• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SMPN (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SMPN (1)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER

DI SMPN 7 KOTA JAMBI

Oleh:

FRIDIYANTO

Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara

e-mail: fridiyantofridiyanto@yahoo.com

MIFTAHUL KHAIRANI

Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sulthan Thaha Syaifuddin Jambi

Abstract:

Character education is an important focus of education destinations in Indonesia due to the decline in ethical and moral learners. The findings of the study are (1) the implementation of character education in SMP 7 City of Edinburgh is not optimal because the understanding of the concept of character education among teachers in SMP 7 City of Edinburgh, (2) implementation of character education in SMP 7 City of Edinburgh is still not optimal, judging from the learning process done in the classroom (3) factors that support the implementation of character education school culture presence, while inhibiting factor is the lack of knowledge and understanding of the character education teacher .

Key Words

:

Pendidikan Karakter, Kurikulum Pembelajaran Biologi.

PENDAHULUAN

(2)

bentuk makna meliputi norma, nilai, kepercayaan, seremoni, ritual, tradisi dan pemahaman mitos oleh anggota masyarakat sekolah.

Pada dasarnya peserta didik berpotensi menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, kreatif, mandiri, men-jadi warga negara yang bertanggung jawab dan demokratis (www.Isi-Dps.Ac.Id). Hal ini menjadi dasar filosofis tentang pentingnya pelaksanaan pendidikan karakter (www.Isi-Dps.Ac.Id).

Untuk melihat implementasi pendidikan karakter di sekolah maka Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 7 Kota Jambi dijadikan sebagai setting penelitian. SMPN 7 Kota Jambi merupakan salah satu Rintisan Sekolah Ber-standar Internasional (RSBI) di Kota Jambi. Sebagai sekolah berpredikat RSBI, idealnya, nilai-nilai yang berlaku di sekolah tersebut harus berstandar inter-nasional dengan memenuhi kriteria RSBI yakni memiliki kultur sekolah yang menjamin adanya pendidikan karakter, bebas bullying, demokratis dan partisipatif. Rumusan masalah: Pertama, bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter di SMPN 7 Kota Jambi? Kedua, bagaimana implementasi pendidikan karakter dan Ketiga, apa faktor yang mempengaruhinya dalam pembelajaran Biologi di SMPN

7 Kota Jambi?

TINJAUAN PUSTAKA

Nabi Muhammad SAW telah menyampaikan sebuah hadist yang me-maparkan konsep pendidikan karakter yaitu yang berbunyi “Tidak satu kelahiran (anak) pun yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah maka kedua

orang-tuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nashrani atau Majusi, …” (HR

Bukhari).

(3)

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (www.puskurbuk.net).

METODE PENELITIAN

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif naturalistik yang menuntut pengumpulan data pada setting alamiah. Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan SMPN 7 Kota Jambi. Peneliti menggunakan flow model analysis yang memiliki langkah analisis reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan serta diperlukan adanya analisis dan refleksi data (Matwey Miler & Huberman, 2007).

PENDIDIKAN KARAKTER DI KEHIDUPAN SEKOLAH

1. Guru Menggugat Konsep Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter tidak berjalan dengan lancar bukan hanya karena permasalahan teknis tetapi juga lemahnya konsep pendidikan karakter. Masih ter-dapat perbedaan perspektif dan konsep di antara para guru sehingga dalam pelak-sanaannya terjadi keragaman. Walaupun pada dasarnya keragaman itu penting, namun konsekuensi dari perbedaan konsep pendidikan karakter menyebabkan anggapan bahwa sebenarnya pendidikan karakter tidak perlu dibebankan dalam segala mata pelajaran.

Keragaman konsep guru mengenai pendidikan karakter tersebut peneliti temukan ketika guru menyatakan bahwa pendidikan karakter sebenarnya sudah cukup dalam bahasan materi pada mata pelajaran Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan. Bagi guru pendidikan karakter hanya menambah pekerjaan guru dan hasilnyapun tidak akan memuaskan, karena untuk satu mata pelajaran saja guru sudah cukup sulit untuk memahami materi dan menuntaskan pembelajaran bagi peserta didik.

