• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja Perkerasan

Kinerja perkerasan adalah merupakan fungsi dari kemampuan relatif dari perkerasan untuk melayani lalu lintas dalam suatu periode tertentu (Highway Research Board, 1962). Kinerja perkerasan jalan ditentukan berdasarkan evaluasi

kondisi fungsional dan kondisi struktural. Evaluasi kondisi fungsional, yaitu evaluasi berupa informasi tentang karakteristik perkerasan jalan yang secara langsung mempengaruhi keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan. Karakteristik utama yang disurvey menyangkut ketidakrataan, kekesatan permukaan perkerasan, dan kerusakan permukaan. Sedangkan evaluasi kondisi menyangkut kekuatan atau daya dukung perkerasan dalam melayani beban dan volume lalu lintas rencana. Evaluasi kinerja perkerasan tersebut digunakan untuk membantu dalam penentuan penanganan dalam kegiatan penyelenggaraan jalan (Hicks and Mahoney, 1981).

2.1.1 Pavement Condition Indeks (PCI)

Pavement Condition Index (PCI) adalah sistem penilaian kinerja

perkerasan berdasarkan jenis, tingkat dan luas kerusakan yang merupakan slah satu evaluasi kondisi fungsional jalan. Berikut diperlihatkan kondisi permukaan perkerasan berdasarkan nilai PCI :

Gambar 2.1 Diagram Nilai PCI Sumber. Shahin, 1994                

(2)

Gambar 2.1 menjelaskan kondisi permukaan perkerasan jalan berdasarkan nilai PCI. PCI membagi rentang nilai kondisi perkerasan antara 0 – 100, dimana nilai 0 berarti kondisi jalan dalam keadaan rusak, sedangkan nilai 100 berarti kondisi jalan sangat baik.

2.1.2 International Rougness Index (IRI)

International Roughness Index (IRI) atau tingkat ketidakrataan permukaan

jalan, dikembangkan oleh Bank Dunia pada tahun 1980an (UMTRI, 1998). IRI digunakan untuk menggambarkan suatu profil memanjang dari suatu jalan dan digunakan sebagai standar pengukuran ketidakrataan permukaan jalan. Satuan yang biasa direkomendasikan adalah meter per kilometer (m/km), atau milimeter per meter (mm/m). Nilai IRI didapatkan berdasarkan survey menggunakan alat Roughometer yang telah banyak dikembangkan oleh beberapa institusi. Menurut studi yang dilakukan oleh Paterson (1987) dan Perera (1998) kondisi ketidakrataan akan cenderung naik seiring bertambahnya usia perkerasan suatu ruas jalan. Berikut diperlihatkan tabel hubungan nilai IRI dengan kondisi permukaan secara visual.

Tabel 2.1 Hubungan nilai IRI dengan kondisi permukaan secara visual

Nilai IRI Kondisi Permukaan Secara Visual

0 - 3 Sangat rata dan teratur

3 - 4 Sangat baik dan umumnya rata

4 - 6 Baik

6 - 8 Sedikit atau tidak ada lubang namun permukaan tidak rata

8 - 10 Ada lubang, permukaan tidak rata

10 - 12 Rusak, bergelombang, dan banyak lubang

12 – 16 Rusak berat, banyak lubang dan seluruh perkerasan hancur Sumber : LAPI ITB, 1997

Tabel 2.1 diatas menjelaskan hubungan nilai IRI dengan kondisi permukaan secara visual, dimana nilai IRI yang kecil berarti kondisi permukaan semakin baik/rata, sedangkan semakin besar nilai IRI maka kondisi jalan semakin                

(3)

2.1.3 Prediksi Kinerja Perkerasan.

Kegiatan Pemeliharaan tidak hanya kegiatan perbaikan kerusakan jalan berdasarkan kebutuhan penanganan untuk saat ini, namun perlu dilakukan kegiatan pemeliharaan untuk masa yang akan datang, biasanya untuk suatu periode analisis perencanaan dilakukan selama 20 – 40 tahun. (FHWA, 2002)

Dalam menentukan kegiatan pemeliharaan jalan selama periode analisis (20 tahun), Pelu dilakukan prediksi kinerja perkerasan, dalam tugas akhir ini dilakukan prediksi kinerja menggunakan pendekatan penurunan kondisi jalan berdasarkan model kerusakan perkerasan, pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.2 Kurva Hubungan Kondisi Perkerasan Dengan Umur Perkerasan.

