• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA II SISTEM DISPERSI : DONI DERMAWAN HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : KAMIS, 21 MEI RIMBA T.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA II SISTEM DISPERSI : DONI DERMAWAN HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : KAMIS, 21 MEI RIMBA T."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA II SISTEM DISPERSI

NAMA : DONI DERMAWAN

HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : KAMIS, 21 MEI 2015

ASISTEN :1. NOVIA EKA PUTRI

2. RIMBA T.

LABORATORIUM FARMASI FISIKA II

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

(2)

Abstrak

Sistem dispersi merupakan suatu sistem yang terdiri dari fase terdispersi dan fase pendispersi. Percobaan ini bertujuan untuk mengamati proses sedimentasi yang terjadi pada sediaan emulsi dengan campuran bahan akasia, parafin cair, tween 80, dan air dengan total sediaan 100 mL. Metode yang digunakan adalah pengamatan dan identifikasi nilai sedimentasi pada variasi waktu pengamatan. Nilai sedimentasi yang dihasilkan oleh sediaan emulsi uji yakni 0,02 pada waktu 15 menit; 0,053 pada menit ke-30; 0,06 pada menit ke-60; 0,12 pada menit ke-90; dan 0,7 pada waktu 28 jam. Pada percobaan ini juga dilakukan penentuan derajat flokulasi dan kemampuan redispersibilitas sediaan uji yang dihasilkan derajat flokulasi sebesar adalah 0,095, nilai derajat flokulasi yang jauh dari nilai flokulasi yang baik yakni 1. Sehingga kualitas dan kemampuan redispersibilitas pada sediaan emulsi pertama adalah tidak cukup baik.

Kata Kunci : Derajat Flokulasi, Redispersibilitas, Sedimentasi, Sistem dispersi Abstract

Dispersion system is a system that consists of the dispersed phase and the dispersing phase. This experiment aims to observe the process of sedimentation in the emulsion preparation with a mixture of acacia, liquid paraffin, tween 80, and water with a total volume of 100 mL. The method used is the observation and identification of variations in the value of sedimentation at the time of observation. Sedimentation value generated by the test emulsion preparation 0.02 at 15 minutes; 0.053 on the 30th minute; 0.06 in the 60th minute; 0.12 in the 90th minute; and 0.7 at 28 hours. In this experiment was also conducted to determine the degree of flocculation and the redispersibility of emulsion that resulting degree of flocculation is 0.095, the degree of flocculation is far from good flocculation value is 1. So the quality and ability redispersibility the first emulsion preparation was not good enough.

Keywords: Degree of Flocculation, Dispersion systems, Redispersibility, Sedimentation

(3)

I. TUJUAN

1. Mengamati proses sedimentasi pada sediaan suspensi dan emulsi.

2. Menentukan redispersibilitas suspensi dan emulsi. 3. Menguji konsistensi (kekentalan) sediaan gel.

I. PRINSIP

1. Suspensi

Suspensi farmasi adalah dispersi kasar, dimana partikel padat yang tak larut terdispersi dalam medium cair (Anief, 1993).

2. Evaluasi Sediaan Suspensi secara Fisik

Volume sedimentasi Adalah Suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (Vu) terhadap volume mula mula dari suspensi (Vo) sebelum mengendap.

=

Derajat flokulasi. Adalah Suatu rasio volume sedimentasi akhir dari suspensi flokulasi (Vu) terhadap volume sedimentasi akhir suspensi deflokulasi (Voc)

=

(Nurwulandari, 2013)

3. Redispersibilitas

Jika suatu sediaan suspensi menghasilkan endapan dalam penyimpanan maka endapan tersebut harus terdispersi kembali sehingga keseragaman dosis terpenuhi (Anjani, 2010).

4. Emulsi

Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil (Depkes RI, 1995).

(4)

5. Viskositas

Viskositas adalah suatu cara untuk menyatakan berapa daya tahan dari aliran yang diberikan oleh suatu cairan (Dudgale, 1986).

II. REAKSI

-

III. TEORI DASAR

Dispersi adalah penyebaran merata dua fase. Kedua fase tersebut terdiri atas fase zat yang didispersikan dan fase pendispersi. Fase zat yang didispersikan dikenal juga dengan istilah fase terdispersi atau fase dalam. Adapun fase pendispersi dikenal dengan istilah medium pendispersi atau fase luar. Pada umumnya. fase terdispersi memiliki jumlah molekul yang Iebih kecil dibandingkan fase pendispersi (Sutresna, 2007).

