ASPEK HUKUM
ASPEK HUKUM
DAN
DAN
PERKEMBANGAN
PERKEMBANGAN
INDUSTRI JASA KONSTRUKSI
INDUSTRI JASA KONSTRUKSI
DI INDONESIA
DI INDONESIA
Periode
Periode 1945
1945 –
– 1950
1950
Periode
Periode 1951
1951 –
– 1959
1959
Periode
Periode 1951
1951 –
– 1959
1959
Periode
Periode 1960
1960 –
– 1966
1966
Periode
Periode 1967
1967 –
– 1996
1996
Periode
Periode 1997
1997 –
– 2002
2002
Periode
Periode Setelah
Setelah Belakunya
Belakunya
UU
Periode 1945
Periode 1945 -- 1950
1950
Pada periode ini industri jasa konstruksi belum tumbuh
dan berkembang karena
negeri kita masih sibuk
menghadapi usaha Belanda yang ingin menjajah
kembali yang dikenal dengan Agresi Belanda.
Perusahaan jasa konstruksi yang ada pada periode ini
kebanyakan adalah perusahaan belanda seperti :
NV de Hollandshe Beton Maatschappij NV Associatie
NV Nederlandshe Aanneming Maatschappij NV Volker Aanneming Maatschappij, dll
Perusahaan swasta milik pribumi, diantaranya :
NV KAMID
Periode 1951
Periode 1951 –
– 1959
1959
Pada
periode
ini
sistem
pemerintahan
menggunakan
sistem
Kabinet
Parlementer,
dimana
kabinet
sering
berganti-ganti,
pemerintahan tidak pernah stabil;
Praktis dalam periode ini industri jasa konstruksi
tetap masih belum bangkit, kalaupun ada masih
tetap masih belum bangkit, kalaupun ada masih
berskala kecil.
Perencanaan
pembangunan
yang
definitif
belum ada.
Periode 1960
Periode 1960 –
– 1966
1966
Pada periode ini mulai berkembangnya jasa
konstruksi
Pembangunan langsung dikomando sendiri oleh
Presiden Soekarno dengan nama
“Proyek-proyek Mandataris” seperti pembangunan :
MONAS
Monumen Pembebasan Irian Barat
Monumen Pembebasan Irian Barat
Hotel Indonesia
Samudera Beach Hotel
Sarinah
Contoh Proyek Mandataris
Contoh Proyek Mandataris
Monumen Nasional
Monumen
Contoh Proyek Mandataris
Contoh Proyek Mandataris
Samudera Beach Hotel
Hotel Indonesia
Contoh Proyek Mandataris
Contoh Proyek Mandataris
Contoh Proyek Mandataris
Contoh Proyek Mandataris
Jembatan Semanggi
Periode 1960
Periode 1960 –
– 1966
1966
(lanjutan ...)
(lanjutan ...)
Bentuk
kontrak
konstruksi
masih
sangat
sederhana dan belum terlalu rumit.
Para
Penyedia
Jasa/Kontraktor
Pelaksana
umumnya adalah Perusahaan Negara (PN) yang
berasal dari perusahaan milik Belanda yang
dinasionalisasikan oleh pemerintah, seperti :
dinasionalisasikan oleh pemerintah, seperti :
NV Hollandshe Beton Maatschappij/HBM (sekarang PT. Hutama Karya)
NV Associatie (sekarang PT Adhi Karya)
NV Nederlandshe Aanneming Maatschappij/NEDAM (sekarang PT. Nindya Karya),
Periode 1960
Periode 1960 –
– 1966
1966
(lanjutan ...)
(lanjutan ...)
Sampai tahun 1966 bentuk kontrak umumnya Cost Plus Fee.
Pekerjaan langsung ditunjuk pemerintah (tanpa tender), sehingga persaingan diantara para Penyedian Jasa tidak ada sama sekali.
Setelah itu tahun 1966 Pemerintah melarang kontrak cost plus fee.
kontrak cost plus fee.
Proyek-proyek umumnya dilaksanakan tidak mengacu pada suatu rencana yang definitif ,
Orientasi proyek lebih ditujukan pada prestise dan tidak memberi manfaat yang besar pada kesejahteraan rakyat, kecuali beberapa proyek seperti :
Contoh Proyek Mandataris
Contoh Proyek Mandataris
Bendungan Jati luhur
Periode 1960
Periode 1960 –
– 1966
1966
(lanjutan ...)
(lanjutan ...)
