• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kasus III Ulkus Pedis e.c Diabetes Mellitus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Kasus III Ulkus Pedis e.c Diabetes Mellitus"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS III

ULKUS PEDIS SINISTRA

PENULIS Wahyu Sholekhuddin

1102009295 PEMBIMBING

dr. Herry Setya Yudha Utama Sp. B MHkes FinaCs

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARJAWINANGUN

PERIODE 11 Agustus 2014 – 18 Oktober 2014 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Wahyu Sholekhuddin

NIM : 1102009295

Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah FK Universitas YARSI

Judul laporan kasus : Ulkus pedis sinistra

Pembimbing : dr. Herry Setya Yudha Utama Sp. B MHkes FinaCs

Cirebon, september 2014 Pembimbing

dr. Herry Setya Yudhautama Sp. B MHkes FinaCs

(3)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 1996 di dunia terdapat 120 juta penderita diabetes mellitus yang diperkirakan naik dua kali lipat pada tahun 2025. Kenaikan ini disebabkan oleh pertambahan umur, kelebihan berat badan (obesitas), dan gaya hidup.

Salah satu komplikasi menahun dari DM adalah kelainan pada kaki yang disebut sebagai kaki diabetik. Menurut dr Sapto Adji H SpOT dari bagian bedah ortopedi Rumah Sakit Internasional Bintaro (RSIB), komplikasi yang paling sering dialami pengidap diabetes adalah komplikasi pada kaki (15 persen) yang kini disebut kaki diabetes.

Di negara berkembang prevalensi kaki diabetik didapatkan jauh lebih besar dibandingkan dengan negara maju yaitu 2-4%, prevalensi yang tinggi ini disebabkan kurang pengetahuan penderita akan penyakitnya, kurangnya perhatian dokter terhadap komplikasi ini serta rumitnya cara pemeriksaan yang ada saat ini untuk mendeteksi kelainan tersebut secara dini.

Pengelolaan kaki diabetes mencakup pengendalian gula darah, debridemen/membuang jaringan yang rusak, pemberian antibiotik, dan obat-obat vaskularisasi serta amputasi. Komplikasi kaki diabetik adalah penyebab amputasi ekstremitas bawah nontraumatik yang paling sering terjadi di dunia industri. Sebagian besar komplikasi kaki diabetik mengakibatkan amputasi yang dimulai dengan pembentukan ulkus di kulit. Risiko amputasi ekstremitas bawah 15 – 46 kali lebih tinggi pada penderita diabetik dibandingkan dengan orang yang tidak menderita diabetes mellitus. Lagi pula komplikasi kaki adalah alasan tersering rawat inap pasien dengan diabetes, berjumlah 25% dari seluruh rujukan diabetes di Amerika Serikat dan Inggris.

(4)

BAB II

STATUS PENDERITA 2.1 IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. R

Umur : 54 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan :

-Agama : Islam

Alamat : Kedawung

Status perkawinan : menikah

Suku : Jawa

Tanggal MRS : 26 agustus 2014

No. Reg :

2.2 ANAMNESA

1. Keluhan utama : Luka di kaki kiri sejak 1 minggu yang lalu 2. Riwayat penyakit sekarang

Pasien dibawa ke UGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan terdapat luka di kaki kiri sejak 1 minggu yang lalu, luka terjadi karena tersandung.

Pasien mengatakan luka berwarna merah kehitaman, luka tidak terasa sakit, bernanah serta berbau tidak sedap, tidak gatal. Pasien juga mengatakan telapak kaki tersebut menjadi bengkak sejak 1 minggu ini.

Pasien juga mengeluh badannya terasa lemah, nafsu makannya banyak tapi berat badannya semakin menurun, dan pasien sering merasa haus, minum ± 3,5 liter/hari. pasien juga mengatakan sering BAK (kencing lebih dari 4x/hr). Keluhan-keluhan tersebut timbul sejak ± 5 tahun ini.

Pasien sudah memeriksakan lukanya ke puskesmas tumpang, dan dirujuk ke RSUD Arjawinangun.

