• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT LAYU SCLEROTIUM DAN PRODUKSINYA PADA VARIETAS KEDELAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT LAYU SCLEROTIUM DAN PRODUKSINYA PADA VARIETAS KEDELAI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

176

EVALUASI KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT LAYU

SCLEROTIUM DAN PRODUKSINYA PADA VARIETAS KEDELAI

Evaluation of Resistance to Sclerotium Wilt Disease and Its Production

on Soybean Variaty

Eko Agus Martanto1, Adelin Tanati1, Samen Baan2, Alexander Arfayan1 dan Herman Rois Tata3

1Laboratorium Hama Penyakit Tanaman Faperta UNIPA, Manokwari, 98314, Indonesia 2Laboratorium Tanah Faperta UNIPA, Manokwari, 98314, Indonesia

3Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Manokwari, Indonesia E-mail: e_a_martanto@yahoo.com

ABSTRACT

This study aims to evaluate the resistance of soybean varieties to Sclerotium wilt disease and its production. The study was conducted for 3 months, from July - September 2017, in the 11th District Unit of the Manokwari. The study was conducted using Randomized Block Design which was repeated three replications. The treatment consists of 5 varieties of soybeans, namely varieties Burangrang, Grobogan, Dena-1, Anjasmoro, and Detam-1. There is no pathogen inoculation treatment in the field. Parameters observed included Sclrotium wilt disease intensity, number of branches, number of leaves, plant height, number of seeds per pod, weight per 100 seeds, and seed weight per plot. Data analysis was performed using analysis of variants (ANOVA), if a significant effect of treatment, it is followed by BNT test at level of 95%. Varieties tested had different responses to leaf number parameters, plant height and number of branches. The number of leaves, plant height and number of branches increased until the third observation, in the fourth observation there is a decrease and there is an increase. Dena-1 varieties includes highly resistant varieties, Detam-1 resistant varieties Burangrangv moderate resistant, while Anjasmoro and Grobogan varieties that are susceptible to the Sclerotium wilt disease. The weight of seeds per plot of Dena-1 varieties is 673,33 g/ha (1,427.77 kg/ha) higher than the other varieties.

Keywords: Soybean, Sclerotium wilt disease, resistance, production

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi ketahanan beberapa varietas kedelai terhadap penyakit layu Sclerotium dan produksinya. Penelitian dilakukan selama 3 bulan, dari bulan Juli – September 2017, di Satuan Pemukiman (SP) 11 Distrik Sidey Kabupaten Manokwari. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang diulang tiga kali. Perlakuan terdiri atas 5 varietas kedelai, yaitu varietas Burangrang, Grobogan, Dena-1, Anjasmoro, dan Detam-1. Tidak ada perlakuan inokulasi patogen di lapangan. Parameter yang diamati meliputi intensitas penyakit layu Sclerotium, jumlah cabang, jumlah daun, tinggi tanaman, jumlah biji per polong, berat per 100 biji, dan berat biji per petak. Analisa data dilakukan dengan menggunakan Analisis Varians (Anova), apabila perlakuan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan

(2)

177

BNT pada taraf 95%. Setiap varietas yang dicoba mempunyai tanggapan yang berbeda pada parameter jumlah daun, tinggi tanaman dan jumlah cabang. Jumlah daun, tinggi tanaman dan jumlah cabang meningkat hingga pengamatan ketiga, pada pengamatan keempat ada yang menurun dan ada yang meningkat. Varietas Dena-1 dikategorikan sangat tahan, varietas Detam-1 tahan, varietas Burangrang agak tahan sementara varietas Anjasmoro dan Grobogan termasuk varietas yang rentan terhadap penyakit layu Sclerotium. Berat biji per petak varietas Dena-1 673,33 g/petak (setara 1,122 ton/ha) lebih tinggi daripada varietas lainnya.