Sistem dispersi adalah suatu system yang salah satu zatnya (fase terdispersi, fase dalam) tersebar (terdispersi) dalam zat (fase) lainnya (medium dispersi, fase kontinu, fase luar) Berdasarkan ukuran partikelnya, system dispersi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a) Dispersi molekuler (< 1,0 nm), contoh: larutan, elixir b) Dispersi koloid (0,5 πm-1,0 nm), contoh: Aerosol

c) Dispersi kasar (> 0,5 πm), contoh: Suspensi, emulsi (Martin, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi ialah (Taufik, 2013):

a. Ukuran partikel

Hubungan antara ukuran partikel berbanding terbalik dengan luas penampangnya. Semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya, sedangkan semakin besar luas penampang partikel daya tekan ke atas cairan akan semakin memperlambat gerakan partikel untuk

(5)

mengendap, sehingga untuk memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel.

b. Kekentalan (Viskositas)

Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil). Tapi perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar mudah dikocok dan dituang.

c. Jenis dan jumlah zat pensuspensi d. Sifat/muatan partikel

Dalam sistem flokulasi, partikel obat terflokulasi merupakan agregat yang bebas dalam ikatan lemah. Pada sistem ini peristiwa sedimentasi terjadi dengan cepat dan partikel mengendap sebagai flok (kumpulan partikel). Sedimen tersebut dalam keadaan bebas, tidak membentuk cake yang keras serta mudah terdispersi kembali ke bentuk semula. Sistem ini kurang disukai karena sedimentasi terjadi dengan cepat dan terbentuk lapisan yang jernih diatasnya (Chasanah, 2010).

Dalam sistem deflokulasi, partikel deflokulasi mengendap perlahan-lahan dan akhirnya membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi kembali. Pada metode ini partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain, dan masing-masing partikel mengendap secara terpisah. Metode ini lebih banyak disukai karena tidak terjadi lapisan yang bening (berkabut) dan terbentuk endapan secara perlahan (Chasanah, 2010).

Terdapat beberapa point yang dapat menjadi penilai kestabilan sediaan suspensi. Yaitu:

1. Volume sedimentasi

Adalah Suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (Vu) terhadap volume mula mula dari suspensi (Vo) sebelum mengendap (Hoirul, 2010).

(6)

= 2. Derajat flokulasi

Adalah Suatu rasio volume sedimentasi akhir dari suspensi flokulasi (Vu) terhadap volume sedimentasi akhir suspensi deflokulasi (Voc) (Hoirul, 2010).

= 3. Metode reologi

Berhubungan dengan faktor sedimentasi dan redispersibilitas, membantu menemukan perilaku pengendapan, mengatur vehicle dan susunan partikel untuktujuan perbandingan (Hoirul, 2010). 4. Perubahan ukuran partikel

Digunakan cara Freeze-thaw cycling yaitu temperatur diturunkan sampai titikbeku, lalu dinaikkan sampai mencair kembali. Dengan cara ini dapat dilihatpertumbuhan kristal, yang pokok menjaga tidak terjadi perubahan ukuran partikeldan sifat kristal (Hoirul, 2010).

Emulsi adalah suatu sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini akan bergabung dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah. Dalam fase air dapat mengandung zat-zat terlarut seperti pengawet, zat pewarna, dan perasa. Air yang digunakan sebaiknya adalah air. Zat perasa dan pengawet yang berada dalam fase air yang mungkin larut dalam minyak harus dalam konsentrasi cukup untuk memenuhi yang diinginkan (Anief,1999).

(7)

Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal atau pun eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu :

1. Emulsi tipe O/W (oil in water) atau M/A (minyak dalam air).

Adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar kedalam air.Minyak sebagai fase internal dan air fase eksternal.

2. Emulsi tipe W/O (water in oil) atau A/M (air dalam minyak).

Adalah emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar kedalam minyak. Airsebagai fase internal sedangkan fase minyak sebagai fase eksternal

(Ansel, 2005).