(5)

3. Riwayat penyakit dahulu

Pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat diabetes melitus : (+) dengan pengobatan glibenklamid yang tidak teratur.

Riwayat alergi : disangkal 4. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat keluarga dengan penyakit serupa :. Riwayat hipertensi : disangkal Riwayat diabetes melitus : (+) Riwayat alergi : disangkal

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum : tampak lemah 2. Vital Sign tensi : 140/80 mmHg nadi : 98 x/mnt RR : 18 x/mnt suhu : 37 0C 3. Status Generalis Kepala Bentuk mesocephal Mata

Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).

Telinga

Bentuk normotia, sekret (-), pendengaran berkurang (-).

Hidung

(6)

Mulut dan tenggorokan

Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-), tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).

Leher

JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-).

Paru

Suara nafas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-).

Jantung

Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-).

Abdomen

Perut tampak mendatar, tidak tampak adanya massa, nyeri tekan (-)

4. Status lokalis

Regio ekstremitas dextra et sinistra

Inspeksi : Regio Dorsalis Pedis Sinistra tampak luka ±5 cm x 10 cm, bentuk tidak beraturan, ulkus (+), pus (+), oedem (+), hiperemi (+).kulit sekitar tepi luka berwarna hitam tidak rata, tengahnya hiperemi (+).

Palpasi : nyeri tekan (-)

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan darah lengkap Laboratorium darah

Hemoglobin 9,6 g/dl [L: 13,5-15 P: 12-14] Lekosit 16.040 sel/cmm [4.000-11.000] Trombosit 448.000 sel/cmm [150.000-450.000] Hematokrit 28.4 %

(7)

2.5 RESUME

Ny.R, 54 tahun, dengan keluhan terdapat luka di kaki kiri sejak 1 minggu yang lalu, luka terjadi karena tersandung. Luka berwarna merah kehitaman, luka tidak terasa sakit, bernanah serta berbau tidak sedap, tidak gatal, kaki juga bengkak sejak 1 minggu ini.

Pasien juga mengeluh badannya terasa lemah, nafsu makannya meningkat tapi berat badannya semakin turun, dan pasien sering merasa haus, sering BAK (kencing lebih dari 4x/hr). Keluhan-keluhan tersebut timbul sejak ± 5 tahun ini.

Regio Dorsalis Pedis Dextra tampak luka ±5 cm x 10 cm, bentuk tidak beraturan, ulkus (+), pus (+), oedem (+), hiperemi (+).kulit sekitar tepi luka berwarna hitam tidak rata, tengahnya hiperemi (+). Dari pemeriksaan penunjang didapatkan hasil Glukosa darah sewaktu 251 mg/dl.

2.6 DIAGNOSA

Diabetes mellitus type 2 dengan Ulcus pedis sinistra

2.7 PENATALAKSANAAN

A. Non farmakologis - Edukasi

- Mengatur pola makan/diet sesuai kebutuhan BB atau gizi penderita - Olahraga

B. Farmakologi

Cefazolin IV 2 X 1 gr Ketorolac IV 3 X30 mg Metronidazol IV 3 X 500mg

(8)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA 3.1 DEFINIS DIABETES MELLITUS

Diabetes mellitus adalah salah satu penyakit metabolik berupa gangguan metabolisme karbohidrat, yakni penurunan penggunaan glukosa yang rendah sehingga mengkibatkan adanya penumpukan glukosa di dalam darah (hiperglikemia). Adapun penyebab terjadinya penimbunan kadar glukosa didalam darah tersebut ialah adanya gangguan berupa kurangnya sekresi enzim insulin pada pancreas (DM tipe 1), atau terjadin gangguan fungsi pada enzim insulin tersebut dalam metabolisme glukosa (DM tipe 2). 1,2,3

3.2 DIAGNOSIS DIABETES MELLITUS

Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan dengan adanya gejala khas DM berupa poliuria, polidipsia, polofagi, lemas dan berat badan yang menurun. Gejala lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria serta pruritus vulvae pada pasien wanita.4