Kata kunci : Kedelai, layu Sclerotium, ketahanan, produksi

PENDAHULUAN

Kedelai (Glycine max (L.) Merill) merupakan salah satu tanaman pangan utama

setelah padi dan jagung. Tanaman ini mempunyai banyak kegunaan baik sebagai bahan baku industri dan pakan ternak. Selain memiliki protein nabati dengan kisaran 30,32% - 34,64% (Yuwono, et.al, 1999), kedelai juga mengandung lemak, mineral dan vitamin (Sari et al., 2013).

Kebutuhan kedelai di Indonesia terus meningkat, sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk (Zainal et al., 2014). Produktivitas kedelai tahun 2015 yaitu 1,1 ton/ha di Papua Barat belum mampu untuk mencukupi permintaan masyarakat terhadap kedelai (BPS, 2017). Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas kedelai di Papua Barat masih rendah.

Kampung Sidey Makmur (SP-11) merupakan salah satu sentra pengembangan komoditas kedelai di Kabupaten Manokwari yang memiliki keunggulan spesifik yang tidak dimiliki wilayah lain di Indonesia, dengan waktu tanam 4 kali dalam setahun. Keunggulan ini merupakan salah satu potensi yang dapat meningkatkan produktivitas hasil, namun produksi yang dicapai tidak sesuai yang diharapkan. Salah satu alasan utama dalam penghambatan peningkatan produksi kedelai di wilayah ini adalah serangan penyakit tanaman.

Salah satu penyakit yang dapat menyebabkan rendahnya produktivitas dan umum dijumpai pada tanaman kedelai adalah penyakit layu Sclerotium (Martoredjo, 1992: Susanto, 2015). Tanaman kedelai yang terserang terlihat layu dan pada pangkal batang

terdapat miselium cendawan berwarna putih sehingga tanaman akan mati (Nurlela et al.,

2016 : Semangun, 2008). Intensitas serangan patogen S. rolfsii pada 20 HST sekitar

(3)

178

Pengendalian penyakit layu Sclerotium yang ramah lingkungan dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya dengan menggunakan varietas tahan.

Penggunaaan varietas tahan merupakan langkah awal dalam pengendalian penyakit. Hal ini dapat juga dilakukan dalam upaya seleksi varietas yang tahan terhadap penyakit dan pada lokasi tertentu. Ketahanan tanaman terhadap penyakit dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan (Dewi et al., 2016). Penggunaan varietas tahan aman

dan memudahkan petani dalam budidaya kedelai (Saleh et al., 2010). Adisarwanto (1993)

mengatakan bahwa produktivitas yang tinggi dapat dicapai dengan penanaman varietas unggul disertai dengan pengelolaan lingkungan fisik dan hayati, serta pemanfaatan teknologi yang sesuai dengan lingkungan.

Berbagai varietas kedelai telah ditemukan dengan berbagai keunggulan yang berbeda, seperti berdaya hasil tinggi, tetapi rentan terhadap serangan penyakit layu Sclerotium. Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian kedelai untuk mengetahui ketahanan dan produksi yang dihasilkan masih sangat relevan untuk dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ketahanan beberapa varietas kedelai terhadap penyakit layu Sclerotium di Papua Barat dan produksi yang dihasilkan.

METODE PENELITIAN Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kedelai varietas Burangrang, Grobogan, Dena-1, Anjasmoro, dan Detam-1.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Satuan Pemukiman (SP) 11 Distrik Sidey Kabupaten Manokwari, mulai bulan Juli sampai Oktober 2017.

Metode

Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri atas 5 varietas kedelai, yaitu varietas Burangrang, Grobogan, Dena-1, Anjasmoro, dan Detam-1 sehingga diperoleh 15 satuan percobaan. Percobaan dilakukan selama 3 bulan, dan tiap satuan percobaan berupa petak dengan ukuran 2 x 3 meter.

Parameter yang diamati meliputi intensitas penyakit layu Sclerotium, jumlah cabang, jumlah daun, tinggi tanaman, jumlah biji per polong, berat per 100 biji, dan berat

(4)

179

biji per petak. Parameter diamati 3 minggu setelah tanam, diulang sebanyak 4 kali dengan selang pengamatan 2 minggu.

