JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 2 p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang 1
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI WIRAUSAHA KREATIF
BERBASIS KEARIFAN LOKAL
Community Empowerment Through Creative Entrepreneurship Based on Local Wisdom
GAHARANI SARASWATI
Email:
gaharani.pgpaud@stkip11april.ac.id
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini STKIP Sebelas April Sumedang
Abstrak:
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan menggunakan
metode studi kasus. Latar belakang penelitian ini difokuskan tentang gambaran sebuah
implementasi pendidikan di masyarakat yang diwujudkan dalam kegiatan pemberdayaan
masyarakat.Kegiatan pemberdayaan ini merupakan inisiatif seorang wirausahawan muda, yaitu
owner perusahaan Chocodot asal Garut.Konsep pemberdayaan dilaksanakan dengan
caramengorganisir para penggiat UKM ke dalam GAPURA SIGAR. Para penggiat UKM
dibimbing untuk mengembangkan wirausaha kreatif yang berbasis kearifan lokal.
Kata kunci: pemberdayaan masyarakat, wirausaha kreatif, kearifan lokal.
Abstract:
This study used a qualitative research approach using the case study method. The
background ofthis research is focusedon the description of an educational implementation in the
community empowerment activities. This empowerment activity is the initiative of a young
entrepreneur, the owner of Chocodot company from Garut. The concept of empowerment is
implemented by organizing the energizer ofsmall and medium enterprises (SME) into Gapura
Sigar. The energizer SMEs guided to develop creative entrepreneurship based on local wisdom.
Keywords:
community empowering, creative entrepreneur, local wisdom.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Tercapainya kondisi yang lebih baik menjadi sebuah alasan mengapa negara
melakukan pembangunan.Pembangunan
menyangkut nasib banyak orang, sehingga
dibutuhkan pendekatan interdisipliner
(interdisciplinary approach).Salah satu
pendekatan tersebut adalah melalui
pendidikan.Pendidikan memiliki peran yang sangat penting bagi pembangunan bangsa, terutama bagi peningkatan kualitas hidup (improving quality of life) sumber daya manusia.
Menambahkan pernyataan tersebut,
Suryadi (2007, hlm. 43) menyebutkan bahwa: Semakin baiknya tingkat pendidikan suatu
bangsa akan mempercepat proses
pembangunan masyarakat. Pendidikan
yang bermutu akan mempercepat
peningkatan pengetahuan, keterampilan dan kualitas manusia, serta produktivitas masyarakat dan bangsa itu. Apabila kondisi ini tercapai, maka daya saing suatu bangsa di antara negara-negara di
dunia juga akan semakin baik.
Meningkatnya daya saing suatu bangsa akan meningkatkan harkat martabat
bangsa tersebut di tengah-tengah
dinamika kehidupan dunia.
Pendapat tersebut menegaskan tentang pentingnya pendidikan yang berkualitas dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di mata dunia.Dengan demikian,
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 2 p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang 2
layanan pendidikan hendaknya menyentuh seluruh aspek masyarakat.
Sejauh ini, pendidikan di Indonesia telah
berkembang pesat.Berbagai layanan dan
program pendidikan telah dikembangkan dan
dilaksanakan dengan harapan mampu
meningkatkan kualitas hidup
masyarakat.Namun, pada kenyataannya tidak sepenuhnya mampu menjawab tantangan yang ada di masyarakat.Seperti halnya kasus pengangguran dan kemiskinan di setiap daerah
masih menjadi problem yang sulit
diselesaikan.Dengan demikian, perlu adanya kerjasama berbagai pihak untuk memperbaiki kondisi tersebut.Terlebih lagi partisipasi masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan sangat diperlukan.
Mengingat masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan, maka pendidikan yang
berbasis masyarakat sangat
diperlukan.Ketercapaian implementasi
pendidikan bagi masyarakat salah satunya
ditempuh dengan misi pemberdayaan.
Pemberdayaan bukan semata-mata merupakan tanggung jawab pemerintah melalui program-programnya, melainkan dapat berasal dari inisiatif pihak lain di luar kepemerintahan.
Penelitian ini mengungkapkan kegiatan pemberdayaan yang melibatkan perusahaan
cokelat Chocodot asal Garut dengan
menggunakan konsep wirausaha
kreatif.Pemberdayaan masyarakat dengan konsep wirausaha kreatif merupakan langkah konkrit dalam memberikan layanan pendidikan yang berbasis kebutuhan masyarakat. Sasaran pemberdayaan dikondisikan sebagai pelaku wirausaha kreatif.Selain bekerja menjalankan
usahanya, mereka juga dapat belajar
mengembangkan diri mereka.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana strategi pemberdayaan
masyarakat melalui wirausaha kreatif? 2. Bagaimana pengembangan inovasi dalam
mewujudkan wirausaha kreatif?
C.Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini sebagai berikut.
1. Memperoleh data tentang strategi
pemberdayaan masyarakat melalui wirausaha kreatif.
2. Memperoleh data tentang pengembangan inovasi dalam mewujudkan wirausaha kreatif.
D.Manfaat Penelitian
1. Manfaat dari Segi Teori
Hasil penelitian ini secara teoritis dapat
menambah khasanah ilmu pengetahuan,
wawasan serta informasi terhadap kajian pengembangan teori ilmu-ilmu sosial, termasuk di dalamnya tentang pemberdayaan masyarakat dan kajian tentang kewirausahaan.
2. Manfaat dari Segi Praktis
Secara praktis penelitian ini memberikan rekomendasi yang dapat dimanfaatkan sebagai referensi bagi para akademisi dan praktisi pendidikan luar sekolah terkait dengan
penerapan strategi pemberdayaan
masyarakat.Hasil penelitian ini mampu
memberikan inspirasi kepada masyarakat dan pembaca untuk berinovasi menciptakan produk kreatif dan memulai untuk berwirausaha, serta memberikan gambaran tentang langkah-langkah
yang ditempuh Kiki Gumelar dalam
memberdayakan masyarakat di sekitar tempat usahanya.
KAJIAN PUSTAKA
A.Pemberdayaan Masyarakat
Dewasa ini, istilah pemberdayaan sudah tidak asing di telinga masyarakat Indonesia. Baik pemerintah melalui program-programnya yang bersifat top-down atau dari inisiatif seseorang dan kelompok tertentu mulai
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 2 p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang 3
menyemarakkan pemberdayaan sebagai langkah untuk membangun daerahnya. Seiring dengan kepopulerannya, maka banyak pula pendapat
yang bermunculan tentang pengertian
pemberdayaan itu sendiri.Berikut beberapa pendapat tentang pengertian pemberdayaan.
Ditinjau dari makna kata pemberdayaan, Sulistiyani (2004, hlm. 77-78) berpendapat bahwa secara epistimologis, pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut, maka:
Pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses
untuk memperoleh
daya/kekuatan/kemampuan, atau proses
pemberian daya/kekuatan/kemampuan
dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. Pengertian “proses” menunjuk pada serangkaian tindakan atau langkah-langkah yang dilakukan secara kronologis
sistematis yang mencerminkan
pentahapan upaya mengubah masyarakat yang kurang atau belum berdaya menuju
keberdayaan. Makna “memperoleh”
daya/kekuatan/menunjuk pada sumber inisiatif dalam rangka mendapatkan atau meningkatkan daya, kekuatan, atau
kemampuan sehingga memiliki
keberdayaan. Sedangkan makna kata “pemberian” menunjukkan bahwa sumber inisiatif bukan dari masyarakat. Inisiatif
untuk mengalihkan
daya/kemampuan/kekuatan adalah pihak-pihak lain yang memiliki kekuatan dan kemampuan, misalnya pemerintah atau agen-agen pembangunan lain.
Secara konseptual, Suharto (dalam Sunanto, 2011, hlm. 261) mengemukakan bahwa
pemberdayaan atau pemberkuasaan
(empowerment) berasal dari kata “power” (kekuasaan atau keberdayaan). Untuk itu, ide utama mengenai pemberdayaan ini juga sering dikaitkan dengan kemampuan individu untuk membuat orang lain melakukan apa yang
diinginkannya, terlepas dari minat dan keinginan
mereka. Melihat pengertian tersebut,
pemberdayaan lebih diartikan sebagai kekuasaan dalam konteks individu untuk mempengaruhi orang lain.
