• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pengorganisasian Pendidikan & Latihan (Diklat) Gizi Berbasis Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Model Pengorganisasian Pendidikan & Latihan (Diklat) Gizi Berbasis Masyarakat"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN & LATIHAN (DIKLAT) GIZI

BERBASIS MASYARAKAT

Atiek Zahrulianingdyah

Universitas Negeri Semarang, Kampus Sekaran Gunungpati, Semarang 50229 e-mail: atiekzain@yahoo.co.id

Abstract: Organizing Model of Community-Based Nutrition Education and Training. This study aims to describe the existing model, to develop, and to examine the effectiveness of nutrition education and training model in overcoming the iron nutritional anemia on women of productive age. The study was conducted at Mangli Village Kaliangkrik District Magelang Regency, employing a research-and-development design. Data were statistically analyzed to find out the percentage, and the effectiveness of the model was measured through One-Group Pretest-Posttest Design of different test (paired t-test). The test results have proven statistically that there is a significant difference in the iron nutritional anemia be-fore and after the nutrition education and training. The model is found to be effective in decreasing iron anemia.

Keywords: organizing model, nutrition, community-based education and training

Abstrak: Model Pengorganisasian Diklat Gizi Berbasis Masyarakat. Penelitian ini bertujuan mendes-kripsikan model yang telah ada, mengembangkan, dan mendesmendes-kripsikan keefektifan model diklat gizi dalam mengatasi anemia gizi besi pada ibu-ibu usia produktif. Penelitian dilakukan di Desa Mangli, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang. Analisis data menggunakan deskripsi persentase dan keefektifan mod-el pengorganisasian diklat gizi dengan disain penmod-elitian One-Group Pretest-Posttest Design, menggunakan uji beda (paired t test). Pendekatan penelitian yang digunakan adalah Research and Development. Keefek-tifan model pengorganisasian diklat gizi yang dibangun, memiliki keefekKeefek-tifan yang tinggi. Hasil uji statis-tik membukstatis-tikan ada perbedaan hasil sebelum dan sesudah dilakukan diklat gizi secara signifikan. Ada penurunan angka anemia gizi besi antara sebelum dan sesudah pelatihan gizi. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan secara signifikan antara sebelum dan sesudah dilakukan diklat gizi.

Kata kunci: model pengorganisasian, gizi, diklat gizi berbasis masyarakat

Model pengorganisasian pendidikan & latihan (diklat) gizi berbasis masyarakat merupakan suatu kerangka konsep dalam sebuah kegiatan pengorganisasian dik-lat yang dibangun berbasis masyarakat secara bottom up untuk mengatasi terjadinya anemia gizi besi pada ibu-ibu usia produktif. Anemia adalah istilah yang digunakan pada keadaan penurunan konsentrasi hemo-globin dalam darah yang disebabkan oleh kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemo-globin tersebut. Hemohemo-globin merupakan zat yang berwarna merah, terdapat dalam bentuk larutan dalam sel darah merah, yang fungsi utamanya adalah meng-angkut oksigen ke semua bagian tubuh (Drummond & Brefere, 2004).

Mencermati kesepakatan bangsa-bangsa di dunia yang tertuang dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang menghasilkan delapan butir kesepakat-an, salah satunya adalah meningkatkan kesehatan ibu dan mengurangi risiko kematian ibu melahirkan de-ngan target tahun 2015 angka kematian ibu hamil dan melahirkan adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu bersalin di Indonesia masih sa-ngat tinggi; angka tersebut merupakan angka kematian terbesar di Asean dan menjadi keprihatinan bersama. Berdasarkan survei demografi dan kesehatan Indo-nesia tahun 2007, angka kematian ibu mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup. Hampir satu di antara tiga ibu hamil menderita kurang darah dengan segala

(2)

akibat penyulitnya pada kehamilan, persalinan, nifas, dan juga pada kondisi bayi yang dilahirkan.

Data terakhir yang dihimpun oleh Dinas Kese-hatan Magelang menunjukkan angka kematian ibu hamil di tahun 2010 meningkat dibandingkan tahun 2009. Masalah yang dihadapi saat ini adalah lebih dari 50% ibu hamil menderita anemia gizi besi, yaitu anemia karena kekurangan zat besi, asam folat, dan vitamin B12. Menurut Azwar (2004), masalah anemia kekurangan besi merupakan masalah yang berat jika dilihat dari jumlah orang yang menderita, yaitu 2,5 juta ibu hamil (40,1%), 4 juta wanita usia subur (26,4%), dan 7,2 juta balita (47%) menderita anemia. Hasil-hasil studi menunjukkan bahwa di Indonesia penye-bab yang dominan adalah kekurangan zat besi dalam tubuh, baik karena masukan kurang, pengeluaran atau kebutuhan yang berlebih. Anemia gizi masih meru-pakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia di samping tiga masalah gizi yang lain, yaitu kekurangan energi protein, kekurangan zat yodium, dan keku-rangan vitamin A.

Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu upaya pemecahan masalah anemia melalui intervensi diklat gizi yang dibangun dalam suatu model diklat gizi berbasis masyarakat untuk meningkatkan pengetahu-an dpengetahu-an sikap sadar gizi, dengpengetahu-an harappengetahu-an dapat meng-ubah perilaku kebiasaan makan pada ibu-ibu ke arah yang lebih baik. Hal ini merupakan upaya preventif untuk penanggulangan anemia gizi besi pada ibu-ibu usia produktif di Desa Mangli, Kecamatan Kaliang-krik, Kabupaten Magelang. Berdasarkan hasil pene-litian awal ditemukan 38% ibu-ibu usia produktif di Desa Mangli menderita anemia gizi besi. Masyarakat Desa Mangli memiliki karakteristik yang unik dalam hal kebiasaan makan. Desa ini merupakan desa man-diri pangan yang makanan pokoknya adalah jagung sejak zaman nenek moyangnya. Hal ini perlu dilesta-rikan karena mendukung program pemerintah dalam hal diversifikasi makanan pokok. Akan tetapi, lauk pauk yang dimakan sangat bersahaja dan monoton, padahal sumber daya alamnya kaya akan tanaman pegunungan (kol, wortel, kacang, buncis, tomat, jipan, lombok, dan sebagainya).

Diklat gizi ini merupakan bentuk penerapan pendidikan nonformal, yaitu pendidikan pemberda-yaan masyarakat. Fokus dari model yang akan diba-ngun bertumpu pada bagiamana mengorganisasikan atau memadukan sumber daya manusia dan nonma-nusia dalam kegiatan diklat untuk mencapai tujuan, dan kegiatan tersebut dibangun bersama-sama masya-rakat pengguna. Pengorganisasian merupakan salah satu faktor penentu di dalam fungsi manajemen, di samping faktor-faktor lain seperti perencanaan, pelak-sanaan, pengawasan, evaluasi, dan pengembangan.

Pengorganisasian dimaknai sebagai keseluruhan proses memilih individu-individu serta mengalokasikan sara-na dan prasarasara-na untuk menunjang tugas individu-individu tersebut dalam organisasi dan mengatur mekanisme pekerjaan sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.

Perubahan perilaku yang menjadi sasaran dalam penelitian ini, jika mengacu kepada teori taksonomi Bloom, selalu mengait kepada tiga ranah, yaitu kog-nitif, afektif, dan psikomotor. Menurut teori yang dikemukakan oleh beberapa pakar, terdapat tiga cara pembentukan perilaku manusia, yaitu pertama menu-rut Pavlov, Thorndike, dan Skinner dengan kondi-sioning atau kebiasaan, kedua menurut Kohler dengan pengertian atau insight, dan ketiga dengan mengguna-kan model atau contoh (Al-Muhdhar, 2012). Salah satu bentuk pendidikan gizi adalah pemberian penyu-luhan kepada masyarakat. Sebagaimana dikatakan oleh Azwar (2004), penyuluhan kesehatan merupakan kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara me-nyebarkan pesan dengan maksud untuk menumbuh-kan perhatian, pengertian, dan kesadaran perorangan dan masyarakat akan hidup sehat. Menurut Suhardjo (2006), penyuluhan gizi adalah suatu pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang diperlukan dalam peningkatan atau mempertahankan gizi baik.

Secara konseptual, diklat berbasis masyarakat adalah model pelaksanaan diklat yang bertumpu pada prinsip dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Menurut Zubaidi (2009), pendidikan dari masyarakat artinya pendidikan memberikan jawaban atas kebutuhan masyarakat. Pendidikan oleh masya-rakat artinya masyamasya-rakat ditempatkan sebagai subjek atau pelaku pendidikan, bukan objek pendidikan. Jadi, masyarakat harus mengambil peran aktif. Pendidikan untuk masyarakat artinya masyarakat diikut sertakan dalam semua program yang dirancang untuk men-jawab kebutuhan mereka. Pendidikan berbasis ma-syarakat pada dasarnya dirancang oleh mama-syarakat untuk membelajarkan mereka sendiri sehingga lebih berdaya, dalam arti memiliki kekuatan untuk mem-bangun diri sendiri melalui interaksi dengan ling-kungannya.