Sumber : Pusjatan, 2005

Gambar 2.2 diatas menjelaskan hubungan antara kondisi perkerasan dengan umur perkerasan jalan, dimana kondisi perkerasan akan semakin buruk seiring dengan bertambahnya umur perkerasan.

2.2 Pengertian Analisis Biaya Siklus Hidup

Analisis biaya siklus hidup (ABSH) merupakan teknik dalam melakukan evaluasi, yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan berinvestasi. Menurut Coley Nathaniel (Undated), ABSH adalah sebuah alat analisis yang menyediakan perbandingan biaya antara dua atau lebih alternatif desain yang menghasilkan keuntungan. Sebagai contoh, ketika proyek pemeliharaan suatu jalan akan dilaksanakan, ABSH dapat membantu dalam menentukan alternatif terbaik dengan biaya yang terendah. Semua biaya yang                

(4)

relevan yang terjadi sepanjang periode analisis, tidak hanya pengeluaran dari biaya pemeliharaan yang disertakan, Namun pengaruh dari proses transportasi, seperti biaya pemakai jalan (user cost) dan biaya eksternal (external cost) juga

akan dihitung. Periode analisis dalam sebuah analisis biaya siklus hidup biasanya selama 20 - 40 tahun (FHWA, 2002).

Biaya-biaya yang ada akan diproyeksikan untuk setiap alternatif desain menggunakan teknik ekonomi yang dikenal sebagai diskonto dapat menentukan alternatif biaya mana yang paling efektif.

2.3 Proses Analisis Biaya Siklus Hidup

Terdapat beberapa Proses dalam melakukan ABSH, proses tersebut diperlihatkan pada poin dibawah ini :

1. Perancangan strategi pemeliharaan selama periode analisis. 2. Estimasi biaya pengelola jalan selama periode analisis. 3. Estimasi biaya pengguna jalan selama periode analisis. 4. Estimasi Biaya Eksternal selama periode analisis. 5. Menghitung nilai sekarang (present value).

Proses ABSH diawali dengan melakukan perancangan strategi pemeliharaan jalan selama periode analisis, kemudian dari hasil strategi perancangan tersebut dihitung biaya pengelola jalan, biaya pengguna jalan dan biaya eksternal. Biaya – biaya tersebut dihitung selama periode analisis, dalam Tugas Akhir ini periode analisis yang dilakukan adalah selama 20 tahun. Setelah diketahui seluruh biaya dari setiap strategi, maka dilakukan analisis ekonomi berupa Net Present Value

(NPV) untuk medapatkan strategi yang paling efektif dan efisien. Berikut diperlihatkan tahapan perhitungan ABSH :

               

(5)

2.3.1 Perancangan Strategi Pemeliharaan Jalan

Tahapan awal dari ABSH adalah melakukan perancangan alternatif strategi pemeliharaan jalan selama periode analisis, dimana perancangan alternatif strategi tersebut diperoleh dari 2 metode, yaitu strategi berdasarkan metode Pre-Define

dan Condition Triggers (Suherman, 2009). Berikut diperlihatkan gambaran

metode Pre-Define dan Condition Triggers :

Gambar 2.3 Metode pengembangan strategi pemeliharaan.

Gambar 2.3 diatas menjelaskan metode untuk merancang strategi pemeliharaan jalan, dimana terdapat 2 metode utama yaitu berdasarkan Pre-define

atau penjadwalan dan Condition Triggers atau kondisi yang memicu dilakukan

pemeliharaan jalan. Metode Pre-define bisa dilakukan berdasarkan interval yang tetap atau tidak tetap yang mengacu pada tahun, kumulatif beban atau kumulatif cuaca. Sedangkan metode Condition Triggers dapat dilakukan dengan pengukuran

fungsional jalan seperti Roughness, PCI, PSI, atau pengukuran kerusakan seperti retak, alur, dll. Dalam Tugas akhir ini metode yang digunakan untuk perancangan strategi pemeliharaan jalan yaitu metode Condition Triggers berdasarkan

pengukuran fungsional jalan dengan PCI yang kemudian dikonversi ke nilai IRI (roughness). M enge m ba ngka n S tra tegi P em elih ara an                

(6)

2.3.1.1 Strategi Condition Triggers

Pemeliharaan berdasarkan Condition Triggers, merupakan pemeliharaan

yang dilakukan berdasarkan kondisi eksisting jalan yang memicu dilakukannya aktifitas pemeliharaan, sebagai contoh pemeliharaan jalan akan dilakukan ketika nilai IRI mencapai 4 m/km. Berikut diperlihatkan contoh strategi pemeliharaan yang didasarkan pada Condition Triggers, yaitu grafik hubungan antara nilai IRI

dengan umur perkerasan selama periode analisis:

Gambar 2.4 Hubungan IRI dengan umur perkerasan selama periode analisis.

