yang dalam konteks ini adalah sekolah, untuk menjadi lebih baik dan unggul dalam memberikan pelayanan jasa pendidikan dibandingkan sekolah lain. Daya saing unggul yang dimiliki sekolah tercermin dalam peningkatan jumlah siswa baru yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang dimiliki oleh sekolah.

2.1.2 Faktor yang mempengaruhi daya saing pendidikan

(4)

12

oleh sekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang penting bagi terciptanya daya saing yang sustainable bagi sekolah. Faktor-faktor tersebut dijabarkan untuk memperjelas pemahaman berkaitan dengan daya saing sekolah. Mazzarol & Soutar (1999) memaparkan bebarapa faktor yang mendukung terbentuknya daya saing institusi pendidikan. Faktor tersebut adalah reputasi, sumber daya sekolah yang meliputi program sekolah dan kekuatan finansial, teknologi informasi, sumber daya manusia, dan kemitraan.

a. Reputasi

Reputasi berpengaruh terhadap pembentukan daya saing institusi (DeNisi, A. S., Hitt, M. A., & Jackson (2003). Casidy (2013) menyatakan bahwa reputasi adalah penilaian terhadap kualitas institusi yang terbentuk karena adanya konsistensi kualitas yang ditunjukkan oleh institusi tersebut. Sedangkan menurut Bennet dan Ali Choudoury (dalam Chapleo, 2010), reputasi adalam sebuah manifestasi fitur-fitur yang dimiliki institusi pendidikan yang membedakannya dengan institusi lain.

(5)

13

merupakan salah satu kompetensi kunci bagi institusi pendidikan untuk sukses bersaing dalam persaingan global (Mazzarol dan Soutar dalam Casidy, 2013). Reputasi sekolah dapat dapat dibentuk oleh faktor fisik seperti lokasi (Chapleo, 2010) serta layanan yang ditawarkan oleh sekolah tersebut.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Krismawintari (2011), reputasi sekolah merupakan faktor penting yang mendasari orang tua siswa dalam memilih sekolah. Reputasi sekolah tidak dapat dibentuk secara instan oleh pihak sekolah, dibutuhkan kerjasama kuat dan berkelanjutan oleh warga sekolah. Selain memberikan kualitas pembelajaran dan layanan pendidikan yang baik, proses pembentukan reputasi sekolah sebaiknya juga didukung dengan promosi yang baik dan berkelanjutan.

(6)

14

menumbuhkan rasa kesetiaan terhadap institusi tersebut

b. Sumber Daya Sekolah

Sumber daya sekolah merupakan faktor lain yang berpengaruh terhadap daya saing sekolah. Sumber daya sekolah yang menunjang terbentuknya daya saing antara lain kekuatan finansial (Carter dalam Depperu, D., & Cerrato, 2005; Kazlauskaite, R., & Buciuniene, 2008) dan program sekolah.

Faktor finansial merupakan salah satu sumber daya sekolah yang menjadi faktor terbentuknya daya saing sekolah (Kazlauskaite, R., & Buciuniene, 2008). Faktor finansial sebagai sumber daya sekolah berperan penting untuk mendukung penyelenggaraan program dan kegiatan sekolah yang berkualitas. Keberhasilan sekolah dalam menyelenggarakan program pembelajaran dan program kegiatan sekolah berkualitas melalui ketercukupan dana tersebut menjadi hal yang pendukung terciptanya daya saing sekolah.