Para Penyedia Jasa langsung ditunjuk oleh
Pemerintah (Presiden).
Oleh karena Bung Karno seorang sarjana teknik
sipil yang brilian maka beliau sangat mahir
memilih calon Penyedia Jasa sesuai bidang
keahlian masing-masing. Contohya :
Pekerjaan yang memiliki banyak kandungan beton mutu tinggi diserahkan kepada PT. Hutama Karya yang terkenal sebagai ahli beton. (mis : Jembt Semanggi, Jati luhur, Airport Ngurah Rai)
Pembangunan hotel-hotel diserahkan kepada PT. Pembangunan Perumahan.
Periode 1960
Periode 1960 –
– 1966
1966
(lanjutan ...)
(lanjutan ...)
Penunjukan secara langsung para Penyedia Jasa untuk melaksanakan proyek ini menyebabkan tidak adanya persaingan usaha sama sekali diantara Perusahaan Negara tersebut.
Sehingga sukar untuk mengukur tingkat efisiensi pekerjaannya.
Kontrak-kontrak konstruksi umumnya masih sangat sederhana, dapat dikatakan lebih bersifat formalitas sederhana, dapat dikatakan lebih bersifat formalitas bukannya sebagai pegangan atau acuan bagi Penyedia atau Pengguna Jasa.
Peran sektor swasta dalam pelaksanaan proyek hampir tidak ada,
Hampir seluruh proyek milik pemerintah dikerjakan oleh perusahaan-perusahaan Pemerintah pula.
Periode 1967
Periode 1967 -- 1996
1996
Pada periode ini tepatnya tahun 1969, Pemerintah menerapkan suatu program pembangunan yang terencana.
Program ini dikenal dengan nama Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPI) 1969 – 1994 yang terdiri dari 5 (lima) Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA), yaitu :
(REPELITA), yaitu :
REPELITA I : 1969 – 1974 REPELITA II : 1974 – 1979 REPELITA III : 1979 – 1984 REPELITA IV : 1984 – 1989 REPELITA V : 1989 – 1994
Periode 1967
Periode 1967 –
– 1996
1996
(lanjutan ...)
(lanjutan ...)
Dalam periode ini kira-kira tahun 1970, dikenal sebagai awal dari kebangkitan industri jasa konstruksi. Perusahaan-perusahaan konstruksi seperti Hutama Karya, Adhi Karya, Wijaya Karya, Waskita Karya, Nindya Karya diubah statusnya dari Perusahaan Negara (PN) menjadi Persero berbentuk PT dengan sebutan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
sebutan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pekerjaan/proyek tidak lagi ditunjuk tapi sudah mulai ditenderkan.
Persaingan sudah mulai tumbuh , sektor swasta sudah mulai ikut serta.
Periode 1967
Periode 1967 –
– 1996
1996
(lanjutan ...)
(lanjutan ...)
Dapat dikatakan bahwa keberhasilan PJPI telah memberikan dampak positif bagi perkembangan industri jasa konstruksi kita.
Hal ini terbukti dari sumbangan industri jasa konstruksi dalam Pendapatan Domestik Bruto (PDB) tahun ke tahun.
Periode 1967
Periode 1967 –
– 1996
1996
(lanjutan ...)
(lanjutan ...)
Tahun 1996 sumbangan industri jasa konstruksi meningkat lagi menjadi Rp 34,4 trilyun dari jumlah PDB sebesar Rp 454,5 trilyun (8%) bahkan setahun sebelum krisisis moneter, yaitu tahun 1996, kontribusi sektor industri jasa konstruksi mencapai Rp 42 trilyun. Terlihat bahwa PDB sebesar Rp 45,4 trilyun tahun 1980 meningkat menjadi Rp 454,5 trilyun pada tahun 1980 meningkat menjadi Rp 454,5 trilyun pada tahun 1995 (naik 10 kali lipat), sedangkan industri jasa konstruksi yang berjumlah Rp 2,5 trilyun di tahun 1980 melonjak menjadi Rp 34,4 trilyun tahun 1996 (pertumbuhan senilai 15 kali lipat)
Periode 1997
Periode 1997 -- 2002
2002
Pada pertengahan tahun 1997 terjadi krisis moneter, industri jasa konstruksi mengalami goncangan yang sangat hebat setelah berkembang dengan sangat cepat selama kurun waktu 30 tahun.
Proyek-proyek mendadak berhenti .