(4)

sehingga hanya sebagian guru mata pelajaran yang memahaminya. Kedua faktor tersebut mengkondisikan guru untuk menentang formalisasi pendidikan karakter dengan pandangan bahwa sebenarnya pendidikan karakter tidak bisa diajarkan tetapi hanya bisa ditanamkan dan dibiasakan. Pendidikan karakter hanya dapat diselipkan dalam mata pelajaran (b). Format tertulis mengenai standar penilaian karakter siswa dari sekolah tidak ada tersedia. Guru yang pernah mengikuti workshop hanya membuat dan menyusun sistem penilaian sendiri sesuai dengan materi yang didapatkan dari membaca ataupun browsing internet.

2. Standar Penilaian Pendidikan Karakter?

Salah satu kesulitan implementasi pendidikan karakter adalah standar dan teknis penilaian dari guru untuk peserta didik. Guru merasa sulit menilai siswa secara individu, karena banyaknya jumlah peserta didik. Sehingga yang terjadi adalah guru masih subjektif dalam menilai peserta didik berdasarkan kecen-derungan sikap dan perilaku peserta didik.

Kesulitan memberikan penilaian karakter peserta didik juga dikarenakan sulitnya untuk memberikan pengawasan dan penilaian per individu terhadap peserta didik. Guru mengalami kesulitan dalam memberikan penilaian secara rinci per individu peserta didik karena setiap kelas berisi tiga puluh dua hingga tiga puluh tiga orang. Keadaan ini tentu saja membutuhkan perhatian dan waktu ekstra agar guru dapat mengamati satu demi satu sikap dan perilaku siswa kemudian mencatatnya di dalam catatan khusus guru di selama proses pembelajaran.

3. Eksklusivisme Kelas dan Kecanggungan Pergaulan Sosial

Salah satu masalah yang dikeluhkan guru dalam menjalankan dan mem-bina karakter siswa adalah adanya pembagian kelas seperti kelas RSBI, kelas Cerdas Istimewa, dan kelas Bakat Istimewa. Pembagian kelas yang awalnya merupakan langkah untuk dapat lebih memfokuskan pembelajaran yang efektif bagi siswa, ternyata berpotensi memberikan dampak negatif terhadap kehidupan sosial siswa terutama di sekolah.

(5)

eksklusif tersebut cenderung mengalami kesulitan dalam kehidupan sosial sekolah dan cara mereka berkomunikasi dengan gurunya. Pengutamaan kepentingan intelektual ini menghasilkan sikap arogansi kepada peserta didik, misalnya cara bicara dan bersikap yang dianggap guru tidak sopan.

Pembagian tersebut terkadang membuat mereka harus memberikan laya-nan yang berbeda. Selain itu, peserta didik di kelas RSBI dan Cerdas Istimewa lebih cenderung untuk bergaul dengan teman sekelas mereka saja. Keadaan ini berpeluang menciptakan pengikisan sisi kemanusiaan peserta didik untuk dapat bertenggang rasa, tepa salira, musyawarah dan bekerja sama sebagaimana nilai yang terkandung dalam sila dari Pancasila sebagai falsafah hidup berbangsa ber-negara karena hubungan yang terjalin sebatas hubungan mutualisme tanpa adanya keterikatan nilai.

MENGAPA SULIT MENJALANKAN PENDIDIKAN KARAKTER?

Implementasi pendidikan karakter di sekolah tidaklah segampang seperti yang direncanakan di atas kertas meja Dinas Pendidikan dan bincang-bincang di dalam Seminar Pendidikan Karakter. Berikut beberapa faktor sulitnya mengim-plementasikan pendidikan karakter:

1. Lemahnya Kepemimpinan

Menurut guru, kepala sekolah masih bersikap diskriminatif dalam mem-berikan kesempatan untuk mengikuti workshop mengenai pendidikan karakter. Kepemimpinan masih bersikap nepotisme karena hubungan kekerabatan menjadi landasan kepala sekolah dalam memutuskan siapa yang dapat mengikuti work-shop pendidikan karakter. Kenyataan yang terlihat menjelaskan tidak adanya distribusi yang baik terhadap hak guru. Seorang pemimpin yang visioner, seharusnya memahami kebutuhan pembangunan kapasitas guru dan staf, sehingga dapat secara adil memberikan kesempatan peningkatan wawawasan dan keteram-pilan dalam pendidikan karakter.