Sumber daya sekolah lain yang mampu membentuk daya saing adalah kemampuan sekolah untuk menciptakan program sekolah yang memiliki sifat inimitable (sukar ditiru). Program yang bersifat

inimitable tersebut adalah salah satu faktor potensial

(7)

15

Hasil penelitian oleh Bosetti (2004) menunjukkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi orang tua dalam pemilihan sekolah adalah program sekolah yang ditawarkan. Sebanyak 31% orang tua yang menjadi responden menjawab bahwa program sekolah menjadi daya tarik mereka dalam memilih sekolah. Program sekolah tersebut dapat berupa kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler yang menawarkan kelebihan dibandingkan sekolah lain.

c. Teknologi Informasi

Teknologi informasi menjadi faktor potensial yang mendukung keunggulan daya saing (Rohrbeck, 2010). Perkembangan dunia yang semakin bergantung pada teknologi informasi dan komunikasi modern menjadi alasan pentingnya sekolah untuk mampu beradaptasi dan mengadopsi teknologi tersebut. Penggunaan TI sebagai faktor pembentuk daya saing di institusi pendidikan tidak terlepas dari bagaimana integrasi TI dalam proses pembelajaran.

Penggunaan TI dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran (Tinio, 2003). Disamping peningkatan kualitas hasil pembelajaran, integrasi teknologi dalam proses pembelajaran juga dapat meningkatkan motivasi dan kecepatan proses belajar siswa. Tamandl & Nagy (2013) menyatakan bahwa kualitas hasil pembelajaran siswa menjadi salah satu faktor bagaimana daya saing sekolah terbentuk.

(8)

16

manajemen informasi di sekolah. TI dapat dimanfaatkan dalam administrasi sekolah dan menjadi sarana penyampaian informasi atau publikasi kepada masyarakat. Penggunaan teknologi informasi tersebut menjadikan sistem manajemen di institusi pendidikan menjadi lebih fleksibel dan efisien dalam segi waktu dan biaya (Tagalou, Massourou, & Kuriakopoulou, 2013; Tamandl & Nagy, 2013). Untuk mendukung keberhasilan penggunaan TI dalam proses pembelajaran dan administrasi sekolah, Schiller (2003) menekankan pentingnya dukungan kuat para stakeholder terutama oleh kepala sekolah.

d. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia dalam institusi merupakan salah satu faktor penting dalam keunggulan daya saing (Rahayu, 2010). Sumber daya manusia di sekolah terdiri atas guru, tenaga kependidikan, dan komite sekolah.

Mengingat bahwa produk jasa pendidikan, yaitu ilmu pengetahuan, merupakan produk yang tidak dapat terlihat, kemampuan dan keahlian sumber daya manusia (tenaga pendidik) dalam mentransferkan ilmu pengetahuan tersebut diperlukan untuk menciptakan keunggulan saya saing institusi pendidikan. Menurut Rahayu (2010), kesesuaian kualifikasi akademik tenaga pendidik dan kependidikan, jumlah tenaga pendidik bersertifikasi, serta keahlian tenaga kependidikan merupakan faktor penting untuk mencapai daya saing sekolah yang berkelanjutan.

(9)

17

kompetensi dan softskill menjadi faktor yang mempengaruhi orang tua dalam memilih sekolah. Bosetti (2004) dalam penelitiannya juga menunjukkan hasil yang serupa bahwa 24% orang tua yang menjadi responden mempertimbangkan faktor guru sebagai pertimbangan dalam pemilihan sekolah. Kedua hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa guru sebagai sumber daya manusia di sekolah berperan penting dalam menciptakan daya saing bagi sekolah.

Tenaga kependidikan yang berkeahlian juga merupakan hal penting yang mendukung sekolah dalam menciptakan daya saing (Rahayu, 2010). Sekolah perlu memperhatikan pula kompetensi tenaga kependidikan sehingga manajemen sekolah dapat terlaksana dengan baik. Disamping guru dan tenaga kependidikan, keberadaan komite sekolah merupakan aset penting yang berperan dalam peningkatan kualitas pendidikan di sekolah (Tjuana, 2012). Hal senada dinyatakan oleh Halal (dalam Binsardi & Ekwulugo, 2003) bahwa hubungan sekolah dengan perwakilan masyarakat dan orang tua merupakan faktor penting bagi sekolah. Berdasarkan hal tersebut kompetensi guru, tenaga kependidikan dan peran aktif komite sekolah dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program sekolah sangat diperlukan dalam meningkatkan daya saing sekolah.

e. Kemitraan

(10)