Intensitas penyakit dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

X 100%

Dimana: IP = Intensitas Penyakit (%)

n = Jumlah tanaman yang terserang N = Jumlah tanaman yang diamati

Ketahanan tanaman terhadap infeksi penyakit layu pada kedelai menurut Budiman (1995), sebagai berikut :

Persentase IP (%) Derajat ketahanan

0-5 Sangat Tahan 6-14 tahan 15-29 Agak tahan 30-49 Agak rentan ➢ 50 rentan Analisa data

Analisa data dilakukan dengan menggunakan analisis varians (anova), apabila perlakuan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan BNT pada taraf 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

1. Intensitas penyakit layu Sclerotium

Pada pengamatan pertama sampai ketiga, gejala penyakit layu belum ditemukan pada semua varietas yang dicoba. Pada pengamatan terakhir, gejala penyakit layu dijumpai pada semua varietas dengan intensitas penyakit terendah pada varietas Dena-1 (0%) dan paling tinggi pada varietas Grobogan (80,00%) (Tabel 1).

IP = n

(5)

180

Tabel 1. Intensitas penyakit varietas kedelai yang diamati

Perlakuan Intensitas Penyakit pengamatan (%)

I II III IV V1 : Burangrang 0,00 0,00 0,00 26,67 bc V2 : Grobogan 0,00 0,00 0,00 80,00 a V3 : Dena 1 0,00 0,00 0,00 0 c V4 : Anjasmoro 0,00 0,00 0,00 53,33 ab V5 : Detam 1 0,00 0,00 0,00 13,33 c

Angka-angka yang diikuti dengan huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji BNT pada aras 5%

2. Jumlah daun

Jumlah daun varietas yang diamati berbeda nyata pada pengamatan pertama hingga keempat. Pada pengamatan pertama, jumlah daun paling sedikit pada varietas Burangrang (2,13) dan yang paling banyak pada varietas Anjasmoro (3,20). Pada pengamatan terakir (ke-4), jumlah daun terbanyak pada varietas Detam-1 sebesar 11,27, sedang jumlah daun paling sedikit pada varietas Grobogan sebesar 5,27 (Tabel 2).

Tabel 2. Jumlah daun varietas kedelai yang diamati

Perlakuan Jumlah Daun pengamatan

I II III IV V1 : Burangrang 2,13 c 8,86 b 9,47 b 8,07 b V2 : Grobogan 2,80 ab 6,80 c 7,47 c 5,27 c V3 : Dena 1 2,47 bc 8,73 b 12,07 a 10,07 ab V4 : Anjasmoro 3,20 a 10,47 a 10,47 b 8,33 b V5 : Detam 1 3,07 a 9,67 ab 12,40 a 11,27 a

Angka-angka yang diikuti dengan huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji BNT pada aras 5%

3. Jumlah cabang

Jumlah cabang baru dapat diamati pada pengamatan kedua. Pada pengamatan kedua dan ketiga jumlah cabang varietas Grobogan berbeda dengan keempat varietas lainnya. Pada pengamatan ke-4, jumlah cabang varietas Dena-1 (4,27) lebih banyak dan berbeda nyata dengan jumlah cabang pada varietas lainnya (Tabel 3).

Tabel 3. Jumlah cabang varietas kedelai yang diamati

Perlakuan Jumlah cabang pengamatan

I I I III IV V1 : Burangrang 0,00 3,00 b 3,93 3,73 a V2 : Grobogan 0,00 2,73 b 2,47 2,53 b V3 : Dena 1 0,00 4,33 a 3,80 4,27 a V4 : Anjasmoro 0,00 3,20 ab 3,53 2,73 b V5 : Detam 1 0,00 2,93 b 3,66 3,07 b

Angka-angka yang diikuti dengan huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji BNT pada aras 5%

(6)

181

4. Tinggi tanaman

Tinggi tanaman varietas yang diamati berbeda nyata pada pengamatan kedua hingga keempat. Pada pengamatan pertama hingga keempat tinggi tanaman varietas Burangrang paling tinggi dan yang paling rendah pada varietas Grobogan (Tabel 4).

