• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sepuluh Kesalahan Pemahaman tentang Tamb

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sepuluh Kesalahan Pemahaman tentang Tamb"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Sepuluh Kesalahan Pemahaman

tentang Tambo Minangkabau

Senarai Isi

Kaganti Rokok nan Sabatang

1. Transkripsi vs Tuturan Tambo A. Dalam Duo Tangah Tigo

B. Nan Satitiak Bapantang Hilang 2. Tambo “Melayu Tinggi”

A. Rapat Papat Samuhanya

B. Kolofon Membuka Peran Para Meneer C. Alih (Paksa) Bahasa

3. Pengarang Tambo (?)

A. 92 Naskah 92 Penulis

B. Penulis Transkripsi atau Pengarang?

C. Penyadur, Mengoesahakan Boekoe Adat 4. Sumber dan Nara Sumber Tambo

A. Dari Mana Transkripsi itu?

B. Para Guru

(2)

D. Pewarisan di Galanggang Adat

5. Meragukan Keislaman Tambo A. Jejak Islam dalam Naskah B. Islam dalam Tuturan Tambo

6. Dua Persen Sejarah

A. Karena Onggang, si Penjarah B. Keluar dari Penjara Klaim Penjarah C. Mengembalikan Pinang ke Tampuknya D. Bak Mancaliak Putiak dalam Bungo 7. Dongeng Sebelum Tidur

A. Baramulo Kaba

B. Fungsi Sastra Lisan

C. Media Pewarisan yang Hilang

8. Tambo Batele-tele A. Tingga Karabang B. Formula Tambo

C. Kehilangan Mata Air

9. Tambo Tidak Logis A. Debat Bak katiak Ula

B. Jawaban dari Rajo Sipatokah

10. Hanya Satu Tambo (?) A. Apologi Tambo Asli

B. Tiga Tingkatan Tuturan Tambo C. Tidak Satu Versi Tambo

D. Variasi Tema antar Masa Tabel Khulasah

(3)
(4)

Gulamo mudiak ka hulu

Siapapun orang Minangkabau pasti pernah mendengar bunyi sepotong kata pusako niniak nan dahulu, yang disebut: “Tambo”. Mungkin juga pernah mengucapkan, mengutip bagiannya, atau bahkan berbicara panjang lebar perihal tambo. Tambo adalah kosa kata yang sangat familiar, sangat dikenal. Tapi, sebenar-benarnyakah setiap orang Minangkabau mengenali dan memahami apa sebenarnya tambo tersebut?

Ada sekeranjang pertanyaan yang perlu dijawab. Rangkaian panjang pertanyaan yang saling berkulindan, yang akan membosankan, manakala jawaban yang diperoleh meragukan. Terdapat pula segerobak keraguan ketika seseorang mengatakan pemahamannya tentang tambo. Keraguan yang timbul karena banyaknya “keraguan” dari para pembicara itu sendiri.

Buku pertama ini mengajak pembaca mengenali kekeliruan yang telah berlangsung berabad-abad. Kekeliruan karena tindakan dan perlakuan terhadap tambo. Tindakan dan perlakukan tersebut menimbulkan sebuah dimensi baru, menimbulkan eksistensi baru, wujud baru tambo. Akhirnya terjadi pemahaman baru terhadap tambo.

Arus pemahaman lama tetap berjalan menurut jalur tradisi. Sementara itu, arus pemahaman baru mengalami berbagai transkripsi dan diskursus yang kemudian memporakporandakan pemahaman semula. Lahirlah pemahaman-pemahaman baru yang menjadi sangat jauh dari pemahaman awal. Lahir pula tradisi-tradisi baru dari pemahaman baru tersebut.

Dimensi dan eksistensi baru tambo merubah semua dimensi dan eksistensi tambo awal. Terjadilah rangkaian kekeliruan pemahaman. Buku kecil ini memaparkan secara sederhana sepuluh butir kesalahan pemahaman terhadap dimensi dan eksistensi Tambo Minangkabau.

Bermula dari tindakan penulisan tambo menggunakan bahasa Melayu Tinggi. Sebagian besar penulis adalah orang yang diperintahkan atau ditugaskan oleh raja, tokoh adat, atau oleh pejaabat Hindia Belanda. Tulisan-tulisan atau transkripsi tersebut kemudian dianggap sebagai tambo. Akhirnya tulisan atau transkripsi tersebut membawa Tambo Minangkabau menjadi sesuatu yang sangat sulit dipahami bahkan oleh orang Minangkabau sendiri.