Sumber : Hasil Analisis

Gambar 2.4 merupakan hubungan antara nilai IRI dengan umur perkerasan selama periode analisis, gambar diatas merupakan salah satu contoh strategi pemeliharaan jalan yang didasarkan oleh metode Condition Triggers, dimana

pemeliharaan periodik dilakukan dilakukan ketika nilai IRI lebih besar dari 4 m/km yaitu pada tahun 2012, 2015, 2018, 2021, 2024, 2027 dan 2030.

               

(7)

2.3.2 Biaya Pengelola Jalan

Biaya pengelola jalan merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh pengelola jalan (Bina Marga) untuk mempertahankan kinerja prasarana jalan, dalam Tugas Akhir ini biaya pengelola jalan yang diperhitungkan kedalam analisis biaya siklus hidup yaitu biaya pemeliharaan jalan yang terdiri dari pemeliharaan rutin, pemeliharaan periodik dan nilai umur sisa pemeliharaan , berikut dijelaskan deskripsi tersebut :

2.3.2.1 Pemeliharaan Rutin

Pemeliharaan rutin adalah pemeliharaan ringan dan pekerjaan rutin umum yang dilaksanakan pada jangka waktu yang teratur dalam setahun. Jenis kegiatan dalam pekerjaan ini antara lain Pemotongan rumput, pembersihan jalan dan pengerukan saluran drainase. Berikut tabel kegiatan pemeliharaan rutin serta biayanya :

Tabel 2.2 Jenis pekerjaan pemeliharaan rutin serta biayanya

Jenis Pekerjaan Total Biaya (RP)

Pemotongan Rumput

Pembersihan Jalan Lump Sum

Pengerukan saluran drainase

TOTAL 56.112.000

Sumber : Dinas Bina Marga, 2010 2.3.2.2 Pemeliharaan Periodik

Pemeliharaan yang dilakukan secara periodik dengan interval penanganan beberapa tahun. Kegiatan pemeliharaan ini dilakukan baik untuk menambah nilai struktural ataupun memperbaiki nilai fungsional yang meliputi kegiatan-kegiatan penutupan retak dan sambungan, leveling dan pelapisan ulang. Dalam Tugas Akhir ini pemeliharaan periodik dilakukan sesuai dengan kondisi jalan, berikut tabel kegiatan pemeliharaan periodik jalan berdasarkan nilai IRI :

               

(8)

Tabel 2.3 Jenis Pemeliharaan Periodik berdasarkan Nilai IRI

Jenis Pemeliharaan Periodik Nilai IRI (m/km)

Penutupan Retak, Lubang dan Sambungan 0 - 4 Pelapisan Ulang, t = 2 cm (fungsional) 4 – 6 Pelapisan Ulang, t = 5 cm (Struktural) 6 - 8 Leveling dan Pelapisan Ulang, t = 5 cm 8 - 10

Sumber : Dinas Bina Marga, 2010

Tabel 2.4 biaya pemeliharaan periodik

Kegiatan Pemeliharaan Periodik Total Biaya

Penutupan retak, sambungan, dan lubang 201.456.000 Pelapisan Ulang, t = 2 cm (fungsional) 679.392.000 Pelapisan Ulang, t = 5 cm (Struktural) 1.610.312.000 Leveling dan Pelapisan Ulang, t = 5 cm 4.502.962.000

Sumber : Dinas Bina Marga, 2010

2.3.2.3 Nilai Umur Sisa Pemeliharaan

Parameter lain yang mempengaruhi biaya pengelola jalan adalah nilai dari alternatif strategi pemeliharaan pada akhir periode analisis, atau biasa disebut nilai umur sisa yaitu nilai investasi pemeliharaan jalan pada akhir umur analisis (Suherman, 2009). Metode yang digunakan untuk menghitung nilai umur sisa, yaitu biaya pemeliharaan periodik terakhir selama periode analisis, dikali dengan hasil bagi antara umur pemeliharaan periodik selama periode analisis dengan waktu pemeliharaan periodik yang berada di luar periode analisis. Berikut ini akan disajikan persamaan untuk menghitung nilai umur sisa :