Tabel 4. Tinggi tanaman varietas kedelai yang diamati

Perlakuan Tinggi Tanaman pengamatan (cm)

I I I III IV V1 : Burangrang 21,66 56,33 a 68,86 a 69,13 a V2 : Grobogan 20,20 36,20 c 41,06 c 35,70 c V3 : Dena 1 21,26 47,60 b 66,66 a 62,40 b V4 : Anjasmoro 21,46 51,93 ab 61,73 b 59,47 b V5 : Detam 1 20,26 48,13 b 58,73 b 57,47 b

Angka-angka yang diikuti dengan huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji BNT pada aras 5%

5. Jumlah biji per polong, berat per 100 biji, dan berat biji per petak varietas kedelai yang diamati

Hasil analisa menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata pada berat per 100 biji, dan berat biji per petak varietas kedelai dicoba. Berdasarkan berat per 100 biji maka berat biji yang paling tinggi ada pada varietas Grobogan (68,11gr), dan yang paling rendah adalah varietas Dena-1 (57,67 gr). Berat biji per petak yang paling besar adalah varietas Dena-1 (673,33 g/petak), dan yang paling rendah adalah varietas Anjasmoro (283,33 gr/petak) (Tabel 5).

Tabel 5. Jumlah biji per polong, berat per 100 biji, dan berat biji per petak varietas kedelai yang dicoba

Perlakuan jumlah biji per polong

berat per 100 biji (gr)

berat biji per petak (gr) V1 : Burangrang 2,33 15,64 b 646,67 a V2 : Grobogan 2,40 20,11 a 283,33 b V3 : Dena 1 2,40 9,67 c 673,33 a V4 : Anjasmoro 2,53 14,15 b 453,33 ab V5 : Detam 1 2,33 12,95 bc 440,00 ab

Angka-angka yang diikuti dengan huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji BNT pada aras 5%

Pembahasan

Pengamatan pertama hingga ketiga semua varietas belum menunjukkan gejala penyakit layu, baru pada pengamatan keempat ada gejala penyakit layu Sclerotium.

(7)

182

Lambatnya gejala yang terjadi karena selama penelitian tidak dilakukan inokulasi patogen penyebab penyakit layu. Lokasi penelitian merupakan daerah yang ditanami kedelai terus menerus sehingga sumber inokulum selalu ada. Pada pengamatan ketiga telah dijumpai gejala menguningnya daun pada beberapa tanaman sampel, tetapi tanda penyakit berupa hifa atau sklerotium di pangkal batang belum ditemukan, sehingga infeksi cendawan Sclerotium rolfsii dianggap ada. Pada pengamatan keempat banyak dijumpai sklerotium di sekitar pangkal batang. Varietas Anjasmoro menunjukkan varietas yang paling peka karena intensitas penyakitnya yang paling besar, sementara Dena-1 tidak ada serangan penyakit. Tingginya intensitas penyakit dapat menyebabkan turunnya produksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudjono (1985 dalam Safitri et al. 2015) yang menyatakan bahwa semakin tinggi intensitas serangan maka produksi kedelai semakin rendah.

Berdasarkan besarnya intensitas penyakit yang terjadi, ketahanan varietas Dena-1 dikategorikan sangat tahan, varietas Detam-1 tahan, varietas Burangrang agak tahan sementara varietas Anjasmoro dan Grobogan termasuk varietas yang rentan terhadap penyakit layu Sclerotium. Perbedaan serangan tiap varietas ini selain didukung oleh ketahanan yang berbeda, juga disebabkan perbedaan jumlah cabang dan jumlah daun tiap varietas. Daun yang terbentuk pada semua varietas hampir sama lebat sehingga menyebabkan iklim mikro di sekitar tanaman mendukung perkembangan patogen. Hal ini sesuai pendapat Zadoks dan Schein (1979) yang menyatakan bahwa iklim mikro merupakan syarat penting untuk siklus infeksi, dari melekatnya spora sampai penyebaran spora.