IV. ALAT DAN BAHAN

Alat : 1. Batang pengaduk 2. Corong gelas 3. Gelas ukur 100 mL 4. Pemanas 5. Rotator Tester

6. Viskometer Brookfield DV-E 7. Viskometer Rion VT-04F Bahan : 1. Air 2. Akasia 3. Alumunium hidroksida 4. Asam salisilat

(8)

5. Gliserol 6. Magnesium hidroksida 7. Minyak jarak 8. Na – CMC 9. Tilosa 10. Tragakan 11. Trietanolamin 12. Parafin cair 13. Tween 80 Gambar Alat :

(9)

Gelas Ukur 100 mL Penangas

Viskometer Brookfield Viskometer Rion

V. PROSEDUR

Sediaan uji berupa cairan suspensi/emulsi dibuat oleh tiga kelompok. Sediaan uji berupa gel dibuat oleh kelompok 4. Volume sedimentasi yang terjadi dalam interval waktu : 0,15,30,60, dan 90 menit serta 24 jam diamati dan dicatat. Dengan alat rotator tester

(10)

pada 20 rpm, redispersibilitas sediaan dihitung. Konsistensi gel diukur dengan viskometer Rion dan Viskometer Brookfield.

VI. DATA PENGAMATAN

1. Pembuatan Sediaan Uji Jenis Sediaan : Emulsi

Bahan Uji Konsentrasi (%) Jumlah Sediaan 1) Akasia Parafin cair Tween 80 Air sampai 5 10 v/v 2 100 100 mL 2) Parafin cair Air sampai 10 v/v 100 100 mL 2. Pengamatan Sedimentasi

Waktu Volume Sedimentasi (mL) Nilai Sedimentasi Sediaan I Sediaan II Sediaan I Sediaan II

0 menit 0 10 0 0,1 15 menit 2 10 0,020 0,1 30 menit 5,3 10 0,053 0,1 60 menit 6 10 0,060 0,1 90 menit 12 10 0,120 0,1 28 Jam 70 10 0,700 0,1 3. Perhitungan a. Nilai Sedimentasi :  Sediaan I

(11)

Nilai Sedimentasi t = 15 menit :

= 0,020

Nilai Sedimentasi t = 30 menit : ,

= 0,053

Nilai Sedimentasi t = 60 menit :

= 0,060

Nilai Sedimentasi t = 90 menit :

= 0,120

Nilai Sedimentasi t = 28 jam :

= 0,700

Sediaan II

Nilai Sedimentasi t = 0 menit :

= 0,1

Nilai Sedimentasi t = 15 menit :

= 0,1

Nilai Sedimentasi t = 30 menit :

= 0,1

Nilai Sedimentasi t = 60 menit :

= 0,1

Nilai Sedimentasi t = 90 menit :

= 0,1

Nilai Sedimentasi t = 28 jam :

= 0,1

b. Derajat Flokulasi

β =

β sediaan I = ,

= 0,095

β sediaan II =

= 1

(12)

4. Grafik Hubungan Nilai Sedimentasi dengan Variasi Waktu

VII. PEMBAHASAN

Percobaan sistem dispersi pada sediaan emulsi dan suspensi ini dilakukan dengan metode pengamatan proses sedimentasi dan redispersibilitas pada sediaan. Pengamatan proses sedimentasi dilakukan bertujuan untuk dapat menentukkan derajat flokulasi yang dapat diperoleh dari nilai flokulasi dan nilai deflokulasi. Penentuan nilai derajat flokulasi dapat digunakan sebagai identifikasi jenis dan kualitas sediaan emulsi yang diujikan.

Sediaan yang dibuat yakni emulsi dengan bahan uji yang digunakan adalah akasia sebanyak 5%, parafin cair 10 v/v, tween 80 sebanyak 2 %, dan air ad sampai 100 mL. Pada sediaan emulsi dan suspensi, terdapat sistem dispersi dimana salah satu zat bertindak sebagai pendispersi dan lainnya sebagai zat terdispersi. Dalam pembuatan sediaan emulsi yang akan diuji, dilakukan identifikasi sifat dan karakteristik dari setiap zat yang digunakan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan sebagai pertimbangan dalam

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8

15 menit 30 menit 60 menit 90 menit 28 jam

N ila i S e d im e n ta si Waktu Sedimentasi Sediaan I Sediaan II

(13)

proses pembuatan sediaan dan proses identifikasi sedimentasi dan redispersibilitas pada sediaan yang didiamkan pada variasi waktu. Karakteristik setiap zat berdasarkan Farmakope Indonesia adalah sebagai berikut :

Gom Akasia

Pemerian : hampir tidak berbau; rasa tawar seperti lendir Kelarutan : mudah larut dalam air, menghasilkan larutan kental dan tembus cahaya. Praktis tidak larut dalam etanol (95%) P

Khasiat : zat tambahan (Depkes RI, 1979).

