• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menelusuri Kehidupan Pantang Iban: Gambaran Psikologis Manusia Berbudaya Tato Sebuah Interpretative Phenomenological Analysis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Menelusuri Kehidupan Pantang Iban: Gambaran Psikologis Manusia Berbudaya Tato Sebuah Interpretative Phenomenological Analysis"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

MENELUSURI KEHIDUPAN PANTANG IBAN:

GAMBARAN PSIKOLOGIS MANUSIA BERBUDAYA TATO

SEBUAH INTERPRETATIVE PHENOMENOLOGICAL ANALYSIS

Muhammad Fakhri1, Yohanis Franz La Kahija2*

1,2

Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang 50275

Email: [email protected],

Abstrak

Penelitian ini bermaksud untuk melihat bagaimana gambaran psikologis subjek sebagai seorang individu yang memiliki budaya tato. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dunia psikologis subjek yang memiliki budaya tato tradisional Dayak Iban. Peneliti mendasarkan diri pada pendekatan fenomenologis, khususnya IPA (Interpretative Phenomenological Analysis). Pendekatan IPA dipilih karena memiliki prosedur analisis data yang terperinci. Prosedur tersebut bertitik fokus pada eksplorasi pengalaman yang diperoleh subjek melalui kehidupan pribadi dan sosialnya. Subjek yang terlibat dalam penelitian berjumlah tiga orang laki-laki yang berasal dari dua daerah, yaitu Sungai Utik dan Pontianak. Peneliti menemukan bahwa dalam pengalaman psikologis subjek selama memiliki tato tradisional terdapat tiga pokok inti, yang terdiri dari: tato sebagai identitas; dinamika kehidupan bertato iban; dan penghayatan kehidupan bertato iban. Penelitian ini sampai pada kesimpulan bahwa tato adalah sebagai warisan leluhur yang menjadi keharusan untuk dimiliki oleh para subjek. Tato menjadi sebuah kebanggaan bagi para subjek. Terdapat pencapaian-pencapaian yang harus diraih untuk dapat memiliki tato. Hal inilah yang membuat subjek dapat memaknai tato yang dimiliki.

Kata kunci: tato, dayak iban, IPA (Interpretative Phenomenological Analysis)

Abstract

This study is meant to see how the psychological description of the subject as an individual who has a tattoo culture. The purpose of this study is to understand the psychological world of subjects having a traditional Iban tattoo culture. Researchers is based on the phenomenological approach, especially IPA (Interpretative Phenomenological Analysis). IPA approach has been chosen because it has a detailed data analysis procedures. The procedure is focusing on exploration of the subject experience gained through personal and social life. The subjects involving in the study cosisted of three men who came from two areas, namely Sungai Utik and Pontianak. Researchers found that the psychological experience of the subject during the traditional tattoos comprised three basic core, which consists of: tattoos as identity; iban tattooed life dynamics; and appreciation of life tattooed iban. This study came to the conclusion that the tattoo is a heritage that becomes imperative to be owned by the subject. Tattoos become a pride for the subject. There are achievements that must be achieved in order to have a tattoo. This is what makes the subject can interpret tattoos owned.

Keywords: tattoo, Iban, IPA (Interpretative Phenomenological Analysis)

PENDAHULUAN

Modal dasar dari kebudayaan nasional adalah budaya yang terdapat di daerah-daerah Indonesia. Penyelidikan, pembinaan, dan pengembangan berbagai nilai budaya-budaya yang ada akan

(2)

membantu memperkuat kepribadian bangsa, mempertebal rasa harga diri, serta memperkuat jiwa kesatuan nasional (Coomans, 1987). Dapat dikatakan bahwa budaya-budaya daerah yang terdapat di Indonesia merupakan sebuah identitas bangsa yang menjadi ciri khas dan mengalir dalam tatanan kehidupan masyarakat yang berada di dalamnya.

Manusia adalah mahluk berbudaya. Pernyataan ini mengandung pengertian bahwa, kebudayaan merupakan ukuran bagi tingkah laku serta kehidupan manusia. Kebudayaan pun menyimpan nilai-nilai bagaimana tanggapan manusia terhadap dunia, lingkungan serta masyarakatnya. Seperangkat nilai-nilai yang menjadi landasan pokok bagi penentuan sikap terhadap dunia luar, bahkan menjadi dasar setiap langkah yang dilakukannya (Herusatoto, 2003).

