• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MORAL TERHADAP TANGGUNG JAWAB PEJABAT TINGGI DI JEPANG YANG GAGAL MENJALANKAN TUGAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MORAL TERHADAP TANGGUNG JAWAB PEJABAT TINGGI DI JEPANG YANG GAGAL MENJALANKAN TUGAS"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MORAL TERHADAP

TANGGUNG JAWAB PEJABAT TINGGI DI

JEPANG

YANG GAGAL MENJALANKAN TUGAS

Fransiska Gunawan, Roberto Masami

Universitas Bina Nusantara, JL.Kemanggisan Ilir III No.45, Kemanggisan / Palmerah, Jakarta Barat 11480, (+6221) 532 7630, [email protected]

Abstract

Japan is known as a developing country in field of technology. Beside the technology’s development, the Japanese prime ministers still holding the responsibility as the traditional culture of Japanese, while they doing their jobs as a prime ministers and leads them to do the resignation from their jobs. The problems of this thesis are the influence of reigi towards Japanese prime ministers responsibility acts. The scope of the problems in this thesis are 3 Japanese Prime Ministers, such as Yukio Hatoyama Prime Minister, who served from 2009 until 2010, Naoto Kan Prime Minister, who served from 2010 until 2011, Yoshihiko Noda Prime Minister, who served from 2011 until 2012. The purpose of this thesis is to know Japanese prime ministers responsibility acts towards the failure duty, and the cause of those responsibility acts. Research methods applied were literature study, qualitative approaches and description of the data. Writer was collected theories and some data such as books, online journal, and news. The writer also explains and choosing the use data based on the theory of reigi (Japanese moral). The result of the research shows that there is some influences of reigi towards Japanese prime ministers’ responsibility act is the resign and the cause of those responsibility act is moral motivation that become a guidance while do the duties.

Keywords: Japanese prime ministers, responsibility, Japanese moral, reigi

Abstrak

Jepang dikenal sebagai salah satu negara yang berkembang di bidang teknologi. Namun, disamping perkembangannya dalam bidang teknologi tersebut, perdana menteri Jepang masih memegang kuat prinsip tradisional masyarakat Jepang, yaitu prinsip tanggung jawab yang berujung pada pengunduran diri perdana menteri tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah pengaruh reigi terhadap tanggung jawab pejabat tinggi Jepang yang cenderung memilih untuk mengundurkan diri jika gagal dalam menjalankan tugasnya. Ruang lingkup permasalahan ini dibatasi pada pejabat tinggi Jepang yaitu Perdana Menteri Yukio Hatoyama, menjabat dari tahun 2009 sampai tahun 2010, Perdana Menteri Naoto Kan, menjabat dari tahun 2010 sampai tahun 2011, dan Perdana Menteri Yohihiko Noda yang menjabat dari tahun 2011 sampai tahun 2012. Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui tindakan tanggung jawab yang dilakukan oleh para perdana menteri Jepang ketika gagal dalam menjalankan tugas dan penyebab dari tindakan tanggung jawab tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kepustakaan, pendekatan kualitatif, dan metode deskriptis analisis. Penulis mengumpulkan data-data, berupa buku, jurnal online, dan berita. Penulis juga menguraikan dan menyeleksi data-data yang terkumpul berdasarkan teori reigi (moral Jepang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh reigi terhadap tindakan tanggung jawab yang dilakukan oleh pejabat tinggi yang berupa

(2)

pengunduran diri dan terdapat pengaruh reigi terhadap penyebab tindakan tanggung jawab tersebut, yaitu adanya dorongan moral yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas.

Kata kunci: perdana menteri Jepang, tanggung jawab, moral Jepang, reigi

PENDAHULUAN

Negara Jepang merupakan salah satu negara yang maju dalam teknologi dan ekonomi. Meskipun Jepang termasuk dalam salah satu negara maju di dunia, masyarakat Jepang tidak bisa lepas dari prinsip tanggung jawab yang telah dianut sejak dahulu kala. Prinsip tanggung jawab ini sudah ada sejak zaman Kamakura (tahun 1185-1333) yang dipegang oleh para samurai. Tugas dari para samurai tersebut adalah diantaranya memungut pajak dari para petani dan melindungi shogun. Pada zaman itu, samurai bertanggung jawab dengan cara seppuku (切腹) atau biasanya dikenal dengan sebutan harakiri, yaitu memotong perut sendiri dengan menggunakan sebuah katana (pedang tradisional Jepang). Hal ini hanya dilakukan oleh para samurai untuk mempertanggung jawabkan kegagalannya dalam melakukan pekerjaannya pada masa itu. Selain itu, harakiri dilakukan untuk menjaga kehormatannnya sendiri sebagai seorang samurai.

Sampai sekarang ini, tidak sedikit dari para pejabat tinggi Jepang atau perdana menteri Jepang yang mengundurkan diri ketika mereka berbuat suatu kesalahan atau gagal dalam menjalankan tugasnya. Negara Jepang yang sudah berkembang pesat dan maju daripada sebelumnya, mereka tidak bisa meninggalkan moral yang telah ada sejak dulu itu. Semakin dewasa seseorang, semakin besar tanggung jawab seseorang. Jika seseorang telah memasuki lingkungan kerja, dia memiliki tanggung jawab berupa membayar pajak, loyal terhadap perusahaan tempat dia bekerja dan disiplin dalam bekerja. Seseorang yang telah dewasa, mempunyai tanggung jawab seperti membantu orang tua dalam bentuk material, membayak pajak, menafkahi istri dan anak, dan sebagainya. Seseorang tidak akan pernah bisa lepas dari tanggung jawab yang muncul dari lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, ataupun lingkungan kerja. Sebagai pejabat tinggi Jepang dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, mereka harus bertanggung jawab kepada pemerintah ataupun kepada semua masyarakat Jepang. Mereka juga memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap negaranya. Beberapa pejabat tinggi Jepang tersebut, diantaranya adalah Yukio Hatoyama (鳩山由紀夫) yang mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pertanggung jawabannya atas masalah markas militer Amerika yang ada di Okinawa, Jepang. Pejabat tinggi Jepang lainnya adalah Naoto Kan dan Yoshihiko Noda.

Dalam skripsi ini, penulis akan menganalisis permasalahan tanggung jawab para pejabat tinggi Jepang yang cenderung memilih untuk mengundurkan diri jika gagal menjalani tugasnya.

Dalam formulasi masalah skripsi ini penulis akan menganalisis pengaruh reigi terhadap mundurnya Perdana Menteri Jepang dan tindakan tanggung jawab yang dilakukan oleh Perdana Menteri Jepang tersebut.

Permasalahan dalam skripsi ini akan dibatasi pada pengaruh reigi (礼儀) dan rinri-teki sekinin (倫 理 的 責 任 ) yang terdapat pada diri Perdana Menteri Jepang Yukio Hatoyama, Naoto Kan dan Yoshihiko Noda, terhadap tindakan tanggung jawab yang mereka lakukan ketika mereka melakukan kesalahan atau kegagalan dalam menjalankan tugasnya sebagai perdana menteri Jepang.

Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui terdapatnya pengaruh reigi dan rinri-teki sekinin terhadap tanggung jawab para petinggi Jepang yang gagal dalam menjalankan tugas sehingga melakukan pengunduran diri.

Penulis melakukan tinjauan pustaka sebagai penerlitian terdahulu. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah buku yang berjudul 「責任ってなに?」(Sekinin tte Nani?) karya Takeshi Ōba (2005) yang bertuliskan tentang arti dari tanggung jawab atau sekinin (責任), arti dari moral atau rinri (倫理), serta arti dari tanggung jawab secara moral atau rinri-teki sekinin (倫理 的責任). Penulis juga menggunakan sebuah junal penelitian online yang berjudul “Rei” ni Tsuite – Nitobe Inazo “Bushido” Dairokusho wo Yomu (『礼』について-新渡戸稲造『武士道』第六章を読む), ditulis oleh Ikuo Fujisawa (2008), yang berisi tentang pembagian reigi oleh Inazo Nitobe (新渡戸稲造) . Serta, penulis juga menggunakan sebuah jurnal penelitian sebelumnya yang berisi tentang penelitian terhadap pembagian konsep tindakan tanggung jawab yang dikemukakan oleh Hirohide Takikawa (瀧川

(3)

祐英) yang ditulis oleh Tarou Okuda (2013) dalam jurnalnya yang berjudul Sekinin Gainen no Bunrui wo Naijitsu – Takikawa Hirohide no Bunsetsu ni Tsuite (責任概念の分類を内実-瀧川祐英の分析につい て-).

METODE PENELITIAN

Dalam skripsi ini, penelitian diawali dengan permasalahan yang sudah diidentifikasikan dan dirumuskan. Permasalahan dalam skripsi ini adalah tindakan tanggung jawab yang dilakukan para pejabat tinggi Jepang yang menyebabkan pengunduran diri terhadap moral reigi yang dipegang oleh masyarakat Jepang pada umumnya. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui penyebab pengunduran diri para pejabat tinggi Jepang yang gagal dalam menjalani tugasnya.

Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan metode kualitatif sebagai pendekatan metode penelitian, metode kepustakaan sebagai metode pengumpulan data, dan metode deskriptif sebagai metode analisis data. Teori yang digunakan adalah teori moral reigi dan teori rinri-teki sekinin. Dengan demikian, output pada tahap ini, sebagai berikut:

1. Metode kualitatif untuk seluruh penelitian

2. Metode kepustakaan sebagai metode pengumpulan data 3. Metode deskriptif sebagai metode analisis data

4. Teori moral reigi, teori rinri-teki sekinin dan konsep tanggung jawab untuk menganalisis data.

Pada tahap selanjutnya, penulis menggunakan metode kepustakaan sebagai metode pengumpulan data dengan menerapkan metode pendekatan kualitatif. Sumber data yang digunakan penulis adalah buku yang berjudul sekininte nani? (責任ってなに?) karya Ōba Takeshi (大庭健). Penulis juga menggunakan sumber data berupa jurnal penelitian dahulu yang berhubungan dengan moral reigi dan tanggung jawab, serta artikel berita mengenai pejabat tinggi Jepang yang mengundurkan diri sebagai tindakan dari tanggung jawab. Dengan demikian, berikut output tahan ini yang siap untuk dianalisis:

1. Jurnal mengenai reigi yang dikemukakan oleh Nitobe Inazo (新渡戸稲造) yang ditulis oleh Fujisawa Ikuo (藤澤郁夫)

2. Jurnal mengenai konsep tanggung jawab yang dikemukakan oleh Takikawa Hirohide yang ditulis oleh Okuda Tarou (奥田太郎)

3. Buku tentang tanggung jawab yang ditulis oleh Ōba Takeshi (大庭健) berjudul sekininte nani? (責任ってなに?)

4. Artikel berita mengenai Hatoyama Yukio (鳩 山 由 紀 夫 ), Kan Naoto ( 官 直 人 ), dan Yoshihiko Noda (野田佳彦)

Dalam tahap terakhir, penulis menggunakan Metode Deskriptif Analitif Data untuk memilah dan mengklarifikasikan data yang terkumpul sebanyak 3 data. Berangkat dari kajian data yang sudah ada, berikut adalah kesimpulan kecil yang telah dicocokkan dengan teori moral reigi, teori rinri-teki sekinin dan konsep tanggung jawab, yaitu:

1. Penyebab pengunduran diri para pejabat tinggi Jepang adalah adanya dorongan moral berupa reigi (kehormatan) dalam masyarakat Jepang

2. Penyebab tanggung jawab adalah adanya kesalahan yang dilakukan pada masa lalu yang harus diambil pada masa yang akan datang.

Sehingga output pada tahap terakhir ini, penulis menyimpulkan bahwa adanya dorongan moral yang menyebabkan para petinggi Jepang mengundurkan diri ketika gagal dalam menjalankan tugas yang dilihat dari teori reigi dan konsep tanggung jawab.

HASIL DAN BAHASAN

1.

Mundurnya Perdana Menteri Yukio Hatoyama

Yukio Hatoyama (鳩山由紀夫), seorang perdana menteri Jepang yang menjabat pada tahun 2009 sampai 2010. Lahir di Tokyo pada tanggal 11 Februari 1947. Beliau merupakan lulusan dari University of Tokyo dan kemudian melanjutkan pendidikan ke Stanford University. Beliau merupakan perdana menteri pertama yang berasal dari partai demokrasi Jepang yang sebelumnya perdana menteri Jepang berasal dari

(4)

partai liberal Jepang. Beliau juga merupakan cucu dari mantan perdana menteri Jepang bernama Ichiro Hatoyama (鳩山一郎).

Walaupun beliau tidak lama menduduki kursi perdana menteri Jepang, tentu saja ada masalah yang muncul selama masa pemerintahannya. Seperti, permasalahan lingkungan yaitu pemanasan global. Dalam rapat internasional, beliau berjanji bahwa pada tahun 2020, beliau akan menurunkan pemanasan global sebanyak 25% dibandingkan tahun 1990 dengan cara menurunkan pemakaian rumah hijau. Rencana tersebut dinamakan sebagai 「鳩山イニシアチブ」atau “Hatoyama Initiative”.

Selain di Jepang, beliau juga dikenal oleh dunia internasional seorang yang mendapatkan sebuah penghargaan dan masuk dalam sebuah majalan international. Pada tanggal 5 Februari 2010, beliau mendapatan sebuah penghargaan, yaitu Sustainable Development Leadership Award tahun 2010. Penghargaan tersebut ditujukan untuk rencana Hatoyama Initiative yang mendapat penilaian yang baik dari dunia internasional. Selain itu, beliau juga masuk kedalam daftar Time 100: The Most Inportant People of the Country tahun 2010.