Kemudian menurut Jim Ife (1995, hlm. 182), pemberdayaan berarti “providing people with the resources, opportunities, knowledge, and skills to increase their capacity to determine their own future, and to participate in and affect the life of their community”.Pemberdayaan
masyarakat berarti menyiapkan kepada
masyarakat dengan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keahlian untuk meningkatkan kapasitas diri masyarakat di dalam menentukan masa depan mereka, serta berpartisipasi dan mempengaruhi kehidupan dalam komunitas masyarakat itu sendiri. Senada dengan pendapat tersebut, Payne (dalam Sunanto, 2011, hlm. 262) menerangkan bahwa:
Proses pemberdayaan pada intinya
ditujukan guna membantu klien
memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya.
Pengertian lain juga diungkapkan oleh World Bank (dalam Sunanto, 2011, hlm. 261-262). Istilah pemberdayaan (empowerment) memiliki pengertian menurut konteks budaya
dan politik.Oleh karena itu, makna
pemberdayaan tidak mudah diterjemahkan ke dalam semua bahasa.Pengertian pemberdayaan
sebenarnya mencakup kekuatan sendiri,
kemandirian, pilihan sendiri, kedaulatan hidup sesuai dengan nilai-nilai yang dianut seseorang
atau masyarakat, kapasitas untuk
memperjuangkan hak, kemerdekaan, pembuatan keputusan sendiri, menjadi bebas, kebangkitan, dan kapabilitas.Definisi-definisi tersebut pada
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 2 p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang 4
dasarnya tertanam dalam nilai dan sistem keyakinan lokal.
Beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan merupakan sebuah proses untuk membantu individu atau kelompok dalam suatu masyarakat agar menjadi mandiri dengan segala kemampuan dan potensi yang ada dalam diri dan lingkungannya, atau dengan kata lain pemberdayaan adalah sebuah proses untuk membantu orang agar dapat membantu dirinya sendiri (to help people to help them selves) dalam rangka mencapai kemandirian.
Dalam memberdayaan masyarakat
diperlukan strategi agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Menurut Adiyoso (2009, hlm. 24-25) ada tujuh strategi pemberdayaan masyarakat, yaitu:
a. Peningkatan kapasitas individu dan kelompok. Aspek ini penting karena
pemberdayaan adalah proses
menjadikan individu tidak berdaya menjadi berdaya.
b. Pengakuan dan penghargaan nilai-nilai. Aspek ini selain sebagai penghargaan hak dasar manusia, nilai-nilai lokal ternyata dapat memberikan kontribusi untuk proses pemberdayaan. c. Keanekaragaman. Sama halnya dengan aspek pengakuan nilai-nilai lokal, maka kebijakan dan perlakuan yang
seragam dalam melakukan
pemberdayaan masyarakat tidak efektif bahkan kontraproduktif.
d. Partisipasi. Aspek partisipasi adalah syarat pemberdayaan, karena dengan partisipasi maka rasa pemberdayaan muncul sehingga dapat mendorong untuk merumuskan dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam suatu komunitas. Partisipasi juga dapat menyatukan potensi baik pikiran dan
tenaga dalam suatu kelompok
masyarakat tertentu.
e. Hak azazi dan keadilan. Mengingat pemberdayaan yang sebagian diakui
sebagai proses untuk mendapatkan kembali power, maka dalam interaksi ini harus ada penegakan hukum yang demokratis dan berkeadilan. Tanpa ini maka pemberdayaan menjadi sia-sia.
f. Lingkungan yang kondusif.
Pemberdayaan juga memerlukan
lingkungan yang kondusif. Baik struktur, sistem dan suasana yang
mendukung terwujudnya
pemberdayaan. Kebijakan (ekonomi,
politik, sosial) harus dapat
memberikan atmosfer yang segar bagi inisiatif masyarakat untuk melakukan perubahan.
g. Keberpihakan. Sebagaimana
diungkapkan dalam banyak literatur, dimana ketidakberdayaan adalah juga
disebabkan kalahnya atau
terpinggirkannya masyarakat oleh struktur dan sistem, maka untuk
menjadikan berdaya perlu ada
treatment khusus bagi kelompok ini.
Harus ada kebijakan sementara
keberpihakan terhadap kelompok
masyarakat ini. Tanpa ini, maka usaha-usaha peningkatan kapasitas individu, penegakan hak azazi, dan penciptaan lingkungan yang kondusif menjadi sia-sia. Hal ini dikarenakan masyarakat ini tidak akan pernah dapat menyusul kelompok masyarakat yang lebih berdaya.
Berkaca dari strategi di atas,
pemberdayaan dilaksanakan dengan
mempertimbangkan substansi dari
pemberdayaan itu sendiri melalui peningkatan kapasitas individu, adanya pengakuan dan
penghargaan nilai-nilai, menghargai
keanekaragaman, mengedepankan partisipasi, mengakui hak azazi dan keadilan, berupaya menciptakan lingkungan yang kondusif, serta
keberpihakan kepada masyarakat yang
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 2 p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang 5
B. Wirausaha Kreatif
Berwirausaha dituntut untuk kreatif untuk memberikan ciri khas yang unik pada produknya. Selain itu, kreativitas juga dibutuhkan agar seorang wirausahawan mampu bertahan menghadapi perubahan di masa yang akan datang. Senada dengan pendapat tersebut, Sunarya dkk. (2011, hlm. 115) menyampaikan bahwa:
Dunia wirausaha merupakan dunia yang unik.Itu sebabnya mengapa wirausaha dituntut selalu kreatif. Dari kreativitasnya akan terbukti bahwa ia betul-betul memiliki citra kemandirian yang mampu
memukau banyak orang sehingga
kemudian dengan rela mengikutinya. Menjadi wirausahawan kreatif di saat krisis merupakan tantangan yang sangat berat. Seseorang yang akan terjun menjadi wirausahawan kreatif harus bekerja 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Hal semacam itu harus ia lakukan paling sedikit untuk kurun waktu kurang lebih 2 tahun. Ia harus berjuang tanpa henti dengan berbagai tekanan fisik maupun psikis.
Bisnis modern tidak mungkin dapat hidup dan berkembang bila tidak ditunjang oleh kemampuan menciptakan sesuatu yang baru setiap hari, walau hal itu hanya hasil penggabungan berbagai unsur yang telah ada sebelumnya sehingga kemudian menjadi suatu bentuk baru yang berbeda. Dari kretivitas akan muncul barang, jasa atau ide baru sebagai inovasi baru, untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus berkembang. Dari kreatifitas itu pula akan muncul cara-cara baru, mekanisme kerja atau operasi kerja untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Raudsepp mengatakan bahwa kemampuan kreatif itu terdistribusi hampir secara universal ke seluruh umat bumi ini.Kreativitas seperti sebuah sumber mata air yang harus dijaga jangan sampai mengering. Kita harus terus belajar dan menggali kreativitas itu, (Sunarya dkk., 2011, hlm. 115).
Selanjutnya Mobarok (2013, hlm. 14) mengutip pendapat John Howkins yang mendefinisikan creative enterpreneur sebagai orang-orang yang menggunakan kreativitas untuk memunculkan kekayaan di dalam diri mereka sendiri ketimbang menggunakan modal eksternal.Kemudian dijelaskan kembali bahwa creative entrepreneur adalah orang yang bergerak di bidang usaha menciptakan atau
memanfaatkan pengetahuan dan
informasi.Kemudian beliau menjelaskan bahwa yang menjadi modal utama dalam semua bidang tersebut ialah kreativitas dalam mencipta suatu produk.Setiap produk yang dihasilkan oleh creative enterpreneur merupakan produk yang unik dan karena itu memiliki perjalanan hidupnya masing-masing.