………..(2.1) Dimana:

RSL = Remaining Service Life (nilai umur sisa)

LB = umur yang diharapkan dari alternatif pemeliharaan berkala LA = bagian dari umur yang diharapkan

C = biaya pemeliharaan periodik                

(9)

2.3.3 Biaya Pengguna Jalan

Biaya pengguna jalan merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh pengguna jalan dalam melakukan aktifitas transportasi. Dalam tugas akhir ini biaya pengguna jalan yang diperhitungkan kedalam analisis biaya siklus hidup yaitu biaya operasional kendaraan. Menurut Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri Institut Teknologi Bandung (LAPI-ITB), Biaya Operasional Kendaraan (BOK) merupakan suatu nilai yang menyatakan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pengoperasian suatu kendaraan. Biaya Operasi Kendaraan biasanya di ukur dengan kendaraan bergerak dalam suatu jaringan jalan dari awal hingga akhir perjalanan dengan kecepatan tertentu. Biaya Operasi kendaraan terdiri atas dua komponen yaitu biaya tidak tetap (variable cost atau running cost) dan biaya tetap

(standing cost atau fixed cost). Untuk biaya tidak tetap merupakan penjumlahan

atas biaya konsumsi bahan bakar, biaya konsumsi oli, biaya konsumsi suku cadang, biaya upah tenaga pemeliharaan, dan biaya konsumsi ban. Sedangkan untuk biaya tetap penjumlahan dari biaya depresiasi, asuransi, dan bunga modal.

Metode yang dilakukan dalam menghitung biaya operasional kendaraan pada Tugas Akhir ini menggunakan metode Pacific Consultan International. Dalam

metode ini jenis kendaraan dibagi kedalam 3 golongan yaitu :

 Golongan I : Sedan, Jip, Pick Up, Bus Kecil, Truk (3/4), dan Bus Sedang  Golongan IIa : Truk Besar dan Bus Besar, dengan 2 (dua) Gandar

 Golongan IIb : Truk Besar dan Bus Besar dengan 3 (tiga) Gandar atau lebih. Dari sekian banyak metode perhitungan BOK yang telah ada, tidak didapatkan suatu model untuk menghitung BOK sepeda motor, padahal pada ruas jalan Pelajar Pejuang, jumlah sepeda motor mencapai 60% dari jumlah kendaraan total, oleh karena itu pada tugas akhir ini BOK sepeda motor tidak akan diabaikan, melainkan mengacu pada penelitian Imam Basuki, 2008 yang menghasilkan BOK sepeda motor seperempat dari BOK kendaraan golongan I (kendaraan ringan). Dengan kata lain, BOK empat buah sepeda motor setara dengan BOK satu buah kendaraan golongan I ( kendaraan ringan).

               

(10)

2.3.3.1 BOK Dasar

a. Konsumsi Bahan Bakar

Dari beberapa komponen yang dihitung untuk menetukan biaya operasional kendaraan, konsumsi bahan bakar merupakan salah satu komponen utamanya, dimana konsumsi bahan bakar dapat diketahui melalui perhitungan berikut :

Kendaraan golongan I ; Y = 0.05693 * S2 - 6.42593 * S + 269.18576 Kendaraan golongan IIa Y = 0.21692 * S2 - 24,15490 * S + 954.78624 Kendaraan golongan IIb; Y = 0.21557 * S2 - 24.17699 * S + 947.808 Dimana Y = konsumsi bahan bakar per 1000 km.

S = kecepatan

b. Konsumsi minyak pelumas

Konsumsi dasar minyak pelumas dipengaruhi oleh kecepatan dan jenis kendaraan, berikut diperlihatkan perhitungan konsumsi minyak pelumas: Kendaraan golongan I ; Y = 0.00037 * S2 - 0.04070 * S +2.20405 Kendaraan golongan IIa ; Y = 0.00209 * S2 - 0.24413 * S + 13.29445

Kendaraan golongan IIb ; Y = 0.00186 * S2 - 0.22035 * S + 12.06486 Dimana Y = konsumsi minyak pelumas per 1000 km.

S = kecepatan

c. Biaya Pemakaian Ban

Biaya pemakaian ban dipengaruhi oleh kecepatan kendaraan dan jenis kendaraan. Perhitungan biaya pemakaian ban diperlihatkan dibawah ini :

Kendaraan golongan I ; Y = 0,0008848 S - 0,0045333 Kendaraan golongan IIa ; Y = 0,0012356 S - 0,0064667 Kendaraan golongan IIb ; Y = 0,0015553 S - 0,0059333 Dimana Y = pemakaian ban per 1000 km.