Penguna Jasa tidak mampu menbayar Penyedia Jasa karena Lembaga-lembaga Pembayaran seperti Bank ikut ambruk .
Penyedia Jasa terutama dari sektor swasta banyak yang bangkrut, pengangguran mulai bertambah.
Krisis moneter tahun 1997 ini menyebabkan pertumbuhan PDB sebesar – 13,01% dan sektor industri jasa konstruksi – 36,46%.
Periode 1997
Periode 1997 –
– 2002
2002
(lanjutan ...)
(lanjutan ...)
Selanjutnya pada periode 1998 – 2002 praktis industri jasa kontruksi masih belum berhasil tumbuh/bangkit kembali walaupun krisis moneter telah berlangsung lebih dari empat tahun.
Situasi dan kondisi tanah air yang belum kondusif menyebabkan para calon investor sebagai penyandang dana belum bersedia menanamkan modalnya kembali ke Indonesia .
Indonesia .
Satu-satunya ajang bagi industri jasa konstruksi yang mungkin masih dapat diharapkan untuk bangkit kembali adalah ajang pembangunan di daerah yang berpotensi (kawasan Indonesia Timur) dan sebagian Sumatera.
Periode 1997
Periode 1997 –
– 2002
2002
(lanjutan ...)
(lanjutan ...)
Sebagai dampak dari krisis moneter tahun 1997 , dalam periode tersebut mulai muncul masalah sehubungan dengan klaim konstruksi yang selama ini dianggap tabu.
Kondisi menjadi semakin sulit karena banyak sekali kontrak konstruksi yang cacat hukum, lemah atau tidak adil dan setara.
tidak adil dan setara.
Banyak diantara klaim ini akhirnya dapat diselesaikan melalui Arbitrase (BANI/Ad Hoc).
Periode Setelah Berlakunya UU No. 18
Periode Setelah Berlakunya UU No. 18
Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi
Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi
Industri Jasa Konstruksi di Indonesia mulai diatur secara komprehensif, pasca reformasi politik, yaitu melalui UU No 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi. Tujuan dari UU No 18 Tahun 1999 adalah :
Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan Industri Jasa Konstruksi Nasional
Industri Jasa Konstruksi Nasional
Mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal,
berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan yang
berkualitas
Tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
Kesetaraan antara pengguna dan penyedia jasa
konstruksi
Kepatuhan pada ketentuan perundangan
Periode Setelah Berlakunya UU No. 18
Periode Setelah Berlakunya UU No. 18
Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi
Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi
Selanjutnya, terbit Peraturan pelaksananya yang terdiri dari PP No 28/2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, PP No 29/2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, dan PP No 30/2000 Tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi. Sejak terbitnya UU Jasa Konstruksi dan aturan Sejak terbitnya UU Jasa Konstruksi dan aturan
turunannya, peran masyarakat jasa konstruksi
semakin meningkat, antara lain dengan :
Terbentuknya Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) yang bertujuan untuk mengembangkan kegiatan jasa konstruksi nasional. dan
Periode Setelah Berlakunya UU No. 18 Th 99
Periode Setelah Berlakunya UU No. 18 Th 99
Saat ini jumlah asosiasi perusahaan yang menjadi anggota LPJK sebanyak 39 asosiasi, sedangkan asosiasi profesi berjumlah 41 asosiasi.Yang cukup menarik untuk diamati, asosiasi baru yang muncul bukan saja asosiasi-asosiasi yang lebih spesialis bidangnya, tetapi juga asosiasi-asosiasi sejenis yang sudah ada dan bersifat umum.
sejenis yang sudah ada dan bersifat umum.
Padahal sebelum diberlakukannya UU Jasa Konstruksi, kita hanya mengenal Gapensi dan AKI sebagai asosiasi perusahaan kontraktor dan Inkindo untuk asosiasi perusahaan konsultan.
Disinyalir munculnya asosiasi baru bukan karena
Periode Setelah Berlakunya UU No. 18 Th 99
Periode Setelah Berlakunya UU No. 18 Th 99
Adanya aturan UU Jasa Konstruksi yang membuka peluang bagi asosiasi yang menjadi anggota LPJK untuk melakukan sertifikasi, diduga menjadi salah satu daya tarik berdirinya asosiasi-asoisasi, karena
asosiasi lebih menjadi semacam profit-center
daripada services-center.
Kondisi semacam itu menyebabkan asosiasi-asosiasi tidak optimal atau bahkan merasa tidak perlu melakukan peningkatan profesionalisme anggota.