18

pemerintah, institusi pendidikan sejawat, serta lembaga lain yang dapat dipergunakan untuk pengembangan sekolah tersebut. Kemitraan dianggap penting bagi sekolah karena dapat memperluas jangkauan, menyediakan kesempatan baru untuk akses dan kemajuan sekolah, memproyeksikan kesempatan baru berkaitan potensi calon pelanggan (siswa), serta mendorong kemandirian sekolah dalam persaingan (Trim, 2003). Breen & Hing (2012) dalam penelitiannya menjelaskan beberapa keuntungan utama yang didapat oleh pihak sekolah melalui kemitraan dengan institusi lain atau pihak lain adalah sekolah dapat menambah daya jual melalui program yang ditawarkan, meningkatkan reputasi sekolah, mendapatkan bantuan dana untuk pengembangan sekolah, dan meningkatkan skala ekonomi atau keadaan finansial sekolah. Melalui kemitraan yang terjalin, peluang lebih terbuka bagi sekolah dalam menciptakan program-program yang bersifat inimitable sebagai salah satu faktor yang dapat meningkatkan daya saing sekolah tersebut.

(11)

19

memiliki komunikasi yang terbuka dengan institusi terkait.

2.2 Rencana Strategis Peningkatan Daya Saing Sekolah

Untuk meningkatkan daya saing, sekolah memerlukan strategi. Hamel dan Prahalad (dalam Crainer & Dearlove, 2014) mendefinisikan strategi sebagai sebuah latihan memposisikan pilihan-pilihan institusi yang akan diuji dengan bagaimana pilihan tersebut sesuai dengan struktur yang telah ada. Sedangkan Rahayu (2010) mendefinisikan strategi sebagai suatu kesatuan rencana yang luas dan terintegrasi yang menghubungkan antara kekuatan internal organisasi dengan peluang dan ancaman lingkungan eksternalnya yang dirancang untuk memastikan tujuan organisasi dapat dicapai melalui implementasi yang tepat. Proses perumusan strategi yang dilakukan oleh sekolah sering disebut juga sebagai perencanaan strategis sekolah. Sedangkan produk dari perencanaan strategis sekolah pada umumnya dituangkan kedalam bentuk dokumen yang dinamakan rencana strategis.

(12)

20

rencana strategis. Berdasarkan pendapat tersebut, hal penting yang perlu diperhatikan dalam perumusan rencana strategis adalah keadaan pasar yang mungkin berubah dari waktu ke waktu. Dalam perumusan rencana strategis sekolah, sekolah sebaiknya memperhatikan aspek perubahan yang terjadi di lingkungan masyarakat dan menyelaraskan dengan keadaan sekolah, sehingga rencana strategis tersebut kemudian dapat diimplementasikan.

Rencana strategis merupakan sebuah dokumen yang berisi tentang rencana institusi dalam mencapai misinya (Gates, 2010). Dalam konteks sekolah, rencana strategis merupakan rencana sekolah untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai. Rencana strategis sekolah merupakan sebuah fondasi yang dimiliki sekolah yang berisi mengenai hal-hal apa saja yang harus dilakukan sekolah dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, Gates juga menambahkan bahwa rencana strategis berperan penting sebagai pedoman untuk melakukan perbaikan berkelanjutan dan meminimalisir resiko yang mungkin timbul.

Beberapa studi literatur berdiskusi tentang pendekatan yang dapat dipergunakan dalam perencanaan strategis. Salah satu pendekatan perencanaan strategis yang disarankan adalah pendekatan terintegrasi yang mengkombinasikan pendekatan berdasarkan sumber daya (resource-based

view) dengan pendekatan pasar (market-based view)

(Rahayu, 2010).