C.Kearifan Lokal
Bangsa Indonesia dianugrahi
beranekaragam kearifan lokal.Kearifan lokal tersebut telah terpelihara dan tumbuh dalam masyarakat itu sendiri.Kearifan lokal merupakan modal utama masyarakat dalam membangun dirinya tanpa merusak tatanan sosial yang ada di dalamnya.Kearifan lokal dibangun dari nilai-nilai sosial dalam struktur sosial masyarakat itu sendiri baik berhubungan dengan sesama maupun dengan alam.Sibarani (2012, hlm. 112) menjelaskan istilah kearifan lokal (local wisdom) terdiri atas dua kata, yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local).Kata “kearifan” (wisdom) berarti „kebijaksanaan‟, sedangkan
kata “lokal” berarti „setempat‟.Dengan
demikian, kearifan lokal atau kearifan setempat (local wisdom) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan dan pengetahuan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, dan berbudi luhur yang dimiliki, dipedomani, dan
dilaksanakan oleh anggota
masyarakatnya.Selanjutnya, beliau juga
menambahkan bahwa kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat.Kemudian, jika kearifan lokal
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 2 p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang 6
difokuskan pada nilai budaya, maka kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana.
Menurut Balitbangsos Depsos RI (dalam Sibarani, 2012, hlm. 113) kearifan lokal itu merupakan kematangan masyarakat di tingkat komunitas lokal yang tercermin dalam sikap, perilaku, dan cara pandang masyarakat yang kondusif di dalam mengembangkan potensi dan sumber lokal (material maupun nonmaterial) yang dapat dijadikan sebagai kekuatan dalam mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik atau positif.
Sibarani (2012, hlm. 114) lebih lanjut menyebutkan bahwa pemahaman kearifan lokal dari perspektif struktural, kultural, dan fungsional.Dari perspektif struktural, kearifan lokal dipahami dari keunikan struktur sosial
yang berkembang di lingkungan
masyarakat.Struktur sosial tersebut tidak hanya menjelaskan tentang institusi sosial, organisasi sosial, dan kelompok sosial, yang hadir di tengah masyarakat lokal, tetapi juga bertautan dengan dominasi wewenang dan kekuasaan yang melahirkan kelas, stratifikasi atau tipologi masyarakat.Pertumbuhan institusi sosial, lembaga sosial atau organisasi sosial pada setiap masyarakat berbeda.Perbedaan itu bukan hanya dipelajari dari pembentukannya, melainkan juga
pola pertumbuhan dan perkebangannya,
dinamika strukturnya dan fungsi-fungsinya untuk menjalankan peran-peran sosial universal.
Perspektif kultural lebih menekankan pada konteks kearifan lokal sebagai nilai yang diciptakan, dikembangkan, dan dipertahankan
dari masyarakat sendiri dan karena
kemampuannya mampu bertahan dan menjadi pedoman hidup masyarakat. Di dalam kearifan lokal tercakup berbagai mekanisme dan cara untuk bersikap, berperilaku, dan bertindak yang dituangkan dalam suatu tata cara sosial. Pada dasarnya, ada 5 (lima) dimensi kultural tentang kearifan lokal, yaitu pengetahuan lokal, budaya lokal, keterampilan lokal, sumber daya lokal,
dan proses sosial lokal (Ife dalam Sibarani, 2012, hlm. 114-116). Pengetahuan lokal bertautan dengan data dan informasi tentang karakter keuinikan serta pengetahuan dan pengalaman masyarakat untuk menghadapi
masalah dan kebutuhannya serta
solusinya.Budaya lokal bertautan dengan unsur-unsur kebudayaan yang telah terpolakan dan sekaligus sebagai tradisi lokal. Unsur budaya tersebut meliputi antara lain sistem nilai, tradisi, bahasa, teknologi, norma, dan sebagainya. Keterampilan lokal berkaitan dengan keahlian dan kemampuan masyarakat setempat untuk menerapkan dan memanfaatkan pengetahuan yang diperoleh.Kearifan lokal meletakkan keterampilan lokal sebagai dimensinya karena beranggapan bahwa keterampilan yang dimiliki
oleh masyarakat setempat membawa
konsekuensi terhadap keunikan atau perbedaan antara satu dengan yang lainnya.Perbedaan itulah yang kemudian menjadikan setiap masyarakat menjadi unik.Sumber lokal bertautan dengan ketersediaan akses, potensi, dan sumber lokal yang unik.Diyakini bahwa setiap masyarakat memiliki ketersediaan sumber lokal
yang berbeda-beda.Sumber-sumber yang
disediakan diyakini dapat menjadi alat ukur bagi kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan melaksanakan fungsi-fungsi utamanya. Dengan kata lain, perbedaan sumber yang tersedia di tingkat lokal menyebabkan kondisi masyarakat juga berbeda. Oleh sebab itu, sumber lokal menjadi dimensi yang sangat penting untuk memahami dan mempelajari kearifan lokal.Proses sosial lokal bertautan dengan bagaimanakah masyarakat tertentu menjalankan fungsi-fungsinya, sistem tindakan sosial yang dilakukan, tata hubungan sosial di antara mereka, alat yang digunakan, serta kontrol sosial yang dilakukan. Satu masyarakat dengan masyarakat lainnya tentunya berbeda dalam mewujudkan proses sosial yang demikian. Kearifan lokal memandang bahwa setiap warga memiliki proses sosial yang berbeda sehingga setiap masyarakat tidak dapat dipahami secara uniformitas, tetapi haruslah
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 2 p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang 7
dipahami dari keunikan karena karakternya berbeda. Semua dimensi kultural ini merupakan
kecerdasan-kecerdasan lokal yang
ditransformasikan ke dalam cipta, karya, dan karsa sehingga masyarakat dapat secara mandiri dalam berbagai iklim sosial yang berbeda-beda.
Perspektif fungsional memahami kearifan lokal dari perspektif kemampuan masyarakat
untuk melakukan fungsi-fungsinya.Parson
(dalam Sibarani, 2012, hlm. 116) meletakkan fungsi masyarakat dari dimensi adaptasi (adaptation), pencapaian tujuan (goal achievement), integrasi (integration), dan
pemeliharaan pola (latern pattern
maintenance).Keempat fungsi tersebut saling bertautan dan fungsional satu dengan lainnya.
Berdasarkan perspektif di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa masyarakat
merupakan sebuah sistem sosial yang di dalamnya terdapat manusia-manusia yang
membentuk suatu struktur sosial serta
menjalankan fungsinya masing-masing. Setiap individu saling berinteraksi dan melahirkan nilai-nilai yang mengatur masyarakat itu sendiri,
sehingga setiap masyarakat memiliki
karakteristik yang berbeda satu sama lain. Indonesia terdiri dari beranekaragam suku bangsa yang memungkinkan kearifan lokal bertransformasi secara lintas budaya yang pada akhirnya melahirkan nilai budaya nasional, kearifan lokal dapat dipandang sebagai identitas
bangsa.Dengan demikian, kearifan lokal
merupakan salah satu aspek yang perlu
dipertimbangkan dalam memberdayakan
masyarakat.