S = kecepatan                

(11)

d. Biaya Pemeliharaan

Biaya pemeliharaan yang digunakan sebagai acuan dalam penentuan biaya operasional kendaraan adalah biaya suku cadang dan upah montir. Perhitungan biaya pemeliharaan diperlihatkan dibawah ini :

I. Suku cadang

Kendaraan golongan I ; Y = 0,0000064 S + 0,0005567 Kendaraan golongan IIa ; Y = 0,0000332 S + 0,0020891 Kendaraan golongan IIb ; Y = 0,0000191 S + 0,0015400 Dimana Y = biaya pemeliharaan suku cadang per 1000 km S = kecepatan

II. Montir

Kendaraan golongan I ; Y = 0,00362 S +,36267 Kendaraan golongan IIa ; Y = 0,02311 S + 1,977330 Kendaraan golongan IIb ; Y = 0,01511 S + 1,21200 Dimana Y = jam kerja montir per 1000 km

S = kecepatan

e. Biaya Depresiasi

Biaya depresiasi hanya berlaku untuk perhitungan BOK pada jalan tol dan arteri, dan besarnya berbanding terbalik dengan kecepatan kendaraan. Perhitungan biaya depresiasi diperlihatkan dibawah ini :

Kendaraan golongan I ; Y = 1/(2,5 S + 125) Kendaraan golongan IIa ; Y = 1/(9,0 S + 450) Kendaraan golongan IIb ; Y = 1/(6,0 S + 300)

Dimana Y depresiasi per 1000 km = ½ nilai depresiasi kendaraan S = kecepatan                

(12)

f. Asuransi

Biaya asuransi diperlihatkan pada rumus dibawah ini : Kendaraan golongan I ; Y = 38/(500 S)

Kendaraan golongan IIa ; Y = 6/(2571,42857 S) Kendaraan golongan IIb ; Y = 61/(1714,28571 S) Dimana Y = asuransi per 1000 km

S = kecepatan

G. Bunga modal

Biaya asuransi diperlihatkan pada rumus dibawah ini : Kendaraan golongan I ; Y = 150/(500 S)

Kendaraan golongan IIa ; Y = 150/(2571,42857 S) Kendaraan golongan IIb ; Y = 150/(1714,28571 S) Dimana Y = bunga modal per 1000 km

S = kecepatan

2.3.3.2 BOK Aktual

Untuk menghitung biaya operasi kendaraan aktual, besaran biaya operasi kendaraan dihitung dengan menggunakan formula dasar berikut ini:

BOKAktual t = BOKBase × BOK Indeks t × Jumlah kendaraan per tahun…...(2.2)

dimana:

BOK Aktual t = Nilai moneter aktual besaran biaya operasi kendaraan pada tahun t

BOKBase = Nilai besaran biaya operasi kendaraan pada tahun dasar.

BOK Indeks t = Nilai-nilai indeks biaya operasi kendaraan pada tahun t.

t = Periode waktu pengamatan

Sedangkan indeks-indeks biaya operasi kendaraan per tahun dihitung dengan menggunakan formula berikut ini:

               

(13)

dimana:

BOK Indeks t = Nilai indeks biaya operasi kendaraan pada tahun t.

kl ... k5 = Nilai-nilai koefisien regresi (Tabel 2.5)

V = Kecepatan rata-rata kendaraan, yaitu 30 km/jam (Jalan Arteri Sekunder, Pdt 18 tahun 2004B).

IRIt = Nilai roughness efektif jalan.

Tabel 2.5 Koefisien Perhitungan BOKIndeks

Jenis Kendaraan k1 k2 k3 k4 k5 Car 0.66555 26.902 0.00000246 0.000102 0.00169 Utility 0.5348 30.022 0.0000893 0.000136 0.001216 Small bus 0.443 33.18 0.0000101 0.000312 0.000757 Large bus 0.5014 28.039 0.0000185 0.0000678 0.001734 Light bus 0.5278 25.52 0.00000093 0.00033 0.000734 Heavy bus 0.5499 17.427 0.0000225 0.000399 0.000674