(13)

21

antara karakteristik internal sekolah dengan kinerja sekolah, sedangkan pendekatan pasar menyatakan bahwa analisis terhadap kondisi eksternal sekolah merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam perumusan strategi (Rahayu, 2010). Analisis terhadap lingkungan eksternal memproyeksikan peluang dan ancaman yang berpengaruh terhadap pembentukan strategi. Dalam proses analisis terhadap lingkungan eksternal tersebut, Porter (2008) menawarkan lima faktor yang dipertimbangkan dalam analisis eksternal yaitu adanya persaingan diantara para kompetitor yang telah ada, ancaman kompetitor baru, ancaman barang/jasa pengganti, posisi tawar pembeli, posisi tawar pemasok.

Dalam perencanaan strategis untuk meningkatkan daya saing, sekolah dapat menggunakan pendekatan terintegrasi. Pendekatan terintegrasi memadukan pendekatan resource-based dengan market-based, yaitu analisis terhadap sumber daya yang dimiliki sekolah dan kemampuan internal sekolah dengan analisis terhadap kondisi dan karakteristik lingkungan eksternal sekolah. Perumusan strategi yang didasarkan pada pendekatan terintegrasi menentukan segmen pasar mana yang akan dilayani, kebutuhan apa dari konsumen pada segmen pasar itu yang harus dilayani dan bagaimana kompetensi inti institusi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar (Rahayu, 2010).

(14)

22

dapat digunakan adalah strategi kompetitif dan strategi kooperatif (Rahayu, 2010). Institusi dapat memilih salah satu strategi yang cocok untuk diterapkan dalam perencanaan strategisnya yang disesuaikan dengan keadaan sumber daya institusi tersebut. Penggabungan strategi kompetitif dan strategi kooperatif juga dimungkinkan dalam meraih keunggulan daya saing institusi.

(15)

23

pelanggan potensial, sekolah selanjutnya menyesuaikan biaya dengan jasa pendidikan yang ditawarkan.

Strategi kooperatif untuk meraih keunggulan daya saing berfokus pada perluasan jaringan kemitraan

(partnership) dengan institusi lain. Dalam bidang

pendidikan, institusi pendidikan seperti sekolah dapat bekerja sama dengan industri kerja (Breen & Hing, 2012), pemerintah, lembaga non pemerintah, dan institusi pendidikan sejawat. Strategi kooperatif dinilai mampu meningkatkan performa institusi (Das, T. K., & Teng, 2003). Dalam hal tersebut, institusi pendidikan termasuk sekolah dapat menggunakan strategi kooperatif dengan cara memperluas jaringan kemitraan dengan institusi lain untuk memperkuat daya saing sekolah.

2.3 Rekayasa Ulang Pendidikan

2.3.1 Pengertian Rekayasa Ulang Pendidikan

(16)

24

krisis pada harga, kualitas, pelayanan, dan kecepatan. Sedangkan Gazetesi (dalam Tavmergen & Özdemir, 2001) mendefinisikan rekayasa ulang sebagai sebuah alat institusi untuk meningkatkan dan mendesain kembali inti dari proses bisnis dengan melakukan penilaian yang bersifat fundamental dalam proses bisnis tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut, rekayasa ulang bisnis berfokus pada suatu perbaikan ulang kinerja sebuah institusi yang untuk meraih hasil dramatis atas tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan mengatasi keadaan kritis sebagai dampak kompetisi.

(17)

25

Disamping komunikasi, pemimpin juga diharapkan memiliki kemampuan untuk dapat memetakan kemampuan SDM yang dibutuhkan sehingga tujuan strategis yang ditetapkan dapat tercapai.

Dalam bidang pendidikan, rekayasa ulang dianggap sebagai kerangka kerja konseptual bagi pendidik untuk memikirkan dan menilai kembali sistem penyampaian pendidikan yang sedang berlangsung untuk kemudian disesuaikan dengan permintaan ekonomi global yang menuntut tersedianya produk pendidikan berkualitas serta jaringan kerjasama yang saling bergantung satu sama lain (Weller dalam Tunç, 2013). Tujuan Rekayasa Ulang Pendidikan adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi berbagai aktivitas pendidikan (Sprawls, n.d.; Tunç, 2013). Rekayasa ulang pendidikan memampukan sekolah untuk menentukan langkah perubahan yang dibutuhkan secara mendasar dan membawa perbaikan sehingga pada akhirnya mampu bertahan dan unggul dalam kompetisi.