Hatoyama mengundurkan diri pada tanggal 2 Juni 2010, karena beliau mengingkari janjinya yang dikatakan saat kampanye tentang penutupan pangkalan militer Amerika Serikat yang berada di Okinawa. Selain itu, beliau juga dikabarkan telah membuat kesepakatan dengan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, untuk mempertahankan pangkalan militer Amerika Serikat tersebut dengan alasan keamanan. Beliau juga diberitakan bahwa adanya sebuah skandal uang yang dilakukan beliau dan atasannya, Ichirou Ozawa, serta adanya dorongan dari para anggota partai untuk mengundurkan diri karena adanya antisipasi akan pemilu yang akan datang pada Juli 2010.

Hal tersebut tentu saja dinilai sebagai penyimpangan moral terhadap masyarakat Jepang. Beliau dianggap tidak menepati janji tentang penutupan pangkalan militer Amerika Serikat. Beliau juga dianggap bahwa tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik untuk kedepannya dan tidak dipercayai oleh masyarakat Jepang. Selain itu, adanya dorongan dari anggota partai yang memaksa beliau untuk mengundurkan diri. Dalam hal ini, Hatoyama tidak dapat dihukum secara hukum yang berlaku di Jepang, namun beliau dapat dihukum secara moral atau sosial. Hukuman sosial tersebut adalah hilangnya ke tidak percayaan masyarakat dan juga beliau dikucilkan dari anggota partai yang membuat beliau memutuskan untuk mengundurkan diri.

Tindakan tanggung jawab yang dilakukan oleh Hatoyama sesuai dengan teori reigi oleh Nitobe dalam Yoshizawa (2008), yaitu: 「他者の感情に対する共感的な心づかいがそ外に現れたもの。」 (tasha no kanjō ni taisuru kyōkan-teki na kokoro dzukai ga soto ni awareta mono), yang artinya: Sesuatu yang muncul dari dalam diri kita yang bersifat empati terhadap orang lain.

Nitobe dalam Yoshizawa (2008) menjelaskan bahwa reigi merupakan sebuah rasa empati yang muncul dari diri seseorang terhadap perasaan orang lain. Keputusan Hatoyama yang diambil untuk mengundurkan diri dari jabatannya merupakan sebuah rasa empatinya terhadap masyarakat Jepang yang telah kehilangan kepercayaan terhadap dirinya. Beliau merasakan hal yang sama yang dirasakan oleh masyarakat Jepang bahwa Hatoyama tidak layak untuk menjadi seorang pemimpin untuk memimpin Jepang. Rasa empati yang muncul dari diri beliau inilah yang mendorong beliau untuk melakukan pengunduran diri sebagai bentuk tanggung jawab yang harus beliau pikul sebagai seorang perdana menteri.

Nitobe dalam Yoshizawa (2008) mengemukakan bahwa reigi muncul atas kemauan dan kesadaran sendiri, bukan dari paksaan atau dorongan dari masyarakat sekitar. Dalam hal ini, Hatoyama mengundurkan diri atas dasar keinginan dan kesadaran sendiri yang muncul dari dalam dirinya, bukan pengunduran diri yang berdasarkan atas paksaan atau dorongan dari anggota partai, atau pemecatan sepihak dari masyarakat Jepang.

Tindakan tanggung jawab beliau juga sesuai dengan teori reigi oleh Nitobe dalam Yoshizawa

(2008), yaitu:「 実物本来の合目的性へのしかるべき顧慮、したがって社会的地位へのしかるべき

敬意。」(jitsubutsu honrai no gōmoku tekisei heno shikaru beki koryo, shitagatte shakaiteki chi-i he no shikaru beki son-i) yang artinya pertimbangan atas kelayakan akan sesuatu yang asli, serta penghormatan terhadap status sosial seseorang.

Hatoyama mengundurkan diri karena adanya prinsip reigi yang beliau pegang sebagai pedoman dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang perdana menteri. Dengan adanya prinsip reigi tersebut, beliau mengundurkan diri untuk memperlihatkan kepada masyarakat Jepang bahwa beliau tidak layak untuk menjadi seorang pemimpin, seperti yang dikemukakan oleh Nitobe dalam Yoshizawa (2008) yaitu 「実物本来の合目的性へのしかるべき顧慮」 (jitsubutsu honrai no gōmokutekisei he no shikarubeki koryo) yang artinya pertimbangan atas kelayakan akan sesuatu yang asli.

(5)

Selain menjadi pedoman untuk mempertimbangkan seseorang layak atau tidaknya menjadi seorang pemimpin, reigi juga digunakan untuk menjadi suatu penghormatan untuk status sosial seseorang. Hatoyama mengundurkan diri untuk melindungi nama baiknya sendiri dan juga nama baik anggota partai tempat ia berada. Setelah beliau mengundurkan diri dari jabatannya sebagai seorang perdana menteri, beliau akan kembali ke masyarakat Jepang dan berinteraksi kembali dengan masyarakat Jepang. Beliau melindungi nama baiknya sendiri agar pada saat beliau kembali ke masyarakat Jepang, beliau dapat diterima kembali oleh masyarakat Jepang dan dapat berinteraksi dengan masyarakat sekitar seperti sebelum beliau menjadi seorang perdana menteri. Beliau juga melindungi nama anggota partainya agar masyarakat Jepang dapat menerima kembali kehadiran partai tersebut ke dalam dunia politik. Hal ini tercermin dalam ungkapan Nitobe dalam Yoshizawa (2008), yakni 「したがって社会的地位へのしか るべき敬意 」(shitagatte shakaiteki chii he no shikaru beki son-i) yang artinya penghormatan atas status sosial seseorang.

Nitobe dalam Yoshizawa (2008) juga menjelaskan bahwa moral reigi dilakukan untuk kepentingan orang lain, bukan untuk kepentingan diri sendiri. Hatoyama memilih untuk mengundurkan diri demi kepentingan masyarakat Jepang karena beliau sadar akan ketidakmampuannya untuk memimpin masyarakat Jepang, sehingga beliau memilih untuk mengundurkan diri dan memberikan jabatannya kepada orang yang lebih baik untuk memimpin Jepang. Selain itu, beliau mengundurkan diri demi anggota partai yang sama dengan beliau. Hal ini dilakukan beliau agar partai demokrasi Jepang tidak kehilangan kepercayaan dari masyarakat Jepang.

Menurut penulis, tindakan tanggung jawab yang dilakukan oleh Yukio Hatoyama sesuai dengan konsep tanggung jawab yang dikemukakan oleh Ōba (2005), yaitu: 「消極的には、呼びかけられてい るという事実を黙殺せず、答えることを期待されているという事実を無視しないことである」 (shōkyō-teki ni wa, yobikakerareteiru to iu jijitsu wo mokusatsu sezu, kotaeru koto wo kitai sareteiru to iu jijitsu wo mushi shinai koto de aru) yang artinya bertanggung jawab secara pasif adalah tidak mengabaikan kenyataan dan harapan seseorang yang meminta pertanggungjawaban.

