• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN (6)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB III METODOLOGI PENELITIAN (6)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan 25 Desember 2014-25 Maret 2015

penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil

Pertanian (TPHP) Fakultas Pertanian Universitas Borneo Tarakan.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tepung

terigu, tepung ubi jalar, tepung kedelai, air, garam, telur dan seledri.

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan untuk keperluan analisis yaitu air,

sampel mie kering yang telah jadi, akuades, H2SO4 pekat, H2SO4 0,1 N

standart, H3BO3 4% (asam borat), NaOH 40%, katalis tablet dan mixed

indicator.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan,

mesin pembuat mie, baskom, roll kayu, panci, kompor, ayakan, kuas, oven,

pisau dan mesin penepung. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk

keperluan analisis yaitu oven, kompor, panci, almari asam, labu destruksi,

cawan alumunium, makro kjedahl, destilasi, labu Erlenmeyer 300 ml, gelas

piala 50 ml, labu ukur, gelas beaker, gelas ukur, timbangan analitik, pipet

(2)

C. Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan yaitu Rancangan

Acak Kelompok Faktor Tunggal (RAK Faktor Tunggal) dengan delapan

perlakuan dan tiga kali ulangan sehingga didapatkan 24 unit percobaan.Pada

setiap perlakuan diberikan 15% bubur daun seledri (Arie et al., 2013).

Perlakuan yang digunakan adalah perbandingan berat tepung ubi jalar,

tepung kedelai dan tepung terigu yang terdiri delapan perlakuan, yaitu:

1. F0=100% Tepung Terigu

2. F1=35% Tepung Ubi Jalar : 15% Tepung Kedelai : 50% Tepung Terigu

3. F2=15% Tepung Ubi Jalar : 35% Tepung Kedelai : 50% Tepung Terigu

4. F3=25% Tepung Ubi Jalar : 25% Tepung Kedelai : 50% Tepung Terigu

5. F4=50% Tepung Ubi Jalar : 15% Tepung Kedelai : 35% Tepung Terigu

6. F5=35% Tepung Ubi Jalar : 50% Tepung Kedelai : 15% Tepung Terigu

7. F6=15% Tepung Ubi Jalar : 50% Tepung Kedelai : 35% Tepung Terigu

8. F7=50% Tepung Ubi Jalar : 35% Tepung Kedelai : 15% Tepung Terigu

D. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan Bahan Dasar Mie

Menurut Asmarajati (1999), penepungan adalah suatu proses penghancuran bahan pangan yang didahului suatu proses pengeringan

menjadi butiran-butiran yang sangat halus, kering dan tahan lama, serta

(3)

Secara umum terdapat dua jenis metode penggilingan yang sering

diterapkan dalam produksi tepung serealia yaitu metode basah dan metode

kering. Pada metode basah dilakukan perendaman bahan terlebih dahulu

sebelum ditepungkan sedangkan metode kering tidak dilakukan perendaman

(Suardi et al., 2002). Metode basah lebih aplikatif di masyarakat sedangkan

metode kering lebih sering digunakan dalam pembuatan tepung skala besar

(Suprapto, 1998). Efisiensi penggunaan energi pada penggilingan kering

lebih rendah dibanding dengan penggilingan basah. Metode basah dapat

memperkecil kerugian akibat oksidasi bahan olah dan menghasilkan tektur

yang lebih halus (Haros et al., 2003). Disisi lain metode basah membutuhkan

modal yang lebih besar dan memerlukan pengeringan secepatnya untuk

menghindari kerusakan mikrobiologis sedangkan metode kering tidak

menghasilkan limbah dan tepung dapat langsung digunakan. Metode yang

digunakan dalam pembuatan tepung ubi jalar dan tepung kedelai pada

penelitian ini yaitu menggunakan metode penggiling kering.

a. Proses Pembuatan Tepung Ubi Jalar.

