429
Perkembangan Tata Ruang Kota Kolonial Cepu Pada Akhir Abad Xix
Sampai Awal Abad Xx Di Kabupaten Blora Jawa Tengah
(Kajian Arkeologi Keruangan Skala Makro)
Arga Arif Pratama1*, I Gusti Ngurah Tara Wiguna2, Rochtri Agung Bawono3 123
Prodi Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Unud
1
[e-mail : Argaarief92@gmail.com] 2[e-mail : wigunatara@yahoo.co.id] 3[e-mail : rabawono@gmail.com]
*
Corresponding Author
Abstract
This article is about development of colonial town in Cepu at Blora, Central Java Province from end of 19th century until early 20th century. Research focus on development process with multifactorial backgrounds and physical components that implicate planning process. Aims of this research are to illuminate cultural process and reconstruct historical events. On the other hand, this research also aim to give clear process how and what kind of factors that implicate spatial planning of Cepu. Comparative analysis, contextual analysis, spatial and GIS analysis were conducted at this research, while also used sectoral and spatial planning theory.
Spatial archaeology macro scale also applied on this research. City component were analyzed to gather information about relationship between each components of Cepu Town. On macro Scale distribution analysis and locational analysis between archaeologycal features and sites antire complex were also conducted at this research. Entire complex of Cepu city were shown by complex, areas blocks (Industrial area, DPM/BPM, NIS, Boschwezen, Chinese settlement, and local settlement). Result shows that development of this town show scatter pattrens accessibily, beside that relationship between variables had strong attachment with economic, political, and social factors. Keyword : Spatial Archaeology, Macro Scale, Town Planning, Cepu
1. Latar Belakang
Arkeologi keruangan pada dasarnya merupakan kajian dalam arkeologi yang mempelajari ruang tempat ditemukannya hasil-hasil kegiatan manusia masa lampau, sekaligus mempelajari pula hubungan antarruang dalam satu situs, sistem situs, beserta lingkungannya. Arkeologi keruangan menitikberatkan pada sebaran dan hubungan keruangan pada pusat aktivitas manusia, baik dalam skala mikro (micro), meso (
430
kepada suatu jenis pendekatan arkeologi yang memberi tekanan perhatian pada dimensi ruang dari benda-benda arkeologi dan situs.
Arkeologi perkotaan dalam kajian arkeologi ruang merupakan salah satu jenis kajian yang menitikberatkan pada sebuah kawasan hunian manusia yang berkembang pada suatu wilayah serta menjelaskan mengenai letak lokasi, faktor pendukung dari sebuah kota dan proses adaptasi manusia terhadap sebuah kota. Tujuan penggunaan kajian arkeologi keruangan dengan perkotaan dapat membantu menjelaskan proses tata ruang kota serta persebaran pada perkembangan kota dari berbagai bentuk, misalnya dalam bentuk peta persebaran permukiman dalam kota, persebaran aktivitas masyarakat kota.
2. Pokok Permasalahan
Permasalahan pada penelitian tata ruang Kota Cepu pada akhir abad XIX sampai dengan awal abad XX sebagai berikut.
1. Bagaimana perkembangan tata ruang dan faktor-faktor pembentuk Kota Cepu pada akhir abad XIX sampai dengan awal abad XX ?
2. Komponen-komponen apa saja yang membentuk dan melatarbelakangi berkembanganya tata ruang Kota Cepu ?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini sesuai yang dikemukakan oleh Lewis Binford yaitu merekontruksi sejarah kebudayaan dan penggambaran proses perubahan budaya. Sementara itu, Tujuan umum dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai perkembangan kota yang berkembang di Indonesia melalui perkembangan Kota Cepu serta memberikan sumbangan pemikiran, membantu mengembangkan, dan mengaitkan ilmu arkeologi dengan ilmu bantu lainnya. Tujuan khusus penelitian ini untuk memberikan gambaran proses perkembangan tata ruang Kota Cepu dan mengetahui komponen serta faktor-faktor pembentuk pendukung kota di Kecamatan Cepu pada akhir abad XIX sampai awal abad XX. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemikiran dan kegiatan yang dilakukan masyarakat di masa lalu sehingga dapat membentuk sebuah wilayah permukiman kota di pedalaman Pulau Jawa.
