• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker menurut American Cancer Society (2012) merupakan suatu kelompok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker menurut American Cancer Society (2012) merupakan suatu kelompok"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker menurut American Cancer Society (2012) merupakan suatu kelompok penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan dan penyebaran sel abnormal yang tidak terkendali dan dapat menyebabkan kematian. Kematian global akibat kanker diperkirakan meningkat 45% dari tahun 2007 sampai 2030 (dari 7,9 juta sampai 11,5 juta kematian) seiring dengan peningkatan populasi penduduk. Kasus baru kanker juga diperkirakan meningkat dari 11,3 juta pada tahun 2007 menjadi 15,5 juta di tahun 2030 (WHO, 2012). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi tumor atau kanker di Indonesia adalah 4,3 per 1000 pend uduk atau dari setiap 1000 orang penduduk sekitar 4 orang menderita kanker dan Provinsi DIY merupakan daerah tertinggi prevalensi penderita kanker yaitu sebesar 9,6 per 1000 penduduk dan yang terendah adalah Provinsi Maluku yaitu sebesar 1,5 per 1000 penduduk (Kemenkes, 2012).

Di Amerika, perkirakan terdapat 12,060 kasus baru pada kanker yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun di tahun 2012. Diperkirakan 1.340 kematian disebabkan oleh kanker, yang sepertiganya adalah leukemia (American Cancer Society, 2012). Di Indonesia, berdasarkan data dari Yayasan Onkologi Anak Indonesia (2011) sejumlah 150.000 anak menderita kanker. Sedangkan menurut data Sistem Registrasi Kanker di

(2)

Indonesia (SriKanDI) tahun 2005-2007 menunjukkan, bahwa estimasi insiden kanker pada anak (0-17 tahun) sebesar sembilan per 100.000 anak.

Yogyakarta merupakan provinsi dengan penderita anak kanker terbanyak diantara provinsi lain (Kompas, 2012). Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito merupakan salah satu rumah sakit yang ada di Yogyakarta dan merupakan salah satu pusat perawatan anak kanker tingkat nasional. Berdasarkan data yang diperoleh dari Veerman (2012), di klinik estella ada 200 kasus baru setiap tahun dan jumlah penderita pasien anak kanker di Instalasi Kesehatan Anak (INSKA) RSUP Dr Sardjito berjumlah 1213 dari tahun 1999-2009, yang terdiri dari ALL 492 kasus (40%), lain- lain 228 (18%), AML 167 (13%), Retinoblastoma 81 (7%), Neuroblastoma 67 (6%), NHL 55 (5%), Nephroblastoma 52 (4%), CML 33 (3%), Osteosarcoma 19 (2%), Hepatoblastoma 19 (2%), seperti terlihat dalam Gambar 1 berikut ini.

Gambar 1. Diagnosis dan Jumlah Penderita Anak kanker di INSKA RSUP Dr. Sardjito dari Tahun 1999-2009. Sumber: Veerman (2012)

(3)

Harapan hidup penderita anak kanker di Amerika, dalam 40 tahun terakhir terjadi peningkatan. Angka harapan hidup anak dengan kanker dari yang berjumlah 28% pada 3 tahun terakhir, sekarang meningkat menjadi 80% (Scheurer, Bondy, and Gurney, 2011). Peningkatan angka harapan hidup pasien anak kanker di Amerika dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah kolaborasi yang baik antara tim kesehatan termasuk dokter dengan perawat. Kolaborasi tersebut berpengaruh dalam pengobatan dan perawatan kanker pada anak (American Cancer Society, 2012).

Selain itu, pengobatan dan perawatan pada pasien anak kanker membutuhkan kolaborasi yang lebih baik untuk menunjang kesembuhan maksimal pasien. Kolaborasi didefinisikan sebagai interaksi antara perawat dan dokter yang memungkinkan terjadinya kesinergisan pengetahuan dan keterampilan dari para profesional yang mempengaruhi penyediaan perawatan pasien (Varizani, 2005).