Terjadilah rangkaian pemahaman dan tafsiran, termasuk tafsiran konyol yang kemudian menjatuhkan vonis bahwa Tambo Minangkabau adalah rimba fiksi yang berisi 98% khayalan absurd dan hanya 2% sejarah. Lebih konyol lagi, setelah diakui hanya berisi 2% data sejarah, masih saja tetap dirujuk sebagai sumber sejarah.

(5)

Pertanyaan-pertanyaan awam, semula menggumpal perihal bagaimana memahami tambo. Pada ujung pencarian akhirnya menggelinding menjadi rangkaian, rentetan pertanyaan-pertanyaan ilmiah dan filosofis tentang eksistensi, substansi, dimensi, sampai kepada epistemologi dan aksiologi tambo di tengah masyarakat Minangkabau sepanjang masa. Pencarian terhadap eksistensi tambo dilakukan terhadap sumber asli tuturan sastra lisan dari pelaku adat dan guru-guru adat di nagari-nagari seluruh wliayah Minangkabau.

Mudah-mudahan buku kecil ini membawa pembaca untuk mengenali kembali secara utuh Tambo Minang kabau dari sumber mata air aslinya.

Selamat membaca.

***

Jawaban dari Rajo Sipatokah

Debat tersebut terjadi hanya (dan hanya) karena satu kesalahan pemahaman yang dianggap sebagai kebenaran, lalu dijadikan rujukan, bahkan oleh masyarakat akademis, para sejarawan. Kesalahan pemahaman tersebut terjadi karena menjadikan kaba sebagai sejarah!

Bagaimana mengurai dan menjelaskan kekeliruan, kesalahan pemahaman yang sudah mendarah daging pada seluruh masyarakat tersebut? Sangat sulit dan bukan pekerjaan yang dapat dilakukan sembarang orang. Hanya orang yang memahami apa substansi kaba, apa sebenarnya ruh kaba, yang akan mampu membuka kesadaran orang banyak, bahwa itu semua kesalahpahaman.

Alhamdulillah, untuk penyadaran terhadap kekeliruan tersebut sudah ada masterpiece dari

Maestro Kaba Modern, Yus Dt Perpatih. Jawaban dan penjelasan terhadap kesalahpahaman tersebut dapat diperoleh, jika dengan sungguh-sungguh mendengarkan dan meresapi karyanya Kaba Rajo Sipatokah, Longsor ka Paralon. Dengarlah dan resapilah! Maka akan ditemukan semua jawaban kesalahpahaman tersebut.

Sekedar pengantar dapat dijelaskan disini, bahwa kaba tersebut bercerita tentang sebuah kerajaan bernama Indo nan Asa, yang tidak berhubungan dengan Indopuro ataupun Indogiri. Kisa bermula dari Rajo Tuo nan bagala Datuak Karono. Pada suatu masa terjadi pergolakan yang menyebabkan kerajaan Indo nan Asa kehilangan tujuah panglima karajaan karano diculik dan dibunuh oleh prajurik Untuang. Kekacauan negeri kemudian menyebabkan Rajo Tuo Datuak Karono memberi perintah kepada Suhardin mengamankan pusat kerajaan. Singkat cerita, akhirnya, dengan surat perintah itu Suhardin mengambil alih kerajaan Indo nan Asa.

Cerita besarnya adalah tetang pemerintahan Rajo Mudo Suhardin selama 32 tahun, sampai Suhardin menjadi Rajo Sipatokah, akronim dari Sipat Pangua Nyato Sarakah, dengan Permaisuri Sutinah, dan cerita lima orang anaknya, serta semua gonjang-ganjing pemerintahannya yang berisi korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kaba mencapai klimaks dengan terjadinya reformasi yang memaksa Rajo Sipatokah Longsor ka Paralon, diganti oleh Habibullah.

(6)

Itulah contoh sastra lisan. Itulah contoh kaba sesungguhnya. Data yang sebenarnya, data yang hakiki, hanya ADA DALAM PIKIRAN penutur dan pendengar yang mengerti. Data yang sebenarnya TIDAK PADA TEKS.

Adalah pekerjaan yang salah kaprah mencari kerajaan Indo nan Asa tersebut dalam buku sejarah atau dalam peta dunia. Pasti tidak ada! Tidak akan ditemukan dalam sejarah manapun seorang raja bernama Datuak Karono dan penggantinya Suhardin, dan Suhardin kemudian digantikan oleh Habibullah. Tapi, bagi penutur dan pendengar kaba yang mengerti, SEMUA ITU FAKTA YANG NYATA.

Mendengarkan dan meresapi kaba Rajo Sipatokah adalah mendengarkan sejarah konkrit dengan pola sastra lisan. Pendengar akan dibuat tertawa terpingkal-pingkal tanpa dapat ditunjukkan lelucon mana yang ada pada teks tuturan. Semua tuturan disampaikan dengan sangat serius, dengan irama prosa liris kaba yang teratur. Tanpa ada ungkapan atau kalimat yang berusaha melucu.

