• Tidak ada hasil yang ditemukan

Firsta Almira Dianty 1 1 Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Firsta Almira Dianty 1 1 Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

Analisis Uptake dan Depurasi Logam Kromium (Cr) dan Timbal (Pb)

Terhadap Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Menggunakan Air Sungai

Code, Yogyakarta

Analysis of Uptake and Depuration of Chromium (Cr) and Lead (Pb)

Metals on Tilapia (Oreochromis niloticus) Using Code River Water,

Yogyakara

Firsta Almira Dianty1

1Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia

Firstaalmira05@gmail.com

Abstrak

Logam terserap ke dalam tubuh sulit dihancurkan. Bahaya bagi kesehatan dari logam berat kromium (Cr) bagi manusia dapat menyebabkan ginjal, keracunan, kerusakan organ tubuh, kanker bahkan kematian . Logam timbal (Pb) yang terdapat di dalam perairan dapat menyebabkan akumulasi pada tubuh ikan. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, air sungai yang akan digunakan untuk penelitian sudah terdapat kandungan logam berat Pb sebesar 0,004 mg/L dan Cr sebesar 0,001 mg/L. Untuk parameter kualitas air, pH pada tahap akumulasi hingga depurasi berkisar 6 – 8 pada air masih berada dalam batas yang baik bagi ikan dan suhu pada tahap uptake dan depurasi masih berada pada rentang sesuai syarat yang ditentukan yaitu 25ºC -27ºC. Total Dissolved Solid (TDS) dan Electrical Conductivity (EC) berbanding lurus dan meningkat dikarenakan adanya endapan dari air sungai, feses ikan dan sisa pakan ikan. Kemampuan ikan menyerap logam timbal dan kromium dinyatakan dengan Bioconcentration factor. Ikan sudah mengakumulasi logam Cr di hari ketiga dan mengakumulasi logam Pb dihari ke-6. Depurasi logam Pb dan Cr terjadi pada hari ke 9 dan membutuhkan waktu lebih dari 3 hari karena pelepasan logam ke air tidak 100%. Akumulasi logam Cr pada hari ke nol termasuk dalam kriteria akumulasi tinggi dan pada hari 3 hingga 30 tingkat akumulasi tergolong rendah dan sedang. Sedangkan akumulasi logam Pb pada hari ke 0, 6, 12, 18, 24 tergolong akumulasi tinggi dan pada hari ke 3 dan 30 termasuk kriteria akumulasi sedang.

Kata kunci: Uptake, Depurasi, Timbal (Pb) dan Kromium (Cr)

Abstract

Metal absorbed into the body is difficult to destroyed. Danger to the health of the heavy metal chromium (Cr) for humans can lead to the kidneys, poisoning, organ damage, cancer and even death. Lead (Pb) metal contained in the waters can lead to the accumulation in the body of the fish. Based on the analysis that has been done, the river water will be used for research there are already heavy metal content Pb by 0,004 mg/L and Cr of 0,001 mg/L. For water quality parameters, pH at the stage of accumulation of up to depurasi ranges from 6 – 8 on the still water within the boundaries the better for the fish and the temperature at the stage of uptake and depurasi still be in range according to the terms specified that the 25ºC -27ºC. Total Dissolved Solid (TDS) and Electrical Conductivity (EC) is directly proportional and increases due to the presence of the precipitate from the river water, the feces of the fish and the rest of the fish feed. The ability of fish to absorb metals lead and chromium expressed by the Bioconcentration factor. The fish accumulate the metal Cr on third day and accumulate Pb metal on sixth day . Depurasi metal Pb and Cr occurred on day 9 and takes more than 3 days due to the release of metals into the water is not 100%. The accumulation of Cr metal on a-day to zero is included in the criteria for the accumulation of high and on day 3 up to 30 the rate of accumulation is relatively low and temperate. While the accumulation of Pb metal on days 0, 6, 12, 18, 24 belonging to the accumulation of high and on days 3 and 30 including the criteria for accumulation of medium.

(2)

2 1. Pendahuluan

Sungai juga menjadi tempat yang mudah dan praktis untuk pembuangan limbah baik padat maupun cair (Budiastuti, 2016). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, status air sungai Code dinyatakan tercemar karena telah melebihi standar baku mutu lingkungan. Pencemaran Sungai Code berasal dari berbagai sumber yaitu limbah percetakan, perhotelan, industri tekstil, rumah sakit, dan limbah domestik. Akibat yang ditimbulkan dari tercemarnya sungai berdampak pada kehidupan biota air.

Logam berat jika sudah terserap ke dalam tubuh maka sulit dihancurkan dan tetap tinggal di dalam hingga dibuang melalui proses ekskresi. Bahaya bagi kesehatan dari logam berat Cr bagi manusia dapat menyebabkan ginjal, keracunan, kerusakan organ tubuh, kanker bahkan kematian (Slamet, 2011). Logam berat Pb yang terdapat di dalam perairan habitat ikan dapat menyebabkan akumulasi pada tubuh ikan. Masuknya logam berat secara terus-menerus ke dalam perairan akan meningkatkan konsentrasinya, sehingga dapat menyebabkan bioakumulasi pada biota perairan, bahkan dapat membunuh ikan apabila logam berat timbal dalam air mencapai konsentrasi 188 mg/l (Palar, 1994).