Proses pembuatan ubi jalar meliputi pencucian ubi jalar dengan air

bersih untuk menghilangkan kotoran dan tanah yang menempel pada ubi

jalar, kemudian ubi jalar dikupas menggunakan pisau untuk mengkupas kulit

ubi jalar. Selanjutnya iris-iris tipis ubi jalar untuk mempercepat proses

pengeringan ubi jalar. Setelah itu,irisan ubi jalar direndam air kapur dan cuci

(4)

menggunakan sinar matahari langsung atau menggunakan oven. Setelah

dikeringkan irisan digiling menggunakan mesin penepung. Sehingga didapat

hasil tepung ubi jalar yang siap diolah (Ningrum, 1999). Proses pembuatan

tepung ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1.Proses Pembuatan Tepung Ubi Jalar.

Sumber : Ningrum, 1999.

b. Proses Pembuatan Tepung Kedelai.

Proses pembuatan tepung kedelai meliputi cara penyortiran kedelai

untuk tidak tercampur dengan kotoran yang terikut dikacang. Kemudian biji

kedelai direndam selama 8-16 jam. Setelah itu, kedelai yang telah direndam

direbus selama 30 menit. Kemudian ditiriskan dan dipisahkan dari kulitnya.

Setelah itu, dikeringkan dapat dilakukan dengan cara penjemuran dibawah

sinar matahari atau dapat dilakukan dengan menggunakan oven dengan

suhu 500C-600C. Kemudian digiling menggunakan mesin penepung. Bersihkan Ubi Jalar

Cuci Bersih

Kupas dan Iris Tipis

Pengeringan

Penepungan

(5)

Sehingga didapat tepung kedelai siap olah (Santoso, 2005). Proses

pembuatan tepung kedelai dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2.Proses Pembuatan Tepung Kedelai.

Sumber : Santoso, 2005.

2. Proses Produksi Mie Kering Seledri

Mie kering berbahan baku tepung ubi jalar, tepung kedelai dan tepung

terigu pabrik merupakan produk yang baru dikembangkan. Menurut Pagani

(1985), untuk membuat produk pasta dari bahan non konvensional seperti

dari tepung jagung atau dari campuran tepung terigu dan tepung non terigu

diperlukan beberapa bentuk penyesuaian, antara lain dapat dilakukan

dengan:

1. Meningkatkan sifat fungsional komponen selain protein dan tepung

pensubstitusi, dalam hal ini pati dari tepung yang bersangkutan. Sortasi Kedelai

Rendam Kedelai selama 8-16 jam dan Rebus

Selama 30 menit.

Tiriskan dan Pisahkan dari Kulitnya.

Pengeringan

Penggilingan

(6)

2. Menambahkan protein dari sumber lain yang dapat membentuk gluten.

3. Menambahkan zat tambahan yang dapat bereaksi dengan pati dan dapat

mencegah pembengkakan pati tersebut selama pemasakan.

Pengukuran karakteristik mie kering seledri dilakukan secara visual

dengan menggunakan Tabel 2 sebagai acuan. Pengukuran karakteristik yang

dilakukan meliputi kemudahan adonan untuk dibentuk menjadi lembaran mie

(sheeting), keseragaman pembentukan untaian mie (slitting) dan kualitas

pengovenan mie kering (cooking). Kriteria pengukuran proses pembuatan

mie secara visual dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Kriteria Pengukuran Proses Pembuatan Mie Secara Visual.

Proses Kriteria Pengukuran

Mixing Adonan seragam, mampu menyerap air secara optimal.

Sheeting Lembaran mie mudah dibentuk, permukaannya halus, tidak bergaris-garis dan tidak ada noda.

Slitting Ukurannya seragam dan sesuai, tersisir dengan baik, bentuknya bagus. Steaming Tidak lengket.

Cooking Rendah cooking loss (kehilangan padatan akibat pemasakan), teksturnya bagus.

Sumber: Hou dan Kruk (1998)

Adapun proses produksi mie kering seledri terdiri dari tahap

pencampuran bahan, pembentukan lembaran mie, pembentukan untaian

mie, pemotongan dan pengovenan.