METODE PENELITIAN
A.Pendekatan dan Metode Penelitian
Berdasarkan masalah yang diteliti, penelitian ini mendeskripsikan secara rinci dan mendalam tentang pemberdayaan masyarakat melalui wirausaha kreatif berbasis kearifan lokal.Terdapat beberapa permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu mengenai kondisi empiris terbentuknya usaha Chocodot, strategi pemberdayaan masyarakat melalui
wirausaha kreatif, dan pengembangan inovasi dalam mewujudkan wirausaha kreatif.Untuk menjawab permasalah tersebut, maka peneliti perlu ke lapangan untuk mengamati dan berinteraksi secara langsung dengan beberapa
orang dan beradaptasi dengan
lingkungannya.Dengan demikian, penelitian ini lebih tepat jika menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Moleong (2009, hlm. 6):
adalah penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Menambahkan pernyataan di atas, Denzin dan Lincoln (2009, hlm. 6) mengatakan bahwa:
Kata kualitatif menyiratkan penekanan pada proses dan makna yang tidak dikaji secara ketat atau belum diukur (jika memang diukur) dari sisi kuantitas, jumlah, intensitas, atau frekuensinya. Para peneliti kualitatif menekankan sifat realita yang terbangun secara sosial, hubungan erat antara peneliti dengan subyek yang diteliti, dan tekanan situasi yang membentuk penyelidikan.Para peneliti
semacam ini mementingkan sifat
penyelidikan yang sarat nilai. Mereka
mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang menyoroti cara
munculnya pengalaman sosial sekaligus
perolehan maknanya. Sebaliknya,
penelitian kuantitatif menitilberatkan pengukuran dan analisis hubungan sebab-akibat antara bermacam-macam variabel, bukan prosesnya.Penyelidikan dipandang berada dalam kerangka bebas nilai. Sesuai dengan pendapat tersebut, maka penelitian kualitatif menekankan pada proses dan makna penelitian. Dalam proses penelitian, peneliti dihadapkan pada situasi yang alamiah
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 2 p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang 8
dan tidak dibuat-buat. Agar dapat memperoleh data yang dibutuhkan, maka peneliti perlu menyesuaikan diri dengan situasi sosial yang ada.Untuk itu, peneliti merupakan instrumen kunci dalam penelitian kualitatif.
Dalam penelitian ini, peneliti dihadapkan pada berbagai kondisi.Peneliti harus berhadapan dengan individu, kelompok/organisasi, bahkan suatu situasi sosial, sehingga memerlukan metode yang tepat untuk mencapai tujuan penelitian.Yin (2013, hlm. 1) mengatakan bahwa secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus
penelitiannya terletak pada fenomena
kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata. Menambahkan pernyataan
tersebut, Menurut Rahardjo (dalam
http://mudjiarahardjo.com) studi kasus
merupakan penelitian yang mendalam tentang individu, satu kelompok, satu organisasi, satu program kegiatan, dan sebagainya dalam waktu tertentu.Tujuannya untuk memperoleh diskripsi yang utuh dan mendalam dari sebuah entitas.Studi kasus menghasilkan data untuk selanjutnya dianalisis untuk menghasilkan teori.
Agar peneliti dapat saling berinteraksi dengan sasaran penelitian dan menelaah sebanyak mungkin mengenai data yang diteliti, serta agar lebih mudah diadaptasikan dengan
realitas yang beragam, maka peneliti
menggunakan metode studi kasus.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap antara lain: tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir.
1. Persiapan
Persiapan penelitian ini diawali dengan
memilih topik yang operasionalisasinya
berangkat dari paradigma yang sedang berkembang atau isu-isu yang empirik.Setelah memiliki topik untuk diteliti, peneliti mulai
konsentrasi untuk menemukan fokus penelitian dan menyusun rancangan penelitian.
Memastikan bahwa fokus ini ada di lapangan, maka peneliti melakukan survey
pendahuluan.Tujuan melakukan survey
pendahuluan adalah memastikan bahwa topik ada data lapangannya dan setelah melakukan penjajakan, peneliti menilai fleksibilitas lapangan dari sisi situasi dan kondisi maupun konteks penelitian, sehingga peneliti dapat menyiapkan diri dan menyiapkan perlengkapan yang diperlukan.
Bersamaan dengan survey pendahuluan, peneliti dapat mengkaji literatur untuk mendapat inspirasi secara konsep dari fokus yang ditelaah.Selanjutnya fokus hasil justifikasi lapangan dikembangkan menjadi
kategori-kategori yang dibangun atas bantuan
pemahaman konseptual hasil kajian literatur atau disebut dengan kisi instrumen.Setelah kisi-kisi terbentuk, lalu dikembangkan menjadi instrumen berupa pedoman wawancara dan observasi.
2. Pelaksanaan
Inti dari kegiatan penelitian ini adalah pengumpulan data, yaitu dengan cara peneliti masuk ke lapangan dan berada di sana untuk mengamati secara langsung maupun melakukan wawancara dengan informan yang telah terpilih. Peneliti dalam penelitian kualitatif juga berperan sebagai instrumen.Keberhasilan penelitian sangat tergantung pada peran dan keterlibatan langsung peneliti.
Agar informasi yang diperoleh tidak terlewatkan, maka perlu memanfaatkan berbagai
media yang dapat mendukung proses
pengumpulan informasi dan menulisnya sebagai catatan lapangan. Lalu Selanjutnya dilakukan triangulasi untuk pengecekan data berdasarkan berbagai sumber, cara, dan waktu.
Langkah selanjutnya adalah pengolahan data dengan cara mereduksi data, display data dan menganalisis data. Kemudian data dideskripsikan dan dilakukan pembahasan, baru setelahnya disimpulkan.
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 2 p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang 9
Selanjutnya perlu dilakukan pemeriksaan keabsahan data baik melalui uji kredibilitas, transferability, dependability, maupun uji konfirmability.
3. Akhir
Mengakhiri kegiatan penelitian, maka hasil penelitian yang telah diperoleh dituliskan dalam bentuk laporan penelitian yang telah disesuaikan dengan kaidah selingkung.
Agar lebih mudah dipahami, maka uraian di atas digambarkan dalam desain penelitian berikut.
D.Partisipan dan Tempat Penelitian
1. Partisipan Penelitian
Partisipan atau informan penelitian merupakan orang-orang dapat menjadi sumber informasi atau orang yang dapat memberikan keterangan tentang data yang dibutuhkan dalam penelitian. Menurut Bungin (2008, hlm. 76) informan penelitian adalah subyek yang memahami informasi obyek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami obyek penelitian. Yang dimaksud obyek penelitian merupakan sasaran penelitian yang secara konkret tergambarkan dalam rumusan masalah penelitian.
Penentuan partisipan penelitian dilakukan berdasarkan pertimbangan dan tujuan penelitian yang akan dicapai. Senada dengan kalimat tersebut,Satori dan Komariah (2012, hlm. 50) mengatakan bahwa penentuan sumber data pada penelitian kualitatif dilakukan secara purporsive, yaitu dengan menyesuaikan pada tujuan penelitian atau tujuan tertentu.
Partisipan dalam penelitian ini pada dasarnya terdiri dari pihak pemberdaya, sasaran pemberdayaan, dan pihak-pihak lain yang dibutuhkan untuk kelengkapan data. Dengan kata lain, partisipan penelitian ini dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a. Perwakilan dari PT. Tama Cokelat Indonesia
b. Perwakilan dari GAPURA SIGAR
c. Pihak-pihak lain yang untuk mengetahui informasi yang dibutuhkan.
2. Tempat Penelitian
Penelitian tentang “Pemberdayaan
Masyarakat Melalui Wirausaha Kreatif Berbasis Kearifan Lokal” ini berfokus pada perusahaan Chocodot yang bernama PT. Tama Cokelat Indonesia yang berlokasi di Garut, Jawa Barat.Adapun kantornya beralamat di Jalan Oto Iskandardinata No. 322 Pananjung Tarogong Kaler.Selain itu, untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan, peneliti juga mengunjungi beberapa galeri Chocodot yang berlokasi di Garut dan mendatangi lokasi tertentu sesuai kebutuhan penelitian.
C.Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Sukardi (2006, hlm. 49) menyatakan bahwa secara definitif, pengertian observasi adalah tindakan atau proses pengambilan informasi melalui media pengamatan. Dalam melakukan observasi ini peneliti menggunakan sarana utama indera penglihatan. Melalui pengamatan mata dan kepala sendiri seorang
peneliti diharuskan melakukan tindakan
pengamatan terhadap tindakan, dan perilaku responden di lapangan dan kemudian mencatat atau merekamnya sebagai material utama untuk dianalisis.