Budaya adalah suatu konstruk psikologis. Konsep tersebut mengacu pada sejauh mana sekelompok orang secara bersama-sama menganut serangkaian sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku. Budaya disampaikan dari generasi ke generasi berikut melalui bahasa atau pengamatan (Matsumoto, 2008).

Menurut Olong (2006) fenomena tato bukan dilahirkan dari sebuah dunia yang bernama modern dan perkotaan. Secara historis, tato lahir dan berasal dari budaya pedalaman, tradisional, bahkan dapat dikatakan kuno. Tato di Indonesia sudah ada sejak zaman dahulu bahkan merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia khususnya suku Dayak di Kalimantan. Hiasan tato tersebut bukan semata-mata untuk gaya, namun tato yang ada pada orang-orang suku Dayak memiliki makna tersendiri. Bagi masyarakat suku Dayak tato merupakan bagian dari tradisi oleh karenanya tidak boleh dibuat dengan sembarangan. Tato juga bisa melambangkan status sosial seseorang dalam masyarakat, juga penghargaan suku terhadap kemampuan seseorang. Itulah yang menyebabkan adanya peraturan dalam pemilihan tato baik gambar maupun penempatan tato. Hal tersebut yang mendorong ketertarikan peneliti untuk meneliti bagaimana gambaran psikologis individu yang memiliki budaya tato. Karakteristik subjek penelitian ini adalah individu Dayak dari subsuku Iban yang memiliki tato tradisional.

Suku bangsa Dayak termasuk pada kelompok-kelompok yang berimigrasi secara besar-besaran dari daratan Asia. Suku bangsa Dayak merupakan keturunan dari para imigran yang berasal dari wilayah yang kini disebut Yunnan di Cina Selatan. Dari tempat itulah ya kelompok-kelompok kecil mengembara melalui Indo-Cina ke jazirah Malaysia, yang menjadi batu loncatan untuk memasuki pulau-pulau di Indonesia. Selain itu mungkin ada kelompok yang memilih batu loncatan lain, yakni melalui Hainan, Taiwan, dan Filipina. Perpindahan ini agaknya tidak begitu sulit, karena pada zaman glasial (zaman es) permukaan laut sangat turun (surut), sehingga dengan perahu-perahu kecil sekalipun mereka dapat menyeberangi perairan yang memisahkan pulau-pulau itu (Coomans, 1987)

Dayak Iban, atau biasa juga dikenal dengan istilah orang Batang Renjang atau orang Majang,

pada masa lampau selain dikenal sebagai pengayau (mencari kepala untuk simbol kelaki-lakian dalam perspektif filosofis dan religi Iban) yang ulung, dan memiliki kebiasaan membuat tato ditubuh, juga memiliki perangai yang lembut dan baik hati. Mereka juga masih mempertahankan pola pemukiman hidup di rumah adat betang panjang. Dalam istilah bahasa Iban rumah betang itu disebut tumah panyay. Rumah panjang tersebut merupakan tempat memelihara kekayaan budaya Iban, meskipun kini mereka hidup di masa modern (Bamba, 2008).

(3)

Secara kebahasan, tato mempunyai istilah yang nyaris sama digunakan di berbagai belahan dunia. Beberapa di antaranya adalah tatoage, tatouage, tatowier, tatuaggio, tatuar, tatuaje, tatoos, tattueringar, tatuagens, tatoveringer, tattos, dan tatu. Tato merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu tattoo yang berarti lukisan permanen di tubuh. Sebagai lukisan pada kulit tubuh dengan menusuki kulit dengan jarum halus kemudian memasukan zat warna ke bekas tusukan tersebut, tato yang merupakan bagian dari body painting yang merupakan produk dari kegiatan menggambar pada kulit tubuh dengan menggunakan alat sejenis jarum atau benda dipertajam yang terbuat dari flora. Gambar tersebut dihias dengan pigmen berwarna-warni (Olong, 2006).

Cassirer (dalam Haryanto, 2003), menggambarkan manusia sebagai hewan yang bersimbol (animal symbolicum). Perbedaan manusia dengan hewan yang paling sentral adalah manusia dapat berfikir, berperasaan, dan bersikap dengan ungkapan-ungkapan yang simbolis. Manusia mampu menciptakan dan mengembangkan simbol-simbol. Kebudayaan pada dasarnya terdiri atas gagasan-gagasan, simbol-simbol, dan nilai-nilai sebagai hasil karya dari tindakan manusia. Dengan demikian, simbol mempunyai kaitan erat dengan kebudayaan manusia.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana gambaran psikologis subjek yang memiliki budaya tato. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Pendekatan fenomenologis digunakan sebagai anggapan umum untuk menunjuk pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe subjek yang ditemui (Moleong, 2007).