1. Pencampuran

Pembuatan mie kering seledri diawali dengan proses pencampuran

bahan baku tepung ubi jalar, tepung kedelai dan tepung terigu pabrik. Proses

(7)

dihasilkan adonan yang homogen. Mula-mula tepung ditambahkan bubur

seledri dan telur. Lalu garam yang telah dilarutkan dalam air ditambahkan

sedikit demi sedikit pada adonan sambil diaduk hingga merata. Penambahan

larutan garam ke dalam adonan harus dilakukan secara bertahap supaya

tidak terbentuk gumpalan-gumpalan pada adonan. Jika pada adonan sampai

terbentuk gumpalan-gumpalan, maka lembaran mie yang dihasilkan saat

proses pembentukan lembaran akan kurang halus permukaannya atau

terbentuk noda. Oleh karena itu, jenis pengaduk yang digunakan serta

lamanya waktu pengadukan adonan perlu diperhatikan untuk menghindari hal

tersebut. Bahan tercampur dengan rata dan homogen dalam waktu ± 10

menit. Pencampuran bahan dilakukan dengan cara manual dapat dilihat pada

Lampiran 1 yang merupakan alur dari pencampuran bahan.

2. Pembentukan Lembaran Mie

Pada proses pembentukan lembaran adonan yang telah dibagi

masing-masing 100 g, dibuat lempengan agar lebih mudah digiling menjadi

lembaran mie. Penggilingan adonan mie menggunakan mesin pembuat mie

secara berulang (5-10 kali) yang akan mengubah adonan tersebut menjadi

lembaran mie. Mula-mula digunakan jarak antar rol yang besar (nomor 1)

sehingga terbentuk lempengan-lempengan yang tebal dan baru kemudian

jarak antar rol diperkecil sampai menghasilkan lembaran mie yang tipis.

Pembuatan lembaran mie hingga menjadi lembaran yang tipis dalam waktu ±

(8)

3. Proses Penggilingan Untaian Mie

Proses penggilingan untaian mie dilakukan pada saat adonan telah

menjadi lembara-lembaran. Lembaran mie yang tipis selanjutnya dicetak

menjadi untaian mie menggunakan pencetak mie. Seperti halnya roller

pressing, pencetak mie juga terdiri dari dua rol logam tetapi sekeliling

permukaannya telah dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat menjadi

cetakan untuk membuat mie. Pada tiap cetakan tersebut terdapat semacam

sisir untuk melepaskan untaian mie dari mesin pencetak mie. Keseluruhan

proses ini akan menghasilkan mie mentah. Pada proses pencetakkan untaian

dalam waktu ± 5 menit. Proses pencetakan untaian mie dapat dilihat pada

Lampiran 1.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam proses pencetakan untaian mie

adalah jarak antar rol, ketajaman sisir, dan lempengan pemotong mie. Jarak

antar rol pada pencetak mie sebaiknya disesuaikan dengan jarak pada roller

sheeting saat pembentukan lembaran. Hal ini dimaksudkan agar ketebalan

lembaran dan untaian mie yang dihasilkan sama. Ketajaman sisir akan

menentukan mutu untaian mie yang tercetak. Jika sisir kurang tajam, untaian

mie yang tercetak tidak rapi, permukaannya kasar dan bergerigi, ketebalan

(9)

4. Pengovenan Mie

Prinsip utama pengeringan adalah pengeluaran air pada bahan yang

akan dikeringkan. Menurut Hou dan Kruk (1998), proses pengeringan mie

dapat dilakukan dengan menggunakan udara panas (oven), penggorengan

(deep frying) atau pengeringan vakum (vacuum drying). Penelitian kali ini

menggunakan metode pengeringan mie dengan menggunakan oven yang

dilengkapi dengan tray-tray untuk menempatkan mie yang akan dikeringkan.

Sumber energi pengeringan berupa udara panas hasil pengubahan uap

panas dari boiler yang berlangsung di dalam radiator. Proses pemasukan

udara panas dilakukan melalui lubang-lubang di dalam dinding oven. Untuk

meratakan panas, oven dilengkapi pula dengan blower. Proses pengovenan

mie kering seledri selama ± 60 menit pada suhu 700C. Proses pengovenan

dapat dilihat pada Lampiran 1.

