• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abses Pedis Dm II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Abses Pedis Dm II"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang Diabet

Diabetes es melitumelitus s (DM) merupakan penyakit metabolik kronis (DM) merupakan penyakit metabolik kronis dengadengann karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan erat insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan erat dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa

dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah yang menimbulkan terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah yang menimbulkan  berbagai

 berbagai macam macam komplikasi komplikasi yaitu yaitu aterosklerosis, aterosklerosis, neuropati, neuropati, gagal gagal ginjal,ginjal, retinopati, dan disfungsi ereksi.

retinopati, dan disfungsi ereksi.1,31,3

Prevalensi Diabetes Mellitus (DM) di seluruh dunia telah menunjukkan Prevalensi Diabetes Mellitus (DM) di seluruh dunia telah menunjukkan  peningkatan yang

 peningkatan yang signifikan. Dalam signifikan. Dalam periode tahun periode tahun 1985 sampai 1985 sampai tahun 2000 tahun 2000 telahtelah terjad

terjadi i peninpeningkatagkatan n sebessebesar ar 147 juta 147 juta kasukasus s secara globalsecara global11. Prevalensi DM Tipe 2. Prevalensi DM Tipe 2 (DMT2) mengalami peningkatan yang lebih tajam dibandingkan prevalensi DM (DMT2) mengalami peningkatan yang lebih tajam dibandingkan prevalensi DM Tipe 1 (DMT1) karena bertambahnya obesitas dan penurunan level aktivitas di Tipe 1 (DMT1) karena bertambahnya obesitas dan penurunan level aktivitas di  berbagai

 berbagai negara negara yang yang mengalami mengalami industrialisasi.industrialisasi.11 BeBerdrdasasarkarkan an dadata ta dadariri  International

 International Diabetes Diabetes FederationFederation (IDF) pada tahun 2004, Indonesia menempati(IDF) pada tahun 2004, Indonesia menempati  peringkat

 peringkat keempat keempat dari dari sepuluh sepuluh negara negara dengan dengan penderita penderita DM DM terbanyak terbanyak 11. WHO. WHO memprediksi kenaikan jumlah penderita DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun memprediksi kenaikan jumlah penderita DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta

2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.pada tahun 2030.22

Menurut ADA 2005, DM diklasifikasikan berdasarkan etiologi yaitu DM Menurut ADA 2005, DM diklasifikasikan berdasarkan etiologi yaitu DM tipe 1

tipe 1 (defis(defisiensi insuliiensi insulin n absolabsolut akibat destruksut akibat destruksi i sel Beta), DM sel Beta), DM tipe 2 tipe 2 (defis(defisiensiiensi insulin relatif, resistensi insulin, gangguan sekresi insulin), diabetes kehamilan, insulin relatif, resistensi insulin, gangguan sekresi insulin), diabetes kehamilan, dan diabetes tipe lain (defek genetik fungsi sel beta dan kerja insulin, penyakit dan diabetes tipe lain (defek genetik fungsi sel beta dan kerja insulin, penyakit ek

eksosokrkrin in papanknkreareas, s, enendodokrkrininopopatati, i, ininfefeksksi, i, imimununolologogi, i, obobatat/z/zat at kikimimia, a, dadann sindroma genetik lain.

sindroma genetik lain.3,23,2

Komplikasi kronik pada pasien DM terjadi pada semua tingkat sel dan Komplikasi kronik pada pasien DM terjadi pada semua tingkat sel dan

(2)

terjadi pada makrovaskuler yaitu stroke, PJK, dan kaki diabetes. Komplikasi lain terjadi pada makrovaskuler yaitu stroke, PJK, dan kaki diabetes. Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi, dimana mudah terjadi DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi, dimana mudah terjadi infeksi pada ISK, TB paru, dan infeksi kaki (selulitis) yang selanjutnya dapat infeksi pada ISK, TB paru, dan infeksi kaki (selulitis) yang selanjutnya dapat  berkembang

 berkembang menjadi menjadi ulkus/gangren ulkus/gangren diabetes.diabetes.3,43,4 InInfefeksksi i papada da reregigio o pepedidiss merupakan infeksi jaringan lunak yang paling sering terjadi pada pasien Diabetes merupakan infeksi jaringan lunak yang paling sering terjadi pada pasien Diabetes Me

Mellllititus us TiTipe pe 2. 2. InInfekfeksi si papada da papasisien en DiDiababetetes es MeMellllititus us TiTipe pe 2 2 seselalain in dadapapatt memperburuk pengendalian glukosa darah juga dapat meningkatkan morbiditas memperburuk pengendalian glukosa darah juga dapat meningkatkan morbiditas karena berpotensi menyebabkan osteomielitis, amputasi dan kekerapan kunjungan karena berpotensi menyebabkan osteomielitis, amputasi dan kekerapan kunjungan ke

ke rurumamah h sasakikit. t. InInfekfeksi si beberarat t babahkhkan an dadapapat t memenynyebebababkakan n seseptptikikememia ia yayangng  berujung pada kematian.

 berujung pada kematian. Be

Berdrdasasarkarkan an hahal-hl-hal al tetersrsebebut ut didiatatas as pepenunulilis s memenynyadadari ari pepentntiningngnyaya  pemahaman dokter

 pemahaman dokter agar agar tidak tidak hanya terfokus hanya terfokus pada manajemen pada manajemen penyakit Diabetespenyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 saja namun juga memperhatikan kelainan komorbid dan penyulit Mellitus Tipe 2 saja namun juga memperhatikan kelainan komorbid dan penyulit yang sering menyertai Diabetes Mellitus Tipe 2.

yang sering menyertai Diabetes Mellitus Tipe 2.

1.2 Tujuan 1.2 Tujuan 1.

1.2.2.1 1 MeMengngetetahahui ui prprososededur ur ananamamnenesisis, s, pepememerikriksasaan an fifisisik, k, pepememeririksksaanaan  penunjang

 penunjang dan dan penegakkan penegakkan diagnosis diagnosis pasien pasien Diabetes Diabetes Melitus Melitus Tipe Tipe 22 dengan Abses Pedis.

dengan Abses Pedis. 1.2.

1.2.2 2 MengeMengetahui ketetahui ketepatan penatpatan penatalaksalaksanaan pasieanaan pasien Diabetes Melin Diabetes Melitus Tipe 2tus Tipe 2 dengan Abses Pedis.

(3)

terjadi pada makrovaskuler yaitu stroke, PJK, dan kaki diabetes. Komplikasi lain terjadi pada makrovaskuler yaitu stroke, PJK, dan kaki diabetes. Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi, dimana mudah terjadi DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi, dimana mudah terjadi infeksi pada ISK, TB paru, dan infeksi kaki (selulitis) yang selanjutnya dapat infeksi pada ISK, TB paru, dan infeksi kaki (selulitis) yang selanjutnya dapat  berkembang

 berkembang menjadi menjadi ulkus/gangren ulkus/gangren diabetes.diabetes.3,43,4 InInfefeksksi i papada da reregigio o pepedidiss merupakan infeksi jaringan lunak yang paling sering terjadi pada pasien Diabetes merupakan infeksi jaringan lunak yang paling sering terjadi pada pasien Diabetes Me

Mellllititus us TiTipe pe 2. 2. InInfekfeksi si papada da papasisien en DiDiababetetes es MeMellllititus us TiTipe pe 2 2 seselalain in dadapapatt memperburuk pengendalian glukosa darah juga dapat meningkatkan morbiditas memperburuk pengendalian glukosa darah juga dapat meningkatkan morbiditas karena berpotensi menyebabkan osteomielitis, amputasi dan kekerapan kunjungan karena berpotensi menyebabkan osteomielitis, amputasi dan kekerapan kunjungan ke

ke rurumamah h sasakikit. t. InInfekfeksi si beberarat t babahkhkan an dadapapat t memenynyebebababkakan n seseptptikikememia ia yayangng  berujung pada kematian.

 berujung pada kematian. Be

Berdrdasasarkarkan an hahal-hl-hal al tetersrsebebut ut didiatatas as pepenunulilis s memenynyadadari ari pepentntiningngnyaya  pemahaman dokter

 pemahaman dokter agar agar tidak tidak hanya terfokus hanya terfokus pada manajemen pada manajemen penyakit Diabetespenyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 saja namun juga memperhatikan kelainan komorbid dan penyulit Mellitus Tipe 2 saja namun juga memperhatikan kelainan komorbid dan penyulit yang sering menyertai Diabetes Mellitus Tipe 2.

yang sering menyertai Diabetes Mellitus Tipe 2.

1.2 Tujuan 1.2 Tujuan 1.

1.2.2.1 1 MeMengngetetahahui ui prprososededur ur ananamamnenesisis, s, pepememerikriksasaan an fifisisik, k, pepememeririksksaanaan  penunjang

 penunjang dan dan penegakkan penegakkan diagnosis diagnosis pasien pasien Diabetes Diabetes Melitus Melitus Tipe Tipe 22 dengan Abses Pedis.

dengan Abses Pedis. 1.2.

1.2.2 2 MengeMengetahui ketetahui ketepatan penatpatan penatalaksalaksanaan pasieanaan pasien Diabetes Melin Diabetes Melitus Tipe 2tus Tipe 2 dengan Abses Pedis.