Pada kasus ini, seorang laki-laki dengan usia 52 tahun yang dirawat dibangsal bedah RSUD kanjuruhan didiagnosis diabetes mellitus dengan ulkus pedis dextra. Diketahui kurang lebih 5 tahun pasien telah mengalami gejala khas dari DM namun pasien menyatakan tidak teratur minum obat. Secara kebetulan karena luka dikakinya yang tidak sembuh, kurang lebih 1 bulan yang lalu pasien pernah di periksa kadar gulanya dan mencapai 500mg/dL. 1 tahun sebelumnya, pasien mengaku makannya banyak karena sering lapar, sering haus, dan sering buang air kecil. Keluhan lain yang dirasakan adalah sering kesemutan pada kakinya, dan badan lemas. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan timbulnya gejala-gejala khas,

(9)

seperti frekwensi kencing meningkat, rasa haus, banyak makan ,serta mudah terkena penyakit infeksi.

Gambar 2. Algoritma diagnosis Diabetes Mellitus. Diagnosis Diabetes Mellitus dapat ditegakkan jika 5 :

1. Kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL pada orang yang memilikitanda klinis diabetes mellitus, atau

(10)

2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dL. Puasa berarti tidak ada asupankalori selama 10 jam sebelum pengambilan sampel darah vena, atau

3. Kadar glukosa plasma >200 mg/dL, pada 2 jam sesudah pemberianbeban glukosa oral 75g.

3.3 ULKUS DIABETIKUM

Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi diabetes mellitus yang berupa kematian jaringan akibat kekurangan aliran darah, biasanya terjadi dibagian ujung kaki atau tempat tumpuan tubuh. Gambaran luka berupa adanya ulkus diabetik pada punggung kaki kanan sudah mencapai tendon atau tulang sehingga kaki diabetik pada penderita ini mungkin dapat dimasukkan pada derajat III klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner. Sedangkan pada kaki kiri terdapat gangren pada seluruh kaki sehingga dapat dimasukkan pada derajat V klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner. Namun untuk menegakkan derajat kaki diabetik pada pasien ini diperlukan rontgen pada kaki kanan pasien yang mengalami ulkus untuk melihat kedalaman dan mengklasifikasikan derajat ulkus.

1. Klasifikasi Menurut Wagner

Klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner adalah sebagai berikut : 6,7,12

o Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh

o Derajat I : Ulkus superficial, tanpa infeksi, terbatas pada kulit

o Derajat II : Ulkus dalam disertai selulitis tanpa abses atau kehilangan tulang

o Derajat III : Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luas yang dalam hingga mencapai tendon dan tulang, dengan atau tanpa osteomyelitis

o Derajat IV : gangren terbatas, yaitu pada ibu jari kaki atau tumit o Derajat V : gangren seluruh kaki

(11)

Gambar 4. Perkembangan Ulkus8

2. Patogenesis

a. Sistem Saraf

Neuropati diabetikum melibatkan baik saraf perifer maupun sistem saraf pusat. Neuropati perifer pada pasien DM disebabkan karena abnormalitas metabolisme intrinsik sel Schwan yang melibatkan lebih dari satu enzim. Nilai ambang proteksi kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal, rangsang nyeri yang diterima kaki cepat mendapat respon dengan cara merubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar. Pada penderita DM, adanya neuropati diabetikum akan menyebabkan seorang penderita DM kurang atau tidak merasakan adanya trauma, baik mekanik, kemis, maupun termis, keadaan ini memudahkan terjadinya lesi atau ulserasi yang kemudian masuknya

(12)

Perubahan yang terjadi yang mudah ditunjukkan pada pemeriksaan rutin adalah penurunan sensasi (rasa raba, panas, dingin, nyeri), nyeri radikuler, hilangnya refleks tendon, hilangnya rasa vibrasi dan posisi, anhidrosis, pembentukan kalus pada daerah tekanan, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot, perubahan tulang dan sendi.

b. Sistem Vaskuler

Iskemia merupakan penyebab berkembangnya gangren pada pasien DM. Dua kategori kelainan vaskuler :