Tindakan tanggung jawab yang dilakukan oleh Yukio Hatoyama merupakan tindakan tanggung jawab secara pasif, karena sebelum beliau mengundurkan diri beliau tidak melakukan apapun untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul pada saat itu. Walaupun beliau mengetahui bahwa masyarakat Jepang menginginkan beliau untuk menyelesaikan masalah sebelum mengundurkan diri, beliau tetap memilih mengundurkan diri sebagai tindakan dari pertanggung jawaban beliau terhadap kesalahan yang beliau perbuat, yaitu mengingkari janji kepada masyarakat Jepang tentang pemindahan pangkalan militer Amerika Serikat di Okinawa.

Berdasarkan pembagian tindakan tanggung jawab menurut Takikawa dalam Okuda (2013), yakni tanggung jawab berdasarkan tindakan masa lalu atau kako ni kansuru sekinin jyōkyō (過去に関する責任 状況) dan tanggung jawab yang akan dipenuhi untuk masa depan atau mirai ni kansuru sekinin jyōkyō (未 来に関する責任状況). Tindakan tanggung jawab Hatoyama termasuk dalam kako ni kansuru sekinin jyōkyō (過去に関する責任状況) yang artinya tindakan tanggung jawab berdasarkan keadaan masa lalu. Hal ini dikarenakan beliau bertanggungjawab atas perbuatannya yang mengingkari janji yang telah beliau buat kepada masyarakat Jepang tentang penutupan pangkalan militer Amerka Serikat di Okinawa pada masa lalu. Beliau terlebih dahulu membuat suatu kesalahan yakni tidak menepati janjinya dan kemudian hasil dari kesalahan tersebut, beliau harus mengambil suatu keputusan untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya. Keputusan tersebut adalah keputusan untuk melepas jabatannya sebagai seorang perdana menteri.

Penulis juga dapat melihat bahwa Hatoyama bertanggung jawab secara moral atau etika (倫理的 責任), dan tidak bertanggung jawab secara politik, hukum atau sosial (政治的責任, 法的責任, 社会的責 任). Hal ini dikarenakan rinri-teki sekinin merupakan sebuah pusat atau dasar dari segala bentuk tindakan tanggung jawab, karena moral atau rinri adalah dasar pedoman seseorang untuk hidup dan melakukan suatu pekerjaan, serta menjadi dasar norma dari semua tindakan tanggung jawab.

Selain bertanggung jawab secara moral atau rinri-teki sekinin (倫理的責任), tindakan tanggung jawab beliau termasuk dalam tindakan tanggung jawab atas kemauan sendiri atau kojin-teki sekinin (個人 的 責 任), karena beliau bertanggung jawab secara pribadi, bukan secara kelompok bersama dengan anggota partainya. Pembagian tindakan tanggung jawab berdasarkan pihak yang meminta pertanggung

(6)

jawaban, tindakan tanggung jawab beliau termasuk dalam tanggung jawab kepada masyarakat atau shakai-teki sekinin (社会的責任) karena beliau mengundurkan diri demi kepentingan masyarakat Jepang.

Seorang perdana menteri tentu saja mempunyai moral yang tinggi dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang perdana menteri Jepang. Oleh karena itu, seseorang akan bertanggung jawab secara moral karena dari moral yang mereka pegang itulah, mereka menjalankan tugas sesuai dan menjadikan moral sebagai pedoman untuk menjalankan tugasnya.

2.

Perdana Menteri Naoto Kan

Mantan perdana menteri lainnya, Naoto Kan (官 直 人 ), yang juga mengundurkan diri dari jabatannya. Beliau adalah perdana menteri setelah Yukio Hatoyama, lahir di Perfektur Yamaguchi pada tanggal 10 Oktober 1946. Beliau merupakan lulusan dari University of Tokyo dan juga merupakan seorang menteri keuangan sebelum beliau diangkat menjadi ketua partai demokrasi Jepang. Beliau memulai jabatannya sebagai seorang perdana menteri pada tanggal 8 Juni 2010 dan memutuskan untuk mengundurkan diri pada tanggal 2 September 2011.

Pada tanggal 11 Maret 2011, terjadi sebuah bencana alam berupa gempa di daerah Touhoku yang mengganggu aktifitas nuklir. Keesokan harinya pada tanggal 12 Maret 2011, Kan mengirim 50.000 orang relawan, dan pada tanggal 18 Maret 2011, jumlah relawan terus meningkat hingga 170.000 orang termasuk pasukan Angkatan Udara, Angkatan Air, dan Angkatan Darat.

Penyelesaian masalah gempa bumi yang terjadi di Jepang pada saat itu, dinilai masyarakat sangat lambat. Kan tidak memberikan perintah kepada bawahannya secara tegas, sehingga penyelesaian masalah tersebut menjadi terhambat. Tempat pengungsian warga korban gempa pun menjadi sebuah permasalahan dimana tempat pengungsian warga tidak cukup untuk menampung korban gempa bumi. Namun, tuntutan yang diberikan oleh Naoto Kan tersebut dinilai kurang tegas, sehingga beliau dikritik 「リーダー失」 atau “tidak pantas menjadi seorang leader”. Permasalahan yang muncul pada saat masa jabatan beliau menyebabkan popularitas beliau menurut dikalangan masyarakat Jepang.

Penurunan populatitas beliau tentu saja tidak dapat dipisahkan dari adanya campur tangan media massa. Berdasarkan data dan jawaban pertanyaan yang dikumpulkan oleh media selama dua minggu lebih setelah terjadinya bencana gempa di Jepang, adanya pendapat tentang Kan yang menjabat sebagai perdana menteri pada waktu itu. Pendapat tersebut antara lain, yakni leadership sebagai seorang perdana menteri tidak terlihat, tidak memperlihatkan bahwa beliau adalah seorang figur yang berperan penting untuk Jepang, atau hanya memperlihatkan performance saja. Selain itu, pada tangga 2 April 2011 dan 10 April 2011, beliau mengunjungi Perfektur Iwate dan Perfektur Miyagi setelah terjadinya bencana gempa. Pada saat itu, media massa dilarang untuk mengambil gambar tempat pengungsian yang sedang dikunjungi. Menurut media massa, penduduk sekitar berkomentar bahwa Kan terlalu telat untuk mengunjungi tempat pengungsian tersebut, atau beliau tidak dapat melakukan apapun selain menyemangati para pengungsi.

