• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI LOBI NEGO DIPLOMASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "STRATEGI LOBI NEGO DIPLOMASI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PERTEMUAN 2

MODUL

TEKNIK LOBBY, NEGOSIASI, DAN DIPLOMASI (3 SKS)

Oleh: Suryaning Hayati, SE, MM

POKOK BAHASAN:

1. Lobby dalam persepektif komunikasi 2. Konteks Lobby

DESKRIPSI

Pokok bahasan ini membahas tentang pemahaman lobby dalam perspektif komunikasi, yaitu khususnya komunikasi persuasif. Selain itu juga akan dibahas mengenai konteks lobby ditinjau dari pelaku lobby, yang terdiri dari konteks individu, konteks kelompok, konteks organisasi, dan konteks massa.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Setelah mengikuti kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan kembali pemahaman lobby dalam perspektif komunikasi, yaitu khususnya komunikasi persuasif. Selain itu juga akan dibahas mengenai konteks lobby ditinjau dari pelaku lobby.

Kepustakaan

(2)

LOBBY DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI

Dalam perspektif ini lobbying merupakan kegiatan komunikasi di mana di antara komunikator dan komunikan saling mengirim pesan dan menerima pesan. Kedudukan diantara keduanya brgantian, kadang sebagai komunikator dan kadang sebagai komunikan. Kadang sebagai pengirim umpan balik (feedback) kadang sebagai penerimanya. Tanpa ada pergantian kedudukan, kegiatan tersebut bukan merupakan lobi, tetapi komunikasi satu arah, seperti pengararan atau instruksi. Kegiatan melobi merupakan kegiatan komunikasi yang mempersuasif orang lain. Gary Yukl dalam Redi Panuju (2010: 67) menyatakan strategi mempengaruhi orang lain, yaitu:

1. Rasional Persuasion  siasat meyakinkan orang dengan menggunakan argumen yang logis dan rasional.

2. Inspirations Appeal Tactics  siasat dengan meminta ide atau propsoal untuk membangkitkan antusias dan semangat dari target person.

3. Consultations Tactics meminta orang lain untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang kita agendakan.

4. Ingratiation Tactics  berusaha membuat orang lain senang sebelum mengajukan permintaan yang sebenarnya.

5. Personal Appeal Tactics  berusaha mempengaruhi orang lain dengan landasan hubungan persahabatan, pertemanan atau yang bersifat personal lainnya.

6. Exchange Tactics  memaksimalkan pertukaran pemahaman terhadap kesukuan, kesenangan, hobi, dan sebagainya.

7. Coalition Tactics  meminta bantuan pihak lain yang mempunyai pengaruh atau massa besar serta kekuasaan untuk mempengaruhi target person.

8. Pressure Tactics  mempengaruhi target person dengan peringatan atau pun ancaman yang menekan.

(3)

UNSUR LOBBY - KOMUNIKASI

(4)

KONTEKS LOBI DITINJAU DARI PELAKU LOBI

Ditinjau dari pelakunya, legiatan lobi dapat dilakukan pribadi, kelompok, publik, organisasi, maupun kumpulan massa. Masing-masing memiliki karakteristik yang khas atau spesifik. Memahami karakteristik berarti memahami apa yang menjadi kepribadian individu, visi dan misi kelompok serta kelompok organisasi, dan apa yang menjadi isu utama dalam kumpulan massa. Bila karakteristik tersebut dapat dipahami secara tepat maka lebih besar peluangnya sebuah komunikasi berhasil. Komunikasi dalam lobi merupakan kegiatan memahami komunikan dan sebaliknya kegiatan memberikan informasi akan komunikan memahami komunikator. Dengan demikian cara-cara yang dipergunakan (metode), apa (pesan) yang diinformasikan, bagaimana menyampaikannya, kapan dan di mana di diselenggarakan, dapat lebih efektif. Efektivitas lobi dapat diukur dari kelancaran prosesnya maupun pencapaian hasilnya.

Persoalan yang lain, meskipun pengategorisasian berdasarkan konteks ini dapat menyederhanakan bagaimana kita memahami gejala komunikasi, namun di lapangan realitasnya hal itu saling tumpang tindih. Seseorang yang melancarkan kegiatan lobi acapkali mewakili-setidaknya, membawa serta atribut-atribut kelompoknya, kumpulan kelompok, maupun organisasinya. Demikian juga manakala sebuah lobi dimaksudlkan memecahkan masalah kelompok, kepentingan individu yang mewakili tak terhindarkan. Sebuah lobi yang dilancarkan untuk mempertemukan kepentingan organisasi tak menutup kemungkinan juga dimanfaatkan oleh si pelaku untuk sekaligus meraup kepentingan pribadi. Kerumunan massa acapkali sulit “diajak bicara” karena tidak jelas struktur hirarkisnya, namun acapkali muncul (tampil) individu-individu sebagai motornya yang kemudian merasa berhak mewakili kepentingan massa. Lantas, dalam sistem keterwakilan tersebut munculnya rivalitas antar individu dan kelompok di dalamnya. Karena itu, bagian lobi yang dari tampak luar dapat dilakukan dengan mudah, dalam praktiknya tidak seserhana yang nampak. Lobi merupakan kegiatan yang menyimpan kompleksitas masalah.