Pada penelitian sebelumnya mengenai kualitas air sungai code, kadar unsur Cr pada

Sungai Code terendah 43,73 ppm dan tertinggi 63,34 ppm pada tahun 2008.

Berdasarkan hasil pemantauan pada tahun 2016, kandungan Pb pada sungai Code di hulu hingga hilir pada bulan Mei melebihi baku mutu yaitu 0,03 mg/L sedangkan baku mutu yang ditetapkan untuk kelas I-III adalah 0,02 mg/L (Badan Lingkungan Hidup Yogyakarta, 2016). Tingkat pencemaran di sungai Code dimungkinkan karena daerah tersebut merupakan kawasan padat penduduk, sehingga tingkat penggunaan air dan pembuangan limbah domestik cukup tinggi.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis depurasi logam kromium dan timbal pada ikan nila menggunakan air Sungai Code dan mengevaluasi nilai akumulasi logam kromium dan timbal pada ikan nila.

2. Metode Penelitian 2.1 Penelitian Awal

Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil air sungai, ikan dari tangkapan warga sekitar yang berasal dari Sungai Code pada satu titik berlokasi di Jl. Imogiri Barat pada titik koordinat 7°51'05.4"LS 110°22'31.2"BT. Pengambilan air sungai ditampung dalam dua jerigen masing-masing berukuran 20 liter tanpa pengawetan.

Sampel yang telah diperoleh kemudian dianalisis kandungan logamnya di

(3)

3

Laboratorium. Untuk pengujian logam pada air mengacu pada SNI 6989.17:2009 dimana metode ini digunakan untuk penentuan logam kromium total dalam air dan air limbah dan untuk pengujian logam berat yang terdapat pada ikan mengacu pada SNI 2354.5:2011.

2.2 Pemilihan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah ikan nila dimana pemilihan hewan uji didasarkan pada kriteria untuk menaksir efek toksikologis dari beberapa polutan kimia dalam lingkungan diantaranya:

1. Organisme sensitif terhadap perubahan lingkungan dan zat beracun.

2. Penyebarannya luas dan mudah didapatkan dalam jumlah banyak. 3. Memiliki arti ekonomi

4. Mudah dipelihara dalam laboratorium (Husni dan Esmiralda, 2010).

5. Organisme uji yang digunakan adalah organisme yang sehat, berperilaku normal, makan dengan baik (EPA, 2002).

Hewan uji yang digunakan adalah ikan nila yang berasal dari peternakan di daerah Sleman, Yogyakarta. Ikan yang digunakan berumur 3 bulan dengan jumlah 150 ekor. Penentuan penggunaan ikan dalam jumlah tersebut untuk mengantisipasi kekurangan ikan

yang akan digunakan pada proses uptake dan depurasi.

2.3 Aklimatisasi

Aklimatisasi merupakan suatu upaya penyesuaian fisiologis atau adaptasi dari suatu organisme terhadap suatu lingkungan baru yang akan dimasukinya (Asri dkk, 2012). Aklimatisasi bertujuan untuk penyesuaian ikan nila (O. niloticus) pada media percobaan yang dilakukan tanpa pemberian kontaminan logam berat. Proses aklimatisasi menggunakan ikan nila yang diambil dari tempat penjualan bibit ikan dan dibawa ke Laboratorium Kualitas Lingkungan Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia untuk dilakukan aklimatisasi. Kemudian dimasukkan ke dalam akuarium yang diberi aerasi dan pakan buatan. Reaktor aklimatisasi berukuran 60x30x60 cm dengan tebal kaca 5mm yang terdiri dari selang aerasi, pompa dan filter seperti pada Gambar 3.2. Air yang digunakan pada proses aklimatisasi berasal dari air PDAM dengan volume air masing-masing bak adalah 40 liter. Ikan nila di aklimatisasi sekitar 7-14 hari. Pada tahap aklimatisasi, persentase kematian hewan uji tidak boleh melebihi 10% yang mati dari jumlah total ikan pada saat aklimatisasi Setiap hari ikan diberi pakan 2% dari berat badan ikan (Nofyan, 2005).

(4)

4

Kriteria pada pemeliharaan ikan nila dimana suhu berkisar 25℃-30℃ dan pH berkisar 5-8,5.

2.4 Uptake dan Depurasi

Pada tahap uptake dilakukan selama 30 hari. Pada tahap uptake menggunakan bibit ikan nila berumur 3 bulan dengan ukuran ikan  5,5 cm sebanyak 25 ekor pada dua bak perlakuan dan 20 ekor pada dua bak kontrol menggunakan akuarium dengan ukuran akuarium 60x30x60 cm dengan tebal kaca 5mm. Perlakuan pada ikan nila dibagi dua yaitu 50 ekor ikan dipaparkan logam kromium (Cr) dan timbal (Pb) dan 40 ekor ikan digunakan sebagai perlakuan kontrol pada hari ke 0, 3, 6, 12, 18, 24, 30 selama sebulan.

Stock solution yang digunakan dibuat

menggunakan K2Cr2O7 untuk Cr dan Pb(NO3)2

untuk Pb yang dilarutkan dengan air sungai Code. Konsentrasi Pb dan Cr yang di paparkan masing-masing 1 mg/L dalam akuarium.