Parafin Cair

Pemerian : cairan kental, transparan, tidak berflouresensi;

Tidak berwarna; hampir tidak berbau; hampir tidak

mempunyai rasa.

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol 95%

P; tidak larut dalam kloroform P dan dalam eter P

Khasiat : zat tambahan

(Depkes RI, 1979).

Tween 80

Pemerian : Cairan seperti minyak, jernih berwarna kuning

(14)

pahit dan hangat.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, larutan tidak berbau

dan praktis tidak berwarna, larut dalam etanol,

dalam etil asetat, tidak larut dalam minyak mineral.

Khasiat : zat tambahan

(Depkes RI, 1995).

Pembuatan emulsi sebagai sediaan uji dilakukan dengan menggunakan metode gom kering atau metode kontinental, yaitu dengan mencampurkan akasia, parafin cair dan tween 80 sebagai surfaktan, kemudian digerus ambil ditambahakan aquadest sedikit demi sedikit hingga 100 ml. Fungsi surfakatan dalam pembuatan emulsi ini adalah untuk menurunkan tegangan permukaan antara parafin cair dengan aquadest yang tidak akan saling bercampur.

Surfaktan yang digunakan yakni Tween 80 bekerja dengan cara menempati antar permukaan tetesan dan fase eksternal dan dengan dibuat batas fisik di sekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga dapat mengurangi tegangan permukaan antarfase sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran.

Setelah sediaan uji pertama dibuat, selanjutnya dibuat blanko sebagai kontrol yaitu campuran parafin cair sebanyak 10 v/v dan air ad sampai 100 mL. Campuran dari parafin cair dan aquadest yang tidak saling bercampur ini membentuk dua fase atau lapisan. Pada lapisan bawah terdapat air, sedangkan pada bagian atas parafin cair. Kedua lapisan ini sangat jelas terlihat. Hal ini disebabkan karena adanya gaya kohesi antara molekul tiap cairan yang memisah lebih besar daripada gaya adhesi antara kedua cairan tersebut.

(15)

Setelah kedua sediaan dibuat, dilakukan proses pengamatan terbentuknya sedimentasi dengan variasi waktu pengatamatan yakni 0 menit, 15 menit, 30 menit, 60 menit, 90 menit, dan 28 jam. Pengamatan proses sedimentasi pada sediaan dengan variasi waktu bertujuan agar dapat ditentukan nilai sedimentasi dari setiap variasi waktu pengamatan. Nilai sedimentasi diperoleh diperoleh dari perbandingan antara volume sedimentasi dengan volume total sediaan. Nilai sedimentasi pada sediaan pertama diperoleh 0; 0,02; 0,053; 0,06; 0,12; 0,7 pada variasi waktu yang ditentukan. Nilai sedimentasi pada sediaan pertama mengalamai kenaikan seiring dengan bertambahnya waktu pengamatan. Sedangkan pada sediaan kedua yang bertindak sebagai kontrol tidak mengalami kenaikan ataupun penurunan pada nilai sedimentasinya yakni tetap pada nilai 0,1.

Berdasarkan data hasil pratikum nilai sedimentasi, dibuat grafik hubungan antara waktu dan nilai sedimentasi pada sediaan emulsi I dan II sebagai berikut :

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8

15 menit 30 menit 60 menit 90 menit 28 jam

N ila i S e d im e n ta si Waktu Sedimentasi Sediaan I Sediaan II

(16)

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat masing – masing nilai sedimentasi emulsi dan kontrol dilihat bahwa terdapat perbedaan nilai sedimentasinya. Pada campuran akasia, parafin cair dan tween 80 terbentuk endapan pada menit ke-15 dengan nilai sedimentasi 0,02; pada menit ke-30 nilai sedimentasi 0,053; pada menit ke-60 nilai sedimentasi 0,06; pada menit ke-90 nilai sedimentasi 0,12; dan pada waktu 48 jam nilai sedimentasi 0,70. Sedangkan pada sediaan kontrol nilai sedimentasinya konstan pada angka 0,1. Nilai sedimentasi yang terus naik pada sediaan pertama akan berpengaruh terhadap derajat flokulasi dan kualitas dari sediaan. Sedimentasi yang baik adalah sedimentasi dimana nilai sedimentasi tersebut mendekati 0. Dengan membandingkan antara literature dengan nilai sedimentasi yang didapatkan dari hasil percobaan pada sediaan pertama, maka emulsi yang terbentuk tidak cukup baik dan cenderung tidak stabil stabil. Hal ini dilihat dari pembentukkan sedimen yang terus meningkat.