Mie kering yang diperoleh dengan cara pengeringan memiliki umur

simpannya juga lebih lama karena tidak berhubungan dengan ketengikan

akibat adanya sedikit lemak dalam produk. Selain umur simpannya lebih

lama, beberapa keuntungan dari proses pengeringan antara lain volume

bahan menjadi lebih kecil sehingga memudahkan dan menghemat ruang

pengangkutan dan pengemasan, serta produk menjadi lebih ringan sehingga

biaya pengangkutan menjadi lebih kecil. Namun ada pula kerugian dari

(10)

bentuk dan penampakannya, serta sifat fisik dan kimianya yang pada

akhirnya dapat menurunkan mutu produk (Wirakartakusumah et al., 1992).

E. Analisis Data

1. Analisis Uji Hedonik

Uji kesukaan juga disebut uji hedonik. Panelis dimintakan tanggapan

pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Disamping

panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya, mereka

juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat–tingkat kesukaan ini

disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal “suka “ dapat mempunyai skala

hedonik seperti : amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka.

Sebaliknya jika tanggapan itu “ tidak suka “ dapat mempunyai skala hedonik

seperti suka dan agak suka, terdapat tanggapannya yang disebut sebagai

netral, yaitu bukan suka tetapi juga bukan tidak suka (neither like nor dislike).

Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan

skala yang dikehendakinya. Skala hedonik dapat juga diubah menjadi skala

numerik dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan. Dengan data

numerik ini dapat dilakukan analisis secara statistik. Penggunaan skala

hedonik pada prakteknya dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan.

Sehingga uji hedonik sering digunakan untuk menilai secara organoleptik

terhadap komoditas sejenis atau produk pengembangan. Uji hedonik banyak

(11)

produk mana yang paling disukai panelis. Ada beberapa langkah-langkah uji

hedonik dan cara analisis data, yaitu:

a. Langkah-langkah Uji Hedonik (Anonim, 2012).

1. Penyiapan Organisasi Pengujian

- Jumlah Panelis : 25 Orang panelis.

- Jumlah Contoh Setiap Penyajian : Jumlah contoh yang dinilai ada 8

contoh.

2. Penyajian Contoh (Anonim, 2012).

Contoh Uji Hedonik disajikan secara acak dan dalam memberikan

penilaian panelis tidak boleh mengulang-ulang penilaian atau

membanding-bandingkan satu contoh dengan lainnya. Dalam uji ini, sebagai contoh

disajikan 8 jenis mie kering dari 8 macam perlakuan yang berbeda yaitu

dengan kode F0, F1, F2, F3, F4, F5, F6 dan F7. Kedelapan sampel tersebut

disajikan secara bersamaan.

3. Penilaian (Anonim, 2012).

Pada penilaian mie kering terhadap aroma, rasa dan tekstur terlebih

dahulu mie kering di rebus. Sedangkan untuk penilaian warna, mie kering

tidak direbus. Penilaian terhadap Uji Hedonik harus dilakukan secara

spontan. Untuk itu panelis dapat mengisi formulir isian seperti di bawah ini.

Dalam hal ini akan dilakukan uji terhadap mie kering seledri dari 8 jenis

(12)

Tabel 3.Penilaian pada Uji Hedonik.

Tabel 4.Skala Uji Hedonik pada 7 Tingkat Kesukaan, yaitu:

Skala Hedonik Skor

Cara analisis uji hedonik (Setyaningsih et al., 2010):

1. Hasil uji hedonik ditabulasikan dalam suatu tabel, untuk kemudian

dilakukan analisis dengan ANOVA (Analysis of Variance) dan jika ada

pengaruh disetiap perlakuan maka perlu diuji lanjut dengan Duncan.

2. Hasil yang telah diperoleh dari uji hedonik ditabulasikan dan dihitung total

perlakuan (Yi.), total kelompok (Yj), total umum (Y..), dan dihitung pula

(13)

3. Kemudian dilakukan analisis varian untuk membedakan contoh yang satu

dengan contoh yang lainnya.