Pada pengujian uptake dan depurasi dilakukan menggunakan aliran semi-statis. Larutan uji diperbarui setiap 24 jam atau pada interval yang ditentukan, sehingga organisme uji terpapar pada konsentrasi yang tepat selama periode pengujian. Dalam memaparkan hewan uji pada larutan yang sama selama pengujian, hewan uji ditransfer secara berkala ke larutan baru atau 80% dari total volume air dibuang dan diperbarui dengan larutan uji yang baru

(Leeuwen dan Vermeire, 2007). Terdapat beberapa keuntungan dan kekurangan pada metode aliran semi statis yaitu:

Keuntungan aliran semi statis:

1. Mengurangi kemungkinan hilangnya toksikan akibat penguapan atau adsorpsi pada labu percobaan

2. Mengurangi kemungkinan adanya penurunan DO pada larutan uji dengan kandungan COD dan BOD tinggi. 3. Organisme uji yang kehilangan energi

dengan cepat akan mengkonsumsi pada saat larutan uji diperbaharui/diganti sehingga tetap terjaga kondisi yang sehat.

Kekurangan aliran semi statis:

1. Menghasilkan volume effluent yang lebih besar.

2. Umumnya kurang sensitif dibandingkan dengan tes aliran air kontinu akibat terdegradasinya toksikan atau teradsorpsi.

3. Kecilnya kemungkinan untuk dapat mendeteksi variasi temporal pada buangan.

(Husni dan Esmiralda, 2010). Tahap selanjutnya adalah depurasi yang dilakukan untuk melihat konsentrasi logam yang tersisa dalam ikan dan kemampuan ikan melepas logam dari dalam tubuhnya. Pengujian pada

(5)

5

tahap depurasi dilakukan selama 14 hari dengan pengambilan sampel setiap tiga hari sekali. Ikan yang digunakan pada tahap depurasi adalah sisa ikan yang digunakan pada tahap uptake dan ditempatkan pada akuarium berisi tap water

tanpa perlakuan dengan memastikan akuarium dan alat yang digunakan seperti pompa, filter, selang, dan aerator sudah steril dari sisa-sisa logam Pb dan Cr. Waktu yang digunakan pada tahap depurasi dilakukan selama 14 hari dimulai pada hari ketiga setelah tahap uptake selesai, kemudian hari ke 6, 9, 12,14.

2.5 Analisis Logam pada Air dan Daging Ikan

Dilakukan pengujian logam Pb dan Cr pada air sungai mengacu pada SNI 6989.17:2009. Pada pengujian logam dalam air, dilakukan pengambilan sampel 100-250 ml dan ditambahkan 5-10 ml HNO3. Selanjutnya

sampel didestruksi hingga sampel tersisa 10 ml kemudian disaring dengan kertas saring whatman nomor 42 kemudian ditambahkan aquades hingga 25 ml.

Pengujian logam yang terdapat pada ikan mengacu pada SNI 2354.5:2011. Konsentrasi logam dalam organ dan jaringan ikan ditentukan oleh spektrofotometri serapan atom (SSA). Sampel dikeringkan hingga menjadi abu berwarna putih menggunakan furnace dengan suhu 450℃ dalam waktu 18 jam. Setelah kering,

abu daging ikan didestruksi dengan menambahkan 1 ml HNO3 65% kemudian

keringkan dengan hotplate yang ditempatkan di lemari asam. Setelah kering tambahkan 5ml HCl 6 M dan keringkan kembali lalu tambahkan 10ml HNO3 0,1 M dan dinginkan. Saring sampel

dengan kertas saring nomor 42 dan pindahkan pada labu ukur 25ml kemudian tambahkan aquades hingga batas lalu pindahkan pada botol penyimpanan sampel.

2.6 Analisis Data

Analisa data dilakukan menggunakan metode statistika untuk melihat hubungan antara parameter-parameter yang diukur. Setelah dilakukan penelitian, data yg diperoleh berupa: 1. Perubahan konsentrasi logam di air

Dilakukan pengecekan konsentrasi setiap minggunya selama 30 hari pada batch dan di lihat apakah konsentrasi semakin naik atau semakin turun setiap minggunya.

2. Akumulasi logam di dalam tubuh ikan Pada proses uptake dapat dilihat apakah konsentrasi ikan akan berubah di air dan tertimbun dalam ikan melalui proses uptake tersebut. Proses ini di teliti selama 4 minggu setelah aklimatisasi dilakukan.

2.7 Limit of Detection

Batas deteksi menyatakan konsentrasi analit terendah yang dapat dideteksi untuk jenis

(6)

6

sampel, instrumen, dan metode tertentu. Jika sampel diukur memiliki konsentrasi di bawah nilai, maka setiap analit yang ada di bawah LOD. Saat melakukan kalibrasi instrumen, peneliti harus selalu menghitung batas deteksi yang sesuai dimana hasil apa pun di bawah nilai ini harus dikutip sebagai "<LOD" (Barwick dkk., 2014).