Upaya peneliti untuk memperoleh data dilakukan melalui kegiatan observasi, yaitu peneliti berada di lapangan untuk mengamati secara langsung tentang sasaran yang diteliti. Kegiatan ini dilakukan secara terus-menerus hingga kegiatan penelitian selesai dilakukan untuk memperoleh data yang diharapkan.Untuk mendukung kelancaran kegiatan observasi, maka
peneliti juga mempersiapkan pedoman
observasi. 2. Wawancara
Menurut Denzin dan Linkoln (2009, hlm. 495), wawancara adalah bentuk perbincangan, seni bertanya dan mendengar.Wawancara bukanlah sebuah perangkat netral dalam memproduksi realitas.Dalam konteks ini, berbagai jawaban diutarakan.Jadi, wawancara merupakan perangkat untuk memproduksi
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 2 p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang 10
pemahaman situasional (situated
understandings) yang bersumber dari episode-episode interaksional khusus.Metode ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik personal seorang peneliti, termasuk ras, kelas sosial, kesukuan, dan gender.Menambakan pernyataan tersebut, Moleong (2009, hlm. 188) mengatakan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Sebelum peneliti melakukan wawancara dipersiapkan terlebih dahulu tentang garis-garis besar pertanyaan yang memuat hal-hal pokok sebagai pedoman dalam pelaksanaannya.Pada
prinsipnya pertanyaan tersebut disusun
berdasarkan fokus dan rumusan masalah dalam penelitian ini, baru kemudian dilakukan
wawancara.Wawancara dilakukan peneliti
dengan jalan merancang subyek
penelitian.Kemudian peneliti mengajukan
pertanyaan sesuai dengan pedoman wawancara yang telah disusun oleh peneliti sebelumnya. 3. Dokumentasi
Dokumentasi/dokumenter menurut
(Bungin, 2008: 121-122) adalah metode yang digunakan untuk menelusuri historis. Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, catatan harian, cendera mata, laporan, dan sebagainya. Sifat utama dari data ini tidak terbatas ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam. Kumpulan data bentuk tulisan ini disebut dokumen dalam arti luas termasuk monument, artefak, foto, tape, mikrofim, disk, CD, harddisk, flashdisk, dan sebagainya.
Dokumentasi dalam penelitian ini
merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan peninggalan tertulis baik itu berupa arsip-arsip, buku-buku, surat kabar, majalah atau agenda, foto, dan data-data lain yang berkaitan dengan masalah dan fokus penelitian yang mendukung kelengkapan data.
D.Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
1. Credibility
Credibility/ kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan
perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member check.
a. Perpanjangan pengamatan
Perpanjangan pengamatan memungkinkan hubungan antara peneliti dengan partisipan penelitian menjadi lebih akrab.Keakraban antara keduanya menjadikan partisipan semakin terbuka dan saling mempercayai, sehingga tidak
ada yang ditutup-tutupi.Perpanjangan
pengamatan dapat dimanfaatkan peneliti untuk mengecek kebenaran data yang diperoleh sebelumnya dan menggali lebih dalam tentang
informasi yang dibutuhkan.Lamanya
perpanjangan pengamatan tergantung pada kedalaman dan kelengkapan data.Jika peneliti merasa data yang diperoleh sudah cukup dalam dan lengkap, maka pengamatan dapat diakhiri. b. Peningkatan ketekunan dalam penelitian
Peningkatan ketekunan berarti peneliti harus lebih cermat dan berkesinambungan dalam mengupayakan perolehan data sehingga lebih sistematis dan mendalam.Senada dengan kalimat
tersebut, (Sugiyono, 2013, hlm. 124)
mengatakan bahwa meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.
c. Triangulasi
Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu, sehingga triangulasi dibedakan menjadi tiga, triangulasi sumber, teknik dan waktu.
1) Triangulasi sumber, yaitu dengan mencari data dari informan/partisipan yang beragam atau dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Misalnya
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 2 p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang 11
untuk mengetahui data tentang
carabergabung dengan GAPURA SIGAR, maka peneliti memperoleh dara dari AJn, lalu melakukan cross check dengan Hd dan Hm.
Bagan 3.1 Triangulasi Sumber
2) Triangulasi teknik, dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama, tetapi menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda.
Bagan 3.2 Triangulasi Teknik
3) Triangulasi waktu, dilakukan dengan cara mengumpukan data pada waktu yang berbeda.
Bagan 3.3 Triangulasi Waktu d. Menggunakan bahan referensi
Bahan referensi maksudnya adalah pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti, seperti rekaman wawancara, foto-foto, dan dokumen.
e. Analisis kasus negatif
Kasus negatif menurut Satori dan Komariah (2012, hlm. 172) adalah kasus ganjil yang ditemukan saat penggalian data dan kasus
tersebut bertentangan dengan data yang lainnya serta dapat menjadi kunci keajegan data sebelumnya / lainnya.Dengan analisis kasus negatif peneliti menelusuri lebih lanjut data yang berbeda atau bertentangan dengan data yang telah ditemukan.
f. Member check
Membercheck merupakan proses pengecekan data yang diperoleh peneliti dari sumber informasi. Data itu juga harus dibenarkan oleh informan lainnya.Tujuannya adalah untuk mengetahui kesesuaian data yang diberikan oleh para pemberi data.Membercheck dilakukan setelah satu periode pengumpulan data selesai, atau setelah mendapatkan suatu temuan atau kesimpulan. Hal tersebut dapat dilakkan secara individu atau kelompok.Dalam diskusi peneliti menyampaikan temuan kepada pemberi data.Data yang disampaikan peneliti mungkin ada yang dikurangi, ditambah, disepakati, atau ditolak.
2. Transferability
Agar hasil penelitian kualitatif dapat dipahami orang lain sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti dalam membuat laporannya harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Dengan demikian pembaca menjadi jelas atas hasil penelitian tersebut,
sehingga dapat memutuskan untuk
mengaplikasikan atau tidak hasil penelitian tersebut di tempat lain. Apabila pembaca laporan penelitian telah memperoleh gambaran yang jelas tentang suatu hasil penelitian dapat diberlakukan, maka laporan tersebut memenuhi standar transferabilitas.
3. Dependability
Pengujian dependability dilakukan dengan cra mengaudit keseluruhan proses penelitian.
Caranya dilakukan oleh auditor yang
independen, atau pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian. Peneliti harus dapat menunjukkan
tentang aktivitas lapangannya seperti:
bagaimana menentukan masalah atau fokus penelitian, memasuki lapangan, menentukan
AJn Hd Hm Wawancara Observasi Dokumentasi Pagi Siang Sore
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 2 p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang 12
sumber data, melakukan analisis data,
melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan. Seperti halnya yang dikatakan Sugiyono (2013, hlm. 131) bahwa: “Jika peneliti tidak mempunyai dan tidak dapat menunjukkan „jejak aktivitas lapangannya‟, maka dependabilitas penelitiannya patut diragukan.”
4. Confirmability
Confirmability terfokus pada pemeriksaan hasil penelitian, dikaitkan dengan kapasitas proses yang dilakukan. Apabila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar confirmability. Jangan sampai proses tidak ada tetapi hasilnya ada.
E. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis data kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles dan Huberman.
Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2013: 91) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data , yaitu datareduction, data display, dan conclusion drawing/verification. 1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan oengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. 2. Penyajian data (data display)
Penyajian data (data display) dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2013: 95) menyatakan “the most frequent form of display data for qualitative research data in the past has been
narrative tex”.Penyajian data dalam penelitian kualitatif sering menggunakan teks yang bersifat naratif. Mendisplay data akan mempermudah memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
3. Conclusion Drawing/ verification
Kesimpulan awal yang
dikemukakanmasih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Akan tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan padatahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan yang kredibel.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di lapangan.