(18)

26

mengatur dampak potensial atas perubahan yang mungkin timbul; 4) pengurangan birokrasi untuk menciptakan manajemen yang partisipatif sehingga mendorong munculnya inovasi; 5) teknologi informasi/sistem informasi yang berfungsi untuk meningkatkan kecepatan proses, meminimalisir kesalahan, dan meningkatkan efektfitas; 6) manajemen program, dengan mempertimbangkan seluruh aspek pendukung yang didokumentasikan melalui rencana program; dan 7) ketercukupan dana. Seluruh faktor penting tersebut perlu diperhatikan oleh pemimpin dan seluruh karyawan, sehingga sinergi antar pihak dalam institusi mampu terbentuk dan tujuan perubahan mampu dicapai.

2.3.2 Tahapan Rekayasa Ulang Pendidikan

Rekayasa ulang pendidikan merupakan serangkaian proses yang bersifat sistematis, diawali dari proses analisis, perancangan, dan implementasi. Proses analisis merupakan tahapan awal yang bertujuan untuk menemukan permasalahan dan mendata kebutuhan yang diperlukan oleh institusi pendidikan yang untuk selanjutnya dilakukan proses perancangan dan proses implementasi. Gross (2004) menggunakan tiga langkah dalam proses rekayasa ulang pendidikan, yaitu:

1. Current state assessment. Tahapan ini

(19)

27

2. Identify and consider new technologies. Tahapan

selanjutnya adalah mengidentifikasi dan mempertimbangkan teknologi yang akan digunakan dalam proses merekayasa ulang, bagaimana penggunaannya, dan siapa yang harus terlibat dalam proses tersebut.

3. Crafting suggestion and solutions. Tahapan ini

merumuskan saran dan solusi nyata dari hasil penilaian terhadap kondisi sekolah dan pemilihan teknologi yang mendasari proses rekayasa ulang. Dalam tahap ini juga mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang akan dihadapi terkait dengan solusi yang telah dirumuskan. Sprawls (n.d.) menawarkan sebuah model analitikal rekayasa ulang pendidikan. Beberapa poin penting dalam model tersebut yang dapat menjadi kerangka dalam praksis Rekayasa Ulang Pendidikan, antara lain:

1. Menentukan kebutuhan pendidikan yang harus dipenuhi sesuai dengan tujuan kegiatan pendidikan yang ditetapkan.

2. Mengembangkan analisis kepada calon peserta didik yang berkaitan dengan latar belakang pendidikan, distribusi geografis, dan waktu yang tersedia untuk kegiatan belajar.

3. Menerapkan prinsip-prinsip yang tepat untuk belajar dan mengembangkan media yang diperlukan.

(20)

28

5. Mengembangkan manajemen yang tepat dan sistem administrasi untuk kegiatan pendidikan. 6. Mengembangkan sistem belajar real world supaya

memberikan pengalaman yang nyata, membimbing, dan merangsang kegiatan belajar. 7. Memberikan kesempatan bagi guru untuk belajar

dan mengembangkan diri yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas guru sebagai fasilitator pembelajaran

8. Menggunakan ICT.

Hal yang perlu diperhatikan dalam rekayasa ulang sekolah adalah tujuan yang ingin dicapai, yang umumnya tercantum dalam visi sekolah. Visi menjadi sangat penting karena merupakan dasar atas keputusan dan kinerja yang dilaksanakan. Untuk mencapai visi tersebut, sekolah harus memperhatikan kebutuhan peserta didik, sumber daya yang dimiliki sekolah, kemampuan guru dalam pembelajaran, staff dalam pengembangan manajemen administrasi, serta penggunaan teknologi informasi di sekolah.