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Interpretative Phenomenological Analysis (IPA). IPA bertujuan untuk mengeksplorasi Pemaknaan subjek dalam kehidupan pribadi dan sosialnya (Smith, Flower & Larkin, 2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan metode analisis data Interpretative Phenomenological Analysis

(IPA). Interpretasi merupakan dasar dari seluruh proses analisis data pada pendekatan metode IPA (Smith, 2009). Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, peneliti menemukan tiga tema induk yang menjadi fokus gambaran psikologis subjek yang memiliki budaya tato. Berikut tabel yang memuat temuan tema induk yang mencakup tema super-ordinat dari ketiga subjek.

Tabel 1.

Tema Induk dan Super-ordinat

TEMA INDUK TEMA SUPER ORDINAT

Fokus kepada tato sebagai identitas x Tato sebagai pilihan pribadi

(4)

istiadat iban

Fokus kepada dinamika kehidupan bertato iban

x Upaya memiliki tato iban

x Transformasi sesudah memiliki tato iban

x Manfaat tato

x Pandangan terhadap tato iban

x Pandangan terhadap masyarakat

x Pandangan terhadap pengguna tato iban

Fokus kepada penghayatan kehidupan bertato iban

x Tato sebagai pemenuhan kebutuhan hidup

Tabel 2. Less Common Themes

Nabau

x Pengaruh keluarga

Gambaran psikologis para subjek berawal dari bagaimana para subjek melihat tato adalah sebagai identitas bagi dirinya. Tato sebagai identitas dapat dikatakan sebagai upaya subjek untuk melihat, memiliki, dan memahami dirinya sebagai bagian dari masyarakat suku Dayak Iban. Ketertarikan subjek untuk memiliki tato berasal dari pilihan pribadi, yaitu berasal dari keinginan diri sendiri dan melihat turun-menurun masyarakat Iban yang memiliki tradisi menggunakan tato ditubuh, serta menjaga keberadaan tato Dayak Iban itu sendiri dari kepunahan. Tato kemudian menjadi pemahaman dan keyakinan bagi para subjek, yaitu merupakan bagian dari adat istiadat Iban. Hal ini dapat dikatakan bahwa subjek menyikapi tato Iban sebagai bagian dari kebiasaan atau suatu sistem yang telah berlaku dalam masyarakat Iban dari zaman dulu hingga sekarang dimasa kini.

Setiap subjek memiliki dinamika kehidupan bertato Iban. Dalam dinamika kehidupan tersebut terdapat beberapa proses yang dialami oleh subjek, diantaranya adalah upaya untuk memiliki tato Iban, perubahan-perubahan setelah memiliki tato Iban, pandangan subjek terhadap tato Iban itu

(5)

sendiri, pandangan kepada masyarakat luar atas tato Iban, dan pandangan para subjek terhadap masyarakat di luar Iban yang menggunakan motif tato Iban. Proses-proses ini berjalan seiring kehidupan para subjek selama memiliki tato Iban.

Selanjutnya, subjek merasa tato merupakan bagian dari pemenuhan kebutuhan hidup dirinya. Tato menjadi sebuah tujuan atau keinginan bagi subjek untuk menyampaikan sesuatu didalamnya.

Selain ketiga tema induk, ditemukan ada peran keluarga yang mempengaruhi subjek dalam bertato. Peran keluarga ini dialami oleh subjek ketiga selaku generasi Iban di masa kini. Keluarga memberi pengaruh kepada subjek terhadap pemilihan motif tato ataupun peletakan tato.

Erikson (1989) menyatakan bahwa orang yang sedang mencari identitasnya adalah orang yang ingin menentukan siapakah dan apakah dia pada saat sekarang dan diinginkan pada masa mendatang. Peneliti menemukan bahwa subjek ingin memahami dan mengenal lebih jauh dirinya sebagai individu yang merupakan bagian dari masyarakat suku Dayak Iban. Dapat dikatakan upaya subjek untuk memahami dirinya sebagai bagian dari masyarakat suku Dayak Iban adalah dengan memiliki tato tradisional Dayak Iban itu sendiri. Krakov (Olong, 2006) menyatakan bahwa tato dalam beberapa subsuku tertentu seperti Dayak Iban merupakan tradisi dan kewajiban. Dengan memiliki tato Iban, maka para subjek merasa telah melaksanakan kewajibannya sebagai masyarakat Dayak Iban yang memiliki budaya tato.