Bagan 3.4 Komponen dalam Analisis Data (Interactive Model)
Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2013, hlm. 92)
HASIL PENELITIAN
1. Strategi Pemberdayaan Masyarakat
Melalui Wirausaha Kreatif
a. Sasaran Pemberdayaan
Data collection
Data
reduction drawing/verifying Conclusions: Data display
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 2 p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang 13
Sesuai dengan temuan penelitian di atas, sasaran pemberdayaan ini adalah masyarakat sekitar Chocodot.Masyarakat sekitar Chocodot yang dimaksud adalah masyarakat yang tinggal di sekitar usaha Chocodot dikembangkan. Usaha Chocodot kini telah merambah ke beberapa kota di penjuru tanah air. Namun, yang menjadi fokus
penelitian ini adalah masyarakat
Garut.Kabupaten Garut adalah sejarah
dimulainya usaha Chocodot.Dalam hal ini masyarakat Garut dipandang sebagai pelaku utama atau subyek dalam pemberdayaan ini.Pemberdayaan diarahkan agar masyarakat dapat membantu dirinya sendiri untuk memperoleh keberdayaan tersebut.
b. Tujuan Pemberdayaan
Pemberdayaan ini dilandasi oleh
keinginan Kiki Gumelar mengajak masyarakat di sekitarnya untuk sukses bersama. Ia
bermaksud berbagi pengalaman seputar
menciptakan produk kreatif dengan tujuan mengangkat produk-produk lokal unggulan Kabupaten Garut.
c. Strategi Pemberdayaan
1) Peningkatan Kapasitas Individu dan
Kelompok
Untuk meningkatkan keberdayaan perlu diimbangi adanya peningkatan kapasitas dalam diri masing-masing penggiat UKM.Peningkatan kapasitas individu dilakukan melalui pembinaan dalam wadah GAPURA SIGAR.Yang paling utama harus dibina adalah mental usaha.Dalam hal ini Kiki memberikan motivasi dan semangat
berwirausaha sesuai dengan pengalaman
usahanya.Kiki juga membimbing mereka terkait
pengembangan produk, packaging, maupun
pemasaran.Selanjutnya Kiki bersama
perusahaannya berupaya memfasilitasi mereka
berlandaskan kebutuhan.Berkaitan dengan
masyarakat sebagai subyek pemberdayaan, maka materi pemberdayaan juga terselenggara atas kebutuhan belajar yang tumbuh di masyarakat itu sendiri. Pernyataan tersebut senada dengan pendapat Mardikanto dan Soebiato (2012: 69) bahwa:
Pemberdayaan sebagai proses
pembelajaran, harus berbasis dan selalu mengacu kepada kebutuhan masyarakat, untuk mengoptimalkan potensi dan sumber daya masyarakat serta diusahakan
guna sebesar-besar kesejahteraan
masyarakat yang diberdayakan.
Di sisi lain, pengorganisasian kelompok penggiat UKM ini ke dalam Gapura SIGAR memudahkan mereka untuk berinteraksi satu sama lain. Melalui interaksi, mereka dapat saling bertukar pengalaman (sharing) dan proses belajar tercipta dengan sendirinya atas dasar kebutuhan untuk maju.
Menurut Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2012, hlm. 55), interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. Menambahkan pendapat tersebut, Mardikanto dan Soebiato (2012, hlm. 68) mengatakan bahwa:
Proses belajar dalam pemberdayaan bukanlah proses “menggurui” melainkan menumbuhkan semangat belajar bersama yang mandiri dan partisipatif. Sehingga keberhasilan pemberdayaan bukan diukur dari seberapa jauh terjadi transfer
pengetahuan, keterampilan atau
perubahan perilaku, tetapi seberapa jauh terjadi dialog, diskusi, dan pertukaran pengalaman (sharing). Karena itu antara fasilitator dan peserta sebagai penerima manfaat dalam kedudukan yang setara yang saling membutuhkan dan saling menghormati.Di sini, fasilitator tidak harus lebih pintar atau pejabat yang lebih berkuasa, tetapi dapat berasal dari orang biasa yang memiliki kelebihan atau pengalaman yang layak dibagikan.
Adanya keinginan maju bersama
mendasari mereka bekerjasama dan saling bertukar informasi, serta berusaha bersama-sama mencari tahu pengetahuan penting lainnya untuk
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 2 p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang 14
meningkatkan pengetahuannya dalam
memajukan usaha.
2) Pengakuan dan Penghargaan Nilai-Nilai Proses pemberdayaan ini mengakui dan menghargai beberapa nilai yang berkembang dalam masyarakat sasaran, di antaranya nilai kebersamaan dan kearifan lokal.
a) Kebersamaan
Terbentuknya GAPURA SIGAR dilandasi keinginan untuk maju bersama. Atas dasar tujuan tersebut, para penggiat UKM mengalami proses perubahan pola pikir yang ditandai
dengan tumbuhnya kesadaran untuk
memperbaiki kehidupannya dengan
memanfaatkan potensi yang
dimilikinya.Masing-masing individusaling
terbuka, saling percaya dan saling
membutuhkan, sehingga tumbuh kebersamaan secara alamiah. Kebersamaan ini akan menumbuhkan kekuatan pada diri individu-individu dalam kelompok. Kekuatan tersebut melahirkan kepercayaan dalam diri mereka, sehingga tercipta kerjasama untuk mencapai target yang direncanakan bersama.
b) Kearifan Lokal
Dalam rangka mendobrak kemajuan daerah, maka sudah selayaknya mengakui dan menghargai nilai-nilai lokal.Kearifan lokal inilah yang memberikan karakter dan warna pada suatu daerah.Dalam pemberdayaan para penggiat UKM melalui GAPURA SIGAR tersirat beragam unsur kerifan lokal.
Pertama, pengetahuan lokal.Setiap produk GAPURA SIGAR menyimpan pengetahuan lokal, karena terlahir dari hasil inovasi
seseorang.Setiap inovasi dikembangkan
berdasarkan pengenalan terhadap masalah atau kebutuhan, dengan harapan dapat menyelesaikan masalah atau kebutuhan tersebut.
Kedua, budaya lokal.Produk-produk lokal diciptakan sebagai warisan budaya lokal.Seperti halnya kerupuk kulit.Garut terkenal dengan
dombanya.Selain dapat dimanfaatkan
dagingnya, ternyata kulitnya juga dapat diolah menjadi camilan yang gurih dan renyah.Karena kekhasannya, camilan tersebut telah menjadi
tradisi yang turun-temurun dan membudaya di dalam masyarakat Garut.
Ketiga, keterampilan lokal.Produk-produk GAPURA SIGAR memiliki karakter yang khas, untuk membuatnya diperlukan keterampilan khusus.Misalnya dodol Garut.Keterampilan lokal masyarakat Garut dalam membuat dodol menjadikan dodol Garut memiliki rasa dan tekstur yang khas dan berbeda dengan daerah lainnya.
Keempat, sumber daya lokal.Anggota GAPURA SIGAR merupakan para penggiat UKM lokal yang terdiri dari sumber daya manusia lokal.Produk-produk yang diciptakan juga berupa produk lokal yang melibatkan sumber daya alam (SDA) lokal.SDA lokal merupakan komposisi bahan yang pas untuk membuat produk lokal dan biasanya terdapat di sekitar mereka.
Kelima, proses sosial lokal.Gabungan Produk Pengusaha Rancage Asal Ti Garut (GAPURA SIGAR) merupakan lembaga yang
terlahir di tengah-tengah masyarakat
Garut.Pengelolaan lembaga ini tentunya
mengadopsi nilai-nilai atau norma-norma yang berkembang dalam kehidupan mereka.
3) Keanekaragaman
Temuan di atas menggambarkan bahwa keanekaragaman menjadikan setiap anggota
saling menghargai satu sama lain.
Keanekaragaman memberikan warna bagi organisasi mereka. Proses fasilitasi yang
dilakukan perusahaan Chocodot pun
mempertimbangkan beragam kebutuhan setiap anggota.
Anggota GAPURA SIGAR terdiri dari individu-individu yang beranekaragam dengan usaha mereka yang beranekaragam pula, sehingga kebutuhan mereka pun berbeda satu dengan lainnya. Untuk itu, kebijakan kemitraan terkait dengan penciptaan produk juga mempertimbangkan keanekaragaman tersebut. Selain itu,proses fasilitasi yang dilakukan oleh PT Tama Cokelat Indonesia juga menyesuaikan
dengan kebutuhan masing-masing.