Dikatakan oleh Foster & Anderson (2006), makanan dibentuk secara budaya. Sesuatu yang akan dimakan perlu ada pengesahan budaya. Tidak ada satu kelompok pun, bahkan dalam keadaan kelaparan yang akut, akan menggunakan semua zat gizi yang ada sebagai makanan. Martianto & Ariani (2004) me-ngatakan bahwa konsumsi pangan dipengaruhi oleh banyak faktor, tidak hanya faktor ekonomi saja, tetapi juga faktor budaya, ketersediaan pangan, pen-didikan, gaya hidup, dan sebagainya. Walaupun selera

(3)

dan pilihan masyarakat didasari pada nilai-nilai sosial, ekonomi, budaya, agama, pengetahuan, serta aksesi-bilitas, namun kadang-kadang unsur prestise menjadi sangat menonjol. Hal ini sulit dikendalikan meski pada masyarakat yang berpendidikan sehingga kesa-daran akan pentingnya makanan bergizi tetap harus disosialisasikan pada setiap lapisan masyarakat. Pola konsumsi pangan pada dasarnya merupakan bentuk pe-nerapan kebiasaan makan. Foster & Anderson (2006) berpendapat bahwa upaya melakukan perubahan ke-biasaan makan merupakan unsur yang paling lama bertahan terhadap perubahan.

Berkaitan dengan pendapat-pendapat tersebut, Suhardjo (2006) mengatakan bahwa kebiasaan makan adalah suatu gejala budaya dan sosial yang dapat mem-beri gambaran perilaku dari nilai-nilai yang dianut oleh seseorang atau sekelompok masyarakat. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan makanan menurut Barasi (2007) adalah (1) faktor internal (in-dividu) yang meliputi nafsu makan, aversi (pantangan),

preferensi (kesukaan), emosi, tipe kepribadian, mood

dan stress; (2) faktor eksternal (sosial budaya) yang meliputi budaya, agama, keputusan etis, faktor ekono-mi, norma sosial, pendidikan dan kesadaran tentang kesehatan, media dan periklanan. Sejalan dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan model diklat yang telah ada, mengembangkan, dan mendeskripsikan keefektifan model diklat gizi dalam mengatasi anemia gizi besi pada ibu-ibu usia produktif.

METODE

Pengembangan model diawali dari penggabung-an konsep dpenggabung-an fakta, disusun berdasarkpenggabung-an hasil studi awal, kajian teori, dan hasil-hasil penelitian yang rel-evan. Dari hasil kajian tersebut ditemukan kebutuhan diklat gizi. Konsep model bertumpu pada bagaimana mengorganisasikan atau memadukan sumber daya manusia dan nonmanusia dalam kegiatan diklat gizi untuk mencapai tujuan, yang dipadukan dengan fak-ta di lapangan. Penyelenggaraan pelatihan yang efektif dan efisien dirancang dalam suatu model yang cermat dan terlebih dahulu dilakukan validasi secara internal ataupun eksternal. Model prosedural yang dipilih diadaptasi dari model penelitian dan pengembangan Borg dan Gall dan rancangan model prosedural yang dikembangkan oleh Sugiyono (2004).

Uji coba produk dibedakan atas uji internal yang melibatkan subjek uji coba untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen, dan uji eksternal yang dikenakan pada expert (pakar ilmu gizi, tata boga, pendidikan luar sekolah) dan stakeholder, yai-tu masyarakat Desa Mangli. Desain uji coba pada tahap pengembangan draf dilakukan dua tahap. Pada

tahap pertama dilakukan uji ahli dan praktisi berke-naan dengan materi dan pengorganisasian diklat gizi, dan uji coba terhadap kelompok kecil atau kelompok terbatas. Setelah dilakukan uji coba terbatas, dilaku-kan evaluasi bersama tim pakar, yang menghasildilaku-kan draf model yang siap diujikan kepada peserta diklat gizi yang sebenarnya.

Populasi penelitian ini adalah ibu-ibu usia pro-duktif yang berjumlah 286 ibu, dengan usia 20-40 tahun, yang berdomisili di Desa Mangli, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang. Sampel dalam penelitian awal yang berjumlah 60 orang (22%) di-ambil dengan teknik pengdi-ambilan sampel purposive cluster random sampling, sementara sampel untuk mengikuti pelaksanaan diklat gizi berjumlah 30 orang. Pengambilan data menggunakan teknik dokumentasi, observasi, wawancara, kuesioner, dan daftar cek. Anali-sis data menggunakan deskripsi persentase dan keefek-tifan model pengorganisasian diklat gizi dengan ran-cangan penelitian One-Group Pretest-Posttest Design, menggunakan uji-t kelompok-berpasangan (paired t test).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Temuan penelitian awal menunjukkan bahwa pen-didikan responden mayoritas sekolah dasar (86,67%), pengetahuan gizi kurang baik (48,40%), status gizi normal (75%), anemia gizi besi (40%), dan kebiasaan makan secara deskripsi kuantitatif dalam kategori cukup atau sedang (63%). Secara kualitatif dapat di-ungkapkan bahwa kebiasaan makan mereka sangat bersahaja, menu makan setiap hari terdiri dari nasi jagung, oseng sawi, dan ikan asin. Menu seperti itu terdapat hampir di setiap keluarga. Alasan mereka memilih menu tersebut adalah nasi jagung sudah men-jadi makanan pokok sejak zaman nenek moyang me-reka. Sayur oseng sawi merupakan sayur yang tidak mudah basi, bisa dimakan dari pagi sampai sore dan bahan bakunya banyak terdapat di lingkungan sekitar. Ikan asin sebagai lauk teman nasi yang lezat (mirasa) dan harganya relatif murah, terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.