Limit of Detection dapat dihitung dengan rumus:

LOD = 3.3 (Sy / S) Dimana:

Sy = Nilai intercept dari regresi linier S = Slope

2.8 Faktor Biokonsentrasi

Menurut La Grega dkk. (2001) dalam Hidayah dkk. (2014) BCF merupakan rasio antara konsentrasi bahan kimia dalam organisme akuatik dengan konsentrasi bahan kimia di dalam air. Menurut Connell dan Miller (1995) dalam Prastyo dkk. (2016) bahwa

bioconcentrarion factor ini dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan mahluk hidup menyerap juga menyimpan bahan pencemar yang terdapat pada lingkungannya. Pada perhitungan nilai faktor bikonsentrasi, kandungan logam yang digunakan berdasarkan berat kering. Untuk menghitung nilai BCF menggunakan rumus:

BCF (L/kg) = Kandungan logam berat pada ikan (mg/kg)

Kandungan logam berat di air (mg/L)

Dengan kategori yang ditentukan:

Tabel 3.1 Kategori nilai BCF

No. Nilai BCF Kategori sifat

1. > 1000 L/Kg Akumulasi tinggi 2. 100-1000 L/Kg Akumulasi sedang 3. <100 L/Kg Akumuasi rendah

(Prastyo dkk., 2016).

3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Tahap Pengujian Awal

Pada tahap pengujian awal, dilakukan pengujian pada sampel air sungai berasal air Sungai Code yang diambil di titik koordinat sungai 7°51'05.4"LS 110°22'31.2"BT dan ikan. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya kandungan logam Pb pada air sungai code sebesar 0,004 mg/L dan Cr sebesar 0,001 mg/L yang tidak melewati batas baku mutu sehingga aman digunakan.

Pengujian kadar logam dalam daging ikan dilakukan dengan menguji kadar logam pada ikan mas yang berumur sekitar 5 bulan dan panjang 24 cm. Berdasarkan hasil yang diperoleh terdapat logam Pb pada daging ikan mas sebesar 1,34 mg/kg yang melebihi batas baku mutu logam Pb pada ikan adalah 0,3 mg/kg

(7)

7

dan logam Cr 0,7 mg/kg degan baku mutu 2 mg/kg.

3.2 Aklimatisasi

Aklimatisasi dilakukan agar ikan mampu beradaptasi dengan lingkungan baru. Ikan yang digunakan untuk tahap uptake tingkat kematiannya tidak lebih dari 10%.

Gambar 3.1 Mortalitas Ikan Saat Aklimatisasi

Berdasarkan data kematian ikan pada aklimatisasi, ikan yang paling banyak mati pada hari ke empat. Selama aklimatisasi, ikan tidak mengalami perubahan fisik seperti berlendir atau ada jamur dan pergerakan ikan normal. Salah satu penyebab ikan mati adalah ikan tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan juga pompa filter yang digunakan terkadang mati sehingga penyaringan kotoran tidak maksimal.

Pada hari ke 13 dan 14 tidak ada ikan yang mati dimana ikan sudah mulai menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang

baru. Jika dihitung, ikan yang mati selama aklimatisasi berjumlah 15 ekor dari 150 ekor yaitu hanya 10% dimana angka kematian ikan selama aklimatisasi tidak melebihi 10% sehingga ikan layak digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu uptake dan depurasi.

3.3 Pengujian Parameter Kualitas Air Pada Uptake dan Depurasi

3.3.1 Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran pH di air sangat penting karena pH mampu mengontrol laju kecepatan reaksi dari beberapa bahan didalam air. Rata-rata pH pada tahap uptake di bak perlakuan berkisar 6,8 – 8,3 dan di bak kontrol berkisar 7,4 – 8,3. Pada tahap depurasi, rata-rata pH di bak perlakuan berkisar 7,3-7,8 dan bak kontrol berkisar 7,4 – 8,1 seperti pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Pengukuran rata-rata pH pada uptake dan depurasi

Nilai pH pada tahap uptake hari ke 12 dan tahap depurasi hari ke 6 mengalami penurunan yang memungkinkan adanya CO2 yang terlarut

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Hari ke Ju m la h i k a n y a n g m a ti (e k o r)

Jumlah ikan yang mati (ekor)

0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 0 4 8 12 16 21 25 29 2 6 10 14 Uptake Depurasi p H Hari Bak perlakuan Bak kontrol

(8)

8

dalam air akibat dari respirasi biota laut yang mempengaruhi kadar CO2

3.3.2 Suhu

Jika dilihat dari hasil pengukuran, suhu masih dalam kisaran optimal untuk ikan nila dimana menurut Effendi (2003) pada Mulyani dkk. (2014), Pengaruh suhu dalam proses uptake dapat mempengaruhi aktifitas organisme seperti nafsu makan ikan. Hasil pengukuran suhu yang dilakukan setiap hari pada bak perlakuan memiliki rata-rata berkisar 25ºC hingga 25,7ºC dan pada bak kontrol rata-rata berkisar 25ºC hingga 25,8ºC.

Gambar 3.3 Pengukuran rata-rata suhu pada uptake dan depurasi

3.3.3 Total Dissolved Solid

Penentuan Total Dissolved Solid

menggunakan alat TDS meter dengan cara mencelupkan alat kedalam air dengan menunggu hasil pembacaan hingga stabil. Hasil pengukuran Total Dissolved Solid pada tahap akumulasi di bak perlakuan menunjukkan kisaran rata-rata 268 – 494 ppm

dan pada bak kontrol 132 – 336 ppm. Pada pengukuran Total Dissolved Solid, hasil yang didapat semakin tinggi setiap harinya hingga sebelum pergantian air karena adanya endapan dari air sungai, feses ikan dan sisa pakan ikan seperti pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Pengukuran rata-rata TDS pada uptake dan depurasi

Pada tahap depurasi, hasil pengukuran

Total Dissolved Solid pada bak perlakuan

mengalami penurunan karena air yang digunakan diganti dengan air yang berasal dari laboratorium dan juga air diganti setiap hari. Hasil pengukuran rata-rata berkisar 175 – 189 ppm pada bak perlakuan dan pada bak kontrol berkisar 189 – 211 ppm.