Keinginan para subjek untuk memiliki tato Iban adalah berasal dari keinginan pribadi, karena melihat tato sudah menjadi turun-menurun dalam masyarakat Iban. Regenerasi tato inilah yang membuat tato Iban dapat dikatakan sebagai sebuah identitas etnik. Weinrech (dalam Mendatu, 2004) menyebutkan bahwa identitas etnik merupakan penggabungan ide-ide perilaku, sikap, dan simbol-simbol bahasa yang ditransfer dari generasi ke generasi.

Peneliti kemudian menemukan bahwa subjek memiliki pemahaman bahwa tato Iban merupakan bagian dari adat istiadat Iban sehingga tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan dari masing-masing subjek. Tato sudah menjadi simbol dalam masyarakat Dayak Iban. Dillistone (2002) mengemukakan bahwa simbol dapat dipandang sebagai sesuatu yang mewakili atau menggambarkan atau menandakan kepada sebuah masyarakat, lembaga, dan suatu keadaan. Dapat dikatakan bahwa tato Iban merupakan hal yang mewakili dan menandakan masyarakat suku Dayak Iban.

Para subjek menunjukkan sebuah perilaku yang sama dalam hal tato sebagai bagian dari adat istiadat Iban yaitu menunjukkan partisipasi dalam sebuah kelompok (masyarakat Iban). Sesuai dengan pernyatakan Sanders (2008) yang menyatakan bahwa tato digunakan sebagai representasi simbolik dari bagaimana seseorang memahami dirinya sendiri. Dalam hal ini para subjek memahami diri mereka sebagai bagian dari masyarakat adat Dayak Iban.

Lora (dalam Durga, 2004) mengemukakan bahwa ketika seorang laki-laki dan perempuan Dayak telah mencapai masa akil balik, ritus perjalanan hidup sering diabadikan atau ditandai melalui tato pada bagian tubuh tertentu. Peneliti menemukan bahwa subjek harus melakukan pencapaian atau upaya tertentu untuk dapat memiliki tato. Pencapaian yang dilakukan oleh para subjek adalah dengan melakukan perjalanan jauh atau biasa disebut dengan merantau.

(6)

Selanjutnya peneliti menemukan bahwa tato bagi para subjek memiliki manfaatnya tersendiri.Manfaat yang dirasakan oleh subjek adalah tato menjadi sebuah tanda pengenal. Pernyataan tersebut sesuai dengan yang diuraikan oleh Haryanto (2013) bahwa sejak lahir manusia sudah membawa atau terlekat simbol-simbol yang menandai identitas kelompok dari mana ia berasal. Tanda-tanda fisik seperti warna kulit, tekstur rambut, bentuk raut muka dan sebagainya merupakan tanda bawaan atau sering pula disebut natural symbols. Sementara tanda-tanda buatan meliputi gaya pakaian, perhiasan, model rambut, tato, dan sebagainya. Manfaat yang dirasakan para subjek juga termasuk dalam tindakan praktis simbol yang dijelaskan oleh Herusatoto (2003) bahwa simbol merupakan komunikasi antara dua orang yang berisi pemberitahuan, penunjukkan atau pengenalan sesuatu.

Setiap subjek memiliki konsep atau pandangan tersendiri mengenai tato Iban. Peneliti menemukan bagaimana para subjek memandang tato Iban dalam kehidupannya. Subjek pertama memandang bahwa tato adalah sebagai sebuah keindahan dan warisan leluhur yang harus diterima oleh penerusnya. Subjek kedua memandang tato sebagai lambang kemampuan dan pembuktian orang Iban dalam masyarakatnya. Subjek ketiga melihat tato sebagai seni budaya Iban dan bentuk cinta masyarakat Iban terhadap alam.