1) Makroangiopati

Makroangiopati yang berupa oklusi pembuluh darah ukuran sedang maupun besar menyebabkan iskemia dan gangren. Dengan adanya DM, proses aterosklerosis berlangsung cepat dan lebih berat dengan keterlibatan pembuluh darah multiple. Sembilan puluh persen pasien mengalami tiga atau lebih oklusi pembuluh darah dengan oklusi yang segmental serta lebih panjang dibanding non DM. Aterosklerosis biasanya proksimal namun sering berhubungan dengan oklusi arteri distal bawah lutut, terutama arteri tibialis anterior dan posterior, peronealis, metatarsalis, serta arteri digitalis. Faktor yang menerangkan terjadinya akselerasiaterogenesis meliputi kelainan metabolisme lipoprotein, hipertensi, merokok, faktor genetik dan ras, serta meningkatnya trombosit.

2) Mikroangiopati

Mikroangiopati berupa penebalan membrana basalis arteri kecil, arteriola, kapiler dan venula. Kondisi ini merupakan akibat hiperglikemia menyebabkan reaksi enzimatik dan non enzimatik glukosa kedalam membrana basalis. Penebalan membrana basalis menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah.

(13)

Gambar 4. Kaki Iskemik12

c. Sistem Imun.

Status hiperglikemi dapat mengganggu berbagai fungsi netrofil dan monosit (makrofag) meliputi proses kemotaksis, perlekatan (adherence), fagositosis dan proses-bunuh mikroorganisme intraseluler (intracelluler killing). Semua proses ini terutama penting untuk membatasi invasi bakteri piogenik dan bakteri lainnya. Empat tahapan tersebut diawali dengan kemotaksis,kemudian fagositosis, dan mulailah proses intra seluler untuk membunuh kuman tersebut oleh radikal bebasoksigen (RBO=O2) dan hidrogen peroksida.

Dalam keadaan normal kedua bahan dihasilkan dari glukosa melalui proses hexosemonophosphate shunt yang memerlukan NADPH (nicotinamideadenine dinucleotide phosphate). Pada keadaan hiperglikemia, glukosa tersebut oleh aldose reduktase (AR) diubah menjadi sorbitol, dan prosesini membutuhkan NADPH. Akibat dari proses ini sel akan kekurangan NADPH untuk membentuk O2 dan

H2O2 karena NADPH digunakan dalam reaksi. Gangguan ini akan

lebih parah apabila regulasi DM memburuk. d. Proses Pembentukan Ulkus

Ulkus diabetikum merupakan suatu kaskade yang dicetuskan oleh adanya hiperglikemi. Tak satupun faktor yang bisa berdiri sendiri menyebabkan terjadinya ulkus. Kondisi ini merupakan akumulasi efek hiperglikemia dengan akibatnya terhadap saraf, vaskuler,

(14)

berinteraksi menimbulkan ulserasi dan infeksi kaki. Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal menghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakankolonisasi di daerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya.8

(15)

3. Pengelolaan

Berdasarkan patogenesisnya, maka langkah pertama yang harus dilakukan pada pasien diabetes mellitus adalah pengendalian glukosa darah. Tiga studi epidemiologi besar, Diabetes Control and ComplicationTrial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Study (UKPDS) membuktikan bahwa dengan mengendalikan glukosa darah, komplikasi kronik diabetes dapat dikurangi. 6

Pengendalian kadar glukosa darah dapat dilakukan antara lain dengan cara mengatur pola makan, latihan fisik teratur, serat dengan obat-obatan anti-hiperglikemi. Salah satu obat anti-hiperglikemi yang diberikan pada pasien ini adalah insulin. Pemberian secara regular insulin yaitu actrapid pada pasien ini dikarenakan pasien ini menderita DM yang disertai infeksi pada kaki kanannya.