(4)

BAB II BAB II LAPORAN KASUS LAPORAN KASUS 3.1 Anamnesis 3.1 Anamnesis 3.1.1 Identitas 3.1.1 Identitas  Nama  Nama :: Tn. STn. S U Ummuur r :: 557 7 ttaahhuunn JJeenniis s KKeellaammiinn :: LLaakkii--llaakkii A

Allaammaatt :: JJll. . BBaanngguun n RReejjo o RRtt. . 001 1 TTeelluuk k ddaallaamm PPeekkeerrjjaaaann :: PPeettaannii

SSuukkuu :: JJaawwaa A

Aggaammaa :: IIssllaamm PPenenddiiddiikkaan n TTeerrakakhhiirr : : SSDD SSttaattuus s KKaawwiinn :: KKaawwiinn Ma

Masusuk k RuRumamah h SaSakikitt :: 229 9 FFebebruruarari i pupukukul l 0303.4.44 4 WIWITATA 3.1.2 Keluhan Utama

3.1.2 Keluhan Utama

Luka pada kaki sebelah kanan Luka pada kaki sebelah kanan 3.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang 3.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Luka pada kaki kanan dirasakan pasien sejak 3 hari sebelum masuk rumah Luka pada kaki kanan dirasakan pasien sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Luka ini dikarenakan 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien menusuk  sakit. Luka ini dikarenakan 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien menusuk   benjolan berwarna

 benjolan berwarna putih pada putih pada punggung kaki kanan punggung kaki kanan yang muncul yang muncul sejak 1 sejak 1 mingguminggu sebelum masuk rumah sakit yang tidak diketahui dengan jelas penyebabnya, sebelum masuk rumah sakit yang tidak diketahui dengan jelas penyebabnya, seh

sehingingga ga menmenyebyebabkabkan an benbengkagkak k samsampai pai perpergelgelangangan an kakkaki i paspasien. ien. LukLuka a yanyangg terasa nyeri dan bengkak pada kaki dirasakan semakin memberat sehingga pasien terasa nyeri dan bengkak pada kaki dirasakan semakin memberat sehingga pasien su

(5)

memb

membengakengak. . Saat masuk IGD Saat masuk IGD pasiepasien n tidak memiliki keluhan lain selain tidak memiliki keluhan lain selain bengbengkak kak  dan nyeri pada kaki kanannya.

dan nyeri pada kaki kanannya. Pa

Pasisien en pepernrnah ah didirawrawat at di di RS RS 6 6 bubulan lan yayang ng lalalulu, , dadan n sasaat at didilalakukukakann  pemeriksaan

 pemeriksaan gula gula darah, darah, 510 510 mg/dL. mg/dL. Saat Saat itu itu pasien pasien baru baru mengetahui mengetahui jikajika menderita penyakit kencing manis, dan setelah keluar dari rumah sakit pasien menderita penyakit kencing manis, dan setelah keluar dari rumah sakit pasien tidak pernah kontrol dan minum obat lagi. Satu tahun sebelum pasien didiagnosa tidak pernah kontrol dan minum obat lagi. Satu tahun sebelum pasien didiagnosa DM, frekuensi buang air kecil pada malam hari bertambah (5-7 kali dalam DM, frekuensi buang air kecil pada malam hari bertambah (5-7 kali dalam semalam), rasa cepat haus dan lapar serta penurunan berat badan yang drastis. semalam), rasa cepat haus dan lapar serta penurunan berat badan yang drastis. Pasien tidak mengalami gangguan BAB.

Pasien tidak mengalami gangguan BAB. 3.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu

3.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu •

• Riwayat DM sejak 6 bulan yang lalu.Riwayat DM sejak 6 bulan yang lalu. •

• Tidak ada riwayat hipertensi dan penyakit jantung.Tidak ada riwayat hipertensi dan penyakit jantung. 3.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga

3.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien tidak mengetahui apakah orang tua pasien menderita DM atau tidak. Pasien tidak mengetahui apakah orang tua pasien menderita DM atau tidak. 3.2.6 Riwayat Kebiasaan

3.2.6 Riwayat Kebiasaan

Pasien memiliki riwayat merokok. Pasien jarang berolahraga. Pasien memiliki riwayat merokok. Pasien jarang berolahraga.

3.2 Pemeriksaan Fisik (Tanggal 24

3.2 Pemeriksaan Fisik (Tanggal 24 Maret 2012)Maret 2012)

3.2.1 Keadaan Umum 3.2.1 Keadaan Umum K

Keessaaddaarraann :: CCoommppoos s MMeennttiiss K

Keeaaddaaaan n SSaakkiitt :: SSeeddaanngg B

Beerraat t BBaaddaann : : 552 2 kkgg Tinggi

Tinggi Badan Badan : : 158 158 cmcm IIMMTT :: 2200,,8833

(6)

3.2.2 Tanda-tanda Vital 3.2.2 Tanda-tanda Vital T

Teekkaannaan n DDaarraahh :: BBaarriinng g 111100//8800 Duduk 110/80 Duduk 110/80 Berdiri 100/70 Berdiri 100/70

 Nadi

 Nadi :: 82 x / menit82 x / menit PPeerrnnaaffaassaann :: 220 0 x x / / mmeenniitt SSuuhhu u ttuubbuuhh :: 3377,,11°°CC 3.2.3 Kepala dan Leher 

3.2.3 Kepala dan Leher  Umum

Umum E

Ekksspprreessii :: SSaakkiit t sseeddaanngg KKuulliit t mmuukkaa :: NNoorrmmaall  Mata

 Mata A

Alliiss : : NNoorrmmaall PPaallppeebbrraa :: EEddeemma a ((--//--)) Ko

Konjnjunungtgtiviva a :: AnAnememis is (-(-/-/-))

SScclleerraa :: IIkktteerriik k ((--//--)) PPuuppiil l :: IIssookkoor r  (3mm/3mm) (3mm/3mm) Telinga Telinga B

Beennttuukk :: NNoorrmmaall L

Luubbaanng g tteelliinnggaa :: NNoorrmmaall Sekret (-) Sekret (-)

Pr

Prococ. M. Masastotoidideueuss :: NyNyereri (-i (-/-/-)) Pe

Penndedengngararan an :: NNoormrmalal

 Hidung   Hidung 

PPeennyyuummbbaattaann : : ((--//--)) PPeerrddaarraahhaann :: ((--//--))

Daya

Daya pencipenciumanuman : : NormNormalal  Nafas cuping

 Nafas cuping :: (-)(-)  Mulut 

 Mulut  B

Biibbiirr :: PPuuccaat t ((--)), , SSiiaannoossiis s ((--)) G

Guussii :: BBeerrddaarraah h ((--)) M

Muukkoossaa :: PPiiggmmeennttaassi i ((--)), , HHiippeerreemmiis s ((--)), , PPuuccaat t ((--)) FFaarriinngg :: HHiippeerreemmiis s ((--))

 Leher   Leher 

U

Ummuumm :: SSiimmeettrriiss Ke

Kelelenjnjar ar lilimfmfe e :: PePembmbesesaraaran n (-(-)) T

(7)

Tiroid : Pembesaran (-) 3.2.4 Thoraks

Bentuk : Simetris

Axilla : Pembesaran KGB (-) Sternum : Nyeri Tekan (-)

 Paru

Inspeksi : Bentuk dada normal Simetris

Pergerakan simetris Retraksi (-/-)

Palpasi : Pergerakan simetris ICS melebar (-/-)

Fremitus raba seimbang (D=S)  Nyeri (-/-)

Perkusi : Sonor ⊕|⊕

 Nyeri ketok (-/-)

Auskultasi : Suara nafas vesikuler   Wheezing (-/-)

 Ronkhi (-/-)  Jantung 

Inspeksi : Ictus cordis (-) tampak   Pulsasi jantung (-) terlihat

Palpasi : Ictus cordis (+) teraba: garis midklavikula kiri pada ICS V Thrill (-)

Perkusi : Batas jantung kanan: garis sternal kanan pada ICS III-V Batas jantung kiri: garis midklavikula kiri pada ICS V Auskultasi : S1– S2tunggal regular 

(8)

3.2.5 Abdomen

Inspeksi : Bentuk  →Datar 

Kulit→ Lembab

Palpasi : Turgor kulit normal Tonus normal

 Nyeri tekan (-)

Hepar (-) teraba, ginjal (-) teraba, lien (-) teraba Pembesaran KGB inguinal (-/-)

Perkusi : Timpani di keempat kuadran  Nyeri ketok hepar (-)

 Nyeri ketok CVA (-/-)

Shifting dullness (-)

Auskultasi : Peristaltik usus →bising usus ⊕normal

3.2.6 Ekstremitas

Superior  : Edema (-/-)

Tremor (-/-)

Akral hangat (+/+) Cyanosis ujung jari (-/-)

Pulsasi arteri brakhialis (+2/+2) Pulsasi arteri radialis (+2/+2)

 Inferior  : Akral hangat (+/+) Anhidrosis (-)

Cyanosis ujung jari (-/-)

Pulsasi arteri poplitea: (+2/+2)

Pulsasi arteri dorsalis pedis: (sde/+2) Pulsasi arteri tibialis posterior: (sde/+2) Deformitas (-/-)

Sensasi Tajam: (↓/↓)

(9)

 ABI  : susah di evaluasi 3.2.7 Pemeriksaan Neurologis

 Refleks Fisiologis: Biceps (+2/+2) Trisep (+2/+2) Brachioradialis (+2/+2) Patella (+2/+2) Achilles (sde/+2) Superfisial Abdomen (+) 3.3 Pemeriksaan Penunjang 29 Februari 2012 Darah HDT -GDS: 492 mg/dL -Ureum: 37,1 -Kreatinin: 1,3 -WBC: 16.900 -RBC: 4.460.000 -PLT: 223.000 -HGB: 12,8 g/Dl -HCT: 35,9 % -MCV: 80,4 fl -MCH: 28,7 pg -MCHC: 35,7 g/dL Elektrolit Na: K: Cl: -3.4 Diagnosis

Abses pedis dekstra et causa infeksi ulkus neuropatik post debridement hari ke-XX dengan Diabetes Mellitus tipe 2 uncontrolled.