Kolaborasi termasuk dalam salah satu dari standar kinerja profesional perawat (PPNI, 2005). Kinerja itu sendiri merupakan bagaimana seseorang melakukan sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaannya, jabatan atau peranan dalam organisasi serta tugas dalam pekerjaannya, yang meliputi tugas fungsional dan perilaku (Pace & Faules, 2000). Saat ini kinerja itu sendiri merupakan konsekuensi terhadap tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang bermutu. Mutu tidak bisa dipisahkan dari standar karena kinerja diukur berdasarkan standar (Gibson cit Fitriadi, 2006). Kolaborasi merupakan standar keenam dari standar kinerja profesional perawat (PPNI, 2005). Melalui kolaborasi, masing- masing profesi menggunakan pengetahuan dan keahlian mereka sehingga dapat memberikan pelayanan yang terbaik untuk 3

(4)

pasien. Mereka saling berdiskusi dan membuat rencana untuk meningkatkan hasil dan tujuan yang diharapkan. Dengan peningkatan komunikasi dan kolaborasi, terapi yang dilakukan dapat lebih cepat, waktu tinggal pasien di rumah sakit juga lebih pendek, serta kepuasan pasien meningkat. Kesuksesan kolaborasi interdisipliner telah memb uat proses yang lebih efektif dan lancar yang bermanfaat bagi setiap orang (Callaha n, 2004).

Motivasi mempunyai peranan dalam pelaksanaan kolaborasi perawat. Penelitian dari Suominen et al., (2001) diketahui bahwa perawat yang termotivasi dan merasa puas dengan pekerjaannya memiliki kesiapan yang lebih besar untuk berkolaborasi dan merawat pasien, sehingga dapat menyediakan layanan kesehatan yang lebih baik. Perawat yang termotivasi telah melaporkan perilaku yang kuat dan dapat melakukan pemberdayaan yang lebih daripada perawat yang tidak termotivasi, sedangkan motivasi dan kepuasan kerja yang rendah mengakibatkan penurunan baik dalam kualitas layanan serta niat pasien untuk kembali melakukan perawatan di kemudian serta peningkatan biaya perawatan (Yildiz et al., 2009).

Penyedia layanan termotivasi untuk berkolaborasi oleh sejumlah faktor. Fokus dari kolaborasi perlu didefinisikan secara jelas dan disepakati, perlu ada tingkat tinggi kesetaraan antara para profesional yang terlibat, dan harus ada kemauan untuk bekerja sama berdasarkan pemahaman bersama tentang nilai-nilai serta potensi untuk belajar (Hjelmar, 2011). Terdapat penelitian mengenai kolaborasi yang menunjukkan bahwa kolaborasi antara dokter dan perawat dipengaruhi oleh mo tivasi. Keamanan psikologis muncul untuk memediasi hubungan ini (Rietzschel et al., 2010).

(5)

Ruang perawatan kanker khusus anak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta telah dibangun untuk menampung pasien anak kanker yang semakin meningkat. Ruang ini dilengkapi dengan klinik cangkok stem cell pertama di Indonesia, yang bertujuan untuk memodernisasi perawatan kanker di Indonesia (Sutaryo, 2009). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan dengan mewawancarai kepala ruang Kartika 1 pada minggu pertama bulan Januari 2013, menunjukkan bahwa praktik kolaborasi perawat-dokter di Instalasi Kesehatan Anak (INSKA) dengan kanker RSUP Dr. Sardjito sudah berjalan lumayan baik. Namun, untuk mengoptimalkan praktik kolaborasi, perlu adanya upaya bersama dari berbagai disiplin dan pembuat kebijakan dalam mencari pemecahan masalah kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan praktik kolaborasi. Terkait tingkat motivasi perawat, dalam hal ini motivasi kerja perawat di INSKA khusus kanker RSUP Dr. Sardjito terdapat variasi tingkatan, ada yang tingkat motivasinya sudah tinggi dan masih ada yang sedang.

Berdasarkan uraian diatas bahwa praktik kolaborasi perawat-dokter penting dalam proses perawatan pasien anak kanker dan salah satu hal yang juga mempunyai peran terhadap pelaksanaan kolaborasi adalah motivasi kerja, maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara motivasi kerja perawat dengan pelaksanaan praktik kolaborasi perawat-dokter pada perawatan anak kanker di INSKA RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

(6)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang disampaikan, dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut : “Apakah ada hubungan antara motivasi kerja perawat dengan praktik kolaborasi perawat-dokter dalam perawatan anak kanker di INSKA RSUP Dr. Sardjito?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara motivasi kerja perawat dengan praktik kolaborasi perawat-dokter dalam perawatan anak kanker di INSKA RSUP Dr. Sardjito.