5 aktivitas utama pelaku lobby:

1. Membangun korelasi dengan organisasi lain, berbagai kepentingan dan tujuan-tujuan untuk melakukan usaha bersama dalam mempengaruhi wakil legislatif

2. Mengumpulkan informasi dan mempersiapkan laporan untuk legislator yang mempengaruhi posisi organisasi dalam key issue

(5)

5. Memutuskan debat pada isi kunci, fakta, dan bukti-bukti yang mendukung posisi organisasi

A. Konteks Individu

Individu adalah makhluk hidup yang sangat kompleks. Kompleksitas tersebut dapat dirinci karena beberapa hal:

1. Individu memiliki kepribadian yang khas. Ada yang rasional, irasional, agresif, idealis, pragmatis, egois, altruis, fatalis, dan sebagainya. Ketika dua orang bertemu dan melakukan kegiatan saling mempengaruhi satu sama lain, dipengaruhi kepribadiannya masing-masing. Untuk memperjelas poin ini, berikut ilustrasinya:

a. Seseorang yang cenderung irasional lebih mempercayai hal-hal supranatural dan sejenisnya, sedangkan orang yang rasional cenderung lebih mempercayai perhitungan akal sehat (perencanaan, lohika ilmiah, dan sejenisnya).

b. Seseorang dengan kecenderungan egios sehingga semua hal harus mengikuti kehendaknya, berlawanan dengan orang yang memiliki sifat altruis, dimana lebih mementingkan bagaimana menyenangkan orang lain.

c. Seseorang yang idealis hampir mustahil disandingkan dengan seseorang yang pragmatis. Orang idealis teguh pada pendiriannya, dan menjunjung tinggi komitmen, sedangkan pragmatis cenderung fleksibel.

d. Seseorang yang agresif sulit berkomunikasi dengan seseorang yang cenderung mengalah.

2. Individu memiliki wilayah pengalaman khas (field of experiences), yang dianggap dan bahkan diyakini paling penting. Bila masing-masing berpatokan pada pengalamannya dan tidak mau membandingkan dengan pengalaman yang dimiliki pihak lain, maka yang terjadi adalah satu sama lain saling merendahkan.

3. Individu memiliki ranah atau kerangka acuan yang berbeda (frame of

references). Ranah acuan itu dapat berupa nilai-nilai, norma, mitos, kitab/buku,

dan sebagainya.

4. Individu memiliki harapan (expectation) sendiri. Harapan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari cita-cita, obsesi, kebutuhan, keinginan, dan sebagainya.

(6)

6. Individu memiliki pantangan (taboo) yang khas. Sebagian orang memiliki kepercayaan untuk tidak melakukan suatu hal, dan apabila dilakukan, dipercaya akan menimbulkan sesuatu yang tidak baik, bersumber dari nilai budaya maupun agama. Orang lain sebaiknya memahami dan menghargai kondisi tersebut.

Prinsip lobi dalam konteks pribadi: buatlah kegiatan lobi sebagai kegiatan interpersonal communication. Komunikasi antar pribadi memiliki intensitas atau kedalaman lebih ketimbang sekedar komunikasi tatap muka. Dalam komunikasi antar pribadi ini, seseorang berusaha memasuki wilayah-wilayah pribadi, yang tidak sekedar menyangkut atribut-atribut formal. Sampailah pada persepsi sekedar atau sebatas kolega, klien, atau konsumen menjadi seorang sahabat. Bila wilayah kedalaman ini tercapai, kegiatan lobi menjadi lebih santai, menyenangkan, dan lebih efektif.

B. Konteks Kelompok

Individu-individu yang memiliki kesamaan dalm tujuan dan kepentingan biasanya menggabungkan diri dalam suatu kelompok sebab merasakan bahwa berusaha sendiri dalam mewujudkan tujuan dan kepentingannya itu lebih sulit ketimbang bila dilakukan secara bersama-sama. Pengelompokkan tersebut dapat dalam kelompok kecil (dua sampai lima orang) dan bahkan kelompok besar (kelompok kerja, organisasi masyarakat, dsb). Dalam kelompok kecil, dua atu tida porang yang menjalin hubungan bisnis dapat menjadi sinergi, karena satu sama lain saling melengkapi.

Peran suatu kelompok akan mengalami perubahan atau pergeseran sesuai situasi dan kondisi yang ada. Peran kelompok secara umum dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Kelompok bermain (play group, peer group)  berperan untuk menjalin relasi dan komunikasi untuk saling mengenal.