3.5 Penatalaksanaan 1. RL 20 tpm

(10)

4. RI 3x8 IU

5. Ranitidin 2x1 ampul IV 6. Neurovit E 1x1 tablet P.O

7. PCT 3x500 mg P.O jika demam 8. Ondancentron 3x1 amp (k/p) 9. Rawat luka dengan NaCl

3.6 Prognosis

Vitam: Dubia et bonam

Functionam: Dubia et bonam

3.7Follow-Up

Tgl 01 maret 2012 02 maret 2012 03 maret 2012 05 maret 2012 S -Bengkak dan

nyeri pada kaki kanan hingga 1/3 cruris -Demam (+),Mual (-) Muntah(-), BAB (-) - Bengkak dan nyeri pada kaki kanan hingga 1/3 cruris -Demam (-),Mual (-) Muntah(-), BAB (-) - Bengkak dan nyeri pada kaki kanan hingga 1/3 cruris

-Demam (-), lemas (+)

- Bengkak dan nyeri pada kaki kanan hingga 1/3 cruris -Demam (-), O -Kesadaran: Composmentis -TD: 100/70 -Frekuensi Nadi: 100x/menit -Frekuensi Nafas: 22/menit -Suhu (aksila): 38,1 °C -Konjungtiva anemis (-) -Sklera ikterik (-) -Rhonki (-/-) -Bising usus (+) -Kesadaran: Composmentis -TD: 100/80 -Frekuensi Nadi: 86/menit -Frekuensi Nafas: 20/menit -Suhu (aksila): 36,8 °C -Konjungtiva anemis (-) -Sklera ikterik (-) -Rhonki (-/-) -Kesadaran: Composmentis -TD: 110/70 -Frekuensi Nadi: 82/menit -Frekuensi Nafas: 20/menit -Suhu (aksila): 36,7 °C -Konjungtiva anemis (-) -Sklera ikterik (-) -Rhonki (-/-) -Kesadaran: Composmentis -TD: 100/60 -Frekuensi Nadi: 89x/menit -Frekuensi Nafas: 20/menit -Suhu (aksila): 36 °C -Konjungtiva anemis (-) -Sklera ikterik (-) -Rhonki (-/-) - Pus (+)

(11)

 Normal A -DM tipe II +Abses Pedis -DM tipe II +Abses Pedis -DM tipe II +Abses Pedis -DM tipe II +Abses Pedis P • RL 20 tpm • Cefotaxim Inj. IV 3x1 g • metronidazole 3x500 mg • Ranitidin Inj. 2x1 Amp. • RI 3x8 IU •  Neurovit E 1x1 tab • PCT 3x500 mg • Consult Bedah • Cek KDL, GDP, G2PP, elektrolit • Kultur pus • Ro. Pedis AP/Lat • RL 20 tpm • Cefotaxim Inj. IV 3x1 g • Metronidazole 3x500 mg • Ranitidin Inj. 2x1 Amp. • RI 3x8 IU •  Neurovit E 1x1 tab • PCT 3x500 mg • Rawat luka dengan NaCl • RL 20 tpm • Cefotaxim Inj. IV 3x1 g • Metronidazole 3x500 mg • Ranitidin Inj. 2x1 Amp. • RI 3x8 IU •  Neurovit E 1x1 tab • PCT 3x500 mg • Rawat luka dengan NaCl • RL 20 tpm • Cefotaxim Inj. IV 3x1 g • Metronidazole 3x500 mg • Ranitidin Inj. 2x1 Amp. • RI 3x8 IU •  Neurovit E 1x1 tab • PCT 3x500 mg • Rawat luka dengan NaCl

Tgl 06 maret 2012 07 maret 2012 08 maret 2012 09 maret 2012

S -Bengkak dan

nyeri pada kaki kanan

-Demam (+),Mual (-) Muntah(-)

- Bengkak dan nyeri pada kaki kanan

- Bengkak dan nyeri pada kaki kanan

- Bengkak dan nyeri pada kaki kanan - kadang mual O -Kesadaran: Composmentis -TD: 110/70 -Frekuensi Nadi: -Kesadaran: Composmentis -TD: 130/80 -Frekuensi Nadi: -Kesadaran: Composmentis -TD: 130/80 -Frekuensi Nadi: -Kesadaran: Composmentis -TD: 130/80 -Frekuensi Nadi:

(12)

20/menit -Suhu (aksila): 37,1 °C -Konjungtiva anemis (-) -Sklera ikterik (-) -Rhonki (-/-) -Pus (+) 20/menit -Suhu (aksila): 36,8 °C -Konjungtiva anemis (-) -Sklera ikterik (-) -Rhonki (-/-) -Pus (+) 20/menit -Suhu (aksila): 36,7 °C -Konjungtiva anemis (-) -Sklera ikterik (-) -Rhonki (-/-) -Pus (+) 20/menit -Suhu (aksila): 36 °C -Konjungtiva anemis (-) -Sklera ikterik (-) -Rhonki (-/-) - Pus (+) A -DM tipe II +Abses Pedis -DM tipe II +Abses Pedis  post debridement hari I -DM tipe II +Abses Pedis  post debridement hari II -DM tipe II

+Abses Pedis post debridement hari III P • RL 20 tpm • Cefotaxim Inj. IV 3x1 g • metronidazole 3x500 mg • Ranitidin Inj. 2x1 Amp. • RI 3x8 IU •  Neurovit E 1x1 tab • PCT 3x500 mg • Consult Bedah • Cek KDL, GDP, G2PP, elektrolit • RL 20 tpm • Ceftriaxone Inj. IV 2x1 g • Metronidazole 3x500 mg • Ranitidin Inj. 2x1 Amp. • RI 3x10 IU •  Neurovit E 1x1 tab • PCT 3x500 mg • Antrain 3x1 amp • Rawat luka dengan NaCl • RL 20 tpm • Ceftriaxone Inj. IV 2x1 g • Metronidazole 3x500 mg • Ranitidin Inj. 2x1 Amp. • RI 3x8 IU •  Neurovit E 1x1 tab • PCT 3x500 mg • Antrain 3x1 amp • Rawat luka dengan NaCl • RL 20 tpm • Ceftriaxone Inj. IV 2x1 g • Metronidazole 3x500 mg • Ranitidin Inj. 2x1 Amp. • RI 3x8 IU •  Neurovit E 1x1 tab • PCT 3x500 mg • Antrain 3x1 amp • Rawat luka dengan NaCl

Tgl 10 maret 2012 12 maret 2012 13 maret 2012 14 maret 2012

S -Bengkak dan

nyeri pada kaki kanan

- Bengkak dan nyeri pada kaki kanan

- Bengkak dan nyeri pada kaki kanan mulai ↓

- Bengkak dan nyeri pada kaki kanan,BAB (+), BAK (+), demam (-)

(13)

O -Kesadaran: Composmentis -TD: 130/70 -Frekuensi Nadi: 80x/menit -Frekuensi Nafas: 22/menit -Suhu (aksila): 37,1 °C -Konjungtiva anemis (-) -Sklera ikterik (-) -Rhonki (-/-) -pus (+), darah (+) -Kesadaran: Composmentis -TD: 130/80 -Frekuensi Nadi: 86/menit -Frekuensi Nafas: 20/menit -Suhu (aksila): 36,8 °C -Konjungtiva anemis (-) -Sklera ikterik (-) -Rhonki (-/-) - pus (+), darah (+) -Kesadaran: Composmentis -TD: 120/70 -Frekuensi Nadi: 82/menit -Frekuensi Nafas: 20/menit -Suhu (aksila): 36,7 °C -Konjungtiva anemis (-) -Sklera ikterik (-) -Rhonki (-/-) -pus (+) -Kesadaran: Composmentis -TD: 120/80 -Frekuensi Nadi: 83x/menit -Frekuensi Nafas: 20/menit -Suhu (aksila): 36 °C -Konjungtiva anemis (-) -Sklera ikterik (-) -Rhonki (-/-) - Pus (+) A -DM tipe II +Abses Pedis  post debridement hari IV -DM tipe II +Abses Pedis  post debridement hari VI -DM tipe II +Abses Pedis  post debridement hari VII -DM tipe II +Abses Pedis  post debridement hari VIII P • RL 20 tpm • Ceftriaxone Inj. IV 2x1 g • Metronidazole 3x500 mg • Ranitidin Inj. 2x1 Amp. • RI 3x8 IU •  Neurovit E 1x1 tab • PCT 3x500 mg • Antrain 3x1 amp • Rawat luka dengan NaCl • RL 20 tpm • Ceftriaxone Inj. IV 2x1 g • Metronidazole 3x500 mg • Ranitidin Inj. 2x1 Amp. • RI 3x8 IU •  Neurovit E 1x1 tab • PCT 3x500 mg • Antrain 3x1 amp • Rawat luka dengan NaCl • RL 20 tpm • Ceftriaxone Inj. IV 2x1 g • Metronidazole 3x500 mg • Ranitidin Inj. 2x1 Amp. • RI 3x8 IU •  Neurovit E 1x1 tab • PCT 3x500 mg • Antrain 3x1 amp • Rawat luka dengan NaCl • RL 20 tpm • Ceftriaxone Inj. IV 2x1 g • Metronidazole 3x500 mg • Ranitidin Inj. 2x1 Amp. • RI 3x8 IU •  Neurovit E 1x1 tab • PCT 3x500 mg • Antrain 3x1 amp • Rawat luka dengan NaCl