Pada pengamatan pertama beberapa daun tanaman kedelai sudah mulai terbentuk sehingga proses fotosintesis juga sudah mulai terjadi. Hal ini sesuai dengan pendapat Manshuri (2011) yang menyatakan bahwa cepatnya pertumbuhan awal daun mengindikasikan bahwa varietas yang ditanam memiliki kemampuan untuk menghasilkan asimilat untuk didistribusikan ke organ tanaman lain. Tinggi tanaman dan jumlah cabang merupakan variabel penting dalam mengamati pertumbuhan tanaman karena berhubungan dengan jumlah daun yang terbentuk. Hasil percobaan ini menunjukkan tinggi tanaman dan jumlah cabang meningkat hingga pengamatan ketiga, kemudian pada pengamatan keempat ada yang menurun dan ada yang meningkat.

Berat polong per 100 biji varietas Dena 1 paling rendah, tetapi berat biji per petaknya paling besar. Hal ini karena jumlah biji yang dihasilkan oleh varietas Dena-1

(8)

183

lebih banyak dibanding dengan jumlah biji yang dihasilkan oleh varietas lain. Berat biji per petak varietas Dena-1 673,33 g/petak (setara 1,122 ton/ha) lebih tinggi daripada varietas lainnya. Hasil berat biji per petak dari beberapa varietas yang diteliti masih lebih rendah dibanding dengan produktifitas standar nasional. Rendahnya produksi disebabkan karena serangan penyakit layu Sclerotium. Hal ini sesuai dengan pendapat Astiko et al., (2017) bahwa serangan penyakit layu Sclerotum dapat menurunkan produksi hingga 46,96 %.

KESIMPULAN

Setiap varietas yang dicoba mempunyai tanggapan yang berbeda pada parameter jumlah daun, tinggi tanaman dan jumlah cabang. Jumlah daun, tinggi tanaman dan jumlah cabang meningkat hingga pengamatan ketiga, pada pengamatan keempat ada yang menurun dan ada yang meningkat. varietas Dena-1 dikategorikan sangat tahan, varietas Detam-1 tahan, varietas Burangrang agak tahan sementara varietas Anjasmoro dan Grobogan termasuk varietas yang rentan terhadap penyakit layu Sclerotium. Berat biji per petak varietas Dena-1 673,33 g/petak (setara 1,122 ton/ha) lebih tinggi daripada varietas lainnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada pemerintah melalui DP2M Ditjen DIKTI atas dana yang diberikan pada tahun 2017 sehingga penelitian ini dapat dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. 1993. Pencegahan klorosis daun pada tanaman kedelai di lahan vertisol

dengan pemberian unsur makro dan mikro. Dalam Penelitian Komoditas dan Studi

Khusus 1992.

Astiko, W., I.N. Soemeinaboedhy, dan N. Ekayanti. 2017. Pengendalian hayati penyakit busuk batang Sclerotium pada tanaman kedelai dengan menggunakan Mikoriza Indigenus. Agroteksos, Jurnal Ilmiah Ilmu Pertanian 3(13) : 5-6

Badan Pusat Statistik Papua Barat, 2017. Papua Barat dalam Angka

Budiman, A. 1995. Reaksi ketahanan beberapa genotip kedelai terhadap penyakit bakteri Hawar (Pseudomonas syringae pv glycinea). Konggres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah PFI, Mataram 27-29 September 1995. 127 – 131.

(9)

184

Dewi, A.A., Ainurasjid dan D. Saptadi. 2016. Identifikasi ketahanan tujuh genotip cabai rawit (Capcisum frutescens L) terhadap Phytophthora capcisi (penyebab penyakit busuk batang). Jurnal Produksi Tanaman 4 (3) : 174-179.