3.3.4 Electrical Conductivity

Hasil pengukuran konduktivitas listrik pada tahap akumulasi di bak perlakuan menunjukkan kisaran rata-rata 0,402 – 0,734 ms dan pada bak kontrol 0,189 – 0,494 ms dimana kepekatan pada bak perlakuan lebih tinggi

23 24 25 26 27 28 0 3 6 9 12 15 19 22 25 28 0 3 6 9 12 Uptake Depurasi Su hu ( ) Hari Bak perlakuan Bak kontrol 0 100 200 300 400 500 600 0 3 6 9 12 15 19 22 25 28 0 3 6 9 12 Uptake Depurasi T DS ( p p m ) Hari Bak perlakuan Bak kontrol

(9)

9

dibandingkan dengan bak kontrol karena adanya penambahan padatan berupa logam berat pada bak perlakuan.

Gambar 3.4 Pengukuran rata-rata EC pada uptake dan depurasi

Pada tahap depurasi, hasil pengukuran

Electrical Conductivity pada bak perlakuan mengalami penurunan karena air yang digunakan diganti dengan air yang berasal dari laboratorium dan juga air diganti setiap hari karena padatan berasal dari feses ikan dan sisa pakan ikan. Hasil pengukuran rata-rata berkisar 0,265 – 0,282 ms pada bak perlakuan dan pada bak kontrol berkisar 0,287 – 0,312 ms.

3.4 Uptake dan Depurasi

Gambar 3.5 Konsentrasi logam Cr pada daging dan di air saat uptake dan depurasi

Gambar 3.6 Konsentrasi logam Pb di daging dan di air saat uptake dan depurasi

Pemaparan logam di air dilakukan selama enam hari sekali dan untuk pergantian air dilakukan dengan menguras air sebanyak 80% setiap enam hari sekali dan diberi kembali 80% dengan memberi Pb(NO3)2 dan K2Cr2O7 untuk

menjaga konsentrasi bahan uji untuk penyerapan. Pada tahap uptake kondisi ikan pada bak perlakuan hari kedua, ikan mulai

0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0 3 6 9 12 15 19 22 25 28 0 3 6 9 12 Uptake Depurasi E C (m s) Hari Bak perlakuan Bak kontrol 0,00 0,30 0,60 0,90 1,20 1,50 0,00 0,30 0,60 0,90 1,20 1,50 0 3 6 12 18 24 30 0 3 6 9 12 14 Uptake Depurasi K o n sen tr as i C r d i ai r (m g/ L ) K o n se n tr as i C r d i d ag in g (µ g/m g)

Daging (Perlakuan) Daging (Kontrol) Air (Perlakuan) Air (Kontrol)

0,00 0,03 0,06 0,09 0,12 0,00 0,03 0,06 0,09 0,12 0,15 0,18 0 3 6 12 18 24 30 0 3 6 9 12 14 Uptake Depurasi K o n se n tr as i P b d i air ( m g/L ) K o n se n tr as i P b d i d ag in g (µ g/m g)

Daging (Perlakuan) Daging (Kontrol)

(10)

10

berenang lebih cepat dan lebih agresif saat diberi makan dan lebih sering terlihat lapar. Ikan dari bak perlakuan, sebelum dipisahkan dagingnya mengalami perubahan fisik dimana ikan menjadi berlendir dan mengeluarkan bau amis yang berlebihan. Pada daging dan ekor ikan tidak mengalami perubahan warna.

Konsentrasi yang dihasilkan saat pengujian logam Cr fluktuatif, dimana menurut Palar (2008) pada Prastyo dkk. (2016) kemampuan fisiologis ikan berbeda-beda terhadap paparan logam berat sehingga akan mempengaruhi kadar logam dalam tubuh ikan. Beberapa data yang diperoleh menunjukkan hasil negatif dimana konsentrasi dari data tersebut dianggap 50% LOD (Limit of Detection). Konsentrasi logam Cr di daging yang berasal dari bak perlakuan pada hari ke nol adalah 0,035 µg/mg dan konsentrasi ikan dari bak kontrol sebesar 0,394 µg/mg yang memungkinkan adanya kandungan logam Cr pada kolam sebelumnya sehingga ikan sudah mengakumulasi logam Cr dan pada hari ke nol sudah terdapat konsentrasi Cr sebesar 0,001 mg/L pada air dan konsentrasi air dari bak kontrol sebesar 0,115 mg/L. Tingginya konsentrasi logam Cr pada air dari bak kontrol dikarenakan hasil konsetrasi rata-rata yang diperoleh bernilai negatif dimana nilai negatif diartikan sebagai 50% LOD. Pada hari ketiga logam Cr sudah dimasukkan, konsentrasi

rata-rata yang diserap ikan sebesar 1,537 µg/mg dan konsentrasi di air 1,258 mg/L yang menandakan adanya penyerapan logam pada ikan dan penuruan konsentrasi pada air. Pada hari ke 12 hingga 30, ikan tidak terlihat menyerap logam Cr secara maksimal dikarenakan hasil yang diperoleh adalah negatif yang diartikan 50% dari LOD dan kemungkinan logam yang sudah diserap ikan dilepaskan kembali ke air. Berdasarkan hasil data yang diperoleh, konsentrasi pada daging dari bak kontrol menghasilkan nilai negatif pada hari ke 0, 6, 12, 18, 24, 30 dan konsentrasi air dari bak kontrol juga menghasilkan negatif pada hari ke 0, 3, 6, 12, 30. Sehingga nilai yang dihasilkan didasarkan pada 50% dari LOD.