(14)

Tgl 15 maret 2012 16 maret 2012 17 maret 2012 19 maret 2012 S nyeri pada kaki

kanan, BAK (+), BAB (+)

nyeri pada kaki kanan

nyeri pada kaki kanan

nyeri pada kaki kanan O -Kesadaran: Composmentis -TD: 130/70 -Frekuensi Nadi: 80x/menit -Frekuensi Nafas: 22/menit -Suhu (aksila): 37,1 °C -Konjungtiva anemis (-) -Sklera ikterik (-) -Rhonki (-/-) -Kesadaran: Composmentis -TD: 130/80 -Frekuensi Nadi: 86/menit -Frekuensi Nafas: 20/menit -Suhu (aksila): 36,8 °C -Konjungtiva anemis (-) -Sklera ikterik (-) -Rhonki (-/-) -Kesadaran: Composmentis -TD: 130/70 -Frekuensi Nadi: 82/menit -Frekuensi Nafas: 20/menit -Suhu (aksila): 36,7 °C -Konjungtiva anemis (-) -Sklera ikterik (-) -Rhonki (-/-) -Kesadaran: Composmentis -TD: 120/80 -Frekuensi Nadi: 83x/menit -Frekuensi Nafas: 20/menit -Suhu (aksila): 36 °C -Konjungtiva anemis (-) -Sklera ikterik (-) -Rhonki (-/-) A -DM tipe II +Abses Pedis  post debridement hari IX -DM tipe II +Abses Pedis  post debridement hari X -DM tipe II +Abses Pedis  post debridement hari XI -DM tipe II +Abses Pedis  post debridement hari XIII P • RL 20 tpm • Fosfomisin Inj. IV 2x1 g • Metronidazole 3x500 mg • Ranitidin Inj. 2x1 Amp. • RI 3x8 IU •  Neurovit E 1x1 tab • PCT 3x500 mg • Antrain 3x1 amp • Rawat luka • RL 20 tpm • Fosfomisin Inj. IV 2x1 g • Metronidazole 3x500 mg • Ranitidin Inj. 2x1 Amp. • RI 3x8 IU •  Neurovit E 1x1 tab • PCT 3x500 mg • Antrain 3x1 amp • Rawat luka • RL 20 tpm • Fosfomisin Inj. IV 2x1 g • Metronidazole 3x500 mg • Ranitidin Inj. 2x1 Amp. • RI 3x8 IU •  Neurovit E 1x1 tab • PCT 3x500 mg • Antrain 3x1 amp • Rawat luka • RL 20 tpm • Fosfomisin Inj. IV 2x1 g • Metronidazole 3x500 mg • Ranitidin Inj. 2x1 Amp. • RI 3x8 IU •  Neurovit E 1x1 tab • PCT 3x500 mg • Antrain 3x1 amp • Rawat luka

(15)

dengan NaCl dengan NaCl dengan NaCl dengan NaCl

Tgl 20 maret 2012 21 maret 2012 22 maret 2012 24 maret 2012 S nyeri pada kaki

kanan

nyeri pada kaki kanan

nyeri pada kaki kanan , mual muntah (+)

nyeri pada kaki kanan, mual muntah (+) O -Kesadaran: Composmentis -TD: 130/80 -Frekuensi Nadi: 80x/menit -Frekuensi Nafas: 22/menit -Suhu (aksila): 37,1 °C -Konjungtiva anemis (-) -Sklera ikterik (-) -Rhonki (-/-) -Kesadaran: Composmentis -TD: 130/80 -Frekuensi Nadi: 86/menit -Frekuensi Nafas: 20/menit -Suhu (aksila): 36,8 °C -Konjungtiva anemis (-) -Sklera ikterik (-) -Rhonki (-/-) -Kesadaran: Composmentis -TD: 130/70 -Frekuensi Nadi: 82/menit -Frekuensi Nafas: 20/menit -Suhu (aksila): 36,7 °C -Konjungtiva anemis (-) -Sklera ikterik (-) -Rhonki (-/-) -Kesadaran: Composmentis -TD: 120/80 -Frekuensi Nadi: 83x/menit -Frekuensi Nafas: 20/menit -Suhu (aksila): 36 °C -Konjungtiva anemis (-) -Sklera ikterik (-) -Rhonki (-/-) A -DM tipe II +Abses Pedis  post debridement hari XIV -DM tipe II +Abses Pedis  post debridement hari XV -DM tipe II +Abses Pedis  post debridement hari XVI -DM tipe II +Abses Pedis  post debridement hari XVIII

(16)

P • RL 20 tpm • Fosfomisin Inj. IV 2x1 g • Metronidazole 3x500 mg • Ranitidin Inj. 2x1 Amp. • RI 3x10 IU •  Neurovit E 1x1 tab • PCT 3x500 mg • Ondancentron 2x1 amp (k/p) • Rawat luka dengan NaCl • RL 20 tpm • Fosfomisin Inj. IV 2x1 g • Metronidazole 3x500 mg • Ranitidin Inj. 2x1 Amp. • RI 3x10 IU •  Neurovit E 1x1 tab • PCT 3x500 mg • Ondancentron 2x1 amp (k/p) • Rawat luka dengan NaCl • RL 20 tpm • Fosfomisin Inj. IV 2x1 g • Metronidazole 3x500 mg • Ranitidin Inj. 2x1 Amp. • RI 3x10 IU •  Neurovit E 1x1 tab • PCT 3x500 mg • Ondancentron 2x1 amp (k/p) • Rawat luka dengan NaCl • RL 20 tpm • Fosfomisin Inj. IV 2x1 g • Metronidazole 3x500 mg • Ranitidin Inj. 2x1 Amp. • RI 3x10 IU •  Neurovit E 1x1 tab • PCT 3x500 mg • Ondancentron 3x1 amp (k/p) • Rawat luka dengan NaCl Follow up 26 Maret 2012

S : nyeri pada kaki kanan, mual

muntah (+) A : DM tipe II +Abses Pedis postdebridement hari XX O :

- Kesadaran: Composmentis -TD: 120/70

-Frekuensi Nadi: 80x/menit -Frekuensi Nafas: 20/menit -Suhu (aksila): 36 °C -Konjungtiva anemis (-) -Sklera ikterik (-) -Rhonki (-/-) P: • RL 20 tpm • Fosfomisin Inj. IV 2x1 g • Metronidazole 3x500 mg • Ranitidin Inj. 2x1 Amp. • RI 3x10 IU

•  Neurovit E 1x1 tab • PCT 3x500 mg

• Ondancentron 3x1 amp (k/p) • Rawat luka dengan NaCl

Hasil Laboratorium Tgl 29/02 01/03 05/03 08/03 12/03 15/03 19/03 24/03 GDS 429 - - - -GDP - 219 251 167 112 116 82 63 GD2PP - 261 275 193 120 213 112 90 HbA1c - 13,0 - - - -Ur 37,1 43,2 35,9 - - - - -Cr 1,3 0,8 0,9 - - - -

(17)

-Eri 4.460.000 - - - -Leu 16.900 - - - -Tr 223.000 - - - -Hb 12,8 - - - -Hct 35,9 - - - -Prot Total - 5,4 - - - -Albumin - 2,8 - - - -Globulin - 2,6 - - -

-Pemeriksaan Antimikroba dan Uji kepekaan antibiotika

1 Maret 2012

Jenis mikroba: Klebsiella Pneumonia Pewarnaan gram: coccus gram negatif 

Resisten: Amikasin, Amoxicilin, Ampicilin, cloramfenikol, Cloxacilin,

sulphamethoxazole, teimetoprim, Ceftazidime, cephalexim, cefadroxil, , cefotaxime, cefoperazone, Gentamicin, Ceforoxime, Clindamicin, Doxycyclin,  Norfloxacin, Ofloxacin, Tetracycline, Ticarcillin, Vancomycin, Ceftizoxime,

eritromycin, fosfomisin, ceftizoxime, cepirome.

Sensitif : ciprofloxacin, cefepime, levofloxacin, ceftriaxone, Meropenem,

Sulbactam Cefoperazone.

6 Maret 2012

Jenis mikroba: Klebsiella Pneumonia Pewarnaan gram: coccus gram negative

Resisten: Amoxicilin, Ampicilin, Cloxacilin, sulphamethoxazole, teimetoprim,

Ceftazidime, ciprofloxasin, cephalexim, cefadroxil, , cefoperazone, Gentamicin, Ceforoxime, Clindamicin, Doxycyclin, levofloxacin, Norflixacin, Ofloxacin, Meropenem, Tetracycline, Ticarcillin, Vancomycin, eritromycin,

Sensitif : cloramfenikol, ceftriaxone, cefotaxime, cepirome, ceftizoxime,

(18)

12 Maret 2012

Jenis mikroba: Klebsiella Pneumonia Pewarnaan gram: coccus gram negative

Resisten: Amoxicilin, Ampicilin, Cloxacilin, Chloramphenicol,

sulphamethoxazole, trimetoprim, ciprofloxasin, cephalexim, cefadroxil, Gentamicin, Ceftriaxone, Cefotaxime, Ceforoxime, cepirome, Clindamicin, Doxycyclin, levofloxacin, Norflixacin, Ofloxacin, Tetracycline, Ticarcillin, Vancomycin, Ceftizoxime

Sensitif : Amikasin, Eritromisin, Cefepime, Fosfomisin,Meropenem, Sulbactam

Cefoperazone.