Menurut Tjokroprawiro (1992), indikasi penggunaan insulin antara lain:9

1. DM tipe I

2. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD 3. DM dengan kehamilan

4. Nefropati diabetic tipe B3(stadium III) dan Bc (stadium IV) 5. DM dengan gangguan faal hati yang berat

6. DM dan TB paru yang berat

7. DM dengan infeksi akut (sellulitis, gangren) 8. Ketoasidosis diabetik dan koma lain pada DM 9. DM dan operasi

10. DM dengan patah tulang 11. DM dengan underweight 12. DM dan penyakit gravid

Pada pasien ini untuk perawatan luka infeksi dilakukan dengan dressing menggunakan NaCl untuk membersihkan dan membilas lalu menggunakan semprotan metronidazole sebagai antibiotika topikal. Penanganan infeksi secara sistemik diberikan antibiotika broad spectrum dan narrow spectrum yang diberi secara kombinasi antara oral maupun secara injeksi seperti cefotaxime. Menurut adam (1998) pada

(16)

semaksimal mungkin, dengan pemikiran bahwa infeksi berat umumnya disebabkan oleh lebih dari satu jenis kuman, disamping itu juga sering disertai kuman anaerob.6

Terapi simptomatik pada pasien dengan ulkus pedis diabetik meliputi semua tindakan medis yang bertujuan menghilangkan atau mengurangi gejala sekunder akibat peningkatan glukosa darah. Pada pasien diabetes melitus dengan ulkus pedis, seringkali ditemukan penyebaran infeksi melalui ulkus, demam, nyeri dan gangguan pencernaan.6, 10

Eradikasi total diabetik foot jarang terjadi. Meskipun dapat mengering,resiko timbulnya ulkus berulang tetap tinggi jika glukosa darah tidak terkendali. Oleh karena itu, edukasi pasien untuk beradaptasi dengan situasi tersebut menjadi sangat penting dalam pengelolaan diabetes mellitus dengan ulkus. Ward et al11 meneliti bahwa kepuasan

pasien paska perawatan ulkus pedis diabetikum lebih tinggi pada mereka yang sebelumnya diberikan edukasi dan psikoterapi. Perlu penjelasan terhadap pasien tentang bahaya kurang atau hilangnya sensasi rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki pada setiap pertemuan dengan dokter, dan perlunya evakuasi secara teratur terhadap kemungkinan timbulnya kembali ulkus pedis paska perawatan sebelumnya.12

4. Tindakan Bedah

Berdasarkan klasifikasi Wagner, dapat ditentukan tindakan yang tepat sesuai dengan derajat ulkus yang ada. Tindakan tersebut yaitu:7

- Derajat 0 : tidak ada perawatan lokal secara khusus - Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor

- Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan bedah mayor misalnya amputasi.

Debridemen yang adekuat merupakan langkah awal tindakan bedah. Debridemen harus meliputi seluruh jaringan nekrotik dan kalus yang

(17)

mengelilinginya sampai tampak tepi luka yang sehat dengan ditandai adanya perdarahan. Pasien bahkan dokter kadang ragu terhadap tindakan ini, namun akan terkejut saat melihat munculnya jaringan baru yang tumbuh.

Secara teknis amputasi kaki atau mutilasi jari dapat dilakukan menurut tingkatan sebagai berikut:

 jari nekrotik: disartikulasi (tanpa pembiusan)

 mutilasi jari terbuka (pembiusan setempat)

 osteomioplasti: memotong bagian tulang diluar sendi

 amputasi miodesis (dengan otot jari/kaki)

 amputasi transmetatarsal

 amputasi syme

Bila daerah gangren menyebar lebih kranial, maka dilakukan amputasi bawah lutut atau bahkan amputasi atas lutut. Tujuan amputasi atau mutilasi adalah :

membuang jaringan nekrotik menghilangkan nyeri

drainase nanah dan penyembuhan luka sekunder merangsang vaskularisasi baru.