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 2 p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang 15
saling menghargai satu sama lain dan memberikan warna dalam organisasi mereka. 4) Partisipasi
Hasil temuan di atas menggambarkan bahwa anggota GAPURA SIGAR berpartisipasi
aktif dalam setiap kegiatan.Mereka
merencanakan kegiatan sesuai dengan
kebutuhan mereka dan melaksanakannya secara mandiri.Namun, porsi partisipasi masing-masing anggota berbeda.
Hal ini dikarenakan kemauan,
kemampuan, dan kesempatan masing-masing anggota untuk berpartisipasi dalam setiap
kegiatan berbeda-beda, sehingga bentuk
partisipasinya pun berbeda. Lebih banyak yang berpartisipasi, maka akan semakin mempercepat tercapainya target yang direncanakan bersama.
Dilandasi kesadaran dan semangat untuk maju bersama, maka pemeran utama dalam proses pemberdayaan ini adalah para penggiat UKM itu sendiri. PT Tama Cokelat Indonesia hanya memfasilitasi dan mendorong mereka untuk dapat merumuskan dan memecahkan masalah yang mereka hadapi secara mandiri. Hal ini senada dengan kata Mardikanto dan Soebiato (2012, hlm. 82) bahwa, “Partisipasi masyarakat merupakan perwujudan dari kesadaran dan kepedulian serta tanggung jawab masyarakat
terhadap pentingnya pembangunan yang
bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup mereka”.
Dengan kesadaran untuk hidup lebih baik, maka para penggiat UKM senantiasa belajar terus-menerus untuk mengembangkan diri dan usahanya. Hal ini akan berdampak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berujung pada peningkatan perekonomian daerahnya.
5) Hak Azazi dan Keadilan
Sesuai temuan di atas dapat digambarkan bahwa sistem kerjasama setiap UKM beda-beda.Setiap UKM memiliki perjanjian masing-masing dengan PT Tama Cokelat Indonesia.Di sisi pemasaran, produk-produk GAPURA SIGAR dipasarkan ke galeri Chocodot dengan sistem konsinyasi yaitu titip barang dan
pembayaran dilakukan ketika produk sudah laku
terjual.Meskipun demikian,bukan berarti
Chocodot memonopoli produk mereka. Setiap UKM anggota GAPURA SIGAR bebas beraktualisasi diri di luar Chocodot.Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberdayaan ini didasari nilai-nilai hak azazi dan keadilan.Sesuai dengan komitmen Kiki Gumelar bahwa siapapun memiliki kesempatan yang sama untuk maju dan berkembang di bidang wirausaha, maka kegiatan pemberdayaan ini tidak memihak salah satu golongan, melainkan mengedepankan kerjasama yang saling menguntungkan satu sama lain. Baik PT Tama Cokelat Indonesia maupun para
penggiat UKM sama-sama mendapatkan
pelajaran yang berharga dalam berorganisasi dan berwirausaha.
6) Lingkungan yang Kondusif
Kebersamaan yang tercipta di antara sesama anggota GAPURA SIGAR menjadikan suasana di dalam lembaga/ organisasi ini menjadi nyaman.Kenyamanan inilah yang
mendorong terciptanya lingkungan yang
kondusif bagi anggotanya untuk belajar.Masing-masing individu penggiat UKM dapat saling berinteraksi. Dengan berinteraksi, mereka dapat saling bertukar pikiran satu sama lain dan saling
menyemangati. Seperti yang dikatakan
Sumodiningrat (2009: 7) bahwa:
Masyarakat adalah makhluk hidup yang memiliki relasi-relasi sosial maupun ekonomi, maka pemberdayaan sosial
merupakan suatu upaya untuk
membangun semangat hidup secara mandiri di kalangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing secara bersama-sama.Fakta ini sekaligus menjadi pertimbangan utama untuk tidak seharusnya membuat dikotomi di antara penanganan permasalahan sosial dan ekonomi.
Dengan bergabung menjadi anggota Gapura SIGAR, para penggiat UKM dapat belajar banyak hal baik menyangkut dirinya sendiri maupun hidup bersama orang lain. Makna substansial yang diperoleh para penggiat
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 2 p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang 16
UKM yaitu mereka dapat belajar untuk
mengetahui (learning to know) tentang
bagaimana merintis sebuah usaha dan
bagaimana mengembangkan usaha
tersebut.Belajar berbuat (learning to do) dengan cara mengikuti proses usaha mereka mulai dari proses menemukan ide usaha, sampai dengan memasarkan produk mereka. Sebagai bagian dari kelompok, para penggiat UKM akan beradaptasi dengan lingkungannya dan belajar hidup dengan orang lain (learning to live together). Pada akhirnya, mereka akan menyadari tentang peran mereka dalam usaha
tersebut dan belajar menjadi seorang
enterpreneur (learning to be). Hal tersebut senada dengan rumusan UNESCO tentang The four pillars of learning yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.
7) Keberpihakan
Hasil temuan penelitian mengungkapkan bahwa keberpihakan PT. Tama Cokelat Indonesia diwujudkan melalui keikutsertaannya
dalam GAPURA SIGAR, mulai dari
pembentukan, pendampingan hingga melakukan beragam fasilitasi sesuai kebutuhan masing-masing penggiat UKM.
Sesuai hasil temuan tersebut, kebutuhan para penggiat UKM menjadi acuan bagi proses
pelaksanaan pemberdayaan. Mulai dari
pembentukan GAPURA SIGAR, uji inovasi melalui Goah Gumelar dan packaging melalui rumah kreasi.serta fasilitasi lain seperti promosi ataupun permodalan, semua dilandasi atas kebutuhan sasaran. Untuk memahami kebutuhan setiap penggiat UKM, keikutsertaan Kiki Gumelar memiliki peran yang sangat penting. Keikutsertaan pada setiap kegiatan dan berinteraksi langsung dengan para penggiat UKM, ia dapat memahami lebih dalam tentang kebutuhan kebutuhan masing-masing. Dengan demikian dapat dirumuskan kesepakatan dan kebijakan yang berpihak pada kebutuhan sasaran.
2. Pengembangan Inovasi dalam
Mewujudkan Wirausaha Kreatif
a. Menumbuhkan Jiwa Kreatif dan Inovatif Inovasi adalah suatu proses mengubah peluang menjadi gagasan atau ide-ide yang dapat dijual dan merupakan hal atau terobosan baru. Sedangkan kemampuan inovatif seorang wirausahawan merupakan proses mengubah peluang suatu gagasan dan ide-ide yang dapat dijual, (Basrowi, 2011, hlm. 35).
Sedangkan kreativitas menurut Conny Setiawan (Basrowi, 2011, hlm.38) adalah kemampuan untuk menciptakan suatu produk yang baru atau kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Jiwa kreatif dan inovatif tersebut secara nyata tercermin dalam kemampuan dan kemauan untuk memulai usaha, mengerjakan sesuatu yang baru, mencari peluang, dan keberanian
menanggung resiko, serta untuk
mengembangkan ide dan meramu sumber daya. Untuk menumbuhkan jiwa kreatif dan inovatif, Kiki Gumelar berupaya membuka mindset para penggiat UKM melalui motivasi dan sharing pengalaman.Para penggiat UKM juga diberikan tantangan untuk menciptakan produk lokal kreatif yang layak untuk mengisi galerinya.Selain itu, suasana dalam GAPURA SIGAR memberikan kenyamanan kepada mereka untuk belajar dan menemukan ide kreatif. Namun, keputusan untuk menjadi kreatif dan inovatif kembali kepada masing-masing penggiat UKM.
b. Pengembangan Inovasi
1) Mengenal Masalah atau Kebutuhan
Temuan penelitian di atas
menggambarkan bahwa beberapa penggiat UKM berupaya melihat pangsa pasar, kemudian dari sana mereka mengenali masalah atau kebutuhan. Berakar dari masalah atau kebutuhan tersebut muncul ide kreatif yang kemudian dikembangakan menjadi sebuah inovasi.Inovasi
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 2 p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang 17
yang diciptakan berfungsi untuk menyelesaikan masalah atau kebutuhan tersebut.