431
4. Metode Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif, Menurut Bogdan dan Taylor (1992:21-22) menjelaskan bahwa pendekatan kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Dua jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data utama berupa data artefaktual dan hasil wawancara, sedangkan data sekunder merupakan data pendukung berupa data tertulis yang diperoleh dari buku, laporan penelitian, jurnal-jurnal penelitian, maupun tulisan ilmiah dan arsip-arsip yang mendukung erat kaitan dengan objek penelitian, yaitu perkembangan tata ruang Kota Cepu
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tehnik observasi, studi pustaka, wawancara, studi arsip dan plotting (pengambilan titik koordinat). Data yang telah terkumpul dikembangkan dengan menggunakan Teori Sektor dan Tata Ruang Kota. Pengembangan data didukung pula dengan menggunakan beberapa analisis yaitu, analisis komparatif, kontekstual, keruangan, dan sistem informasi geografis (SIG).
5. Hasil dan Pembahasan
a. Pola Tata Ruang dan Faktor Pembentuk Kota Kolonial Cepu
Cepu merupakan kota yang dibangun oleh pemerintah Belanda merupakan bukti perhatiannya terhadap daerah pedalaman dengan potensi sumber daya alam yang melimpah. Kota-kota di pedalaman Jawa dulunya semata-mata adalah pusat pemerintahan. Hal ini mengalami perubahan, setelah ditingkatkannya kontrol atas tanah dan tenaga kerja melalui sistem Culturestelsel pada tahun 1830-1870 (Handinoto, 2012:381). Tata ruang Kota Cepu dipengaruhi oleh wilayah industrialisasi, sehingga tampak pada beberapa wilayah Cepu didominasi oleh fasilitas-fasilitas pendukung industrialisasi. Kawasan pemukiman penduduk tersebar hampir di seluruh Kota Cepu, kawasan pemukiman penduduk Eropa terletak di kawasan industrial, kawasan pemukiman penduduk Cina terletak di kawasan Pecinan dan area pasar, sedangkan pemukiman pribumi menyebar dan sebagian besar terletak di pinggiran kota (lihat gambar 1).
432
Gambar 1 Peta Persebaran Penduduk Kota Kolonial Cepu
Kota-kota di Indonesia memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya, meliputi kondisi ekonomi, politik dan sosial. Faktor-faktor tersebut juga mempengaruhi perkembangan Kota Cepu. Faktor ekonomi dapat dilihat dari kegiatan perekonomian pada suatu kota, perekonomian dilihat juga dari potensi yang dapat dikelola dengan baik sehingga menghasilkan kegiatan ekonomi yang menguntungkan pada suatu kota. Kota Cepu merupakan kota perdagangan serta kota industri yang berkembang pada masa pemerintahan Belanda, pembangunan pasar dan pegadaian merupakan bukti dari berkembangnya perekonomian kota Cepu ada masa lalu.
Faktor Politik dilatarbelakangi situasi politik di Hindia Belanda pasca de Java
Orlog atau Perang Jawa yang terjadi di Hindia Belanda, berpengaruh besar tehadap
morfologi (bentuk dan struktur) kota-kota di Jawa (Handinoto, 2012: 373). Kebijakan politik Belanda yang mempengaruhi perencanaan dan perkembangan suatu kota beberapa diantaranya kebijakan pasca revolusi industri, politik culturstelsel, dan politik etis.
Faktor sosial memberikan pengaruh pula terhadap perkembangan suatu kota. Beberapa faktor sosial tersebut terdiri atas masalah kependudukan dan kualitas hidup
433
penduduk kota. Faktor-faktor sosial yang mendorong kehadiran penduduk ini memberikan sumbangsih terhadap perkembangan ekonomi di suatu kota. Faktor sosial berawal dari penduduk kota itu sendiri dan dapat dilihat dari interaksi masing-masing penduduk pada suatu kota.