Karena tanpa menjalankan fungsi pembinaan,
asosiasi-asosiasi tetap dibutuhkan karena
Periode Setelah Berlakunya UU No. 18 Th 99
Periode Setelah Berlakunya UU No. 18 Th 99
Dengan adanya dua kewenangan utamanya LPJK yakni :
melakukan sertifikasi profesi dan
sertifikasi badan usaha jasa konstruksi,
Dalam praktek di lapangan seringkali kewenangan ini dijadikan sandaran bagi munculnya perilaku yang bertentangan dengan UU No 5 Tahun 1999, antara bertentangan dengan UU No 5 Tahun 1999, antara
lain dalam bentuk hadirnya entry barrier berupa
kesulitan mendapatkan sertifikasi badan usaha
dalam bidang tertentu.
Periode Setelah Berlakunya UU No. 18 Th 99
Periode Setelah Berlakunya UU No. 18 Th 99
Spirit dari UU Jasa Konstruksi adalah :
untuk memberikan arah pertumbuhan dan
perkembangan jasa konstruksi
untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas,
dimana Asosiasi sebagai ujung tombak dalam
dimana Asosiasi sebagai ujung tombak dalam
pembinaan
profesionalisme
penyedia
jasa
konstruksi.
Rencana Perubahan PP No 28 Th 2000
Rencana Perubahan PP No 28 Th 2000
Pemerintah tampaknya telah menyadari persoalan yang terjadi dalam industri jasa konstruksi
Untuk itu Pemerintah secara pro aktif saat ini tengah menyiapkan perubahan terhadap PP No 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Serta Masyarakat Jasa Konstruksi, yang dianggap menjadi Masyarakat Jasa Konstruksi, yang dianggap menjadi salah satu sumber munculnya perkembangan yang tidak kondusif dalam industri jasa konstruksi.
PP No 04 Th 2010
PP No 04 Th 2010
Terbitnya PP No. 04 Tahun 2010 Tentang
Perubahan PP No. 28 Tahun 2000 Tentang
Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi
merupakan isu yang panas dikalangan asosiasi
jasa konstruksi saat ini.
Banyak muncul pro dan kontra antar asosiasi
Banyak muncul pro dan kontra antar asosiasi
yang tergabung dalam LPJK.
Kontroversi tersebut terkait dengan isi PP No.
04 Th 2010 yang oleh sementara pihak dituduh
berupaya memarjinalkan fungsi asosiasi dan
LPJK,
dan
semakin
dominannya
fungsi
PP No 04 Th 2010
PP No 04 Th 2010
Isi PP No 04 Th 2010 yang dianggap terkait
dengan hal tersebut antara lain :
1. Pembentukan Sekretariat Lembaga yang merupakan unit Kerja Pemerintah.
2. Proses sertifikasi melalui Unit sertifikasi yang dibentuk oleh lembaga. Hal ini dipandang dapat mengancam peran asosiasi dalam melakukan mengancam peran asosiasi dalam melakukan sertifikasi.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pengurus, masa bakti, tugas pokok dan fungsi, serta mekanisme kerja Lembaga diatur dalam peraturan Menteri.
Dukungan terhadap PP No 04 Th 2010
Dukungan terhadap PP No 04 Th 2010
Inkindo bersama enam asosiasi perusahaan
telah
menyatakan
dukungannya
terhadap
terbitnya PP No 4 Tahun 2010.
Alasan dukungan tersebut adalah karena PP No
04 Tahun 2010 tersebut bertujuan untuk
melakukan penataan terhadap asosiasi dan
melakukan penataan terhadap asosiasi dan
penyelenggaraan
proses
sertifikasi
yang
akuntabel,
Dukungan terhadap PP No 04 Th 2010
Dukungan terhadap PP No 04 Th 2010
Penataan asosiasi penting dilakukan, karena asosiasi memiliki fungsi mendasar, yaitu :
untuk melakukan pembinaan anggotanya, baik aspek profesionalisme, pengembangan pasar, dan perlindungan maupun penegakkan etika profesi.
Dengan demikian fungsi Asosiasi bukan hanya
memproduksi KTA dan SBU/SKA semata. memproduksi KTA dan SBU/SKA semata.
Iuran Anggota dan biaya sertifikasi harus dikembalikan
lagi ke anggota dalam bentuk penyelenggaraan
program-program organisasi yang bermanfaat bagi pengembangan kapasitas anggota.