2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui gambaran motivasi kerja perawat dalam pelaksanaan kolaborasi perawat-dokter dalam perawatan anak kanker di INSKA RSUP Dr. Sardjito. b) Mengetahui gambaran skala praktik kolaborasi perawat dalam pelaksanaan

kolaborasi perawat-dokter dalam perawatan anak kanker berdasarkan nilai kepentingan bersama di INSKA RSUP Dr. Sardjito.

(7)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Sebagai wawasan dalam hal peningkatan pengetahuan terkait motivasi kerja perawat dengan pelaksanaan praktik kolaborasi perawat-dokter sehingga dapat meningkatkan etos kerja untuk mencapai kolaborasi yang profesional. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pengelola Rumah Sakit

Sebagai bahan evaluasi terkait kondisi motivasi perawat dan pelaksanaan praktik kolaborasi sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan kebijakan.

b. Bagi Mahasiswa Profesi

Sebagai tambahan pengetahuan untuk mempersiapkan diri saat akan melaksanakan praktik klinik.

c. Bagi Perawat

Sebagai bahan evaluasi terkait pelaksanaan praktik kolaborasi dalam perawatan anak dengan kanker sehingga dapat mengoptimalkan pelaksanaan kolaborasi.

d. Bagi Peneliti

Dapat menerapkan ilmu yang telah dipelajari dan mempraktikkannya secara langsung.

(8)

E. Keaslian Penelitian

Ada beberapa penelitian yang membahas mengenai hubungan antara motivasi perawat dengan kinerja. Namun, yang fokus membahas hubungan antara motivasi perawat dengan praktik kolaborasi antara perawat-dokter pada perawatan anak dengan kanker belum ada. Berikut ini beberapa penelitian yang berhubungan, antara lain :

1. Hubungan Motivasi Kerja dengan Kinerja Perawat di Ruang Inap Rumah Sakit Daerah Panembahan Senopati Bantul (Prayogi, 2008). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja perawat di ruang rawat inap RS Daerah Panembahan Senopati Bantul. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner motivasi kerja berstruktur yang berbentuk pertanyaan tertutup dan kuesioner kinerja perawat yang disusun berdasarkan tugas dan fungsi perawat dalam keperawatan pasien di rumah sakit. Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan yang bermakna antara variabel motivasi kerja dengan variabel kinerja perawat pelaksana dengan korelasi positif dan derajat rendah. Persamaan dalam penelitian ini adalah variabel bebas yaitu motivasi kerja serta jenis penelitian yang digunakan yaitu deskriptif korelasional dengan rancangan penelitian cross sectional. Perbedaan dalam penelitian ini adalah variabel terikat, instrumen yang digunakan, serta tempat penelitian.

(9)

2. Staff Empowerment in Finnish Intensive Care Units (Suominen et al., 2001). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan staff empowerment pada perawat ICU di Finlandia. Instrumen penelitian yang digunakan adalah dengan kuesioner. Hasilnya menunjukkan bahwa perawat yang mempunyai motivasi yang baik dan perawat yang sudah merasa puas dengan pekerjaannya mempunyai kesiapan yang lebih baik dalam merawat pasien dan untuk berkolaborasi. Perawat yang termotivasi telah melaporkan perilaku yang kuat dan dapat melakukan pemberdayaan diri yang lebih daripada perawat yang tidak termotivasi. Kesimpulannya yaitu motivasi, kepuasan kerja, menghormati otonomi kerja masing- masing, dan fakta bahwa pekerjaan perawat ICU yang mematuhi aturan lembaga/organisasi berhubungan dengan perilaku, verbal dan hasil dari pemberdayaan (empowerment). Persamaan dengan penelitian ini terletak pada jenis instrumen penelitian yaitu kuesioner. Perbedaannya terletak pada variabel yang digunakan karena peneliti lebih focus untuk menggunakan variabel bebas motivasi kerja perawat.

3. Hubungan Motivasi Kerja dengan Kinerja Perawat dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSU Langsa (Idayu, 2012). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi perawat berada dalam kategori rendah (65,7%) sedangkan kinerja perawat berada dalam kategori tinggi (88,6%). Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif 9

(10)

antara motivasi perawat dengan kinerja. Persamaan dengan penelitan ini terletak pada variabel bebas dan jenis penelitian. Perbedaannya terletak pada variabel terikat dan teknik pengambilan sampel.