Selain nilai sedimentasi, hal lain yang diuji untuk penilaian stabilitasnya adalah nilai redispersibilitas, yaitu kemampuan suatu emulsi atau suspensi yang pada awalnya membentuk endapan atau cake dapat kembali lagi terdispersi hingga membentuk sediaan yang homogen.

Pada pratikum ini untuk menentukan nilai redispersibilitasnya adalah gelas ukur yang terbentuk endapannya dikocok kembali sehingga akan terbentuk fase homogen seperti awal. Emulsi yang diujikan agak sukar untuk kembali ke bentuk awalnya yang homogen, sehingga proses ini dikatakan deflokulasi. Perbedaan antara flokulasi dan deflokulasi adalah terbentuknya cake (endapan yang sulit terdisepersi kembali) pada proses deflokulasi.

(17)

Derajat flokulasi pada sediaan pertama adalah 0,095. Nilai derajat flokulasi didapatkan dari hasil perbandingan antara volume akhir flokulasi dengan volume akhir deflokulasi. Sedangkan pada sediaan emulsi kontrol, derajat flokulasinya adalah 1. Derajat flokulasi yang baik adalah 1 yaitu tidak ada perubahan atau penambahan endapan dari menit akhir perhitungan dengan volume sedimentasi pada waktu tak terhingga. Sehingga kemampuan redispersibilitas pada sediaan emulsi pertama adalah tidak cukup baik.

VIII. KESIMPULAN

1. Proses sedimentasi pada sediaan uji emulsi dilakukan dengan variasi waktu yang menghasilkan nilai sedimentasi pada sediaan pertama yakni : 0; 0,02; 0,053; 0,06; 0,12; dan 0,70 pada variasi waktu yang ditentukan sedangkan pada sediaan kedua nilai sedimentasi adalah konstan yakni 0,1. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas sediaan emulsi pertama tidak cukup baik dan cenderung tidak stabil stabil.

2. Derajat flokulasi pada sediaan pertama adalah 0,095, nilai derajat flokulasi yang jauh dari nilai flokulasi yang baik yakni 1. Sehingga kualitas dan kemampuan redispersibilitas pada sediaan emulsi pertama adalah tidak cukup baik.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 1993. Farmasetika. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Anief, M. 1999. Sistem Dispersi, Formulasi Suspensi dan Emulsi.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anjani, M. 2010. Formulasi Suspensi Siprofloksasin Menggunakan

Suspending Agent Pulvis Gummi Arabici: Uji Stabilitas Fisik dan

Daya Antibakteri. tersedia online di

http://eprints.ums.ac.id/8175/2/K100050273.pdf [Diakses tanggal 23 Mei 2015].

Ansel, Howard C. 2005.Penganta Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.

Chasanah, N. 2010. Suspensi. tersedia online di

http://eprints.ums.ac.id/8075/2/ K100050259.pdf [diakses pada tanggal 23 Mei 2015].

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia, edisi III. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Dudgale. 1986. Mekanika Fluida Edisi 3. Jakarta : Erlangga. Hoirul. 2010. Emulsi dan Suspensi. Available online at

http://www.scribd.com/doc/25264308/EMULSI-Www-hoirulblog-co-Cc-a-Pengertian-Emulsi-Adalah-Sediaan [diakses tanggal 23 Mei 2015].

Martin, A. 2008. Farmasi Fisik. Jakarta: UI Press.

Nurwulandari,Nunik.2013. Sistem Dispersi. Tersedia online di

https://www.academia.edu/5674871/SISTEM_DISPERSI_TINJAU AN_DAPUS [Diakses tanggal 23 Mei 2015].

(19)

Pratama.

Taufik, H. 2013. SISTEM DISPERSI (SUSPENSI dan EMULSI).

Available at http://www.x3-prima.com/2009/09/praktikum.html

Referensi

Dokumen terkait