rehabilitasi yang terbaik8

5. Pencegahan

Pemakaian sepatu harus pas dengan lebar serta kedalaman yang cukup untuk jari-jari. Sepatu kulit lebih dianjurkan karena mudah beradaptasi dengan bentuk kaki serta sirkulasi udara yang didapatkan lebih baik. Kaos kaki juga harus pas, tidak boleh melipat. Hindari pemakaian sandal atau alas kaki dengan jari terbuka. Jangan sekali kali berjalan tanpa alas kaki.Trauma minor dan infeksi kaki seperti terpotong, lecet-lecet,lepuh, dan tinea pedis bila diobati sendiri oleh pasien dengan obat bebasdapat menghambat penyembuhan luka. Membersihkan dengan hati-hati trauma minor serta aplikasi antibiotika topikal bisa mencegah infeksi lebih lanjut

(18)

serta memelihara kelembaban kulit untuk mencegahpembentukan ulkus.Perawatan kaki yang dianjurkan antara lain:

Inspeksi kaki tiap hari terhadap adanya lesi, perdarahan diantara

jari-jari. Gunakan cermin untuk melihat telapak kaki dan tumit.

Cuci kaki tiap hari dengan air sabun dan keringkan, terutama

diantarajari.

Gunakan cream atau lotion pelembab

Jangan gunakan larutan kimia/asam untuk membuang kalus.

Potong kuku dengan hati-hati, jangan memotong melengkung jauh

keproksimal.

Jangan merokok Hindari suhu ekstrem8

BAB IV KESIMPULAN

Ny.R, 54 tahun, dengan keluhan terdapat luka di kaki kiri sejak 1 minggu yang lalu, luka terjadi karena tersandung dan kuku. Luka berwarna merah kehitaman, luka tidak terasa sakit, bernanah serta berbau tidak sedap, tidak gatal, kaki juga bengkak sejak 1 minggu ini.

Pasien juga mengeluh badannya terasa lemah, nafsu makannya meningkat tapi berat badannya semakin turun, dan pasien sering merasa haus, sering BAK (kencing lebih dari 4x/hr). Keluhan-keluhan tersebut timbul sejak ± 5 tahun ini.

Regio Dorsalis Pedis Dextra tampak luka ±5 cm x 10 cm, bentuk tidak beraturan, ulkus (+), pus (+), oedem (+), hiperemi (+). kulit sekitar tepi luka berwarna hitam tidak rata, tengahnya hiperemi (+). Dari pemeriksaan penunjang didapatkan hasil Glukosa darah sewaktu 251 mg/dl.

Pasien didiagnosa diabetes mellitus tipe 2 dengan Ulcus pedis sinistra, dengan penatalaksanaan debridement.

(19)

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah, Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2004. Hal 571-705.

2. Isselbacher, Baraundwald, Wilson, Harrison’s Principles of internal medicine, International edition, Mcgraw Hill Book Co.,Singapore,1994.

3. Staf Pengajar Bagian Bedah FK UI, Vaskuler, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara Jakarta, 1995; hal: 241-330

4. Sjamsuhidayat R, De Jong WD : Buku ajar ilmu bedah, EGC; Jakarta, 1997 5. Frykberg R.G. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management,

American Family Physician, November 1, 2002.

6. Cunha BA: Diabetic foot infections. Emerg Med, 1997; 10: 115-24.

7. Author: Kenneth Patrick L Ligaray, MD, Fellow, Department of Endocrinology, Diabetes and Metabolism, St Louis University Coauthor(s): William L Isley, MD, Senior Associate Consultant, Associate Professor of Medicine, Division of Endocrinology, Diabetes, Metabolism, and Nutrition,

(20)

8. Author: Burke A Cunha, MD, Professor of Medicine, State University of New York School of Medicine at Stony Brook; Chief, Infectious Disease Division, Winthrop-University Hospital

http://emedicine.medscape.com/article/237378-overview Diabetic Ulcers 9. Author: Richard M Stillman, MD, FACS, Honorary Medical Staff, Northwest

Medical Center; Former Chief of Staff and Medical Director, Wound Healing Center, Department of Surgery, Northwest Medical Centerhttp://emedicine.medscape.com/article/460282-overview

Gambar

Gambar 2. Algoritma diagnosis Diabetes Mellitus.
Gambar 4. Perkembangan Ulkus 8
Gambar 4. Kaki Iskemik 12 c. Sistem Imun.

Referensi

Dokumen terkait