Ada sebuah penilaian dari publik yang ditulis dalam sebuah koran Jepang yaitu Asahi Shinbun pada tanggal 30 Juni 2011 tentang perdana menteri Kan. Penilaian tersebut berisi 「菅直人首相さえいな くなければ問題のすべては解決する」 atau Kan Naoto Shuushou sae inaku nakereba mondai no subete wa kaiketsu suru, yang artinya “Jika Perdana Menteri Naoto Kan tidak ada, semua permasalahan akan terselesaikan”. Peniliaian yang ditulis oleh Asahi Shinbun tersebut tentunya menjadi patokan masyarakat dalam memilih perdana menteri selanjutnya. Penilaian tersebut juga menjelaskan bahwa beliau tidak dapat menyelesaikan suatu permasalahan dengan cepat dan tegas, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan sebuah permasalahan yang terjadi di Jepang pada saat itu.

Penilaian dan kritikan yang ditulis oleh media massa tentunya mempunyai efek yang kuat untuk masyarakat Jepang. Dari penilaian dan kritikan yang dilakukan oleh media massa, masyarakat dapat melihat Kan layak untuk menjadi seorang perdana menteri atau tidak. Penilaian dan kritikan tersebut menyebabkan popularitas beliau menurun dan tidak disenangi oleh masyarakat Jepang. Menurunnya popularitas tersebut menyebabkan beliau harus mengundurkan diri dari seorang perdana menteri Jepang. Beliau menyatakan pengunduran dirinya kepada masyarakat Jepang pada tanggal 2 September 2011. Pengunduran diri yang dilakukan oleh Kan sesuai dengan teori reigi yang dikemukakan oleh Nitobe dalam Yoshizawa (2008), yaitu「他者の感情に対する共感的な心づかいがそ外に現れたもの。」(tasha no kanjō ni taisuru kyōkan-teki na kokoro dzukai ga soto ni awareta mono), yang artinya: Sesuatu yang muncul dari dalam diri kita yang bersifat empati terhadap orang lain.

Nitobe dalam Yoshizawa (2008) menjelaskan bahwa reigi merupakan sebuah empati yang muncul dari diri seseorang terhadap perasaan orang lain. Hal ini tercermin dalam diri Kan, yaitu rasa

(7)

empati yang tinggi yang berasal dari dalam dirinya, sehingga beliau memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Kan memahami perasaan masyarakat Jepang yang menginginkan penyelesaian permasalahan bencana gempa bumi tersebut, namun beliau tidak dapat menjawab keinginan masyarakat Jepang tersebut. Dengan rasa empati tersebut, beliau mengundurkan diri sebagai tindakan tanggung jawabnya kepada keinginan masyarakat Jepang. Kan menilai dirinya tidak pantas untuk menjadi seorang perdana menteri yang memimpin masyarakat Jepang secara tegas.

Tanggung jawab yang dilakukan oleh Kan tersebut juga sesuai dengan konsep reigi yang dijelaskan oleh Nitobe dalam Yoshizawa (2008), yakni sebagai berikut:「 実物本来の合目的性へのし かるべき顧慮、したがって社会的地位へのしかるべき敬意。」(jitsubutsu honrai no gōmoku tekisei heno shikaru beki koryo, shitagatte shakaiteki chi-i he no shikaru beki son-i) yang artinya pertimbangan atas kelayakan akan sesuatu yang asli, serta penghormatan terhadap status sosial seseorang

Dari konsep tersebut, penulis dapat melihat bahwa salah satu fungsi dari reigi adalah sebagai sarana untuk mempertimbangkan seseorang layak menjadi seorang pemimpin atau tidak. Selain itu, menjadi pertimbangan kehormatan dan juga status sosial dari seseorang. Kan juga menggunakan reigi sebagai pedoman untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang perdana menteri dimana beliau sadar bahwa beliau tidak layak untuk menjadi seorang pemimpin untuk memimpin Jepang sehingga beliau memilih bertanggung jawab dengan cara mengundurkan diri dari jabatannya. Hal itu tercermin dari konsep reigi, yaitu「実物本来の合目的性へのしかるべき顧慮」 (jitsubutsu honrai no gōmoku tekisei heno shikaru beki kōryo) yang artinya pertimbangan atas kelayakan akan sesuatu yang asli.

Selain untuk mempertimbangkan kelayakan seseorang, reigi juga mempunyai fungsi sebagai penghormatan seseorang terhadap status sosialnya sendiri. Menurut penulis, Kan menggunakan reigi sebagai pedoman untuk mengundurkan diri dari jabatannya demi nama baik dan kehormatannya sendiri maupun kehormatan anggota partainya. Hal ini dilakukan untuk menjaga nama baiknya sendiri dan juga nama baik anggota partai politik dimana dia berada. Setelah beliau mengundurkan diri, beliau akan kembali ke dalam masyarakat umum. Kan melindungi nama baiknya agar beliau dapat diterima kembali oleh masyarakat Jepang. Begitu juga dengan anggota partai tempat ia berada, beliau mengundurkan diri agar partai tersebut dapat diterima oleh masyarakat Jepang dan dunia politik kembali. Hal ini tercermin dari konsep reigi, berupa 「したがって社会的地位へのしかるべき敬意」 (shitagatte shakaiteki chi-i he no shikaru beki son-i) yang artinya penghormatan atas status sosial seseorang.

Menurut penulis, tindakan pengunduran diri yang dilakukan oleh Naoto Kan sesuai dengan pembagian tanggung jawab yang dilakukan oleh Ōba (2005), yaitu: 「積極的には、責任を担うという ことは、応答を期待しにくいときでも、呼びかける努力をやめず、答えされないという感じで も、答えようとする姿勢を崩さない、ということである。」(sekkyouku-teki ni wa, sekinin wo ninau to iu koto wa, ōtō wo kitai shinikui toki demo, yobikakeru doryoku wo yamezu, kotaesarenai to iu kanji demo, kotaeyō to suru shisei wo kuzusanai, to iu koto de aru.) yang artinya bertanggung jawab secara aktif adalah berusaha untuk bertanggung jawab terhadap sesuatu walaupun kelihatannya tidak mungkin dan tidak berhenti berusaha.

Tindakan tanggung jawab yang dilakukan oleh Kan merupakan tindakan tanggung jawab yang bersifat aktif atau sekkyoku-teki sekinin (積極的責任), karena beliau berusaha untuk menyelesaikan permasalahan bencana gempa bumi dan tenaga nuklir di Fukushima walaupun beliau mengetahui bahwa permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan cepat. Tindakan tersebut dilakukan untuk menjawab keinginan dari para korban bencana gempa bumi dan tenaga nuklir di Fukushima, namun hal ini tetap dinilai lambat oleh masyarakat Jepang dikarenakan ketidaktegasan beliau dalam memberikan perintah kepada bawahannya. Penilaian ini menyebabkan menurunnya popularitas beliau dan berujung pada pengunduran diri sebagai tanda pertanggungjawaban beliau.