Mereka jarang mengonsumsi buah dan sayuran lain yang mempunyai nilai gizi cukup yang banyak dijumpai di Desa Mangli sebagai daerah pegunungan yang kaya akan potensi alamnya, misalnya wortel, tomat, daun prei, daun lembayung, jipan (labu siam), kacang panjang, ubi, waluh, kacang kapri, kol, dan brokoli. Mereka amat suka minum teh. Setiap selesai makan nasi mereka biasa minum teh. Hal ini sebagai salah satu pemicu terjadinya anemia, karena tannin

yang ada dalam teh akan menghambat penyerapan zat besi.

(4)

Model pengembangan pengorganisasian diklat gizi yang ditemukan, dibangun berdasarkan kajian teori, kajian penelitian yang relevan, analisis temuan dan kebutuhan masyarakat Desa Mangli. Model pengem-bangan yang dihasilkan adalah model konseptual, merupakan model empat langkah yang rinciannya adalah sebagai berikut. Perencanaan, mencakup studi pendahuluan, kajian teoretis dan penelitian yang rele-van. Model yang dikembangkan diawali dari data lapangan hasil observasi, wawancara, angket, anali-sis kebutuhan masyarakat, kajian teori yang relevan (anemia, budaya makan, perilaku makan, zat makanan, konsep manajemen, konsep diklat) dan kajian peneliti-an terdahulu ypeneliti-ang relevpeneliti-an. Pengorganisasian, mema-dukan SDM (manusia dan nonmanusia), menentukan tujuan, menyusun organisasi, menyiapkan instruktur, menyiapkan fasilitas, dan memilih pemimpin. Pelak-sanaan, mencakup pengembangan draf model, validasi internal, validasi eksternal, dan uji coba terbatas. Eva-luasi, mencakup kesesuaian model, bahan ajar, pandu-an diklat, perumuspandu-an tujupandu-an, evaluasi uji coba terbatas, menetapkan peserta dan instruktur.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada pe-rubahan perilaku kebiasaan makan ibu-ibu usia pro-duktif di Desa Mangli setelah dilakukan diklat gizi karena faktor intervensi yang diberikan selama meng-ikuti diklat gizi. Mereka telah menerapkan menu gizi seimbang. Implikasi teoretis dari adanya perubahan tersebut adalah menguatkan teori perubahan perilaku yang dikemukakan oleh Foster & Anderson, serta Graeff dkk. bahwa perubahan perilaku makan dapat terjadi manakala melalui upaya yang bersifat persua-sif dengan memerhatikan faktor-faktor budaya yang melatarbelakangi masyarakat tersebut. Martianto & Ariani (2004) juga mempertegas pendapat tersebut bahwa kebiasaan makan sehari-hari dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu faktor lingkungan, tingkat penda-patan, dan yang terpenting adalah faktor kebudayaan.

Teori Dunn (Zahrulianingdyah, 2009) diadaptasi ke dalam konsep perilaku pangan sebagai berikut.

Pertama, manusia secara sadar mengetahui apa yang seharusnya dimakan, dan ia melakukannya. Kedua, manusia secara sadar mengetahui apa yang seharus-nya dimakan, namun ia tidak melakukanseharus-nya. Ketiga, manusia secara tidak sadar mengetahui apa yang se-harusnya dimakan dan ia melakukannya. Keempat, manusia secara tidak sadar mengetahui apa yang se-harusnya dimakan, dan ia tidak melakukannya.

Masyarakat Desa Mangli nampaknya masuk pada pemikiran Dunn nomer empat, yaitu mereka secara tidak sadar mengetahui apa yang seharusnya dimakan, namun ia tidak melakukannya sehingga ha-rus ada upaya menolong agar mereka bisa secara sadar memahami dan menerapkan bagaimana berperilaku

makan secara baik dan benar. Intervensi yang diberikan melalui diklat gizi berhasil mengubah atau menggeser kebiasaan makan ibu-ibu usia produktif di Desa Mangli karena diklat gizi yang dibangun bersifat bottom-up, berbasis masyarakat, dan melalui pengorganisasian yang cermat dan rapi.