Martoredjo, T. 1992. Pengendalian Penyakit Tanaman, Andi Offset, Yogyakarta. Manshuri, A.G. 2011. Laju Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Genotipe Kedelai

Berumur Genjah. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, Vol 30 No 3.

Nurlela, L.Hakim dan A.M.Vlim. 2016. Efektifitas beberapa agen antagonis dan cara aplikasinya untuk menekan pertumbuhan Sclerotium rolfsii pada tanaman kedelai.Jurnal Ilmiah Pertanian Unsyiah 1(1) : 155-167.

Safitri, N., I.R. Sastrahidayat, A. Muhibuddin. 2015. Pemanfaatan bahan nabati ekstrak daun kemangi (Ocimum bacilicum), daun sirih (Pipper bettle Linn) dan daun salam (Syzygium polyanthum), dalam pencegahan serangan penyakit karat (Phakopsora pachyrhizi Sydow) pada tanaman kedelai (Glycine max L). Jurnal HPT 3 (3) : 52-62.

Saleh, N., A.S. Puranika,. I.R. Sastrahidayat, dan A. Cholil. 2010. Evaluasi ketahanan genotip kedelai terhadap penyakit rebah semai, Sclerotium rolfsii Sacc. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 260-268.

Sari, P.M., H. Aimon dan E. Syofyan. 2013. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, konsumsi dan impor kedelai di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi 3(5):1-28.

Semangun, H., (2008). Penyakit Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjahmada

University Press, Yogyakarta.

Soesanto, L. 2015. Kompendium Penyakit-penyakit Tanaman Kedelai. Bumi Aksara, Jakarta. 534p.

Zadoks, J.C., R.D. Schein. 1979. Epidemiology and Plant Disease Management. Oxford Univ.Press, New York.

Zainal, M., A. Nugroho dan N.E. Suminarti. 2014. Respon pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai pada berbagai tingkat pemupukan N da pupuk kandang ayam. Jurnal Produk Pertanian 2(6): 484-490.

Yuwono, S.S., K.K Hayati. dan S.N Wulan. 1999. Karakterisasi fisik, kimia, dan fraksi protein 7S dan 11S sepuluh varietas kedelai produksi Indonesia. jurnal Tek.Pert 4 (1) : 84 – 90.

Gambar

Tabel 1.  Intensitas penyakit varietas kedelai yang diamati
Tabel 4.  Tinggi tanaman varietas kedelai yang diamati

Referensi

Dokumen terkait

Hanya ada satu marga dan satu jenis dari suku Cycadaceae yang dijumpai di pulau Wawonii.. Marga Cycas tersebar dari Afrika Timur dan Madagaskar melintasi India sampai China

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang bangle ( Zingiber cassumunar Roxb.) terhadap gambaran histopatologi hati

Rancangan Basis Data untuk Pengembangan Sistem Informasi Rekam Medis Rawat Jalan untuk pelayanan pasien di RSU Imelda Pekerja Indonesia membutuhkan beberapa tabel

Berdasarkan masalah yang telah diidentifikasi, maka perlu adanya pembatasan masalah supaya terdapat hasil yang efektif, maka peneliti hanya membahas masalah meningkatkan

Anak memiliki persepsi yang positif terhadap buah dan sayuran tetapi perilaku makan buah dan sayuran masih belum memenuhi standar karena ada kebiasaan (habit)

Tombol ini berfungsi untuk memilih objek yang sekaligus dapat digunakan untuk men- skalakan atau merubah besaran objek yang terpilih, pada bagian ini proses skala hanya berlaku

Terdapat empat motif yang didapat dari penelitian ini, diantaranya adalah (1) Motif untuk menemukan informasi, mahasiswa Ilmu komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya

REKAM DATA PTK DI LAMAN PENGELOLAAN DATA PTK BARU REKAM DATA RINCI PTK & PENUGASAN DI ROMBEL SYNC DAPODIK SEKOLAH (LOKAL) MULAI SYNC DAPODIK SEKOLAH (LOKAL)