Maka penjelasan yang paling logis tentang Raja Iskandar Zulkarnain, Maharajo Dirajo adalah tokoh-tokoh protagonis dalam sejarah Minangkabau, yang BUKAN NAMA ASLINYA, karena begitulah hakikat, ruh dari kaba, yang menyembunyikan fakta dan data asli di dalam pikiran penutur dan pendengarnya.

Masih logiskan perdebatan yang menganggap Iskandar Zulkarnain dan Maharajo Dirajo, adalah nama tokoh dari data sejarah?

Masih logiskah perdebatan yang mengaitkan tahun-tahun Alexander the Great dengan Nabi Syis dan topan Nabi Nuh segala macam?

Semua perdebatan tersebut dapat dikembalikan kepada kemampuan memahami kaba, sebagaimana memahami Kaba Rajo Sipatokah. Dimanakah kerajaan Indo nan Asa? Siapakah Rajo Tuo Datuak Karono? Suhardin, Sutinah, Habibullah? Hanya pikiran yang jernih, dan orang yang mengerti, yang dapat menemukan fakta sesungguhnya ada di dalam pikirannya sendiri.

Begitulah logika kaba. Sebagaimana dinyatakan para ahli, bahwa salah satu ciri sastra lisan adalah sifatnya yang pralogis, mempunyai logikanya sendiri, atau melangkahi, bahkan melanggar logika umum.

Kesalahan pemahaman terhadap tambo Minangkabau adalah sikap dan tindakan pemaksaan logika umum (dan logika sejarah) terhadap logika sastra lisan, lalu menyatakan logika kaba amburadul, tidak logis.

Tidak Satu Versi Tuturan Tambo

(7)

Dalam naskah transkripsi Tambo Minangkabau dibagi menjadi dua bagian: Tambo Alam Minangkabau, dan Tambo Adat Minangkabau, atau Undang-Undang Minangkabau. Pembagian seperti itu tidak terdapat dalam tuturan tambo di galanggang adat. Tambo Alam dan Tambo Adat tidak pernah dipisahkan dalam tuturan. Keduanya dituturkan secara berkulindan, kadang bersambung dan berselang-seling antar bagian Tambo Alam dan Tambo Adat.

Semua janang adat hapal dan tahu seluruh tuturan Tambo Minangkabau. Tapi tidak satupun pengetahuan tersebut yang persis sama, karena tuturan tambo tidak pernah dilakukan sampai selesai pada sebuah momen. Pemenggalan, penyingkatan atau usaha meringkas dan memotong bagian-bagian tambo selalu terjadi pada setiap tutura tambo di galanggang adat. Maka selalu terjadi variasi yang luar biasa dari berbagai segi. Terdapat variasi panjangnya tuturan, variasi tema, variasi sampiran, dan seterusnya. Termasuk di dalam variasi tersebut penonjolan hubungan nagari bersangkutan dengan luhak dan dengan Minangkabau secara keseluruhan.

A. Variasi Tema Antar Masa

Tema-tema pada naskah-naskah Jamaris yang “hilang” selama 100-150 tahun adalah tema “Undang-undang nan Sambilan Pucuak”, “Perang dengan Belanda di Tiku Pariaman,” dan tema “Nur Muhammad” yang kemudian menjadi implisit, tidak dituliskan secara nyata.

Terdapat tema-tema yang “baru” pada naskah-naskah yang lebih kemudian dari Sangguno, Tuah dan Madjo Indo. Tema-tema baru tersebut adalah: “Seluk-beluk Dakwa dan Jawabnya,” dan tema “Kedatangan Adityawarman.”

Tema “terbaru” yang kemudian menjadi terkenal adalah tema “Kerajaan Pasumayan Koto Batu”, dan tema “Undang-Undang Si Gamak-Gamak, Si Lamo-Lamo, Si Mumbang Jatuah, yang diganti dengan Undang-undang Tariak Baleh. Dua tema ini terkenal setelah Datuk Nagari Basa menulis naskah “Tambo dan Silsilah Adat Minangkabau.”

Dua tema ini dikenal lebih banyak di kalangan akademisi dan sastrawan, tetapi tidak begitu terkenal di masyarakat adat yang menuturkan tambo, baik di galanggang baselo tempat latihan pasambahan, maupun dalam upacara-upacara adat.