Fokus model yang dibangun bertumpu pada ba-gaimana mengorganisasikan atau memadukan sumber daya manusia dan nonmanusia dalam kegiatan diklat untuk mencapai tujuan, dan kegiatan tersebut dibangun bersama-sama masyarakat pengguna (dari, oleh, dan untuk masyarakat). Sebagaimana dikatakan oleh Zu-baidi (2009), secara prinsip pendidikan berbasis ma-syarakat adalah pendidikan yang dirancang, diatur, dilaksanakan, dinilai, dan dikembangkan oleh masya-rakat yang mengarah kepada usaha untuk menjawab tantangan dan peluang yang ada dengan berorientasi kepada masa depan serta memanfaatkan kemajuan teknologi. Pendidikan berbasis masyarakat pada dasar-nya dirancang oleh masyarakat untuk membelajarkan mereka sendiri sehingga lebih berdaya, dalam arti miliki kekuatan untuk membangun diri sendiri me-lalui interaksi dengan lingkungannya.

Pengorganisasian merupakan salah satu faktor penentu di dalam fungsi manajemen, di samping faktor-faktor lain, seperti perencanaan, pelaksanaan, penga-wasan, evaluasi, dan pengembangan. Pengorganisasian yang dilakukan dalam organisasi kepanitiaan diklat gizi ternyata cukup efektif untuk menggerakkan organi-sasi tersebut melaksanakan tugas dan berhasil dengan hasil yang memuaskan. Ini semua tidak terlepas dari karakteristik masyarakat Desa Mangli yang mem-punyai sifat gotong royong yang tinggi, suka bekerja sama, saling bahu-membahu, dan memiliki rasa soli-daritas yang tinggi.

Penyusunan model diklat gizi secara bottom-up

yang melibatkan seluruh komponen masyarakatnya menjadi salah satu kunci keberhasilan model diklat gizi. Hal ini membuktikan bahwa program yang diran-cang atas dasar analisis temuan dan analisis kebutuhan di lapangan dan ditindaklanjuti dengan penyusunan program secara bersama-sama, kemudian materi pe-latihan diberikan oleh pelatih atau instruktur yang me-menuhi persyaratan dan telah dipersiapkan, mem-buahkan hasil yang optimal. Padahal, jika dicermati masyarakat Desa Mangli yang begitu kuat memegang tradisi leluhurnya, khususnya dalam memilih makanan, sampai sekarang masih bisa bertahan mengonsumsi nasi jagung, meskipun sebagian besar masyarakat In-donesia sudah beralih makan nasi beras sebagai ma-kanan pokok, dengan alasan yang kuat bahwa nasi beras lebih mempunyai nilai status sosial dibanding-kan dengan madibanding-kanan pokok lainnya. Demikian pula ketaatannya kepada pemilihan lauk pauk yang tidak

(5)

banyak berubah dari kebiasaan yang dikonsumsi oleh nenek moyangnya. Kemajuan teknologi, perkembang-an zamperkembang-an, serta pengaruh iklperkembang-an di media massa, tidak berhasil menyentuh kebiasaan makan mereka untuk mengadopsi atau berinovasi dengan makanan-makan-an baru. Hal itu selaras dengmakanan-makan-an pernyatamakanan-makan-an Barasi (2007) bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan makanan adalah faktor internal (individu) yang meliputi nafsu makan, aversi (pantangan), pre-ferensi (kesukaan), emosi, tipe kepribadian, mood

dan stress;dan faktor eksternal (sosial budaya) yang meliputi budaya, agama, keputusan etis, faktor eko-nomi, norma sosial, pendidikan dan kesadaran tentang kesehatan, media, dan periklanan. Pada masyarakat Desa Mangli yang paling berperan tampaknya faktor sosial budaya (faktor eksternal) yang ternyata masih dipegang teguh untuk mempertahankan kebiasaan ma-kan para leluhurnya.

Penyebab anemia gizi, antara lain, adalah ren-dahnya asupan zat besi (kurang konsumsi sayuran hijau, kacang-kacangan, hati, daging, telur), asam folat, dikarenakan tingginya kebutuhan akan zat besi, terutama pada wanita usia produktif karena menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui. Pemberian tablet besi dan asam folat tidak bisa serta merta menjadikan angka anemia menjadi turun dikarenakan penghentian pemberian tablet besi akan menaikkan lagi angka anemia. Hasil-hasil penelitian tentang suplementasi tablet besi (Simoes dkk., 1999) tentang pemberian makanan tambahan dan pelatihan gizi (Beard, 2000) menunjukkan hasil yang bisa dipakai sebagai cara penanggulangan anemia gizi, meskipun tidak bisa mengatasi permasalahan secara tuntas. Penghentian pemberian tablet besi akan mengakibatkan terulang-nya kasus anemia gizi besi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh asupan gizi yang rendah berkaitan dengan masalah ekonomi yang berdampak pada ke-biasaan makan mereka. Dari pengalaman penanganan anemia gizi besi, tampaknya yang paling membawa hasil adalah jika bisa memenuhi semua zat-zat kebu-tuhan tubuh melalui makanan yang bergizi dan seimbang setiap hari. Berdasar kajian teori, makanan yang dikonsumsi sehari-hari dengan memperhatikan menu gizi seimbang, yaitu menu yang memenuhi kebutuhan tubuh per hari secara proporsional yang terdiri atas karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air (Almatsier dkk., 2011) secara pelan tapi pasti, akan meningkatkan status gizi ibu, yang pada gilirannya akan menurunkan anemia gizi besi.