Berdasarkan hasil konsentrasi logam Pb yang dihasilkan, pada hari ke nol sudah terdapat logam Pb di daging ikan yang diambil dari bak perlakuan dengan rata-rata konsentrasi 0,014 µg/mg menggunakan berat kering dan pada bak kontrol rata-rata konsentrasinya sebesar 0,060 µg/mg.

Air sungai belum dipaparkan logam Pb memiliki konsentrasi rata-rata 0,003 mg/L dan pada bak kontrol dimana tidak dipaparkan logam, terdapat konsentrasi Pb rata-rata sebesar 0,027 mg/L dimana konsentrasi Pb pada bak kontrol lebih tinggi dari bak perlakuan dikarenakan hasil konsentrasi air pada bak kontrol bernilai negatif sehingga hasil

(11)

11

konsentrasi diubah berdasarkan 50% LOD. Pada hari ketiga, ikan belum menyerap logam Pb dengan maksimal karena konsentrasi pada daging masih rendah dan konsentrasi di air masih tinggi. Diikuti hari ke 6 dan 12 dari bak perlakuan, adanya peningkatan konsentrasi di daging dan penuruan konsentrasi di air yang menandakan ikan telah menyerap logam Pb dengan konsentrasi di daging masing-masing 0,114 µg/mg dan 0,127 µg/mg dan konsentrasi di air masing-masing 0,055 mg/L dan 0,033 mg/L. Pada hari ke 18, konsentrasi pada ikan mengalami penurunan dan tidak diiringi kenaikan konsentrasi pada air. Hal ini dikarenakan Pb sangat reaktif terhadap ligan sulfur dan nitrogen dimana ikatan ligan sulfur dan nitrogen sangat penting bagi fungsi normal metaloenzim dan metabolisme terhadap sel (Purnomo dan Muchyiddin, 2007) sehingga logam Pb kemungkinan dimanfaatkan oleh ikan.

Pada tahap uptake dari bak kontrol, hasil AAS menunjukkan adanya logam Pb pada ikan dan di air yang seharusnya tidak ada logam karena tidak diberi perlakuan. Adanya logam Pb pada ikan, kemungkinan terjadi akumulasi logam dari lingkungan sebelumnya dan adanya logam Pb pada air bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor saat pengujian AAS seperti pengujian disatukan dengan sampel yang terdapat logam dari berbagai sumber tanpa ada

pembatas dengan blanko dan sampel diuji tidak dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi.

Tahap selanjutnya adalah depurasi. Pergantian air dilakukan setiap hari agar tidak terjadi penyerapan kembali logam oleh ikan. Pada tahap ini, ikan kembali berenang secara normal. Saat depurasi hari ketiga ikan sudah melepas logam Cr ke air dengan konsentrasi daging yang dihasilkan 0,032 µg/mg dan konsentrasi di air 0,237 mg/L. Konsentrasi logam Cr dalam daging ikan tidak berkurang dengan maksimal setiap harinya dimana kemungkinan ikan tidak melepas logam Cr dan Pb dikarenakan adanya pemanfaatan sebagian logam dalam tubuh ikan. Konsentrasi rata-rata di daging sudah berkurang mulai hari keenam sampai hari ke 14 dan konsentrasi rata-rata di air pada hari ke enam hingga sembilan stabil dikarenakan hasil konsentrasi mengikuti nilai 50% dari LOD (Limit of Detection) yaitu 0,107 mg/L.

Konsentrasi Pb di air pada bak kontrol menunjukkan bahwa konsentrasi stabil yang dikarenakan saat pengujian, konsentasi yang dihasilkan tidak terdeteksi sehingga diasumsikan 50% LOD Pb. Logam berat yang terakumulasi di dalam tubuh organisme akan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai racun yang terakumulasi (Fajar dkk., 2013). Hal ini terlihat jika

(12)

12

dibandingkan dengan grafik, konsentrasi logam Pb di ikan masih cukup tinggi pada hari ketiga.

3.5Mortalitas Ikan Saat Uptake dan Depurasi

Dilakukan pemantauan mortalitas ikan selama masa uptake dan depurasi seperti pada

Gambar 3.7.