19 Maret 2012

Jenis mikroba: Citrobacter freundii Pewarnaan gram: coccus gram negative

Resisten: Amoxicilin, Ampicilin, Cloxacilin, Chloramphenicol,

sulphamethoxazole, trimetoprim, , ciprofloxasin, cephalexim, cefadroxil, Gentamicin, Ceftriaxone, Cefotaxime, Ceforoxime, cepirome, Clindamicin, Doxycyclin, levofloxacin, Norflixacin, Ofloxacin, Tetracycline, Ticarcillin, Vancomycin, Ceftizoxime , ceftazidime, Cefoperazon, Eritromisin, levofloxacin

(19)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus Tipe 2 2.1.1 Definisi

Diabetes Mellitus (DM) didefinisikan sebagai kelompok penyakit metabolik  dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.2 Diabetes Mellitus Tipe 1 ditandai dengan defisiensi insulin absolut sedangkan Diabetes Mellitus Tipe 2 ditandai dengan kombinasi antara defisiensi insulin relatif dan resistensi insulin.2

2.1.2 Etiologi dan Patogenesis

Etiologi Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup  besar dalam menyebabkan terjadinya Diabetes Mellitus Tipe 2, antara lain obesitas,

diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurangnya aktifitas jasmani.2

Pada DM Tipe 2, terutama pada tahap awal penyakit, umumnya dapat dideteksi  jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga

tinggi. Sel-sel target insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai resistensi insulin. Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas, kekurangan aktivitas jasmani ( sedentary), dan penuaan.

Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel β Langerhans secara autoimun sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin  pada penderita DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam  penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi pemberian insulin.

(20)

Sel-sel β kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya.

Pada awal perkembangan DM Tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel β pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Penelitian menunjukkan  bahwa pada penderita DM Tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu

resistensi insulin dan defisiensi insulin.2

2.1.3 Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.2

Diagnosis DM dapat ditentukan melalui tiga cara (Tabel 2.1). Pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik, pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan hasil ≥ 6.5% termasuk ke dalam salah satu kriteria diagnosis DM.2,6

2.1.4 Penatalaksanaan2

2.1.4.1 Evaluasi Medis

Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama meliputi: 1. Riwayat Penyakit

(21)

a. gejala yang timbul, hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu termasuk A1C, hasil pemeriksaan khusus yang telah ada terkait DM

 b. pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan c. riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda

d. pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk  terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan e. pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,

 perencanaan makan dan program latihan jasmani

f. riwayat komplikasi akut (KAD, hiperosmolar hiperglikemia, hipoglikemia) g. riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis

h. gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata, saluran pencernaan)

i. pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah

2. Pemeriksaan Fisik 

a. pengukuran tinggi dan berat badan

 b. pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi  berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik 

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis DM2

Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11.1 mmol/L)

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat   pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.atau

Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg.dL (7.0 mmol/L)

 Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. Atau

Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥220 mg/dL (11.1 mmol/L)

TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban  glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang 

(22)

c. pemeriksaan funduskopi

d. pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid e. pemeriksaan jantung

f. evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop g. pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari

h. pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan pemeriksaan neurologis

i. tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain 3. Evaluasi Laboratoris/penunjang lain

a. glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial  b. A1C

c. profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida) d. kreatinin serum

e. albuminuria

f. keton, sedimen dan protein dalam urin g. elektrokardiogramr 

h. foto sinar-x dada 4. Tindakan Rujukan

a. ke bagian mata bila diperlukan pemeriksaan mata lebih lanjut  b. konsultasi keluarga berencana untuk wanita usia produktif 

c. konsultasi terapi gizi medis sesuai indikasi d. konsultasi dengan edukator diabetes

e. konsultasi dengan spesialis kaki (podiatrist), spesialis perilaku (psikolog) atau spesialis lain sesuai indikasi

2.1.4.2 Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam

(23)

menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai  bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari  pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat

awal dan materi edukasi tingkat lanjutan. 1. Materi edukasi pada tingkat awal adalah:

a. Perjalanan penyakit DM

 b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM c. Penyulit DM dan risikonya

d. Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan

e. Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fsik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain

f. Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)

g. Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia

h. Pentingnya latihan jasmani yang teratur 

i. Masalah khusus yang dihadapi (contoh: hiperglikemia pada kehamilan)  j. Pentingnya perawatan kaki

k. Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan. 2. Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah :

a. Mengenal dan mencegah penyulit akut DM  b. Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM

c. Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain d. Makan di luar rumah

e. Rencana untuk kegiatan khusus

f. Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM g. Pemeliharaan/Perawatan kaki

(24)

2.1.4.3 Terapi Gizi Medis

1. Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).

2. Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.

3. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes  perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

2.1.4.4 Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan olahraga secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,  berkebun harus tetap dilakukan.

Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous,  Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training ). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit per hari didahului dengan  pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan  juga meningkatkan penggunaan glukosa.

(25)

2.1.4.5 Intervensi Farmakologi

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Intervensi farmakologis terutama terdiri dari golongan obat hipoglikemik oral dan insulin. Berdasarkan cara kerjanya, obat hipoglikemik oral dibagi menjadi 4 golongan: pemicu sekresi insulin (sulfonilurea, glinid), penambah sensitivitas terhadap insulin (metformin, tiazolidindion), penghambat glukoneogenesis (metformin), dan penghambat absorpsi glukosa (inhibitor alfa glukosidase).

Tabel 2.2 Penggolongan Obat Hipoglikemik Oral14

Golongan Contoh senyawa Mekanisme kerja Sulfonylurea Gliburida / Glinbenklamid

Glipizida Glikazida Glimepirida glikuidon Merangsang sekresi insulin di kelenjar 

 pancreas, sehingga hanya efektif pada penderita diabetes yang sel-sel ß  pankreasnya masih  berfungsi dengan baik  Meglitinida Repaglinide Merangsang sekresi

insulin di kelenjar   pancreas

Turunan

fenilalanin  Nateglinide Meningkatkan kecepatansintesis insulin oleh  pancreas

Biguanida Metformin Bekerja langsung pada hepar. Menurunkan  produksi glukosa hati.

Tidak merangsang sekresi insulin oleh kelenjar   pancreas

Tiazolidindion Rosiglitazone Troglitazon Pioglitazon

Meningkatkan kpekaan tubuh terhadap insulin. Berikatan dengan PPARγ (perixisome proliferator  activated receptor-gamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk 

menurunkan resistensi insulin.

(26)

Inhibitor

α-glukosidase AcarboseMiglitol Menghambat kerja enzim-enzim pencernaanyang mencerna karbohidrat, sehinggamemperlambat absorpsi glukosa

kedalamdarah

Obat golongan sulfolinurea mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan  berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan  berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta  penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.14

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan  penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.14

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Per-oxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan  pemantauan faal hati secara berkala.14

Metformin merupakan lini utama terapi DMT2. Metformin mempunyai efek  mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga meningkatkan sensitivitas insulin. Terutama dipakai pada pasien diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat

(27)

memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan  pada saat atau sesudah makan.

Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose) bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar  glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.14

Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral. Insulin diperlukan pada keadaan: penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia berat yang disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat gagal dengan kombinasi oho dosis hampir maksimal, stres berat (infeksi sistemik, operasi  besar, IMA, stroke), kehamilan dengan diabetes melitus gestasional yang tidak 

terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat, atau kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.2

2.2 Abses Pedis pada Diabetes Mellitus Tipe 2

Adanya infeksi pada pasien diabetes sangat berpengaruh terhadap  pengendalian glukosa darah. Infeksi dapat memperburuk kendali glukosa darah, dan kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan kemudahan atau memperburuk  infeksi. Kulit pada daerah ekstremitas bawah merupakan tempat yang sering mengalami infeksi. Kuman stafilokokus merupakan kuman penyebab utama. Ulkus kaki terinfeksi biasanya melibatkan banyak mikro organisme, yang sering terlibat adalah stafilokokus, streptokokus, batang gram negatif dan kuman anaerob. Infeksi yang tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan abses, gangren dan komplikasi lain seperti osteomielitis.

Infeksi dapat berasal dari ulkus yang terkontaminasi mikroorganisme. Beberapa faktor yang terlibat dalam terjadinya ulkus pada keadaan diabetes: neuropati, abnormalitas biomekanik pada kaki, PAD, dan gangguan penyembuhan luka.

(28)

 Neuropati sensorik perifer menghambat mekanisme protektif normal sehingga memudahkan pasien mengalami cedera berulang yang kadang tidak disadari oleh  pasien. Gangguan propiosepsi menyebabkan titik tumpu yang abnormal ketika  berjalan sehingga memudahkan terjadinya kalus dan ulserasi. Neuropati autonom yang menyebabkan anhidrosis dan terganggunya aliran darah superfisial pada kaki  juga memiliki peran dalam terjadinya ulkus. PAD dan gangguan penyembuhan luka

menyebabkan trauma minor pada kulit menjadi terbuka dan mudah terinfeksi.