Studi lapangan telah berhasil menggali peri-laku kebiasaan masyarakat Desa Mangli berkenaan dengan anggota keluarga yang menentukan menu ma-kan, tugas memasak, tugas berbelanja, yang mem-beri uang untuk belanja, yang bertugas menyajikan

dan membagi makanan, bagaimana cara memakannya, apa saja yang biasa dimakan, makanan apa yang men-jadi kesukaan dan makanan apa yang dipantang, dan sebagainya. Berdasarkan hasil tersebut, materi yang disusun disesuaikan dengan kebiasaan yang sering dila-kukan, termasuk resep-resep masakan yang dikem-bangkan, yang tidak terlepas dari resep masakan yang sudah dikenal di desa tersebut. Hal ini perlu menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun menu makan keluarga karena karakteristik masyarakatnya sangat menjunjung tinggi adat istiadat dan menghargai ke-biasaan leluhur. Sebagai contoh, sampai sekarang masyarakat Desa Mangli masih mempertahankan ma-kan nasi jagung sebagai mama-kanan pokok setiap hari. Hal ini dikarenakan nenek moyangnya mengonsumsi nasi jagung sejak zaman dahulu. Begitu pula dengan masakan-masakan yang sering dikonsumsi, merupa-kan masamerupa-kan yang sudah ada sejak zaman nenek moyang tanpa berniat untuk mengubahnya, terutama masakan yang digunakan sebagai hidangan selamatan atau hajatan.

Upaya menggeser kebiasaan makan yang dilaku-kan melalui diklat gizi bisa berhasil karena madilaku-kanan atau masakan baru yang ditawarkan tidak berbeda jauh dari apa yang biasa dimakan dan dikenal dalam khasanah makanan masyarakat Desa Mangli. Misal-nya, mereka mengenal masakan dari labu siam, kacang panjang, wortel, prei, jagung, dan terong karena di daerah Mangli banyak tumbuh tanaman tersebut, namun jarang dimanfaatkan. Setelah diberi pemaham-an dpemaham-an pengetahupemaham-an tentpemaham-ang bahpemaham-an makpemaham-anpemaham-an dpemaham-an teknik pengolahan makanan, baru disadari bahwa bahan-bahan tersebut bisa dimanfaatkan menjadi hi-dangan yang lezat, bergizi, dan murah karena semua ada di sekitar wilayahnya. Begitu pula dengan resep-resep baru yang didapat, tidak asing bagi mereka kare-na mereka telah mengekare-nal bahan-bahan tersebut tetapi jarang bahkan tidak pernah memanfaatkannya. Misal-nya, sup jagung, nasi goreng jagung pancawarna, sambel tempe, balado terong, orak-arik sayuran, dan balado kacang teri. Setelah selesai diklat gizi, ibu-ibu ternyata benar-benar menerapkan resep-resep terse-but dalam menu makan sehari-hari. Pada umumnya mereka tidak asing dengan resep tersebut terutama pada bahan-bahan makanan yang bisa didapat di lingkungan sekitar. Ternyata terjadi perubahan men-dasar pada ibu-ibu peserta terhadap dampak diklat gizi. Hal ini terbukti bahwa mereka memahami, mengerti, dan mengambil sikap terhadap isi materi yang diberikan selama diklat gizi. Sebagaimana di-kutip oleh Rohidi (2005), perilaku individu meliputi segala sesuatu yang menjadi pengetahuannya, sikap-nya, dan yang biasa dikerjakannya. Dengan demikian, perilaku tidak muncul dari dalam diri individu

(6)

terse-but, melainkan merupakan hasil interaksi individu dengan lingkungannya. Beberapa faktor yang memo-tivasi terjadinya perilaku adalah keadaan lingkungan, dorongan pribadi, seperti keinginan, perasaan, emosi, naluri, kebutuhan, hasrat, niat, dan tujuan yang ingin dicapai.

Kajian tersebut menunjukkan bahwa perilaku konsumsi pangan manusia diperoleh dengan berba-gai upaya, sejak dari pertimbanganapa yang pantas dan boleh dimakan, cara memeroleh, cara mengolah-nya, dan cara memakannya. Kegiatan tersebut terjadi berulang-ulang dan akhirnya akan menjadi suatu ke-biasaan makan individu dan keluarga. Dari keke-biasaan makan keluarga, akan berkembang menjadi kebiasaan makan kelompok atau masyarakat. Sampai saat ini urusan rumah tangga, terutama yang berhubungan dengan cara mengurus anak dan menyiapkan makan-an, masih dipandang sebagai pekerjaan yang harus dilakukan oleh ibu (Zahrulianingdyah, 2012). Dengan demikian, tampak bahwa kaum ibu memegang peran-an penting dalam urusperan-an pperan-angperan-an keluarga.