Gambar 3.7 Mortalitas Ikan Saat Uptake dan Depurasi

Berdasarkan hasil pemantauan pada ikan di bak perlakuan saat uptake, rata-rata kematian berjumlah 1 ekor pada bak kontrol, kematian tertinggi pada hari ke 15 yang bejumlah 2 ekor. Hal ini dapat disebabkan kemampuan fisiologis ikan berbeda-beda terhadap paparan logam berat sehingga ikan tidak semuanya mampu menerima dengan baik. Pada bak kontrol, dimana ikan tidak dipaparkan logam, kematian ikan tidak sebanyak pada bak perlakuan karena ikan mati hanya disebabkan oleh berkurangnya air pada bak karena meluapnya air pada filter yang sudah kotor. Pada tahap uptake hingga depurasi di bak perlakuan hanya 5 ikan dari 50 ekor yang mati

dan ikan yang mati pada bak kontrol hanya 3 ikan dari 40 ikan yang mati sehingga kematian tidak lebih dari 10% yaitu 10% kematian pada bak perlakuan dan 7,5% pada bak kontrol sesuai syarat dari total ikan yang digunakan.

Data mortalitas ikan pada tahap depurasi hanya terjadi kematian pada bak perlakuan dihari pertama dan hari ke 9 yang bejumlah masing-masing 1 ekor dan pada bak kontrol dihari ke 7 yang berjumlah 1 ekor. Berkurangnya kematian ikan pada tahap depurasi dapat diartikan ikan sudah beradaptasi kembali.

Kondisi ikan yang mati saat uptake terdapat bercak hijau pada kulit dan kulit menjadi berlendir serta menghasilkan bau amis yang berlebihan. Pada tahap depurasi, kondisi ikan yang mati sudah terpisah mata dengan tubuh ikan karena ikan yang sudah mati dimakan ikan yang lain dan ikan sudah menempel pada pompa filter.

3.6Hubungan Uptake dengan Pertumbuhan Ikan

Pertumbuhan ikan berkaitan dengan proses metabolisme dimana proses metabolisme memerlukan energi dari makanan. Semakin kecil kemampuan ikan mengkonsumsi pakan maka semakin kecil pula memperoleh nutrient yang seimbang dan energi yang cukup untuk proses metabolisme, aktifitas fisik, dan pertumbuhan. Jika metabolisme organisme

0 1 2 3 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 1 3 5 7 9 11 13 Uptake Depurasi Hari Ju m la h ik an y an g m ati ( ek o r)

(13)

13

terganggu maka pertumbuhan akan terganggu. Menurunnya proses metabolisme dapat disebabkan karena kerja organ yang terganggu, salah satunya adalah hati (Yulaipi, 2013).

Gambar 3.8 Hubungan antara berat ikan saat uptake dan depurasi

Jika dilihat selama akumulasi bobot tubuh ikan fluktuatif dari minggu pertama hingga minggu ke empat. Pada minggu pertama kenaikan bobot tubuh ikan mencapai 1,04 gr dengan rata-rata pertumbuhan harian 0,11 %. Pada minggu kedua pertambahan bobot tubuh ikan mencapai 0,58 gr dengan rata-rata pertumbuhan harian 0,16 %. Pada minggu ketiga pertambahan bobot tubuh ikan fluktuatif dan pada minggu keempat kenaikan bobot tubuh ikan 1,13 gr dengan rata-rata pertumbuhan harian 0,17%. Adanya paparan logam berat Pb dan Cr saat akumulasi tidak memberikan pengaruh negatif tingkat pertumbuhan ikan nila

pada penambahan berat tubuh. Hal ini bisa terjadi karena ketepatan ikan dalam pemanfaatan pakan tidak terganggu dan tidak menyebabkan terganggunya sistem metabolisme ikan nila, sehingga energi dari pakan dapat digunakan secara optimal untuk pertumbuhan.

3.7Bioconcentration Factor (BCF)

Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa ikan menyerap logam dengan berbeda kemampuan. Ikan yang dijadikan sampel pada hari ke nol dari bak satu (perlakuan), sudah mengakumulasi logam dengan kategori akumulasi tinggi. Hasil perhitungan nilai BCF sesuai dengan hasil konsentrasi antara daging dengan air yang digunakan yang dapat dilihat pada Tabel 3.1. Akumulasi logam berat Pb dan Cr pada ikan nila berasal dari air yang telah terkontaminasi.

Tabel 3.1 Nilai BCF logam Cr dan Pb pada daging

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis logam berat berat Pb dan Cr pada ikan dan air yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 3 6 12 18 24 30 0 3 6 9 12 14 Uptake Depurasi K o n sen tr as i P b d an C r d i d ag in g (µ g/ m g) B er at t o ta l ik an ( gr am )

(14)

14

1. Ikan sudah mengakumulasi logam Cr di hari ketiga dan mengakumulasi logam Pb dihari ke-6. Depurasi logam Pb dan Cr terjadi pada hari ke 9 dan membutuhkan waktu lebih dari 3 hari karena pelepasan logam ke air tidak 100%.

2. Akumulasi logam Cr pada hari ke nol termasuk dalam kriteria akumulasi tinggi dan pada hari 3 hingga 30 tingkat akumulasi tergolong rendah dan sedang. Sedangkan akumulasi logam Pb pada hari ke 0, 6, 12,18,24 tergolong akumulasi tinggi dan pada hari ke 3 dan 30 termasuk kriteria akumulasi sedang.

5. Saran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Perlu adanya pengolahan limbah air yang telah digunakan yang mengandung logam Pb dan Cr sebelum dibuang ke badan air agar tidak mencemari lingkungan. Salah satu caranya dengan menggunakan filter yang berisi lapisan batu kerikil, pasir dan karbon aktif dimana karbo aktif mempunyai kemampuan besar dalam penjerapan logam dalam larutan.