2. Analisis Fisik

Analisis fisik merupakan analisis suatu bahan yang dapat dilihat

secara langsung dengan indra. Sifat fisika antara lain wujud zat, warna, bau,

titik leleh, titik didih, massa jenis, kekerasan, kelarutan, kekeruhan, dan

kekentalan. Sifat fisik ini sifat yang tidak mengubah sifat kimia materinya.

a. Pengukuran Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (AOAC dalam Sudarmadji et al., 1997).

Penentuan KPAP dilakukan dengan cara merebus 5 gram mie dalam

150 ml air. Setelah mencapai waktu optimum perebusan, mie direndam air

dingin dan kemudian ditiriskan.Mie kemudian ditimbang dan dikeringkan pada

suhu 100°C sampai beratnya konstan, lalu ditimbang kembali. KPAP dihitung

dengan rumus berikut:

b. Pengukuran Daya Serap Air (AOAC dalam Sudarmadji et al., 1997).

Perhitungan didasarkan pada hasil penetapan kadar air sebelumnya.

Cawan aluminium dikeringkan dalam oven 105°C selama 10 detik, lalu

didinginkan di dalam desikator.Sampel sebanyak 3 gram direbus dalam air

selama 7 menit pada suhu 90-100°C.Kemudian sampel ditiriskan, lalu

(14)

selama 6 jam sampai diperoleh berat konstan (B). Daya adsorbsi air dihitung

berdasarkan perhitungan:

dimana:

A = berat sampel sebelum dikeringkan. B = berat sampel setelah dikeringkan.

c. Rendemen (AOAC dalam Sudarmadji et al., 1997).

Perhitungan rendemen dilakukan berdasarkan perbandingan antara

hasil dengan bahan awal dikalikan 100%. Perhitungannya, yaitu:

3. Analisis Kimia

Analisis kimia merupakan cabang ilmu kimia yang berfokus pada

analisis bahan untuk mengetahui komposisi, struktur, dan fungsi kimiawinya.

Secara tradisional, analisis kimia dibagi menjadi dua jenis, kualitatif dan

kuantitatif. Analisa kualitatif bertujuan untuk mengetahui keberadaan suatu

unsur atau senyawa kimia, baik organik maupun inorganik sedangkan analisa

kuantitatif bertujuan untuk mengetahui jumlah suatu unsur atau senyawa

(15)

a. Pembuatan Larutan (Abudarin, 2002).

1. Pembuatan Mixed Indikator.

MR 0,1 gram ditambahkan dengan BCG 0,5 dilarutkan dalam 100 ml

ethanol 95%

2. Pembuatan Larutan H2SO4 0,3 N.

Di masukkan 0,68 ml H2SO4 pekat dalam labu ukur 250 ml kemudian

diencerkan dengan akuades sampai garis tanda.

3. Pembuatan Larutan H3BO3 4%.

Dilarutkan 40 g H3BO3 dalam labu ukur 1000 ml kemudian diencerkan

dengan akuades sampai garis tanda.

4. Pembuatan Larutan NaOH 40%.

Dilarutkan 40 g NaOH dengan akuades kemudian dimasukkan

kedalam labu takar 100 ml dan diencerkan dengan akuades sampai garis

tanda.

b. Pengujian Analisis Kimia

1. Analisis Kadar Air (Sudarmadji et al., 1997).

Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang telah diketahui

beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 3 jam

tergantung bahannya. Selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 10

menit dan ditimbang, selanjutnya dipanaskan lagi dalam oven selama 30

(16)

beberapa kali sampai tercapai berat konstan (selisih penimbangan

berturut-turut kurang dari 0,2 mg). Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan:

a = berat cawan (g)

b = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (g) c = berat cawan + sampel setelah dikeringkan (g) ka = kadar air (desimal) sampel dalam berat basah.