Parameter berikutnya untuk menghitung BOK aktual yaitu jumlah kendaraan per tahun, yang didapat dengan cara melakukan survey volume lalu lintas selama jam sibuk satu jam (studi kasus, 2012), kemudian dikonversi menjadi Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) sesuai dengan manual kapasistas jalan indonesia 1997 (MKJI, 1997) dimana volume lalu lintas pada satu jam dibagi faktor penyesuaian kendaraan (faktor K). Berikut diperlihatkan model perhitungan LHR tersebut :

LHR = ………..(2.4) dimana:

LHR = Jumlah kendaraan yang melewati jalan selama satu hari Faktro K = Faktor penyesuaian dari jumlah kend/jam menjadi kend/hari Berikut nilai faktor K berdasarkan MKJI, 1997 :

               

(14)

Tabel 2.6 Faktor Penyesuaian Kendaraan

Faktor K ( % ) Fungsi Jalan

7 - 8 Arteri

9 - 10 Non Arteri

Sumber : MKJI, 1997

Setelah didapatkan jumlah kendaraan per hari dengan membagi jumlah kendaraan per jam dengan faktor k pada tabel 2.6 diatas, selanjutnya jumlah kendaraan per tahun dapat dihitung dengan mengalikan jumlah kendaraan per hari dengan total jumlah hari selama satu tahun, berikut diperlihatkan model perhitungannya :

Jumlah Kendaraan per tahun = LHR x 365…...…..(2.5) Dimana : LHR = Jumlah Kendaraan/hari

2.4Biaya Eksternal

Eksternalitas adalah dampak dari suatu tindakan pihak tertentu terhadap pihak lain baik dampak yang menguntungkan maupun yang merugikan (Daraba,

2001). Dalam Tugas Akhir ini Eksternalitas yang akan ditinjau yaitu dampak yang

merugikan sebagai akibat dari kegiatan transportasi, secara khusus akan dihitung berapa biaya eksternal yang harus dikeluarkan akibat polusi udara dan kebisingan.

2.4.1 Biaya Polusi Udara

Polusi udara adalah hadirnya bahan pencemar udara diatmosfer/udara luar dalam jumlah dan waktu tertentu yang cenderung melukai/menyakiti manusia, tanaman, hewan, atau benda milik manusia. Dalam transportasi, permasalahan polusi udara merupakan fungsi dari emisi kendaraan yang melewati suatu jalan. Dimana emisi kendaraan di jalan disebabkan oleh dua faktor utama yaitu volume total kendaraan bermotor dan karakteristik kendaraan bermotor, berikut diperlihatkan faktor emisi dari tiap jenis kendaraan (Suhadi, 2008):

               

(15)

Tabel 2.7 Faktor Emisi Kendaraan CO (g/km) HC (g/km) Nox (g/km) PM 10 (g/km) Sepeda Motor 14 5,9 0,29 0,24 Mobil Penumpang 40 4 2 0,01 Bus 11 1,3 11,9 1,4 Truk 8,4 1,8 17,7 1,4 Sumber : Suhadi, 2008

Untuk menghitung emisi dari ruas jalan, Bentuk persamaan intensitas emisi adalah sebagai berikut (Suhadi, 2008) :

Ep = ………..(2.6) Dimana:

L = Panjang jalan yang diteliti

Ni = Jumlah kendaraan x yang melintas ruas jalan (kendaraan/jam) Fpi = Faktor emisi kendaraan x (g/Km)

I = Tipe kendaraan bermotor

Ep = Intensitas emisi dari suatu ruas (g/jam/km) P = Jenis polutan yang diestimasi

Setelah intensitas emisi dari suatu ruas didapatkan, selanjutnya hasil tersebut dikalikan dengan biaya polusi udara yang mengacu pada penelitian Parsons, 2008 mengenai biaya polusi udara di California berikut :

Tabel 2.8 Biaya Polusi Udara di California Amerika Serikat ($/ton)

Emisi $/ton Rp/(gram)

Carbon Monoxide (CO) 127 1,207

Fine Particulates (PM 10) 422,985 4,018

Nitrogen Oxide (NOx) 51,635 0,491

Hydrocarbons (HC) 7,407 0,070 Sumber : Parsons, 2008                

(16)

2.4.2 Biaya Kebisingan

Purnomosidi (1995) menjelaskan, bising adalah bunyi yang tidak dikehendaki atau tenaga getaran yang tidak terkendali. Umumnya ada tiga sumber kebisingan, yaitu kebisingan lalu lintas/transportasi, kebisingan pekerjaan/industri dan kebisingan penduduk/permukiman. Dalam Tugas Akhir ini kebisingan yang akan dibahas adalah kebisingan yang diakibatkan oleh kegiatan transportasi secara khusus yaitu kebisingan yang diakibatkan oleh aktifitas di jalan raya. Kebisingan jalan raya disebabkan oleh pemakaian kendaraan bermotor. Sumber kebisingan kendaraan bermotor berasal dari mesin, transmisi rem, klakson, knalpot, dan gesekan ban dengan jalan (White dan Walker 1982).