Penatalaksanaan infeksi terdiri dari antibiotik oral (sefalosporin, klindamisin, amoksisilin/klavulanat, dan fluoroquinolon), debridemen jaringan nekrotik,  perawatan luka (diantaranya menghindari titik tumpu badan pada daerah ulkus), dan  pengawasan ketat terhadap terjadinya perburukan infeksi. Ulkus yang berat membutuhkan antibiotik IV, tirah baring dan perawatan luka intensif. Tindakan bedah dengan debridemen kadang harus segera dilakukan. Antibiotik intravena diberikan  broad-spectrum sehingga mencakup bakteri yang sering menginfeksi ulkus seperti stafilokokus, streptokokus, batang gram negatif dan kuman anaerob. Regimen antimikroba awal seperti ertapenem, piperacillin/tazobactam, cefotetan, ampisillin/sulbactam, linezolid, atau kombinasi clindamycin dan fluoroquinolone. Infeksi berat, atau infeksi tanpa perbaikan klinis dalam 48 jam terapi antibiotik, memerlukan ekspansi terapi antimikroba terhadap methicillin-resistant S. aureus (vankomisin) dan Pseudomonas aeruginosa.

2.3 Neuropati Diabetika

 Neuropati diabetika berdasarkan konferensi neuropati perifer pada Februari 1988 di San Antonio merupakan adanya gangguan klinis neuropati yang terjadi pada  pasien DM tanpa penyebab neuropati perifer yang lain, termasuk manifestasi somatik 

dan autonom dari sistem saraf perifer. Neuropati diabetika merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering ditemukan pada pasien DM. Risiko yang dihadapi  pasien DM adalah infeksi berulang, ulkus yang sukar sembuh, dan amputasi kaki.8 Manifestasi klinis neuropati diabetika bergantung dari jenis serabut saraf yang mengalami lesi. Mengingat jenis serabut saraf yang terkena lesi bisa besar atau kecil,

(29)

lokasi proksimal atau distal, fokal atau difus, motorik atau sensorik atau otonom, maka manifestasi klinis neuropati diabetik menjadi bervariasi.9

 Neuropati diabetika mulai terjadi setelah 10 tahun onset dari DM dan  prevalensinya sekitar 12-50%. Angka kejadian & derajat keparahan tergantung usia, lama menderita, kendali glikemik, dan fluktuasi kadar glukosa darah sejak diketahui DM. Suatu penelitian besar, neuropati simptomatis ditemukan pada 28,5% dari 6.500  pasien DM. Penelitian Rochester, neuropati simptomatis ditemukan pada 13% pasien, dan > 50% ditemukan neuropati dengan pemerikaan klinis. Penelitian lain melaporkan bahwa kelainan kecepatan hantar saraf didapati pada 15,2% pasien DM  baru, dan tanda klinis neuropati hanya dijumpai pada 2,3%. Manifestasi neuropati diabetika bervariasi dari tanpa keluhan dan hanya dapat dideteksi dengan  pemeriksaan elektrofisiologis sampai keluhan nyeri yang hebat. Keluhan dalam  bentuk neuropati lokal / sistemik, tergantung lokasi dan jenis saraf yang terkena lesi.

a. Patofisiologi

Faktor primer terjadinya neuropati diabetika adalah hiperglikemia persisten (faktor metabolik), dan faktor lain yaitu : kelainan vaskuler, dan peranan nerve  growth factor .8

1) Faktor metabolik 

Proses terjadinya neuropati berawal dari hiperglikemia persisten yang menyebabkan aktivitas jalur poliol meningkat, dimana terjadi aktivasi enzim aldose reduktase yang merubah glukosa menjadi sorbitol, lalu dimetabolisme oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. enzim aldose reduktase yang meningkat  berkompetisi dengan NO syntase sehingga produksi NO menurun dan terjadinya defisit vasodilator andotel. Akumulasi sorbitol dalam sel saraf dapat menyebabkan keadaan hipertonik intraseluler sehingga mengakibatkan edema saraf, dan sel saraf  dapat rusak. Selain itu, peningkatan sorbitol menghambat masuknya mioinositol ke dalam sel saraf, sehingga menimbulkan stres osmotik yang dapat merusak  mitokondria, dan akan menstimulasi PKC. Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi  Na-K-ATPase sehingga kadar Na intraseluler menjadi berlebihan, yang berakibat

(30)

terhambatnya mioinositol masuk ke sel saraf dan terjadilah gangguan transduksi sinyal pada saraf. Jalur poliol juga menyebabkan menurunnya persediaan NADPH saraf yang merupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif sehingga membatasi kemampuan saraf untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan  produksi NO. Penurunan produksi NO akan menyebabkan vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan terjadilah ND. Hiperglikemi persisten juga meningkatkan produksi AGE. AGE ini sangat toksik dan merusak semua protein tubuh termasuk sel saraf.8

Gambar 3.1 Patogenesa terjadinya neuropati diabetik.10 2) Kelainan vaskuler

Hiperglikemi persisten merangsang produksi radikal bebas (reactive oxygen species = ROS) yang dapat merusak endotel dan menetralisasi NO, menyebabkan trombosis arteriol intraneural, peningkatan agregasi trombosit dan demielinisasi sel saraf akibat iskemia akut.8

3) Peranan nerve growth factor (NGF)

 NGF berperan untuk mempercepat dan mempertahankan saraf, pada DM kadarnya menurun. NGF juga berperan dalam regulasi gen substance P dan calcitonin gen regulated peptide (CGRP), keduanya berefek terhadap vasodilatasi, motilitas intestinal, dan nosiseptif.8

b. Diagnosa

Klasifikasi ND dari yang paling sering terjadi adalah polineuropati distal simetris, neuropati autonom, dan neuropati fokal & multifokal. Yang dibahas di sini hanya 2, yaitu :

(31)

1) Polineuropati Distal Simetris

Gejala dan tanda mulai dari distal dan meluas ke arah proksimal secara simetris, yang terkena pada awalnya adalah fungsi sensorik secara progresif dan selanjutnya mengenai semua fungsi saraf. Gangguan neurologis biasanya mulai dari jari-jari kaki, dan terus meluas pada ekstremitas atas dan bawah. Yang lazim terkena adalah serabut saraf dengan diameter besar dan menimbulkan gejala seperti gangguan keseimbangan, penurunan sensasi posisi, dan pengurangan sensasi getaran. Tidak dijumpai nyeri subyektif, parestesi, dan rasa tebal. Bila yang terkena serabut kecil, maka muncul keluhan berupa sensasi nyeri dan suhu, seperti pasien merasa nyeri, kesemutan, dingin, tebal, dan mati rasa. Gejala ini sering muncul pada malam hari sehingga dapat menyebabkan insomnia.11

2) Neuropati Otonom

 Neuropati otonom dapat mengenai saraf simpatis dan parasimpatis. Manifestasi neuropati otonom bervariasi sesuai dengan serabut saraf yang terkena lesi. Neuropati otonom pada traktus gastrointestinal adalah gastroparesis  pada saluran GI atas, diare dan konstipasi pada GI bawah. Neuropati otonom  pada traktus genitourinarius adalah sistopati (karena paresis pada m. detrusor),

DED (Disfungsi Ereksi Diabetik), dan disfungsi seksual wanita.9

Diagnosa neuropati otonom ditegakkan dengan mengetahui adanya neuropati otonom pada kardiovaskular dengan pemeriksaan hipotensi  postural/hipotensi ortostatik.12 Pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan

tekanan darah ketika berbaring dan berdiri. Pengukuran tekanan darah pertama  pada posisi berbaring, kemudian istirahat pada posisi berbaring selama 20 menit, selanjutnya posisi berdiri selama 3 menit dan diukur tekanan darah kedua. Pasien dikatakan hipotensi ortostatik bila saat posisi berbaring tekanan sistolik ≥ 20 mmHg atau tekanan diastolic ≥ 10 mmHg, dan sebagai kompensasinya  peningkatan heart rate > 15 x/menit pada posisi berdiri. Neuropati otonom yang  bermanifestasi pada disfungsi system saraf simpatis berupa hiperhidrosis pada extremitas superior dan anhidrosis pada extremitas inferior, sehingga kulit kaki menjadi kering dan berisiko besar untuk terjadi ulkus diabetika.

(32)

Pada perubahan posisi tubuh dari tidur ke berdiri maka tekanan darah bagian atas tubuh akan menurun karena pengaruh gravitasi. Pada orang dewasa normal, tekanan darah arteri rata-rata pada kaki adalah 180-200 mmHg. Tekanan darah arteri setinggi kepala adalah 60-75 mmHg dan tekanan venanya 0. Pada dasarnya, darah akan mengumpul pada vena ekstremitas inferior sebanyak 650-750 ml darah dan akan terlokalisir pada satu tempat. Pengisian atrium kanan  jantung akan berkurang, curah jantung juga berkurang sehingga pada posisi berdiri akan terjadi penurunan sementara tekanan darah sistolik sampai 25 mmHg, sedangkan tekanan diastolik tidak berubah/meningkat ringan sampai 10 mmHg. Penurunan curah jantung akibat akumulasi darah pada ekstremitas inferior akan cenderung mengurangi suplai darah ke otak. Tekanan arteri kepala akan turun mencapai 20-30 mmHg. Penurunan tekanan ini akan diikuti kenaikan tekanan parsial CO2(pCO2), penurunan tekanan parsial O2(pCO2) , dan pH jaringan otak. Hal

ini akan merangsang baroreseptor yang terdapat di dalam dinding hampir setiap arteri besar di daerah dada dan leher; namun dalam jumlah banyak didapatkan dalam dinding arteri karotis interna, sedikit di atas bifurcatio carotis, daerah yang dikenal sebagai sinus karotikus dan dinding arkus aorta. Respon yang ditimbulkan baroreseptor berupa peningkatan tahanan pembuluh darah perifer, peningkatan tekanan jaringan pada otot kaki dan abdomen, peningkatan frekuensi respirasi, kenaikan frekuensi denyut jantung, dan sekresi zat-zat vasoaktif. Sekresi zat vasoaktif  berupa katekolamin, pengaktifan sistem  Renin Angiotensin Aldosteron, pelepasan ADH, dan neuro-hipofisis. Kegagalan fungsi refleks autonom ini yang menjadi penyebab timbulnya hipotensi postural.13

Deteksi penurunan sensibilitas pada neuropati DM dapat dilakukan dengan metode:11

1) Tuning fork / garpu tala

Metode paling sederhana, mudah, dan non invasive, untuk mengetahui sensibilitas kaki melalui vibrasi dengan garpu tala Rydel-Seiffer yang dapat dimulai pada plantar hallux.