2. Perlu dilakukan penelitianlebih lanjut dikarenakan hasil data yang berubah-ubah

saat pengujian menggunakan

Spektrofotometri Serapan Atom.

6. Daftar Pustaka

Asri, Yuliana., Padusung., Abidin, Zaenal. 2012.

Pengaruh Metode Aklimatisasi Salinitas Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis sp.). Jurnal Perikanan Unram, Volume 1, No. 1.

Barwick, Vicki dkk. 2014. The Fitness for Purpose of Analytical Methods - A Laboratory Guide to Method Validation and Related Topics. 2nd edition.

Budiastuti, Putri dkk. 2016.Analisis Pencemaran Logam Berat Timbal Di Badan Sungai Babon Kecamatan Genuk Semarang.Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 4 No. 5.

Environmental Protection Agency. 2002.

Methods for Measuring the Acute Toxicity of Effluents and Receiving Waters to Freshwater and Marine Organisms.Washington DC.

Hidayah, Anny Miftakhul, Purwanto dan Soeprobowati, Tri Retnaningsih. 2014.

Biokonsentrasi Faktor Logam Berat Pb, Cd, Cr dan Cu pada Ikan Nila

(15)

15 (Oreochromis niloticus Linn.) di

Karamba Danau Rawa Pening.

Program Magister Ilmu

Lingkungan. Vol. 16, No. 1.

Husni, Hayatul., Esmiralda, M.T. 2010. Uji Toksisitas Akut Limbah Cair Industri Tahu Terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio Lin). Thesis. Leeuwen, C.J., Vermeire, T.G. 2007. Risk

Assessment of Chemicals. Netherland: National Institute for Public Health and The Environment.

Mulyani, Yenni Sri., Yulisman., Fitrani, Mirna. 2014. Growth and Feed Efficiency of Tilapia (Oreochromis niloticus) Starved Periodically. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 2(1) : 01-12.

Nofyan, E. 2005. Pengaruh Pemberian Pakan dari Sumber Nabati dan Hewani Terhadap Berbagai Aspek Fisiologi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy). Jurnal Ikhtiologi Indonesia Vol. 5 No. 1. Universitas Sriwijaya. Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi

Logam Berat. Penerbit Rineka Cipta: Jakarta.

Purnomo, Tarzan dan Muchyiddin. 2007.

Analisis Kandungan Timbal (Pb) pada Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk.) di Tambak Kecamatan Gresik. Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Negeri Surabaya.

Prastyo, Deni., Herawati, Titin., dan Iskandar. 2016. Bioakumulasi Logam Kromium (Cr) pada Insang, Hati, dan Daging Ikan yang Tertangkap Di Hulu Sungai Cimanuk Kabupaten Garut. Jurnal Perikanan Kelautan Vol. VII No. 2.

Slamet, Juli Soemirat. 2011. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Status Lingkungan Hidup Daerah. 2012.

Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah. Yogyakarta.

Yulaipi, Sumah dan Aunurohim. 2013.

Bioakumulasi Logam Berat Timbal (Pb) dan Hubungannya dengan Laju Pertumbuhan Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus). Jurnal Sains dan Seni Pomits Vol. 2 No.2.

Gambar

Gambar 3.2 Pengukuran rata-rata pH pada  uptake dan depurasi
Gambar 3.3 Pengukuran rata-rata suhu pada  uptake dan depurasi
Gambar 3.4 Pengukuran rata-rata EC pada  uptake dan depurasi
Gambar 3.8 Hubungan antara berat ikan saat  uptake dan depurasi

Referensi

Dokumen terkait

Kinerja strukur gedung akibat pembebanan gempa untuk masing – masing arah telah memenuhi persyaratan kinerja batas layan dan batas ultimit sesuai yang didefinisikan

Jadi pada media 2 keperluan hasil fotosintesis untuk respirasi, pergantian daun, pergantian akar, dan tinggi telah terpenuhi sehingga pertumbuhan diameter dapat

Tanah mempunyai peranan penting dalam pembangunan suatu proyek, yang mana tanah adalah komponen pokok yang perlu diperhatikan, terutama harus mengetahui terlebih dahulu

Pada data limbah cair yang di uji, hasil uji kualitas air limbah untuk parameter TSS, TDS dan COD tidak melebihi standar Peraturan Daerah Yogyakarta No.7 tahun 2016 tentang

Menurut Kadiyali (1978), indeks parkir adalah persentase jumlah ruang parkir yang disediakan dengan jumlah kendaraan yang menempati areal tersebut... Menurut hal yang biasa

Lokasi pengambilan sampel sedimen didaerah hulu, dililihat dari kuat tekan batu bata daerah hulu cenderung lebih besar bila dibandingkan dengan kuat tekan batu bata yang

Dalam uraian diatas dapat terlihat adanya suatu permasalahan, yaitu bila pengambilan keputusan, dalam suatu proyek konstruksi sering disebut pimpinan proyek, ingin melakukan

Kondisi perpustakaan umum DATI II Bantul masih jauh dari kondisi ideal sebagai perpustakaan, karena perpustakaan tersebut berupa ruangan yang dipaksakan untuk berbagai macam