Naskah tambo Datuk Nagari Basa adalah naskah tambo “termuda” dari seluruh naskah tambo tertulis yang menjadi rujukan, khususnya di dunia akademik. Ada perubahan-perubahan tema dan hilang atau munculnya tema-tema yang berbeda. Jika perubahan atau hilang dan munculnya tema tersebut disusun berdasarkan urutan waktu penulisan naskah, dan ditambah dengan data terakhir tambo lisan, maka dapat dilihat bahwa tema-tema tertentu memang berubah berdasarkan suasana atau situasi zaman. Berikut ini analisis tentang hilang atau munculnya tema pada tambo tertulis, sampai tambo lisan mutakhir.

Terdapat faktor-faktor tertentu yang ditengarai menjadi penyebab tema-tema tersebut hilang atau muncul. Berikut ini tema-tema yang muncul dan hilang pada berbagai versi naskah tambo, dan pada tambo lisan, berikut dengan analisis kemungkinan penyebabnya.

(8)

Dengan asumsi bahwa tema-tema dalam naskah tambo dituturkan pada masa naskah itu ditulis, maka beberapa tema yang hilang dan muncul terjadi karena berbagai pengaruh eksternal dan internal masyarakat penutur. Periode naskah tua (Jamaris) masih dipengaruhi oleh pemikiran tarekat dan membenci Belanda. Periode berikutnya justru tambo ditulis oleh penulis naskah yang dibayar oleh pemerintah Hindia-Belanda, atau setidaknya mereka tidak lagi memusuhi Belanda. Datuk Sangguno Diradjo adalah seorang Jurutulis Demang di afdeling Batipuh/ Batusangkar. Datuk Toeah adalah penulis yang terpengaruh oleh Datuk Sangguno Diradjo.

Kesadaran sejarah tentang Adityawarman sudah mulai muncul pada periode Datuk Sangguno, tapi tidak dinyatakan secara eksplisit. Hanya ditulis dengan kiasan ”Datang Rusa/Enggang dari Laut.” Kisah ini tidak terdapat pada naskah-naskah tua (Jamaris), kemungkinan besar mereka menolak memasukkan kisah Adityawarman ke dalam tambo. Pada periode berikutnya, penulis naskah (Datuk Madjo Indo dan Datuk Nagari Basa) tambo lebih “sportif” mengakui keberadaan Adityawarman, dan memasukkan kisah kedatangan Adityawarman tersebut sebagai tema tambo.

Jika diasumsikan bahwa naskah tambo merupakan transkripsi dari tambo lisan pada zamannya, maka dapat dinyatakan bahwa telah terjadi perubahan-perubahan tema tambo lisan pada setiap zaman. Terdapat tema baru yang muncul pada suatu masa, dan tema pada masa tertentu dapat hilang pada masa berikutnya. Terdapat pula tema-tema yang bertahan atau tetap ada pada semua tambo pada semua masa.

Kesalahan pemahaman terhadap Tambo Minangkabau terjadi ketika ada asumsi dan apologi tentang “nasskah tambo asli”. Kesalahan tersebut dilanjutkan dengan pemikiran bahwa hanya ada satu tambo yang benar di setiap masa.

Tabel Khulasah

Sepuluh Kesalahan itu adalah:

Gambar

Tabel Khulasah

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis menunjukkan tidak terdapat perbedaan kinerja yang signifikan antara bank milik pemerintah dengan bank milik swasta nasional jika di ukur dari

Sehingga hubungan kesehatan terhadap tingkat kemiskinan salah satunya dapat kita lihat pada Angka Harapan Hidup (AHH) yang dimana merupakan alat untuk mengevaluasi

Social engineering merupakan salah satu metode yang digunakan oleh hacker untuk memperoleh informasi tentang targetnya, dengan cara meminta informasi itu langsung kepada korban

Kinerja merupakan bagian pendukung dalam kelancaran proses kerja dalam suatu perusahaan. Kinerja yang dimaksud adalah kinerja sistem, kinerja dapat diukur dari

Alat penyaring ini digunakan pada jalur pipa guna menyaring kotoran pada aliran sehingga aliaran yg akan diproses atau hasil proses lebih baik mutunya.... Tipe ini digunakan

Di samping itu, ternyata penerimaan raskin juga mempunyai pengaruh yang nyata (kurang dari 5%) dan positif terhadap pangsa pengeluaran, baik pengeluaran pangan

Bagi memaksimumkan penggunaan senarai kata, sesuatu senarai kata perlulah membekalkan maklumat sisipan seperti kategori perkataan, frekuensi, makna utama, variasi

Sesungguhnya Pasal 149 UUK dan PKPU telah menentukan secara pasti tanpa alasan apapun yang menjadi dasar pertimbangan MA pada kasasi sedangkan dasar pertimbangan