(33)

Gambar 3.2 Garpu tala standar. 2) Semmes-Weinstein Monofilament

Bahan dasar adalah 10 gram plastic nilon, pemakaian berulang menyebabkan monofilament tidak sensitive, sehingga maksimal untuk 10 pasien. Monofilament disentuhkan selama 1 detik, dan ditekan sampai monofilament sedikit melengkung.

Gambar 3.3 Semmes-Weinstein Monofilament.11 3) Biothesiometer/ vibration perception threshold (PVT) meter.

Ujung alat yang bergetar 100 Hz berbahan baku karet, yang digetarkan pada  permukaan jari kaki. Dapat menilai fungsi saraf secara kuantitatif. Skala dalam mesin penggetar diberikan skala 0-100 volt, skala ini terus ditingkatkan sampai  pasien merasakan vibrasi, bila skala amplitudo > 25 volt dapat berisiko terjadinya

(34)

Gambar 3.4 Biothesiometer.11 c. Penatalaksanaan

Strategi penatalaksanaan pasien DM dengan keluhan ND adalah diagnosa ND sedini mungkin, perawatan umum kaki, pengendalian glukosa darah, dan terapi medikamentosa.8

1) Perawatan umum kaki

Menjaga kebersihan kulit kaki, menghindari trauma kaki seperti menggunakan sepatu yang sempit, mencegah trauma berulang pada neuropati kompresi.8

2) Pengendalian glukosa darah

Penelitian epidemiologi besar oleh diabetes control and complications trial  (DCCT), Kumamoto study, dan united kingdom prospective diabetes study (UKPDS), membuktikan bahwa pengendalian glukosa darah dapat mengurangi komplikasi kronik DM termasuk ND. Penelitian DCCT pada kelompok pasien dengan terapi intensif dapat menurunkan HBA1C 9% menjadi 7%, dapat menurunkan risiko timbulnya ND sebesar 60% dalam 5 tahun. Hal yang sama  pada penelitian kumamoto dan UKPDS, dengan terapi intensif dapat

memperbaiki kecepatan konduksi saraf dan ambang rangsang vibrasi.8 3) Terapi medikamentosa

Obat-obatan yang digunakan untuk mencegah timbulnya dan berlanjutnya komplikasi kronik DM termasuk ND, yaitu :8

a) Golongan aldose reductase inhibitor untuk menghambat penimbunan sorbitol & fruktosa.

 b) ACE inhibitor 

c) Neurotropin ( NGF danbrain derived neurotropic factor ).

d) Alpha lipoic acid adalah antioksidan kuat untuk radikal hidroksil, superoksid, dan peroksil

e) Protein kinase C inhibitor 

(35)

BAB IV

TINJAUAN FARMAKOLOGIS

1. Ringer Laktat (RL)

Ringer laktat (RL) merupakan cairan yang dapat diberikan pada kebutuhan volume dalam jumlah besar. Keunggulan terpenting dari larutan RL adalah komposisi elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang dikandung cairan ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama dari plasma darah dan menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di  plasma darah. Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk  menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk  syok perdarahan. Larutan RL tidak mengandung glukosa, sehingga bila akan dipakai sebagai cairan rumatan, dapat ditambahkan glukosa yang berguna untuk  mencegah terjadinya ketosis.15

Komposisi dan sediaan: Kemasan larutan kristaloid RL yang beredar di pasaran memiliki komposisi elektrolit Na+(130 mEq/L), Cl-(109 mEq/L), Ca+(3 mEq/L), K + dan laktat (28 mEq/L). Osmolaritasnya sebesar 273 mOsm/L. Sediaan yang tersedia adalah 500 ml dan 1.000 ml.15

Indikasi: mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan syok hipovolemik.

Kontraindikasi: hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat.

Efek samping: edema jaringan pada penggunaan dengan volume yang besar,  biasanya pada paru-paru. RL juga dapat menyebabkan hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan asam laktat yang tinggi akibat metabolisme anaerob.

(36)

Insulin ini merupakan insulin dengan kerja  short acting  yang dapat meningkatkan penyimpanan lemak dan glukosa dalam sel khusus dan mempengaruhi pertumbuhan sel serta fungsi metabolisme berbagai macam  jaringan melalui ikatan dengan reseptor insulin di jaringan. Dapat diberikan pada  pasien Diabetes Mellitus tipe I dan tipe II. Satu unit insulin kira-kira sama dengan insulin yang dibutuhkan untuk menurunkan glukosa puasa 45 mg/dL. Insulin ini meningkatkan penyimpanan lemak dan glukosa dalam sel khusus dan mempengaruhi pertumbuhan sel serta fungsi metabolisme berbagai macam  jaringan melalui ikatan dengan reseptor insulin di jaringan.

Dosis dan sediaan: Vial 40 IU/ml x 10 ml, 100 IU/mlx10 ml, vial cartridge 100

IU/ml x 3 ml. Dapat diberikan SC atau IV pada kondisi ketoasidosis. Dosis tergantung kondisi pasien dan kadar gula darah.16,17,18

Farmakokinetik:

• Absorbsi: insulin tidak memiliki efek hipoglikemik jika diberikan secara

oral karena insulin mengalami inaktivasi di GIT. Insulin diabsorbsi secara cepat melalui jaringan subkutan. Rata-rata absorbsinya di berbagai lokasi anatomis tubuh tergantung pada aliran darah lokal (absorbsi di abdomen lebih cepat dibandingkan di lengan dan absorbsi di lengan lebih cepat dibandingkan di paha dan glutea). Absorbsi juga dapat meningkat dengan olahraga. Absorbsi insulin pada pemberian secara IM lebih cepat dibandingkan dengan pemberian SC. Pada pemberian SC, human-insulin diabsorbsi sedikit lebih cepat daripada bovine atau porcine insulin.1

• Distribusi : didistribusi secara luas ke seluruh tubuh.

• Metabolisme: dimetabolisme secara cepat terutama di liver, tetapi dapat

 pula di ginjal dan jaringan otot. Direabsorbsi di tubulus proksimalis ginjal, sebagian kembali ke sirkulasi darah vena dan sebagian lagi dimetabolisme di ginjal tersebut.

(37)

• Ekskresi: hanya sebagian kecil yang diekskresikan di urine dalam bentuk 

utuh. Sekitar 60% insulin eksogen diekskresikan melalui ginjal dan sekitar  30-40% oleh liver.waktu paruh dari insulin adalah 3-5 menit. 16,17

Indikasi

• DM tipe I

• DM tipe II (pada diabetisi kurus atau dengan penurunan BB yang cepat,

hiperglikemia berat yang disertai ketosis, KAD, HONK, asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dosis maksimal, gangguan fungsi ginjal atau hati, stres berat seperti infeksi sistemik, pembedahan, IMA, stroke, dan pasien yang memiliki kontraindikasi atau alergi terhadap OHO)

• semua tipe DM dalam kehamilan • terapi hiperkalemia

• gangguan liver 

• hiperglikemia pada neonatus

Interaksi obat:

 Menurunkan kebutuhan akan insulin: ACE-I, alkohol, aspirin, beta bloker, disopyramide, fenfluramine, guanethidine, beberapa MAOI, mebendazole, octreotide, tetrasiklin, antidepresan trisiklik.

 Meningkatkan kebutuhan akan insulin  chlordiazepoxide, chlorpromazine, beberapa CCB seperti diltiazem dan nifedipin, kortikosteroid, diazoxide, litium, diuretik tiazid, dan hormon tiroid.

 Yang dapat meningkatkan maupun menurunkan kebutuhan akan hormon insulin kontrasepsi oral, INH, siklofosfamid

 ACE inhibitor  meningkatkan sensitivitas insulin sehingga menurunkan kebutuhan tubuh terhadap insulin

(38)

 Aspirin menurunkan konsentrasi glukosa darah

 Beta bloker   bekerja memblok sistem saraf simpatis sehingga

menurunkan respon tubuh terhadap adanya hipoglikemia

 CCB  terutama nifedipin memiliki efek diabetogenik dan pada

 pemberian diltiazem juga memperburuk keadaan diabetes

 Interferon meningkatkan kebutuhan tubuh akan insulin.16,17

Efek samping: Hipoglikemi, Jarang : lipodistrofi, resisten thd insulin, reaksi

alergi lokal atau umum.16,17,18

Perhatian: Pemindahan dari insulin lain, sakit atau gangguan emosi, diberikan

 bersama obat hiperglikemi.16

3. Cefotaxime

Merupakan cephalosporin generasi III yang berikatan dengan membran sel  bakteri dan menginhibisi sintesis dinding sel yang sangat aktif terhadap berbagai kuman Gram-positif maupun Gram-negatif aerobic. Aktivitasnya terhadap  B.