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Rekayasa Ulang Pendidikan

(21)

29

1. Pelanggan

Faktor ini berkaitan dengan pelanggan yang bermain peran dalam proses pendidikan. Ketersediaan pelanggan dibutuhkan dalam menunjang proses pendidikan. Disamping hal tersebut, kebutuhan pelanggan jasa pendidikan atas kualitas, varietas, individualitas, dan hasil segera sangat berpengaruh. Titik tekan dari faktor ini bukan sekedar output tapi outcome dari pendidikan.

2. Kompetisi

Faktor ini berkaitan dengan iklim kompetisi yang meningkat berkaitan dengan sektor biaya pendidikan, kemudahan dalam mendapatkan fasilitas, pelayanan, dan kualitas.

3. Perubahan

Faktor ini berkaitan dengan sifat tetap dari perubahan. Perubahan di era globalisasi yang ditandai dengan dominasi alat teknologi dan informasi sangat berpengaruh pada sektor pendidikan. Perubahan dalam era globalisasi tersebut memaksa dunia pendidikan untuk menggunakan peran kecanggihan alat teknologi dan informasi.

Disamping ketiga hal tersebut, Sprawls (n.d.) berpendapat bahwa terdapat empat hal yang mempengaruhi praktek rekayasa ulang dalam bidang pendidikan, yaitu:

(22)

30

bisnis, dan perluasan informasi serta pengetahuan dalam masyarakat.

2. Kebutuhan untuk alternatif pembelajaran yang lebih kompatibel dengan gaya hidup kontemporer dan tanggung jawab individu.

3. Ketersediaan teknologi digital secara luas untuk pengembangan bahan pendidikan, komunikasi, manajemen informasi, pendayagunaan akses sumber daya di seluruh dunia, dan pengelolaan pendidikan.

4. Meningkatnya potensi kinerja manusia (guru dan siswa) dengan desain dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang berbasis teknologi.

(23)

31

2.4 Analisis

Fi sh bone

Teknik analisis Fishbone atau diagram Ishikawa merupakan teknik analisis yang dikembangkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa dengan bentuk diagram yang menyerupai tulang ikan. Menurut Muhaimin, Suti’ah, & Prabowo (2010), teknik analisis Fishbone digunakan untuk mengidentifikasi faktor permasalahan dengan mendasarkan pada struktur gambar hubungan antara satu dengan yang lain, serta menganalisis proses tindak lanjut yang didasarkan pada tinjauan berbagai faktor permasalahan. Dengan kata lain, teknik analisis Fishbone tersebut digunakan untuk mendiagnosis faktor permasalahan dan mengembangkan aktivitas lebih lanjut berdasarkan hasil analisis masalah.

Teknik analisis Fishbone secara sistematis dapat dipergunakan untuk: 1) mengidentifikasi penyebab dan sub penyebab permasalahan (Bose, 2012), 2) mengkategorikan masalah, 3) menganalisis berbagai hubungan dari penyebab yang signifikan, dan 4) menyediakan data untuk dilakukan analisis lebih lanjut. Sedangkan menurut Abhishek, Li, Zanwar, Lou, & Huang (2011), teknik analisis fishbone membantu menvisualisasikan dan menyampaikan hubungan penting dari elemen-elemen permasalahan.

(24)

32

menggunakan kategori 4M: material, method,

manpower, machine atau 4Ps: parts, procedur, plant,

people, namun kategori tersebut dapat berbeda disesuaikan dengan permasalahan yang ditentukan (Dogget, 2005). Langkah ketiga setelah faktor permasalahan ditentukan adalah mengidentifikasi akar permasalahan (root cause/ sub cause). Akar permasalahan yang diidentifikasi dikelompokkan berdasarkan masing-masing faktor. Pada diagram fishbone, akar permasalahan diletakkan pada sub-sub tulang ikan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut:

Sumber: Ross (2014)

Dalam proses penyusunan diagram fishbone, proses brainstorming dapat dilakukan untuk mempermudah identifikasi akar permasalahan. Faktor permasalahan yang sudah dirumuskan akan

(25)

33

mempermudah proses identifikasi akar-akar permasalahan. Kata tanya “mengapa” dapat digunakan berulang kali sebagai alat bantu hingga ditemukan akar permasalahan yang menimbulkan masalah yang dimaksud. Setelah faktor permasalahan dan akar permasalahan ditemukan, analisis dapat dilanjutkan untuk merumuskan aktivitas lebih lanjut yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi.