2. Kelompok kepentingan (interest group)  memiliki agenda untuk memperoleh kepentingan tertentu.

3. Kelompok penekan (pressure group)  memiliki agenda untuk diperjuangkan sekaligus menekan pihak-pihak tertentu yang berwewenang atau berkompeten untuk memenuhinya.

(7)

Minimal ada tiga peran penting individu dalam kelompok yang menentukan pergeseran peran. Figur-figur ini banyak mewarnai pergeseran peran suatu kelompok. Identifikasi peran strategis tersebut dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Motor penggerak (stars)

Individu dalam kelompok yang dianggap oleh kelompoknya mampu mengorganisasi, memobilisasi, dan mengaktualisasikan atribut-atribut kelompok. Individu ini dipilih oleh kelompoknya sebagai pimpinan karena dipandang memiliki kemampuan, kepedulian, integritas, dan waktu yang cukup untuk mengurus kepentingan kelompok.

2. Penghubung (liaison)

Individu yang bertugas menghubungkan kepentingan kelompok dengan dunia luar. Merekalah yang bertugas melobi pihak-pihak terkait yang dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan tujuan kelompok.

3. Pemencil (isolite)

Individu yang keberadaannya di dalam kelompok hanya sekedar ikut saja apapun kegiatan kelompok. Tidak memiliki inisiatif memberikan ide bagi kegiatan kelompok. Tetapi keberadaan mereka juga penting untuk membanggakan atribut kelompok.

Prinsip lobi dalam konteks kelompok: kelompok memiliki atribut-atribut yang dibanggakan, seperti ikon, filosofi, nilai-nilai, dan eksistensinya. Dengan memahami atribut yang dimiliki oleh kelompok, akan memperbesar kemungkinan memperoleh keberhasilan dalam melobi kelompok tersebut. Sisanya tergantung pada kemampuan pihak pelobi dalam meyakinkan mereka.

C. Konteks Organisasi

Barry Cushway dan Derek Lodge dalam Redi Panuju (2010: 77) mengidentifikasi bahwa semua organisasi memiliki karakteristik yang khas, yakni: satu tujuan bersama, suatu struktur, proses untuk mengkordinasi kegiatan, dan orang-orang yang melaksanakan peran-peran berbeda. Organisasi yang baik tentu merumuskan misi dan visinya, membangun nilai-nilai iklim dan budayanya, serta memiliki cara bagaimana memotivasi semua unsur yang ada mencapai tingkat produktivitas yang tinggi.

Karakteristik organisasi yang sehat (Richard Beckhard dalam Redi Panuju, 2010 hal 78) adalah sebagai berikut:

(8)

2. Mempunyai sistem penginderaan yang kuat untuk menerima informasi terbaru 3. Mempunyai rasa tujuan yang kuat

4. Beroperasi dalam mode “bentuk mengikuti fungsi”

5. Menggunakan manajemen tim sebagai sebagai mode yang diminan 6. Menghormati pelayanan konsumen

7. Manajemen digerakkan oleh informasi

8. Keputusan dibuat ditingkat yang paling dekat dengan pelanggan 9. Mempertahankan komunikasi yang relatif terbuka di seluruh pelanggan 10. Para manajer dan tim kerja dinilai dari kinerja dan kemajuan yang dihasilkan 11. Organisasi beroperasi dalam suatu mode pembelajaran

12. Toleransi yang tinggi dalam hal-hal yang berbeda tetapi menghargai inovasi dan kreatifitas

13. Memperhatikan kesejahteraan dan tuntutan keluarga 14. Memiliki agenda sosial yang eksplisit

15. Memberi perhatian pada pekerjaan yang efisien

Peran kegiatan lobi dalam membangun organisasi yang sehat:

1. Tugas lobi adalah mengalirkan informasi nilai, tujuan, visi, misi, dan program-program ke dalam maupun keluar. Lobi dapat mencairkan kebutuhan dan mengurangi keraguan (skeptisme) dan bahkan dapat mengubah penolakan (resistensi) menjadi penerimaan, serta dapat membalik permusuhan menjadi pendukung setia (loyalis).

2. Tugas lobi adalah memotivasi internal organisasi hingga tumbuh kebanggaanm rasa memiliki, dan tanggung jawab, sehingga tercipta iklim organisasi yang kondusif.

3. Tugas lobi adalah membuka jalan terjalinnya kerja sama dengan stakeholder eksternal, baik kerjasama jangka pendek dan kerja sama jangka panjang.

4. Menerobos kebuntutan hubungan yang disebabkan isu negatif yang merugikan organisasi. Isu tersebut dapat mengakibatkan pihak luar menarik diri dalam kerjasama atau memasukkan organisasi dalam daftar hitam (black list).