Berdasarkan pembagian tindakan tanggung jawab menurut Takigawa dalam Okuda (2013), tindakan tanggung jawab yang dilakukan Kan adalah kako ni kansuru sekinin jyōkyō (過去に関する責任 状況) beliau mempertanggung jawabkan kesalahan yang diperbuat pada masa lalu. Beliau dinilai tidak tegas dalam memberikan perintah kepada bawahan ketika beliau berusaha untuk membantu korban bencana gempa bumi di daerah Touhoku.

Selain itu, adanya keterlambatan beliau dalam mengunjungi tempat pengungsian korban bencana alam gempa yang mendapat kritikan dari para korban gempa bumi. Adanya kesalahan yang diperbuat pada masa lalu tersebut, beliau mengundurkan diri sebagai bentuk dari tindakan tanggung jawab beliau yang tercermin dalam pembagian tindakan tanggung jawab menurut Takigawa dalam Okuda (2013), yaitu kako

(8)

ni kansuru sekinin jyōkyō (過 去 に 関 す る 責 任 状 況 ) yang artinya tindakan tanggung jawab yang berdasarkan pada keadaan masa lalu.

Beliau bertanggung jawab secara moral atau rinri (倫理) yakni moral yang dijadikan pedoman beliau dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang perdana menteri. Ōba (2005:36) menjelaskan bahwa moral atau rinri (倫理) adalah sebuah dasar yang dijadikan manusia sebagai pedoman untuk di tengah masyarakat atau menjalan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut dikerjakan dengan baik dan benar. Tindakan tanggung jawab beliau termasuk dalam rinri-teki sekinin (倫理的責任) karena rinri-teki sekinin merupakan tindakan tanggung jawab yang menjadi pusat dari segala tindakan tanggung jawab lainnya seperti, tanggung jawab secara politik (政 治 的 責 任 ), tanggung jawab secara hukum (法 的 責 任 ), tanggung jawab secara sosial (社会的責任), dan sebagainya.

Tindakan tanggung jawab beliau juga termasuk dalam tindakan tanggung jawab secara pribadi atau kojin-teki sekinin (個 人 的 責 任 ) yaitu beliau melakukan tindakan tanggung jawab berupa pengunduran diri secara pribadi, bukan pemberhentian sepihak dari pemerintah Jepang atau anggota kelompok partai. Tindakan tanggung jawabnya juga merupakan tindakan tanggung jawab secara objek atau taibutsu-sekinin (対物責任) yaitu kepentingan masyarakat Jepang merupakan objek untuk dijadikan alasan beliau dalam tindakan tanggung jawab tersebut.

3.

Mundurnya Perdana Menteri Yoshihiko Noda

Yoshihiko Noda (野 田 佳 彦 ) merupakan seorang mantan perdana menteri yang menggantikan Mantan Perdana Menteri Naoto Kan. Lahir di kota Funabashi, perfektur Chiba pada tanggal 20 Mei 1957. Beliau merupakan seorang anggota dari partai demokrasi Jepang, dan merupakan seorang anggota majelis Jepang sebelum terpilih menjadi seorang perdana menteri Jepang.

Beliau memulai jabatannya sebagai seorang perdana menteri Jepang pada tanggal 2 September 2011 dan mengundurkan diri pada tanggal 26 Desember 2012 setelah kalah dalam pemilu dan digantikan oleh perdana menteri Jepang sekarang, Shinzo Abe (安倍晋三).

Masa pemerintahan beliau tidaklah luput dari permasalahan yang muncul. Salah satunya adanya permasalahan dana politik dalam pemerintahan pada saat itu. Selain adanya permasalahan dana politik tersebut, masyarakat Jepang terkejut ketika beliau mengatakan bahwa beliau telah merokok sejak umur 18 tahun, padahal di Jepang memperbolehkan remaja merokok pada umur 20 tahun. Kemudian beliau meminta maaf dan mengatakan beliau merokok sejak umur 20 tahun. Beliau kemudian dikritik bahwa tidak mengingat hukum dengan baik.

Kasus pengunduran diri yang dilakukan oleh Noda tentu saja berbeda dengan kasus pengunduran diri yang dilakukan oleh Hatoyama dan Kan. Noda tidak melakukan kesalahan atau kegagalan pada masa jabatannya sebelum mengundurkan diri, tetapi tidak terpilih untuk kedua kalinya oleh masyarakat Jepang. Hal ini menyadarkan beliau bahwa beliau tidak lagi pantas untuk menjadi seorang perdana menteri yang akan memimpin Jepang untuk kedepannya, sehingga beliau memilih untuk menyerahkan jabatan tersebut kepada orang yang telah dipilih oleh masyarakat Jepang.

Tindakan tanggung jawab yang dilakukan oleh Noda sesuai dengan konsep reigi yang dikemukakan oleh Nitobe dalam Yoshizawa (2008), yaitu:「 他者の感情に対する共感的な心づかいが 外に現れたもの 」(tasha no kanjō ni taisuru kyōkanteki na kokorodzukai ga soto ni arawareta mono). Yang artinya sesuatu yang muncul dari dalam diri kita yang bersifat empati terhadap perasaan org lain.

Inti dari reigi tersebut adalah empati yang muncul dari dalam diri kita sendiri terhadap perasaan yang dimiliki oleh orang lain. Dari keputusan yang diambil oleh Noda, terlihat bahwa beliau mempunyai moral atau etika yang seharusnya dipegang oleh setiap pejabat tinggi atau perdana menteri. Beliau mengundurkan diri karena beliau memiliki moral reigi atau empati yang sangat tinggi sehingga beliau sangat menghormati keputusan masyarakat Jepang yang tidak memilih beliau pada pemilu saat itu. Selain menghormati keputusan masyarakat, beliau juga mengundurkan diri demi kehormatannya sendiri sebagai seseorang yang berada di lingkungan sosial. Beliau juga merasakan sebuah perasaan empati yang muncul dari dalam dirinya sehingga beliau dapat memahami perasaan masyarakat Jepang dan akhirnya memutuskan untuk melepaskan jabatannya sebagai seorang perdana menteri Jepang.

Menurut penulis, tindakan pengunduran diri tersebut selain untuk menghormati keputusan masyarakat Jepang, pengunduran diri tersebut dilakukan untuk menjaga nama baik sendiri maupun nama baik partainya. Tindakan pengunduran diri tersebut juga dilakukan untuk kepentingan masyarakat Jepang,

(9)

bukan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Tindakan pengunduran diri tersebut juga untuk mengembalikan nama baiknya sendiri dan kelompok anggota partai.

Setelah beliau mengundurkan diri dari jabatannya sebagai seorang perdana menteri, beliau tidak lagi aktif di organisasi atau pemerintahan. Tetapi, beliau membuat sebuah blog yang berisi tentang kegiatan beliau sehari-hari atau pendapat beliau terhadap sesuatu yang sedang terjadi di Jepang. Menurut penulis, hal ini dilakukan oleh beliau untuk memperbaiki image ketika beliau memutuskan untuk berhenti menjadi seorang perdana menteri.