Secara umum, dampak negatif dari kebisingan transportasi dapat dibedakan dalam 2 jenis, yaitu Biaya akibat gangguan kebisingan dan biaya kesehatan. Biaya akibat gangguan ini didasarkan pada masing – masing individu, karena setiap individu memiliki standar masing – masing dalam hal kebisingan, sedangkan biaya kesehatan didasarkan pada ukuran kebisingan (CE Delft, 2008). Ukuran kebisingan adalah derajat tinggi rendahnya kebisingan yang dinyatakan dalam satuan decibel (dB). Ukuran yang digunakan dalam Tugas Akhir ini didasarkan

pada CE delft, 2008 dimana kebisingan transportasi dibagi kedalam 3 jenis dengan ukuran masing – masing seperti terlihat pada tabael dibawah ini :

Tabel 2.9Ukuran kebisingan akibat transportasi

Kebisingan Akibat Transportasi Nilai Decibel (dB)

Jalan Raya 50

Jalan Rel 55

Penerbangan 50

Sumber : CE delft, 2008

Tabel 2.9 menjelaskan ukuran kebisingan akibat transportasi, dimana CE delft, 2008 menyebutkan bahwa kebisingan akibat transportasi dibagi dalam 3 jenis, yaitu kebisingan akibat jalan raya, rel dan penerbangan. Dengan ukuran

decibel yang diijinkan berturut turut 50, 55 dan 60 dB. Kemudian untuk

menghitung besarnya biaya yang harus dikeluarkan akibat kebisingan tersebut                

(17)

Tabel 2.10 Biaya kebisingan Jalan per orang yang terkena dampak per tahun.

dB(A) (Euro/orang/tahun) (Rp/orang/tahun)

≥ 51 9 103.500 ≥ 52 18 207.000 ≥ 53 26 299.000 ≥ 54 35 402.500 ≥ 55 44 506.000 ≥ 56 53 609.500 ≥ 57 61 701.500 ≥ 58 70 805.000 ≥ 59 79 908.500 ≥ 60 88 1.012.000 ≥ 61 96 1.104.000 ≥ 62 105 1.207.500 ≥ 63 114 1.311.000 ≥ 64 123 1.414.500 ≥ 65 132 1.518.000 ≥ 66 140 1.610.000 ≥ 67 149 1.713.500 ≥ 68 158 1.817.000 ≥ 69 167 1.920.500 ≥ 70 175 2.012.500 ≥ 71 233 2.679.500 ≥ 72 247 2.840.500 ≥ 73 262 3.013.000 ≥ 74 277 3.185.500 ≥ 75 291 3.346.500 ≥ 76 306 3.519.000 ≥ 77 321 3.691.500 ≥ 78 335 3.852.500 ≥ 79 350 4.025.000 ≥ 80 365 4.197.500 ≥ 81 379 4.358.500 Sumber : CE delft, 2008

Tabel 2.10 menjelaskan biaya yang harus dikeluarkan oleh setiap orang per tahun, sebagai akibat dari kebisingan jalan raya. Biaya kebisingan akibat jalan raya dihitung setelah intensitas kebisingan melebihi 50 dB.

               

(18)

Perhitungan jumlah orang yang terkena dampak kebisingan jalan raya, didasarkan pada kondisi Tata Guna Lahan (TGL) samping jalan yang ditinjau, dimana terdapat perbedaan jumlah orang yang terkena dampak kebisingan pada kondisi TGL samping jalan berupa Rumah, Kantor, Toko, Hotel dan Restoran. Pada Tugas Akhir ini, untuk menentukan jumlah orang yang terkena dampak kebisingan jalan, digunakan asumsi:

1. Kondisi TGL samping jalan berupa Rumah berdampak terhadap 4 orang. 2. Kondisi TGL samping jalan berupa Hotel berdampak terhadap 20 orang. 3. Kondisi TGL samping jalan berupa Kantor berdampak terhadap 15 orang. 4. Kondisi TGL samping jalan berupa Toko berdampak terhadap 6 orang. 5. Kondisi TGL samping jalan berupa Restoran berdampak terhadap 8 orang.