Analisis fishbone dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui akar permasalahan yang menyebabkan rendahnya daya saing SMA Kristen 2 Salatiga. Sedangkan faktor permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini mengacu pada faktor yang mempengaruhi terbentuknya daya saing sekolah sebagaimana dikemukakan oleh Mazzarol & Zoutar (1999). Disamping menganalisis akar permasalahan, analisis fishbone juga digunakan sebagai alat analisis untuk memproyeksikan kebutuhan yang diperlukan untuk menghilangkan akar permasalahan yang ada. Dengan memproyeksikan masalah dan kebutuhan pendidikan, hal tersebut dapat mendukung dilakukannya proses pembentukan strategi peningkatan daya saing SMA Kristen 2 Salatiga dengan pendekatan rekayasa ulang pendidikan.

2.5 Penelitian Terdahulu

(26)

34

SMA Theresiana)” yang dilakukan oleh Kristianti (2011). Dalam penelitian tersebut, beberapa strategi dirumuskan menggunakan pendekatan Rekayasa Ulang Pendidikan, antara lain a) mengubah sistem pembelajaran tradisional menjadi sistem pembelajaran berbasis ICT, outdoor, dan merancang pembelajaran yang menumbuhkan minat belajar siswa, b) membekali guru dengan kemampuan pedagogi dan profesional yang lebih baik agar mampu merancang pembelajaran secara lebih inovatif dan menarik minat siswa untuk belajar, c) meningkatkan kemampuan manajemen kepala sekolah agar mampu merekayasa ulang SMA Theresiana Salatiga sehingga diminati kembali oleh masyarakat, d) menurunkan uang sekolah sesuai dengan pangsa pasar, e) mengupayakan beasiswa kepada siswa tidak mampu dengan meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak, f) membentuk komunitas alumni SMA Theresiana sebagai upaya penggalangan dana untuk melengkapi sarana prasarana sekolah, g) membuka atau mengganti SMA menjadi SMK karena SMK dinilai lebih diminati oleh masyarakat.

(27)

35

dirancang dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan pendidikan di bidang kesehatan sehingga dapat meningkatkan minat mahasiswa. Strategi yang dirancang yaitu: a) mengembangkan program pendidikan pelayanan kesehatan dengan kurikulum yang lebih inovatif. Kurikulum tersebut memperluas cakupan materi dengan disiplin ilmu lain yang relevan dengan pendidikan pelayanan kesehatan. Beberapa materi yang ditambahkan antara lain praktik manajemen, kebijakan kesehatan, teknologi informasi, dan penanganan kesehatan pada efek terorisme. Untuk pengembangan jangka panjang, strategi yang dilakukan adalah pembukaan kuliah musim panas dan kuliah

online, b) melakukan Partnership atau Kemitraan

dengan lembaga lain yang mendukung peningkatan pelayanan pendidikan di bidang kesehatan. Kerjasama yang dibentuk antara lain dengan sesama fakultas pelayanan kesehatan, rumah sakit, komunitas, dan pemerintah.

Penelitian oleh Tryggvason & Apelian (2006) berjudul “Re-Engineering Engineering Education for the

Challenges of the 21st Century”. Perubahan dunia di

(28)

36

dan 2) bekerja sama dengan industri dalam pembelajaran pendidikan teknik sehingga siswa lebih siap di dunia industri.

Penelitian oleh Poerba, Ayuningtyas, & Dilmy, (2008) yang berjudul “Manajemen Stratejik Pada Perusahaan Gita Group”. Penelitian tersebut dilatarbelakangi oleh kerugian yang dialami oleh perusahaan sehingga dilakukan analisis akar permasalahan. Berdasarkan akar permasalahan yang diidentifikasi, maka strategi yang direkomendasikan adalah perbaikan internal perusahaan dengan perumusan standarisasi perusahaan.