Tindakan pengunduran diri yang disebabkan oleh Noda juga sesuai dengan teori reigi yang dikemukakan oleh Nitobe dalam Yoshizawa (2008), yaitu:「 実物本来の合目的性へのしかるべき顧慮、 したがって社会的地位へのしかるべき敬意。」(jitsubutsu honrai no gōmoku tekisei heno shikaru beki koryo, shitagatte shakaiteki chi-i he no shikaru beki son-i) yang artinya pertimbangan atas kelayakan akan sesuatu yang asli, serta penghormatan terhadap status sosial seseorang

Noda memegang prinsip reigi dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang perdana menteri. Hal ini membuat Noda sadar akan ketidaklayakannya dalam memimpin Jepang, sehingga beliau memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai seorang perdana menteri. Tindakan pengunduran diri tersebut muncul dari dalam dirinya sendiri dan atas kesadarannya sendiri. Dalam reigi ini, reigi digunakan sebagai pedoman untuk mempertimbangkan seorang pemimpin layak atau tidak untuk memimpin masyarakat banyak. Dorongan reigi inilah yang membuat seorang perdana menteri yang merasa dirinya tidak layak dalam memimpin untuk mengambil tindakan tanggung jawab yaitu berupa tindakan pengunduran diri.

Noda juga melakukan tindakan pengunduran diri tersebut untuk melindungi nama baiknya sendiri ataupun keluarga, dan nama baik partai tempat ia bekerja. Hal ini dilakukan agar pada saat beliau mengundurkan diri dan kembali ke kehidupan masyarakat seperti semula, beliau dapat diterima kembali dengan mudah oleh masyarakat sekitarnya, sehingga beliau dapat berinteraksi dengan masyarakat seperti sebelum beliau menjabat sebagai seorang perdana menteri. Selain itu, beliau juga mengundurkan diri untuk nama baik partainya agar partai tersebut dapat diterima kembali oleh masyarakat Jepang dan lingkungan politik Jepang.

Tindakan tanggung jawab yang dilakukan oleh Noda sesuai dengan pembagian tanggung jawab yang dikemukakan oleh Nitobe dan Yoshizawa (2008), yaitu:「 消極的には、呼びかけられていると いう事実を黙殺せず、答えることを期待されているという事実を無視しないことである 」 (shōkyoku-teki ni wa, yobikakerareteiru to iu jijitsu wo mokusatsu sezu, kotaeru koto wo kitai sareteiru to iu jijitsu wo mushi shinai koto de aru) yang artinya bertanggung jawab secara pasif adalah tidak mengabaikan kenyataan dan harapan seseorang yang meminta pertanggungjawaban.

Tindakan tanggung jawab yang dilakukan Noda merupakan tanggung jawab yang bersifat pasif, karena sebelum Noda kalah dalam pemilu dan mengundurkan diri dari partainya, beliau tidak berusaha untuk mengubah popularitas beliau yang telah menurun. Apabila beliau membuat suatu kebijakan yang berguna untuk masyarakat banyak, beliau tentu mengalami kenaikan popularitas. Beliau kurang aktif dalam menjalankan pekerjaannya sebagai seorang perdana menteri dan beliau kurang berbaur kepada masyarakat Jepang.

Tindakan tanggung jawab beliau yang sesuai menurut pembagian yang dikemukakan oleh Takigawa dalam Okuda (2013) adalah 過去に関する責任状況 (kako ni kansuru sekinin jōkyō) yakni beliau mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang terjadi pada masa lalu. Beliau kurang berbaur dan bersosialisasi dengan masyarakat Jepang.

Tindakan tanggung jawab yang dilakukan oleh beliau termasuk dalam rinri-teki sekinin yaitu beliau mengundurkan diri karena adanya dorongan moral yang ada dalam dirinya. Beliau meletakkan moral sebagai pegangan ketika menjabat sebagai perdana menteri, sehingga beliau sadar ketika masyarakat Jepang tidak ingin lagi dipimpin oleh beliau. Oleh karena itu, beliau mengambil tindakan berupa pengunduran diri sebagai seorang perdana menteri yang merupakan bagian dari moral pada dirinya. Moral tersebutlah yang mendorong beliau untuk bertanggung jawab secara moral.

Tindakan tanggung jawab beliau juga termasuk dalam tindakan tanggung jawab berdasarkan hasil atau kekka-teki sekinin (結果的責任), karena beliau mengundurkan diri berdasarkan hasil pemilihan umum yang diadakan pada saat itu. Beliau juga bertanggung jawab kepada masyarakat atau shaka-teki sekinin (社会的責任), karena beliau menghargai dan menghormati pilihan masyarakat Jepang yang memilih Shinzo Abe pada pemilu saat itu.

(10)

SIMPULAN DAN SARAN

Yukio Hatoyama, seorang perdana menteri Jepang yang mengundurkan dirinya sebagai seorang perdana menteri karena tidak dapat menepati janji yang beliau ucapkan pada saat kampanye pemilihan umum tentang pemindahan pangkalan militer Amerika yang berada di Okinawa, Jepang. Kegagalannya dalam memimpin masyarakat Jepang tersebut membuat beliau harus mengambil tindakan pengunduran diri yang berdasarkan pada pembagian moral reigi menurut Nitobe, yaitu pertimbangan atas kelayakan akan sesuatu yang asli, serta penghormatan terhadap status sosial seseorang. Menurut pembagian tanggung jawab yang dilakukan oleh Ōba, Hatoyama bertanggung jawab secara pasif atau shōkyoku-teki sekinin ( 消 極 的 責 任 ), karena sebelum beliau mengundurkan diri, beliau tidak berusaha untuk menyelesaikan masalah yang timbul ketika dia masih menjabat sebagai seorang perdana menteri. Menurut pembagian tanggung jawab oleh Takikawa, Hatoyama bertanggung jawab terhadap kesalahan yang dia lakukan pada masa lalu atau kako ni kansuru sekinin jyōkyō (過去に関する責任状況). Hatoyama juga bertanggung jawab secara moral atau rinri-teki sekinin (倫理的責任) karena adanya moral yang beliau pegang sewaktu dia menjabat sebagai seorang perdana menteri. Selain itu, beliau juga bertanggung jawab secara pribadi atau kojin-teki sekinin (個人的責任) dan bertanggung jawab kepada masyarakat Jepang atau shakai-teki sekinin (社会的責任).