Kemudian peneliti menemukan pandangan-pandangan subjek terhadap pihak luar Iban yang merespon dan menanggapi tato Iban. Ketiga subjek mengungkapkan jika banyak pihak luar yang tertarik dengan budaya Iban terutama tato itu sendiri. Ketertarikan pihak luar tersebut berupa kekaguman dengan motif tato Iban bahkan hingga ingin mempelajari tato Iban seperti yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini. Selanjutnya terdapat pandangan para subjek terhadap pihak luar Iban yang menggunakan motif tato Iban. Terdapat dua pandangan dalam hal ini, yang pertama adalah bahwa pihak luar tidak seharusnya menggunakan motif Iban karena sudah melanggar adat Dayak Iban, dan yang kedua adalah merasa bangga ketika melihat pihak luar menggunakan motif tato Iban karena dapat menitipkan kebanggaan yang dimiliki oleh masyarakat Dayak Iban.

Penemuan peneliti yang terakhir adalah penghayatan kehidupan bertato Iban bagi para subjek. Dalam penemuan ini peneliti menemukan bagaimana subjek memaknai tato sebagai kebutuhan yang harus diraih. Kebutuhan tersebut sebagai sebuah pemenuhan hidup dan kewajiban sebagai masyarakat Dayak Iban. Peneliti menemukan dua pemaknaan subjek terhadap tato yang dimilikinya, yang pertama adalah tato sebagai sebuah keinginan yang harus diraih oleh masyarakat Iban, dengan memiliki tato maka subjek merasa menjadi masyarakat Iban seutuhnya. Selanjutnya, yang kedua adalah tato sebagai sebuah status sosial dan kedudukan, dengan memiliki tato maka seseorang dapat memiliki status atau kedudukan tertentu dalam sebuah masyarakat adat. Makna yang dimiliki para subjek tersebut serupa dengan yang dipaparkan oleh Olong (2006) bahwa kebudayaan tradisional dalam merajah tubuh (tato) pada dasarnya mempunyai beberapa tujuan, yakni menunjukkan status sosial seperti status perkawinan, kepemimpinan, kekayaan, hingga menunjukkan kesetiaan kepada sebuah komunitas.

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan mengenai temuan penelitian yang telah dijabarkan, dapat disimpulkan bahwa tato menjadi sebuah sistem sosial yang mengalir dalam masyarakat Dayak Iban. Diawali

(7)

sebagai sebuah identitas bagi orang Iban, kemudian terdapat dinamika-dinamika kehidupan yang dilalui selama memiliki tato, hingga akhirnya memunculkan makna terhadap tato tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Bamba, J. (Ed.). (2011). Mozaik dayak: Keberagaman subsuku dan bahasa dayak di Kalimantan barat. Pontianak: Institut Dayakologi.

Coomans, M. (1987). Manusia daya: Dahulu, sekarang, masa depan. Jakarta: PT. Gramedia.

Dillistone, F.W. (2002). The power of symbol. Yogyakarta: Kanisius.

Durga. (2004). Dinamika Tattoo Etnik Dayak dan Kontribusi-nya Bagi Warisan Budaya Dunia. http://pdfcast.org/download/dinamika-dan-kontribusi-tato-dayak-durga.pdf. (diunduh tanggal 29 Januari 2015)

Erikson, E. H. (1989). Identitas dan siklus hidup manusia. Alih Bahasa: Drs. Agus Cremers. Jakarta: PT. Gramedia.

Haryanto, S. (2013). Dunia simbol orang jawa. Yogyakarta: Kepel Press.

Herusatoto, B. (2003). Simbolisme dalam budaya jawa. Yogyakarta: Hanindita Graha Widia.

Matsumoto, D. (2008). Pengantar psikologi lintas budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mendatu, A. (2004). Prasangka etnik. Tersedia:

https://www.scribd.com/document_downloads/direct/123138164

Moleong. L. J. (2007). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Olong, H. A. K. (2006). Tato. Yogyakarta: LkiS.

Raminah. (2012). Budaya Tato Suku Dayak. Aktual [Online]. Tersedia: http://www.aktual.co/warisanbudaya/133925budaya-tato-suku-dayak (diakses 5 Maret 2014).

Sanders, C.R. (2008). Customizing the body: The art and culture of tattooing. Philadelphia: Temple University Press.

Smith, J. A. (2009). Psikologi kualitatif : Panduan praktis metode riset. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Smith, J.A., Flowers, P., & Larkin, M. (2009). Interpretative phenomenological analysis-theory, method, and research. London: Sage Publications.

Referensi

Dokumen terkait