b. Komponen Pembentuk Kota Kolonial Cepu
Pola tata ruang Kota Cepu dapat ditelusuri melalui material fisik yang masih terjaga eksistensinya. Menurut Ambary (1998), dalam bukunya yang berjudul
“Menemukan Peradaban : Arkeologi dan Islam di Indonesia”, Material fisik ini berupa
komponen-komponen pembentuk kota yang dibangun pada masa pemerintahan Belanda dengan memiliki ciri khas dari masanya, dengan analisis material culture dapat dijelaskan mengenai tata letak atau layout Kota Cepu dan dapat dilihat berdasarkan sisa dari material fisik atau bangunan yang dibangun pada masa tersebut. Komponen pembentuk kota tersebut terdiri atas bangunan-bangunan, jaringan jalan dan rel kereta, pemukiman penduduk serta fasilitas-fasilitas yang dibangun sebagai sarana dan prasarana penduduk di Kota Cepu yang masih dapat diamati hingga saat ini serta posisi komponen pembentuk kota tersebar merata di Kota Cepu.
Pada abad akhir XIX sampai awal abad XX Kota Cepu dikenal sebagai kota industri, yang terdiri atas industri pertambangan minyak, gas bumi, dan pengolahan hasil hutan jati sebagai komoditi perdagangan. Komponen pembentuk kota yang dibangun terdiri atas sarana dan prasarana sebagai kota industri. Beberapa komponen kota industri terdiri atas, pabrik industri minyak dan gas, pabrik parafin, kompleks pemukiman rumah dinas pegawai, rumah sakit pegawai, bangunan keagamaan pegawai, jaringan rel kereta dan stasiun, dipo kereta api dan kompleks jawatan hutan di Cepu. Selain pembangunan sarana dan prasarana industri, dibangun juga fasilitas umum untuk masyarakat atau penduduk Kota Cepu yang terdiri atas pasar, bangunan keagamaan, jaringan jalan, bangunan sekolah, bangunan perniagaan, bangunan kantor pos dan telegram, kantor polisi, dan kantor koramil (lihat tabel 1).
Tabel 1 Komponen pembentuk Kota Cepu dan Indikasi Bangunannya.
No. Komponen
Pembentuk Kota
Periode
434
1 Fasilitas Industri
pengeboran Minyak di Ledok dekat Cepu
Kantor Perusahaan Migas Pembuatan Kilang
pengolahan minyak di Cepu dekat Aliran Sungai Bengawan Solo
Rumah Dinas Pegawai Migas
Gedung Hiburan dan gedung Pertemuan
rumah sakit
Gereja
Kantor dan Rumah Dinas Pegawai Kereta Api
Stasiun Kereta Api
Kantor dan Rumah Dinas Pegawai Boschwezen
Jaringan Jalan, Jalur Kereta dan jembatan
2 Fasilitas Umum
Pasar Tradisional Pasar
Majid Gereja
Klenteng Kantor Polisi Pemukiman penduduk Kantor Koramil
Kantor Pos Kantor Pegadaian Bangunan Sekolah Kompleks Makam Pemukiman penduduk Etnis Cina (Pecinan)
Pemukiman Penduduk Pribumi
Sumber : Hasil observasi lapangan tahun 2015
3. Simpulan
Perkembangan Kota Cepu dapat dilihat dari perkembangan wilayah kota yang semakin luas dan penambahan komponen pembentuk kota yang menyesuaikan kebutuhan kota. Kota pedalaman yang dibangun oleh pemerintah Belanda menyesuaikan kebutuhan dan peran kota. Kota Cepu merupakan daerah pedalaman yang memiliki potensi untuk dibangun sebagai Kota Industri. Pembangunan Kota Cepu
435
hingga saat ini masih memperhatikan pola-pola yang sudah dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda.
Daftar Pustaka
Ambary, H M. 1998. Menemukan Peradaban : Arkeologi dan Islam di Indonesia.
Jakarta: Puslit Arkenas.
Bogdan & Taylor. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Suatu Pendekatan
Fenomenologis Terhadap Ilmu-Ilmu Sosial. Diterjemahkan oleh Arief
Furchan. Surabaya: Usaha Nasional.
Clarke, D L. 1977. Spatial Archaeology. London: Academic Press.
Handinoto. 2012. Arsitektur dan Kota-kota di Jawa pada Masa Kolonial. Yogyakarta: Graha Ilmu
Mundardjito. 1999. “Arkeologi Keruangan: Konsep dan Cara Kerjanya” disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi VIII. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.