Konsekuensi logis dari pendapat di atas adalah perilaku konsumsi pangan keluarga sangat ditentukan oleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan ibu dalam menyediakan makanan keluarga. Pengetahuan dan keterampilan tersebut diperoleh dari pendidikan dan pengalaman yang dimiliki ibu. Pendidikan yang di-maksud dapat berupa pendidikan formal ataupun pen-didikan nonformal yang mempunyai sumbangan pada masalah kesejahteraan keluarga. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengim-plementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Kebiasaan makan yang baik dan benar akan mening-katkan status gizi, meningmening-katkan derajat kesehatan, dan mengatasi masalah anemia gizi besi.

Model pengorganisasian diklat gizi yang efektif mengatasi anemia gizi besi pada ibu-ibu usia produktif adalah model hipotetik atau model empirik, yaitu mo-del empat langkah yang langkah-langkahnya adalah sebagai berikut. Langkah pertama adalah perencana-an yperencana-ang mencakup revisi pperencana-anduperencana-an, revisi bahperencana-an ajar, revisi struktur organisasi, dan revisi instrumen. Lang-kah kedua adalah pengorganisasian yang mencakup memadukan sumber daya manusia dan nonmanusia, menetapkan tujuan, menetapkan struktur organisasi, menetapkan panduan, menetapkan bahan ajar, me-netapkan instruktur, dan menyiapkan fasilitas. Langkah ketiga adalah penggerakan (motivating) yang menca-kup pretes teori, praktik dan Hb tahap I, pelaksanaan diklat, diskusi hasil praktik, postes, evaluasi hasil diklat, dan tes Hb tahap II setelah enam bulan pelak-sanaan diklat. Langkah keempat adalah evaluasi yang

mencakup evaluasi pelaksanaan diklat, analisis hasil, analisis tes Hb, revisi bahan ajar, serta menghasilkan model dan bahan ajar.

Model hipotetik yang dikenakan dalam pelak-sanaan diklat gizi ternyata membuahkan hasil seba-gaimana yang diduga dan diharapkan. Hasil pretes menunjukkan rerata skor 63,067 dengan simpangan baku 6,502. Hasil postes menunjukkan rerata skor 74,667 dengan simpangan baku 5,108. Hasil uji beda pretes dan postes menunjukkan nilai t = -13.246 dengan signifikansi 0,000. Hasil itu menunjukkan bahwa pretes sebelum diklat gizi dan postes setelah diklat gizi menunjukkan adanya perbedaan secara signifikan.

Jika dicermati, faktor yang menentukan keberha-silan model tersebut adalah karena model hipotetik lebih komprehensif dari model sebelumnya. Faktor pengorganisasian, faktor berbasis masyarakat, dan segala sesuatunya disusun secara bottom-up melibat-kan masyarakat Desa Mangli yang memiliki sifat gotong royong yang tinggi. Selain itu, juga faktor bahan ajar yang disusun secara tepat sesuai kebutuhan masyarakatnya. Bahan ajar diklat gizi merupakan ma-teri pokok yang harus mendapatkan perhatian utama karena tercapainya tujuan pelatihan sangat tergantung dari bahan ajar yang diberikan kepada responden. Materi diklat disusun dalam satu paket yang dapat me-ningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan ibu tentang gizi dan kesehatan. Materi tersebut terdiri atas pengetahuan gizi, pengetahuan bahan makanan, teknik memasak, pengetahuan menu dan resep, serta penge-tahuan tentang anemia gizi besi dan praktik mema-sak sebagai manifestasi dari penerapan pengetahuan yang telah diberikan.

SIMPULAN

Model faktual pengorganisasian diklat gizi berbasis masyarakat yang dapat mengatasi anemia gizi besi bagi ibu-ibu usia produktif di Desa Mangli belum dikelola sesuai dengan kaidah manajemen pela-tihan, baik dari fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan maupun evaluasi. Kegiatan penyuluhan gizi, kesehatan, posyandu, dan sejenisnya diadakan secara insidental jika ada informasi dari Tim Peng-gerak PKK tingkat kecamatan, diadakan ketika ada acara pertemuan ibu-ibu PKK sebulan sekali.

Model pengembangan pengorganisasian diklat gizi berbasis masyarakat yang dapat mengatasi anemia gizi besi pada ibu-ibu usia produktif di Desa Mangli adalah model konseptual yang terdiri atas empat lang-kah. Model pengembangan pengorganisasian diklat gizi berbasis masyarakat efektif dalam mengatasi anemia gizi besi pada ibu-ibu usia produktif.