(39)

Farmakokinetik: A : diabsobsi cepat dari GIT, D: didistribusi luas, termasuk  CSF. Protein binding 30-50%, M:dimetabolisme di hati menjadi metabolit aktif, E: melalui urine, T ½ 1 jam17,18

Dosis: Dosis: IV/IM dewasa 1 gr 2x/hari, bila infeksi ringan-sedang1-2 gr tiap 8

 jam, bila infeksi berat 2 gr 3-4x/hari. Anak berat badan >50kg 1-2 gr 3-4x/hari, 1  bulan-12 tahun, berat badan <50 kg 100-200 mg/kg/hari dibagi 3-4 dosis16

Indikasi: Bakterisid, infeksi bakteri gram positif dan gram negative.

Efek samping: Diare ringan, kram perut, jarang menimbulkan rash,pruritus,

urtikaria, kandidiasis oral atau vagina

Interaksi obat: Aminoglikosida dan loop diuretik meningkatkan efek 

nefrotoksik, kloramfenikol menginhibisi cefotaxime, oral antikoagulan menyebabkan hipoprotrombinemia16,17

4. Ceftriaxone

Ceftriaxone merupakan cephalosporin spektrum luas semisintetik yang diberikan secara IV atau IM. Kadar plasma rata-rata cetriaxone setelah pemberian secara tunggal infus intravena 0,5;1 atau 2 gr dalam waktu 30 menit dan IM sebesar 0,5 atau 1 g pada orang dewasa sehat. Ceftriaxone juga serupa dengan seftizoksim dan sefotaksim, mempunyai waktu paruh yang sangat panjang sehingga diberikan sekali / dua kali sehari.

Farmakokinetik : Ceftriaxone diabsorpsi lengkap setelah pemberian IM dengan

kadar plasma maksimum rata-rata antara 2-3 jam setelah pemberian. Dosis multipel IV atau IM dengan interval waktu 12-24 jam, dengan dosis 0,5-2g menghasilkan akumulasi sebesar 15-36 % diatas nilai dosis tunggal. Sebanyak 33-67 % ceftriaxone yang diberikan, akan diekskresikan dalam uring dalam bentuk  yang tidak diubah dan sisanya diekskresikan dalam empedu dan sebagian kecil dalam feses sebagai bentuk inaktif. Setelah pemberian dosis 1g IV, kadar rata-rata ceftriaxone 1-3 jam setelah pemberian adalah : 501 mg/ml dalam kandung empedu, 100 mg/ml dalam saluran empedu, 098 mg dalam duktus sistikus, 78,2 mg/ml dalam dinding kandung empedu dan 62,1 mg/ml dalam plasma. Setelah

(40)

 pemberian dosis 0,15-3g, maka waktu paruh eliminasinya berkisar antara 5-8 jam, volume distribusinya sebesar 5,70-13,5 L, klirens plasma 0,50-1,45 L/jam dan klirens ginjal 0,32-0,73 L/jam. Ikatan protein ceftriaxone bersifat reversibel dan  besarnya adalah 85-95 %. Ceftriaxone menembus selaput otak yang mengalami  peradangan pada bayi dan anak-anak dan kadarnya dalam cairan otak setelah  pemberian dosis 50 mg/kg dan 75 mg/kg IV, berkisar antara 1,3-18,5 ug/ml dan 1,3-44 ug/ml. Dibanding pada orang dewasa sehat, farmakokinetik ceftriaxone hanya sedikit sekali terganggu pada usia lanjut dan juga pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal/hati, karena itu tidak diperlukan penyesuaian dosis.

Indikasi : Infeksi-infeksi yang disebabkan oleh patogen yang sensitif terhadap

Ceftriaxone, seperti: infeksi saluran nafas, infeksi THT, infeksi saluran kemih, sepsis, meningitis, infeksi tulang, sendi dan jaringan lunak, infeksi intra abdominal, infeksi genital (termasuk gonore), profilaksis perioperatif, dan infeksi  pada pasien dengan gangguan pertahanan tubuh.

Efek samping obat : Secara umum ceftriaxone dapat ditoleransi dengan baik.

Efek samping yang dapat ditemukan adalah :

• Reaksi lokal : Sakit, indurasi atau nyeri tekan pada tempat suntikan dan

 phlebitis setelah pemberian intravena.

• Hipersensitivitas : Ruam kulit dan kadang-kadang pruritus, demam atau

menggigil

• Hematologik : Eosinofilia, trombositosis, lekopenia dan kadang-kadang

anemia, anemia hemolitik, netropenia, limfopenia, trombositopenia dan  pemanjangan waktu protrombia.

• Saluran cerna : Diare dan kadang-kadang mual, muntah, disgeusia.

• Hati : Peningkatan SGOT atau SGPT dan kadang-kadang peningkatan

fosfatase alkali dan bilirubin.

• Ginjal : Peningkatan BUN dan kadang-kadang peningkatan kreatinin serta

ditemukan silinder dalam urin.

(41)

• Saluran kemih dan genital : Kadang-kadang dilaporkan timbulnya monitiasis atau vaginitis

Dosis dan sediaan :

• Dewasa dan anak > 12 tahun dan anak BB > 50 kg : 1 - 2 gram satu kali sehari. Pada infeksi berat yang disebabkan organisme yang moderat sensitif, dosis dapat dinaikkan sampai 4 gram satu kali sehari.

• Bayi 14 hari : 20 - 50 mg/kg BB tidak boleh lebih dari 50 mg/kg BB, satu

kali sehari.

• Bayi 15 hari -12 tahun : 20 - 80 mg/kg BB, satu kali sehari. Dosis intravena > 50 mg/kg BB harus diberikan melalui infus paling sedikit 30 menit.

• Ceftriaxone 1 gram injeksi ( 1 box berisi 2 vial serbuk injeksi @ 10 mL) Interaksi obat: Kombinasi dengan aminoglikosid dapat menghasilkan efek aditif  atau sinergis, khususnya pada infeksi berat yang disebabkan oleh P.aeruginosa & Streptococcus faecalis.

Perhatian:

• Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat, kadar 

 plasma obat perlu dipantau. - Sebaiknya tidak digunakan pada wanita hamil (khususnya trimester I).

• Tidak boleh diberikan pada neonatus (terutama prematur) yang

mempunyai resiko pembentukan ensephalopati bilirubin.

• Pada penggunaan jangka waktu lama, profil darah harus dicek secara teratur.

5. Fosfomisin (Fosmidex)

Fosfomisin trometamin yang bekerja dengan menghambat tahap awal sintesis dinding sel kuman. Fosfomisin aktif terhadap kuman Gram-positif 

(42)

Farmakokinetik: bioavailabilitasnya pada pemberian oral hanya 37%. Pemberian  bersama makanan akan mengurangi penyerapan obat ini sebesar 30%. Obat ini tidak terikat dengan protein plasma. T ½ 5,7 jam. Ekskresi renal obat ini ialah 38%. Fosfomin tidak mengalami metabolism dalam tubuh dan dikeluarkan dalam urin dan tinja sebagai zat induknya.20

Indikasi: infeksi saluran kemih tanpa komplikasi pada wanita yang disebabkan

oleh E. colidan E. faecalisdan pencegahan infeksi pada bedah abdomen.16,20

Efek samping : diare, mual, sakit kepala, vertigo dan vaginitis.

Dosis: infuse dewasa 2-4 g. anak100-200 mg/kg. keduanya dengan drip infuse i.v terbagi dalam 2 dosis. Pembedahan akut dan efektif dewasa dan anak> 12 tahun

dosis tunggal 8 g infuse i.v ½ - 1 jam sebelum pembedahan.16

6. Metronidazole

Derivat nitroimidazole yang merusak DNA bakteri dan protozoa, menghambat sintesis asam nukleat.

Farmakokinetik: A: diabsorbsi baik di GIT, diabsorbsi minimal pada pemakaian

topical, D: ikatan protein <20%, didistribusi luas melewati BBB, M: di hepar  menjadi metabolit aktif, E: terutama lewat urine, sebagain di feses, T ½ 8-10 jam

16,17

Dosis: Dosis: infeksi kulit, SSP, traktus respirasi bawah, tulang, sendi, intraabdomen, ginekologi, endokarditis, septicemia peroral/IV dewasa, orangtua, anak 30 mg/kg/hari dibagi 4 dosis, maksimal 4 gr. Trikomoniasis, per oral dewasa 250 mg tiap 8 jam atau 2 gr sebagai dosis tunggal, anak 15-30 mg/kg/hari dibagi 3 dosis, Amubiasis per oral dewasa 500-750 mg tiap 8 jam, Anak 35-50 mg/kg/hari dibagi 3 dosis.16

Indikasi: Bakterisid, Antiprotozoa, Amubisidal, Trikomonasidal, antiinflamasi dan imunosupresif bila diberikan topikal.

Efek samping: Anoreksia, mual, mulut kering, rasa logam, intra vaginal: servicitis, vaginitis, kram perut, nyeri uterus

Gambar

Tabel 2.2 Penggolongan Obat Hipoglikemik Oral 14
Gambar 3.1 Patogenesa terjadinya neuropati diabetik. 10
Gambar 3.3 Semmes-Weinstein Monofilament. 11

Referensi

Dokumen terkait