4. Pelaksanaan Praktik Kolaborasi Dokter dan Perawat di Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr. Sardjito (Sari, 2011). Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner, observasi, angket terbuka dan wawancara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran praktik kolaborasi dokter dan perawat di IGD RSUP Dr. Sardjito. Selain itu juga untuk mengetahui aspek, sarana, elemen, intervensi serta faktor pendukung dan penghambat praktik kolaborasi di RSUP Dr. Sardjito. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah tingkat kolaborasi perawat terbanyak adalah bersaing-kolaborasi, dokter triase pada tingkat berunding dan bersaing, dokter residen pada tingkat menghindar-bersaing. Sedangkan aspek praktik kolaborasi dokter dan perawat tertinggi adalah aspek komunikasi keterbukaan, sarana praktik kolaborasi dokter perawat adalah tidak terdapat ronde bersama, terdapat pemanfaatan medical

record dan terdapat rapat koordinasi secara rutin. Pada elemen kolaborasi

dokter terbesar adalah elemen tanggung jawab dalam pengambilan keputusan sedangkan untuk perawat adalah mutual trust and respect. Untuk intervensi yang pernah dilakukan adalah seminar mengenai kolaborasi dan program non formal. Faktor pendukung terbanyak adalah komunikasi efektif sedangkan faktor penghambat terbanyak adalah ketidakseimbangan jumlah pasien 10

(11)

dengan tenaga kesehatan. Persamaan dalam penelitian ini adalah variabel terikat yang akan diukur, yaitu praktik kolaborasi dokter-perawat. Perbedaannya terletak pada instrumen penelitian dan variabel bebas. Instrumen yang akan peneliti gunakan adalah kuesioner dengan variabel bebas motivasi kerja perawat.

5. Interprofesional Collaboration and Collaboration among Nursing Staff

Members in Northern Greece (Dimitriadou, 2008). Tujuan penelitian ini

adalah untuk mengkaji kepuasan dari praktik kolaborasi diantara anggota staf keperawatan, serta antara perawat dan dokter dan untuk menjelaskan faktor yang mempengaruhi kolaborasi. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti. Hasil yang didapatkan adalah sebanyak 87,8% setuju bahwa rekan kerja saling membantu sama lain, 76,9% setuju bahwa terdapat kerja tim dan kolaborasi diantara berbagai tingkatan perawat. Banyak perawat (50,6%) setuju bahwa dokter berkolaborasi cukup baik dengan mereka. Kesimpulan penelitian ini adalah sejak lingkungan kerja perawat mempunya i dampak yang penting terhadap keamanan pasien, anggota staf keperawatan dan dokter harus mempunyai usaha untuk berkolaborasi dengan baik untuk menyediakan pelayanan yang berkualitas. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada jenis instrumen penelitian yaitu kuesioner dan salah satu variabel penelitian yaitu kolaborasi perawat-dokter. Perbedaannya terletak pada variabel bebas yang digunakan peneliti yaitu motivasi kerja perawat.

Gambar

Gambar 1. Diagnosis dan Jumlah Penderita Anak kanker di INSKA RSUP Dr. Sardjito dari                     Tahun 1999-2009

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hubungan- nya dengan pengaturan jarak tanam, pada populasi yang lebih tinggi, kontak antar akar tanaman lebih cepat terjadi sehingga kompetisi dalam mendapatkan

Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan

Oleh karena itu, peristiwa turunnya Al Qur’an selalu terkait dengan kehidupan para sahabat baik peristiwa yang bersifat khusus atau untuk pertanyaan yang muncul.Pengetahuan

Gambar 4. Sirip dan sistem engsel roda untuk lahan sawah Subang Gambar 3. Prototipe roda besi bersirip gerak untuk lahan sawah Subang.. pada sirip roda kaku terdapat plat

anita usia subur - cakupan yang tinggi untuk semua kelompok sasaran sulit dicapai ;aksinasi rnasai bnntuk - cukup potensial menghambat h-ansmisi - rnenyisakan kelompok

Keunggulan VMI membuat sistem ini banyak diterapkan pada sistem rantai pasok industri-industri saat ini seperti Wal-Mart yang menjadi pelopor penggunaan model VMI pertama

Dengan adanya pasal 435-2 dan 435-4, legislator perancis memperluas ruang lingkup tindak pidana perdagangan pengaruh terhadap tawaran atau penerimaan untuk

[r]