(6)

Era reformasi, telah merubah kehidupan sekolah. Kalau dulu hukuman fisik merupakan pemandangan sehari-hari dalam kehidupan sekolah. Hukuman ini biasanya dilakukan sebagai upaya guru membentuk disiplin peserta didik. Namun saat ini hukuman fisik tidak diperbolehkan lagi, dimulai dari hal kecil misalnya guru yang mendelik atau melotot kepada peserta didik sebagai pertanda marah pun tidak diperbolehkan, karena dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. Salah satu contohnya ketika peserta didik tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah, guru tidak diperbolehkan memberi hukuman fisik membersihkan kamar mandi. Guru hanya boleh menghukum peserta didik dengan cara yang dianggap mendidik seperti memberikan tugas tambahan lain kepada peserta didik yang bermasalah sehingga hanya menambah tugas bagi peserta didik.

Perilaku disiplin ini bisa dilihat dari pembelajaran Biologi dimana peserta didik sering tidak membersihkan dan merapikan kembali alat-alat eksperimen setelah kegiatan eksperimen. Guru harus berkali-kali menghimbau dan berteriak memanggil peserta didik untuk disiplin merapikan ruangan laboratorium kembali. Seringkali keadaan ini membuat guru Biologi memilih untuk bergerak sendiri untuk merapikan ruangan dan alat-alat eksperimen. Tidak ada daya bagi guru untuk memberikan hukuman keras kepada peserta didik selain hanya bergumam dan mengeluh kepada sesama rekan sejawat.

Kedisiplinan bukanlah masalah peserta didik saja tetapi juga seluruh warga sekolah. Guru dan staf seharusnya juga menjalankan karakter disiplin jika ingin peserta didik mengikutinya. Kepala sekolah sebagai pemimpin dan pengawas seharusnya memperhatikan kedisiplinan guru dan stafnya. Namun kenyataannya, kedisiplinan guru untuk hadir di kelas tepat waktu dan membuat laporan evaluasi pendidikan karakter belum ditegaskan oleh kepala sekolah. Kedisiplinan guru menjalankan evaluasi pendidikan karakter ini justru sangat penting untuk mem-perbaiki pelaksanaan pendidikan karakter di SMPN 7 Kota Jambi.

3. Minimnya Workshop

(7)

karakter bersamaan dengan dijalankan dengan pemberian workshop kepada guru dan sosialisasi mengenai pendidikan karakter yang dilakukan secara bersamaan dengan penyusunan RPP seminggu sebelum jadwal kegiatan pembelajaran tahun ajaran baru dimulai. Kegiatan workshop menjadi agenda rutin tahunan untuk mengakomodir kebutuhan kurikulum sekolah. Akan tetapi, guru juga bisa mendapatkan semacam workshop, pelatihan atau pun seminar yang sesuai dengan pengembangan kurikulum sekolah. Untuk itu, ada beberapa guru yang diutus mewakili sekolah mengikuti workshop atau pelatihan tersebut. Pelaksanaan work-shop pendidikan karakter juga masih sangat terbatas terbatas dan tidak semua guru mendapat kesempatan diutus untuk mengikutinya. Program workshop mengenai pengembangan silabus dan RPP berkarakter yang bisa diikuti pun masih kurang. Kurangnya workshop menjadi penghambat implementasi pendidikan karakter.

Dinas Pendidikan Kota Jambi memiliki tuntutan tinggi untuk implementasi pendidikan karakter. Namun masih dianggap kurang memberikan workshop ber-kaitan dengan pendidikan karakter. Dinas Pendidikan Kota Jambi memang turut membantu pendanaan kegiatan workshop pendidikan karakter tetapi tidak pernah mengutus perwakilannya untuk menjadi pelatih pendidikan karakter, sehingga guru masih belum utuh memperoleh konsep dan teknis yang jelas dari Diknas Kota Jambi. Para guru sangat mengharapkan adanya sirkulasi atau pergantian ketika ada program worksop ke luar daerah, namun hal itu tidak terjadi. Peserta workshop biasanya hanya diwakilkan oleh guru mata pelajaran dan perwakilan yang sudah ditentukan dari sekolah.