Wirausaha yang potensial selalu
berupaya mencari peluang unik guna
menyelesaikan masalah atau kebutuhan. Para
wirausahawan berupaya membangun
kemampuan untuk dapat melihat, mengenali lalu mengembangkan peluang, ketika orang lain mengahadapinya sebagai suatu masalah. Salah satunya dengan mengembangakan produk baru yang berfokus pada penemuan cara baru untuk memecahkan masalah atau kebutuhan pelanggan dan memberikan pengalaman yang lebih memuaskan bagi pelanggan.
2) Penelitian
Temuan di atas menunjukkan bahwa dalam berinovasi, para penggiat UKM
melakukan serangkaian penelitian untuk
memperoleh komposisi baik rasa maupun takaran bahan yang pas dan memperoleh teknik pengolahan produk yang pas, sehingga diperoleh konsep produk yang tepat.
Penelitian memegang peranan penting
dalam pengembangan inovasi.Untuk
merealisasikan ide kreatif menjadi sebuah produk kreatif, maka perlu melakukan serangkaian penelitian.Produk kreatif diciptakan untuk memenuhi kebutuhan atau menyelesaikan masalah tertentu. Untuk itu, perlu dicari tahu apakah produk tersebut telah melalui proses pengolahan yang benar atau tidak? Produk tersebut menggunakan bahan yang alami dan kaya manfaat atau tidak?Sehingga tidak diragukan lagi kualitasnya.Dengan melakukan penelitian, produk dihasilkan selalu sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan selera masyarakat. Dengan demikian barang yang dihasilkan akan selalu dapat diminati dan dibutuhkan masyarakat.
3) Pengembangan
Berdasarkan temuan di atas, setelah para penggiat UKM menemukan komposisi dan teknik pengolahan bahan yang sesuai dengan harapan atau dengan kata lain telah menemukan konsep yang tepat, maka selanjutnya tinggal
merealisasikan konsep tersebut menjadi sebuah produk.
Temuan tersebut menggambarkan bahwa sebuah ide kreatif harus ditransformasikan ke
dalam sebuah produk melalui proses
pengembangan, sehingga siap untuk diadopsi oleh orang banyak. Jika ide hanya disimpan tanpa diealisasikan, bisa jadi ide tersebut menjadi usang atau bahkan hilang.
4) Komersialisasi
Untuk dapat diadopsi oleh para
konsumen, maka perlu adanya proses
komersialisasi. Komersialisasi meliputi
pemroduksian, pengepakan, pemasaran, dan pendistribusian suatu produk yang mewujudkan
suatu inovasi.Temuan penelitian ini
menggambarkan bahwa beberapa UKM
melakukan proses produksi di perusahaan masing-masing sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Pengepakan atau pengemasan, UKM-UKM tersebut bekerjasama dengan Chocodot.Produk yang telah siap didistribusikan
melalui Gapura Indonesia.Dari Gapura
Indonesia didistribusikan ke Goah Gumelar, dan dari Goah barulah dipasarkan ke galeri dan toko-toko oleh-oleh untuk dapat dibeli dan digunakan oleh para konsumen.
Proses komersialisasi memiliki peranan yang sangat penting bagi pengembangan wirausaha kreatif yang berbasis kearifan lokal. Terutama terkait dengan proses produksi dan pengemasan. GAPURA SIGAR mengusung produk-produk khas Garut.Produk khas Garut merupakan produk yang memiliki kekhasan Garut.Dengan demikian, proses produksi dan pengemasan menjadi sangat penting untuk memperlihatkan kekhasan dari setiap produk.
Sebagian besar dari produk tersebut telah lama ada, seperti dodol, rangginang, bandrek, keripik, batik garut, jaket kulit, dan lain-lain.Meskipun demikian, melalui inovasi produk yang sederhana dan telah lama ada dapat disulap menjadi produk yang lebih menarik dan istimewa. Inovasi yang diterapkan oleh masing-masing UKM berbeda-beda, baik terkait proses produksinya, pengemasan, maupun pemasaran.
JESA (Jurnal Edukasi Sebelas April) Vol. 1, No. 2 p-ISSN 2548-8988, e-ISSN 2548-8996 ©STKIP Sebelas April Sumedang 18
Sebagai contoh dodol yang dulunya dikenal dengan rasa manis legit, dibungkus dengan plastik bening. Melalui adanya sentuhan inovasi, dodol dapat dinikmati dengan berbagai macam rasa dan tentunya dengan kemasan yang lebih menarik. Sebagian lagi dari produk GAPURA SIGAR adalah produk-produk baru, tetapi bahan baku yang digunakan memanfaatkan yang sudah ada di Garut. Sebagai contoh wortel crunchy dan caramel. Wortel dan susu merupakan bahan baku kedua produk tersebut. Wortel dan susu merupakan dua komoditas yang telah lama dihasilkan oleh Kabupaten Garut. Dengan sentuhan inovasi, wortel dan susu ternyata dapat diolah menjadi keripik dan caramel.
5) Difusi dan adopsi
Penelitian ini mengungkapkan bahwa agar inovasi yang diciptakan oleh para penggiat UKM dapat sampai ke tangan para konsumen, maka perlu didifusikan melalui proses pemasaran. Upaya untuk manarik minat konsumen dalam mengadopsi produk-produk
GAPURA SIGAR dilakukan dengan
memberikan harga yang terjangkau, tetapi perlu disesuaikan dengan biaya produksi dan profit. Produk yang ditawarkan juga memperlihatkan kualitas yang bagus dan didukung dengan kemasan yang menarik. Peningkatan kegiatan promosi dengan cara memanfaatkan berbagai macam media yang ada perlu dilakukan untuk lebih memperkenalkan poduk mereka kepada masyarakat luas.
Temuan tersebut memperlihatkan bahwa pengembangan inovasi tidak hanya sebatas terciptanya sebuah produk, tetapi juga harus didifusikan dan diadopsi oleh konsumen.Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, inovasi lahir untuk menjawab suatu masalah atau kebutuhan tertentu. Dengan demikian, untuk mengetahui apakah masalah atau kebutuhan telah terjawab atau belum , inovasi perlu didifusikan dan diadopsi oleh para konsumen. Para penggiat UKM menarik minat konsumen dalam mengadopsi produk-produk hasil inovasi mereka dengan memberikan harga terjangkau, didukung kualitas produk, dan meningkatkan promosi
melalui berbagai media. Jawaban atas masalah atau kebutuhan akan terjawab ketika melihat rating penjualan produk mereka. Jika rating penjualan baik, maka perlu dipertahankan dan jika belum perlu melakukan perbaikan terhadap produk tersebut.
6) Konsekuensi
Temuan di atas menunjukkan adanya berbagai konsekuensi para penggiat UKM dalam
mengembangkan inovasi.Seperti harus
mengeluarkan biaya lagi untuk mengganti kemasan, ada pula yang seringkali mengalami kegagalan dalam menciptakan produk.Dalam memasarkan produk inovatifnya juga ada konsekuensi yang dihadapi.Setiap hari pembeli tidak selalu ramai, tetapi terkadang juga sepi.Ketika usaha usaha berkembang, produksi meningkat, pengeluaran meningkat, tenaga yang dibutuhkan juga semakin banyak.
Dengan demikian, dalam berinovasi selalu dihadapkan dengan konsekuensi.Baik dalam menemukan ide kreatif, mengembangkannya ke
dalam sebuah produk, ataupun dalam
penyebaran inovasi kepada konsumen.Bahkan ketika inovasi dapat diterima, dan usaha semakin
meningkat, seorang wirausahawan juga
dihadapkan pada konsekuensi yang harus dihadapi.
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A.Simpulan
Berdasarkan temuan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
2. Strategi pemberdayaan masyarakat yang dilakukan PT Tama Cokelat Indonesia meliputi: a) peningkatan kapasitas individu dan kelompokmelalui pembinaan para penggiat UKM di Garut dalam wadah
GAPURA SIGAR,b) pengakuan dan
penghargaannilai-nilaikebersamaan dan
kearifan lokal, c) menghargai
keanekaragaman dengan menciptakan
kebijakan kemitraan dan fasilitasi
menyesuaikan kebutuhan masing-masing UKM, d) menekankan partisipasi aktif