2. Analisis Kadar Protein Total Metode Kjeldahl (AOAC dalam Sudarmadji et al., 1997).

Prinsip metode kjeldhal yaitu senyawa N dilepaskan dari jaringan

daging melalui destruksi menggunakan asam sulfat pekat dengan bantuan

panas pada suhu 4100C selama ± 2 jam (sampai larut), dimana senyawa

Nitrogen terikut oleh sulfat membentuk amino sulfat diubah menjadi garam

basa NH4OH dengan menambah NaOH. NH4OH didestilasi menggunakan

uap panas untuk memisahkan senyawa amoniak. Amoniak ditangkap asam

borak membentuk amino borak dan selanjutnya dilakukan titrasi dengan

asam sulfat. Penetapan jumlah protein dihitung secara stoikiometri dan kadar

protein di peroleh dengan mengalihkan jumlah nitrogen dengan factor

konveksi.

Berdasarkan prinsip tersebut diatas, prosedur analisis dengan metode

(17)

1. Destruksi :

a. Timbang sampel sebanyak ± 2 g.

b. Masukkan ke dalam labu kjeldahl 500 ml.

c. Tambahkan katalis (tablet).

d. Tambahkan 20 ml H2SO4 pekat.

e. Destruksikan minimal 3 jam, hingga sampel larut.

f. Biarkan selama 15 menit.

g. Tambahkan 50 ml aquades, tunggu hingga suhu ruang.

2. Destilasi :

a. Sampel yang sudah ditambahkan 50 ml aquades dan dihomogenkan.

b. Setelah 15 menit. Sampel ditambahkan NaOH 40% sebanyak 100 ml

dan tambahkan batu didih 3-4.

c. Masukkan larutan asam borat sebanyak 50 ml ke dalam Erlenmeyer

300 ml. tambahkan 4-5 tetes larutan mixed indicator kemudian

letakkan pada alat destilasi.

d. Destilasi hingga larutan dalam Erlenmeyer menjadi ± 250 ml atau 2/3

(18)

3. Titrasi :

Titrasi larutan dalam Erlenmeyer dengan 0,1 N H2SO4 hingga larutan

menjadi berwarna merah muda. Kadar protein dapat dihitung dengan rumus.

Total N (%) = (V2-V1) x F

10 x s

Keterangan :

s = Berat sampel

V1 = Volume H2SO4 yang digunakan untuk titrasi larutan blanko

V2 = Volume H2SO4 yang digunakan untuk titrasi larutan sampel

Gambar

Tabel 3. Penilaian pada Uji Hedonik.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang dilakukan ini tidak sejalan dengan pendapat Gunadi (2004: 14) yang mengatakan bahwa “Seseorang yang bekerja lebih lama di bidang yang sama

Siswa yang sebelumnya kurang aktif akan apabila guru dapat mengarahkan siswa dalam model pembelajaran yang baik, siswa akan terpancing untuk belajar aktif bertanya, menemukan

Aspek Baik Sekali (4) Baik (3) Cukup (2) Perlu Pendampingan (1) Kesesuaian pantun yang dibuat dengan ciri-ciri pantun Memenuhi 4 ciri-ciri pantun Memenuhi 3

41/M/SK/6/1991, Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan mempunyai kegiatan yang disebut Jasa Pelayanan Teknis, yaitu jasa yang diberikan dalam bidang teknologi dan

karena menurut saya banyak material yang tidak tergolong serat , misalnya karya DTM, kabel itu benda modern tetapi tiba – tiba ada serat dari bahan alam , itu membuat saya bingung..

Hasil akhir dalam penelitian ini adalah perusahaan dapat mengetahui waktu loading kendaraan alat angkut, berapa jarak yang akan di tempuh kendaraan alat angkut, waktu

Peta topografi memetakan tempat-tempat dipermukaan bumi yang berketinggian sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis-garis kontur, dengan satu garis kontur mewakili satu

Berdasarkan analisis SWOT telah diketahui posisi pengembangan perikanan budidaya ikan nila di kolam air tenang di Kecamatan Sinjai borong terletak pada Kuadran III yang