(7)

Keber-KDVLODQ LQL GLVHEDENDQ NDUHQD ³PRGHO´ \DQJ GLWHP u-kan lebih komprehensif daripada model sebelumnya, yang dibangun berdasarkan pengorganisasian yang dilakukan secara bottom-up dan berbasis masyara-kat. Dari pelaksanaan diklat gizi diperoleh hasil bahwa ada perbedaaan hasil belajar antara sebelum dan sesudah diberikan diklat gizi secara signifikan.

Demikian pula, ada penurunan angka anemia gizi besi antara sebelum dan sesudah dilaksanakannya dik-lat gizi, diukur selang enam bulan dari pelaksanaan diklat gizi. Hal ini menunjukkan bahwa peserta dik-lat telah mulai menerapkan menu makan sehari-hari dengan berpedoman pada menu gizi seimbang.

DAFTAR RUJUKAN

Almatsier, S., Soetardjo, S., & Moesijanti, S. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT Gramedia.

Al-Muhdhar, M.H.I. 2012. Pemahaman dan Keterampilan Siswa dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Penerapan E-Media. Jurnal Ilmu Pendidikan, 18 (1): 8-16.

Azwar, A. 2004. Aspek Kesehatan dan Gizi dalam Ketahanan Pangan. Makalah dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Jakarta, 17-19 Mei. Barasi, M.E. 2007. At A Glance Ilmu Gizi. Jakarta:

Pener-bit Erlangga.

Beard, J.L. & Gillespie, S. 2000. Major Issues in the Con-trol of Iron Difisiency The Micronutrien Initiative. New York: Unicef.

Drummond, K.E. & Brefere, L.M. 2004. Nutrition for Food Service & Culinary Profesionals. New Jersey: Inc, Hoboken.

Foster, G.M. & Anderson, B.G. 2006. Antropologi Kese-hatan. Terjemahan Priyanti Pakan Suryadarma & Meutia Hatta Swasono. Jakarta: Universitas Indo-nesia Press.

Martianto & Ariani. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kese-hatan Masyarakat. Makalah dalam Widyakarya Na-sional Pangan dan Gizi VIII, Jakarta, 17-19 Mei.

Rohidi, R.T. 2005. Makanan Tradisional: Upaya Pening-katan dalam Perspektif Kebudayan. Makalah da-lam Seminar Nasional Membangun Citra Pangan Tradisional, Universitas Negeri Semarang, 15 April. Simoes, M.C., Lawless, Jw., Latham, M.C., & Stephenson, L.S. 1999. Iron Suplementation Improves Appetite and Growth in Anemic Kenyan Primary School Children. Journal of Nutrition, (124): 645-654. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Pendidikan:

Pendekat-an KuPendekat-antitatif, Kualitatif, dPendekat-an R & D. Bandung: Alfabeta.

Suhardjo. 2006. Sosio Budaya Gizi. Bogor: PAU Pangan dan Gizi IPB.

Zahrulianingdyah, A. 2009. Diversifikasi Pangan dalam Kebiasaan Makan pada Keluarga di Desa Mangli Kabupaten Magelang. Laporan Penelitian tidak diterbitkan. Semarang: Lembaga Penelitian Unnes. Zahrulianingdyah, A. 2012. Pemberdayaan Perempuan Lewat Diklat Gizi untuk mengatasi Anemia Gizi Besi. Education Management, 1 (2): 1, (Online), (http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/eduman/ar ticle/view/813), diakses 1 Januari 2013.

Zubaidi. 2009. Pendidikan Berbasis Masyarakat: Upaya Menawarkan Solusi terhadap Berbagai Problem Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) pedagang kaki lima yang menggunakan trotoar sebesar 57,1% termasuk kategori tidak mampu menyewa ruko, (2) luas lahan trotoar berubah fungsi

Ditinjau dari sifatnya penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif, yaitu penelitian yang langsung bertujuan untuk memberikan data

Tesis yang berjudul: “Pengembangan Pembangunan Kapasitas dan Pembayaran Jasa Lingkungan untuk Konservasi di Kawasan Sumber Mata Air Cokro Tulung (Studi Kasus di Kota Surakarta,

Fakta tersebut dibuktikan dengan ditunjukkan bahwa organisasi penyelengga- raan pelayanan parkir berlangganan belum mampu berkoordinasi dengan baik antara Dinas

Selanjutnya, butir soal dijadikan instrument untuk mengukur variable perilaku keagamaan orang tua, 16 butir soal tersebut mempunyai nilai r hitung ( Pearson Correlation) lebih

Alhamdulillah segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta senantiasa memberikan kesehatan, kesempatan, dan

1) bagi siswa, dengan menggunakan strategi pembelajaran ekspositori diharapkan mampu mendorong siswa untuk memposisikan dirinya sebagai peserta didik yang aktif

Proyek pembangunan Kapal Kelas I Kenavigasian dipilih sebagai studi kasus karena kapal ini mengalami keterlambatan pengerjaan selama 1 bulan, maka dilakukan percepatan agar