Untuk menghitung jumlah orang yang terkena dampak kebisingan jalan pada jalan yang ditinjau, dilakukan survey langsung dilapangan untuk mengetahui kondisi TGL samping jalan yang ditinjau. Setelah diketahui kondisi TGL samping jalan yang ditinjau, kemudian dikalikan dengan asumsi jumlah orang yang tekena dampak seperti tersebut diatas.

Berikut diperlihatkan model perhitungan biaya kebisingan berdasarkan CE delft, 2008 :

TNC = NCP x TP...(2.7) Dimana :

TNC = Total Biaya Kebisingan

NCP = Harga kebisingan per orang setahun (Tabel 2.10) TP = Jumlah orang yang terkena dampak

2.5 Menghitung Biaya Masa Depan

Analisis Biaya Siklus Hidup (ABSH) adalah suatu proses perhitungan biaya – biaya siklus hidup. Menrut teori ekonomi, nilai uang hari tidak sama dengan nilai uang tahun depan, oleh karena itu untuk menghitung kebutuhan biaya pada masa depan harus dikalikan dengan nilai inflasi, berikut diperlihatkan rumus dan                

(19)

Dimana:

r = Inflasi

n = Jumlah tahun dimasa depan ketika biaya akan terjadi F = Biaya Masa Depan

P = Biaya Sekarang

Gambar 2.6 ilustrasi biaya masa depan

Sumber : Suherman, 2008

Gambar 2.6 diatas menjelaskan ilustrasi biaya yang harus dikeluarkan selama periode analisis, terdapat tanda panah pada tahun artinya biaya yang dikeluarkan pada tahun tersebut, seluruh biaya tersebut dikonversi ke tahun yang sama (tahun 2032) agar seluruh biaya pada periode analisis dapat dijumlahkan berdasarkan nilai ekonomi yang sama.

2.6Net Present Value

Net Present Value dikenal pula sebagai metoda Present Worth. Digunakan

untuk menentukan apakah suatu strategi alternatif mempunyai manfaat dalam periode waktu analisis. Hasil NPV dari suatu strategi alternatif yang ekonomis adalah yang menghasilkan nilai NPV yang paling kecil. Metode perhitungan NPV yaitu mengkonversi biaya masa depan ke biaya sekarang dengan rumus :

P = F ……….…...…..(2.9) NPV = ∑ F ………..(2.10) Dimana:

r = Inflasi

n = Jumlah tahun dimasa depan ketika biaya akan terjadi F = Biaya Masa Depan

P = Biaya Sekarang                

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Nilai PCI
Tabel 2.1  Hubungan nilai IRI dengan kondisi permukaan secara visual
Gambar 2.2 Kurva Hubungan Kondisi Perkerasan Dengan Umur Perkerasan.
Gambar 2.4 Hubungan IRI dengan umur perkerasan selama periode analisis.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sementara pada penyampaian saran, kebanyakan penulis surat pembaca menyampaikan secara langsung dengan menggunakan directness level 6, dimana isi saran tersurat dengan

Implikasi dasar yang boleh disimpulkan adalah pertukaran gunatanah pertanian kepada gunatanah bukan pertanian telah menyebabkan petani terkeluar dari sektor pertanian yang

Selanjutnya, untuk melihat seberapa jauh pengaruh pemberian treatmen terhadap hasil belajar mahasiswa, maka dilakukan tes yang ketiga, dimana kepada kelas kontrol juga

a. Untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai individu. Apabila individu tidak dapat menyesuaikan diri dan tingkah lakunya tidak sesuai dengan nilai, moral serta norma yang

Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk: (1) mengkaji kemungkinan pemanfaatan tepung sukun dalam pembuatan kue kering sukun sebagai bahan alternatif substitusi tepung beras

bahwa untuk memperbaiki struktur permodalan dan meningkatkan kapasitas usaha Perusahaan Perseroan (Persero) PT Boma Bisma Indra serta untuk mendukung program

Dalam penelitian ini penulis membangun sebuah controller PID, dari Mikrokontroller ATMEGA8535, pemilihan mikrokontroller ini didasarkan pada pertimbangan bahwa

Peningkatan Kinerja Layanan Tahun 2015, bersama ini kami sampaikan Laporan Pelaksanaan Kegiatan Capacity Building Tahun 2015 Pada KPPN Tanjungbalai (terlampir). Demikian