(9)

pihak-Pihak yang bertanggung jawab dan berperan dalam kegiatan lobi organisasi:

1. Top Management

Bertugas melancarkan lobi ke bawah (top-down communication) di internal organisasi. Manajer yang bekerja secara teks book hanya berpegang pada tugas pokok dan fungsi mungkin berhasil dari segi produktivitas tetapi tidak memberi kontribusi dalam membangun atmosfir (lingkungan) yang kondusif (tentram, aman, dan penuh kebersamaan). Manajer tersebut mungkin disegani dan ditakuti, tetapi tidak dihormati. Hal semacam itu menjauhkan karyawan (bawahan) dari rasa memiliki (sense of belonging). Karena itu, diluar hal-hal yang formal sebaiknya top manajemen meluangkan waktu untuk melancarkan strategi human relations (relasi yang bernuansa kemanusiaan). Lobi semacam ini harus dilakukan secara continue, dan bukan menunggu sampai ada masalah.

2. PR Officer

Bertugas menjembatani aspirasi dari bawah ke atas (bottom-up communication) dan menyebarluaskan pemahaman kebijakan-kebijakan yang telah diputuskan oleh top manajemen. Lobi yang lain adalah menjalin hubungan baik dengan media massa (media relations) untuk membuka akses publikasi organisasi kepada masyarakat luas tentang organisasi. Disamping itu, ketika timbul masalah di dalam organisasi, blow-up media dapat diminimalisasi atau bahkan dapat ditutup atas permintaan organisasi.

3. Karyawan

Bertugas menjaga citra positif di luar organisasi. Justru karyawan berprestasi di luar agar mendongkrak nama baik organisasi. Di dalam internal masing-masing menumbuhkan kesepakatan menghormati hak dan kewajiban masing-masing. Menumbuhkan persaingan yang sehat berdasarkan prestasi kerja.

Penting untuk diketahui mengenai siapa orang yang paling tepat untuk dilobby. Kita harus mengetahui dalam memilih dan menemukan pihak-pihak yang dapat memberikan informasi dan kompetensi yang sesuai. Pihak yang tepat untuk dilobby adalah:

1) Cosmopolite  penyeberang perbatasan (boundary spanner) adalah anggota-anggota organisasi yang punya kontak paling penting dengan wakil-wakil (representatif) lingkungan. Penghubung ini ditemui pada profesi PR, media relations, advertising, HR, R&D.

(10)

dengan legislatif dalam rangka memudahkan urusan berkaitan dengan perundangan tertentu.

3) Individu-individu yang berpengaruh  di setiap tempat, lingkungan dan organisasi pasti terdapat personal yang memiliki pengaruh kuat. Orang tersebut sering dikenal dengan informal leader atau opinion leader yang berpengaruh dan dipercaya oleh anggota lingkungan.

Prinsip-prinsip lobi dalam konteks organisasi:

Melalui komunikasi, organisasi dapat (1) mensosialisasikan keberadaan organisasi kepada masyarakat luas, (2) membangun citra positif dalam rangka memperoleh dukungan, (3) menggalang opini publik dalam rangka membangun isu, menyeleksi isu, dan merangkumnya menjadi formulasi kebijakan, (4) membangun jaringan kerja sama dalam rangka efektivitas kerja dan produktivitas organisasi.

D. Konteks Massa

Massa merupakan kerumunan manusia dalam suatu tempat dalam jumlah yang banyak. Kehadiran mereka di suatu tempat tersebut disebabkan beberapa hal, seperti kejadian menarik hingga menimbulkan keingintahuan, informasi tertentu yang menyentuh kepentingan personal, mobilisasi dari kekuatan tertentu yang berhubungan dengan loyalitas simbolik, dan mendapat instruksi dari struktur kekuasaan di atasnya.

Kecenderungan berhadapan dengan massa membutuhkan taktik berupa (1) memainkan waktu untuk memberi kesempatan energi negatif mereka terkuras, menitikberatkan pada pengamanan objek dan subjek lain supaya tidak menjadi sasaran massa, dan menghindari pertemuan langsung antara kedua pihak yang bertikai, dan (2) memberi perhatian pada pihak massa yang sedang dalam kondisi tekanan tinggi, bila suasana sudah mereda, baru memungkinkan untuk berdialog dengan perwakilannya. Dalam dialog akan ditemukan hal-hal yang mereka inginkan dan alasan mereka memperjuangkannya. Disinilah tahap negosiasi diperlukan/diharuskan. Bila permintaan mereka dapat dipenuhi, tidak ada salahnya diberikan. Namun bila memberatkan, beri alasan yang masuk akal supaya mereka dapat memakluminya. Dalam hal ini, komunikasi sangat berperan untuk mencapai suatu tingkatan saling pengertian.

Referensi

Dokumen terkait