Penelitian oleh Bose (2012) berjudul “Application of Fishbone Analysis for Evaluating Supply Chain and

Business Process- A Case Study On The St James

Hospital” menghasilkan beberapa solusi terhadap akar

permasalahan yang telah diidentifikasi antara lain 1) penggunaan sistem informasi terpusat, 2) mengadopsi sistem pemesanan berbasis elektronik, 3) melaksanakan training pegawai, 4) menciptakan standar kerja, dan 5) merekrut pegawai baru dalam manajemen.

(29)

37

Kristianti, Tryggvason & Apelian, dan Wall et al.. Sedangkan letak perbedaan terletak pada penelitian milik Poerba et al. dan Bose dimana penelitian tersebut bukan dalam bidang pendidikan namun pada bidang bisnis dan jasa.

2.6 Kerangka Berpikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian ini diawali dengan adanya masalah terkait jumlah siswa baru yang mengalami penurunan di SMA Kristen 2 Salatiga. Penurunan jumlah siswa baru merupakan salah satu indikator bahwa sekolah tersebut memiliki daya saing yang rendah (Belfield & Levin, 2002). Masalah tersebut menjadi latar belakang yang menjadi dasar dari penelitian yang dilakukan.

Tahap awal yang dilakukan untuk mencari alternatif strategi peningkatan daya saing sekolah adalah melalui analisis akar permasalahan yang berpengaruh terhadap menurunnya jumlah siswa baru di SMA Kristen 2 Salatiga. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis fishbone untuk mencari akar permasalahan yang didasarkan pada lima faktor yang mempengaruhi daya saing, yaitu reputasi sekolah, sumber daya sekolah, teknologi informasi, sumber daya manusia, dan kemitraan. Akar permasalahan yang telah dianalisis kemudian menjadi masukan yang dipergunakan untuk memproyeksikan kebutuhan sekolah. Dalam perencanaan strategis, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

(30)

38

mempertimbangkan tinjauan literatur tentang strategi kompetitif dan strategi kooperatif. Selanjutnya, hasil perencanaan strategis dituangkan dalam bentuk dokumen rencana strategis.

Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka berpikir penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2

Kerangka Berpikir Penelitian

Daya saing sekolah rendah

Analisis akar permasalahan rendahnya daya saing SMA Kristen 2

Salatiga

Analisis Fishbone: Reputasi, Sumber daya,

TI, SDM, Kemitraan

Rencana strategis peningkatan daya saing SMA Kristen 2

Salatiga Rekayasa Ulang

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Fishbone
Gambar 2.2

Referensi

Dokumen terkait

Model air terjun ini merupakan model klasik yang bersifat sistematis dalam membuat suatu perangkat lunak dan juga paling sering digunakan. Pada fase analisis fungsi,kemampuan

Kegiatan terakhir adalah Review atau mengulang kembali, pada tahapan ini beberapa siswa akan mengutarakan hasil kegiatan pembelajaran hari ini secara lisan, siswa

Model Prototyping ini sangat sesuai diterapkan untuk kondisi yang beresiko tinggi di mana masalah-masalah tidak terstruktur dengan baik, terdapat fluktuasi kebutuhan

Secara keseluruhan, memahami isi dari buku ini akan mempermudah pembaca dalam menyelami ilmu biologi molekuler dan genetika untuk diaplikasikan sesuai dengan perkembangan

(i) Menyelesaikan masalah harian melibatkan penambahan dan penolakan dua pecahan wajar dengan menggunakan pelbagai

Berdasarkan hasil pembahasan penelitian diperoleh kesimpulan bahwa penerapan concept map dalam model konstruktivisme tipe Novick tidak berpengaruh terhadap upaya

Efektivitas Implementasi Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur No.2 Tahun 2004 Tentang Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar

Sehubungan dengan hasil evaluasi dokumen kualifikasi saudar a, per ihal Penawar an Peker jaan Pembangunan Pagar.. kecamatan Sebuku, maka dengan ini kami mengundang