Naoto Kan merupakan seorang perdana menteri yang menggantikan Hatoyama setelah beliau mengundurkan diri sebagai perdana menteri Jepang. Naoto Kan juga mengundurkan diri setelah tidak lama menjabat sebagai seorang perdana menteri karena dinilai lambat dan tidak tegas dalam penyelesaian masalah bencana gempa bumi dan reaksi nuklir yang terjadi di Fukushima. Akibat dari penilaian tersebut, Kan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai seorang perdana menteri, yang berdasarkan pembagian reigi menurut Nitobe, yaitu pertimbangan atas kelayakan akan sesuatu yang asli, serta penghormatan terhadap status sosial seseorang. Sedangkan menurut pembagian tanggung jawab oleh Ōba, Kan melakukan tindakan tanggung jawab secara aktif atau sekkyoku-teki sekinin (積極的責任), karena tetap berusaha untuk menyelesaikan permasalahan bencana gempa bumi dan reaksi nuklir, walaupun pada akhirnya tindakannya tersebut dinilai lambat dan tidak tegas oleh masyarakat Jepang. Menurut pembagian tanggung jawab oleh Takikawa, beliau melakukan tanggung jawab terhadap kesalahan pada masa lalu atau kako ni kansuru sekinin jyōkyō (過去に関する責任状況). Kan juga bertanggung jawab secara pribadi atau kojin-teki sekinin (個人的責任) , dan bertanggung jawab terhadap objek atau taibutsu-teki sekinin (対 物的責任), yaitu beliau menjadikan kepentingan masyarakat Jepang sebagai objek dari tindakan tanggung jawabnya tersebut.

Setelah Kan berhenti menjadi seorang perdana menteri Jepang, posisi Kan digantikan oleh Yoshihiko Noda. Masa jabatan Noda tidak terhitung lama karena pada saat pemilu pada 2012, Noda tidak terpilih dan digantikan oleh perdana menteri Jepang yang sekarang, Shinzo Abe. Walaupun Noda membuat beberapa prestasi pada saat masa jabatannya, kepopularitasan beliau tidaklah tinggi, sehingga beliau kalah dalam pemilu selanjutnya. Kekalahan beliau menyebabkan beliau tidak dapat menjadi Perdana Menteri untuk periode selanjutnya, yang berdasarkan pada pembagian reigi menurut Nitobe, yaitu sesuatu yang muncul dari dalam diri kita yang bersifat empati terhadap perasaan org lain. Sedangkan pembagian tanggung jawab menurut Ōba, tindakan tanggung jawab beliau termasuk dalam shōkyoku-teki sekinin (消極的責任) atau tanggung jawab secara pasif karena sebelum kalah dalam pemilu beliau tidak berusaha untuk menaikkan popularitas beliau. Berdasarkan pembagian tanggung jawab menurut Takikawa, beliau bertanggung jawab terhadap kesalahan pada masa lalu atau kako ni kansuru sekinin jyōkyō (過去に 関する責任状況), dan juga bertanggung jawab berdasarkan hasil atau kekka-teki sekinin (結果的責任), serta bertanggung jawab kepada masyarakat Jepang atau shakai-teki sekinin (社会的責任).

Dalam masyarakat Jepang, banyak aspek yang dapat menjadi pedoman masyarakat untuk menjalankan pekerjaannya dan kehidupannya sehari-hari. Aspek tersebut bukan hanya rei (礼), namun masih banyak aspek yang dapat mempengaruhi tindakan masyarakat Jepang, seperti gi (義), yū (勇), jin (仁) dan meiyō (名誉). Dalam keseluruhan aspek tersebut, harus dihubungkan dengan tindakan tanggung jawab yang dilakukan oleh para pejabat tinggi atau perdana menteri Jepang.

(11)

REFERENSI

Fujisawa, Ikuo. (2008). “Rei” ni Tsuite - Nitobe Inazo “Bushido” Dairokusho wo Yomu-. Jouetsu Kyouiku Daigaku Kenkyuu Kiyou. 27. 205-207. Diperoleh pada 8 Oktober 2014 dari http://repository.lib.juen.ac.jp/dspace/bitstream/10513/370/1/kiyo27-21.pdf

Hart, Herbert. (1968). Punishment and Responsibility. Inggris: Oxford University Press

Hatoyama, Yukio. (2014). Hatoyama Yukio. Diperoleh pada 8 Oktober 2014 dari http://www.eaci.or.jp/#hatoyama

Kan, Naoto. (2014). Kan Naoto. Diperoleh pada 8 Oktober 2014 dari n-kan.jp/about/

Nitobe, Inazo. (2004). Bushido: Samurai Ethics and The Soul of Japan. New York: Dover Publications Noda, Yoshihiko. (2014). Noda Yoshihiko. Diperoleh pada 8 Oktober 2014 dari

https://www.nodayoshi.gr.jp/profile.html

Okuda, Tarou. (2013). Sekinin Gainen no Bunrui to Naijitsu – Takikawa Hirohide no bunseki ni tsuite-. [Hou to Nin-gen Kagaku] Chuukan Houkoku-sho. 12-14. Diperoleh pada 8 Oktober 2014 dari

http://law-human.let.hokudai.ac.jp/assets/files/cyuukannhyouka/chukan_houkokusyo.pdf#page=15 Ooba, Takeshi. (2005). Sekinin Tte Nani?. Tokyo: Koudansha.

Sano, Yasuto. (1996). Fenikkusu no Doutoku Ron to Kyouiku. Kyoto: Koyoshobo.

Suliyat, Titiek. (2013). Bushido Pada Masyarakat Jepang: Masa Lalu dan Masa Kini. Izumi Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya Jepang. 1 (1). 1-12. Diperoleh pada 8 Oktober 2014. http://www.ejournal.undip.ac.id/index.php/izumi/article/view/6232/5266

Takikawa, Hirohide. (2003). Sekinin no Imi to Seido: Futan Kara Outou he. Tokyo: Keisoushobo.

Tsunematsu, Jun. (2009). Sekinin to Shakai: Fuhou Koui Sekinin no Imi wo Meguru Arasoi. Tokyo: Keisoushobo.

Yamazumi, Masami. (1976). Kyouiku to wa Nani ka wo Motomete. Tokyo: Soudobunka.

Yoshizawa, Denzaburo. (1976). Shera〈1〉 Rinrigaku ni Okeru Keishiki Shugi to Jitsu Shitu Teki Kachi Rinri Gaku. Tokyo: Hakumizusha.

Wikipedia. (2014). Hatoyama Yukio. Diperoleh 8 Oktober 2014.

http://ja.wikipedia.org/wiki/%E9%B3%A9%E5%B1%B1%E7%94%B1%E7%B4%80%E5%A4 %AB

Wikipedia. (2014). Kan Naoto. Diperoleh 8 Oktober 2014.

http://ja.wikipedia.org/wiki/%E8%8F%85%E7%9B%B4%E4%BA%BA Wikipedia. (2014). Noda Yoshihiko. Diperoleh 8 Oktober 2014.

http://ja.wikipedia.org/wiki/%E9%87%8E%E7%94%B0%E4%BD%B3%E5%BD%A6

RIWAYAT PENULIS

Fransiska Gunawan lahir di kota Pekanbaru pada 3 Februari 1993. Penulis menamatkan pendidikan S1di

Referensi

Dokumen terkait