PENDIDIKAN KARAKTER DI RUANG KELAS

(8)

1. Silabus pembelajaran

Silabus telah memuat Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, penilaian (teknik, bentuk instrumen, contoh instrumen), alokasi waktu dan sumber belajar. Semua komponen tersebut dirumuskan di dalam silabus untuk memfasilitasi peserta didik dalam menguasai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta mengembang-kan karakter dengan melakumengembang-kan penambahan atau modifikasi pada: komponen kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian dan teknik penilaian. Tentunya dengan waktu demikian, penyampaian materi dan pemahaman konsep penyusunan silabus belum dikuasai sebagaimana mestinya oleh para guru. Sehingga tidak jarang, masih terdapat kesalahan dalam penyusunan silabus.

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran disusun berdasarkan silabus yang telah dikembangkan oleh sekolah. Peneliti menemukan bahwa nilai karakter yang diharapkan tersebut cenderung persis sama pada RPP yang kelas, materi, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasarnya berbeda.

3. Bahan ajar

Buku sebagai bahan ajar merupakan komponen pembelajaran yang sangat berpengaruh terhadap apa yang sebenarnya terjadi dalam proses pembelajaran. Dengan melakukan pengembangan berbagai bentuk kegiatan pada bahan ajar, maka suasana pembelajaran menjadi aktif dan kondusif dalam internalisasi nilai karakter bagi peserta didik.

4. Pelaksanaan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik mem-praktekkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan dan perilaku guru sepanjang proses pembelajaran menjadi model pelaksanaan nilai bagi peserta didik.

a. Kegiatan pendahuluan

(9)

Sementara ketika peneliti perhatikan secara seksama, kebanyakan peserta didik masih lengkap menggunakan sepatu dan kaos kakinya. Namun ada pula peserta didik yang serius dan bertanya dengan kritis mengenai istilah-istilah Biologi sehingga guru menjadi agak kewalahan. Saat pembahasan soal berlangsung, semua peserta didik berebut ingin menjawab dengan keras. Situasi pem-belajaran seperti ini membuat kelas menjadi ramai dan bising. Peserta didik tidak menampakkan perilaku sebagai seorang pelajar dan guru tidak bisa memimpin kelas dengan baik. Maka, tujuan pembelajaran berupa Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar menjadi sulit untuk dicapai.

b. Kegiatan inti

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 menyatakan bahwa kegiatan inti pembelajaran terbagi atas tiga tahap yaitu; eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Pengamatan peneliti bahwa guru cenderung untuk menerangkan satu persatu langkah eksperimen kepada masing-masing kelom-pok. Dengan demikian, banyak peserta didik menjadi tidak fokus karena berusaha mencari, melihat dan menyaksikan langsung eksperimen dari satu kelompok ke kelompok lain. Kemudian melakukan perbandingan hasil eks-perimen kelompok lain dengan kelompoknya. Ada pula peserta didik yang sempat bermain-main, atau diam, tidak berperan serta seperti tidak tertarik dengan kegiatan eksperimen tersebut.

Hasil pengamatan di atas mencerminkan bahwa tahapan eksplorasi, elaborasi dan eksplorasi tidak terlaksana dengan baik. Alih-alih menumbuhkan karakter peserta didik agar aktif, disiplin, memiliki rasa hormat, tekun, bertanggung jawab dan teliti, kegiatan eksperimen tersebut menjadikan kegiatan pem-belajaran tidak kondusif dan lamban dalam menginternalisasi nilai karakter bagi peserta didik. Keaktifan dan keingintahuan peserta didik yang digali oleh guru juga membawa dampak ketidaknyamanan dalam proses pembelajaran. c. Kegiatan penutup

(10)

saraf dan koordinasinya tetap seimbang yang secara tidak langsung menum-buhkan semangat pada peserta didik untuk mempersiapkan laporan yang ter-baik sehingga mereka berusaha untuk melakukan dengan teliti dan rasa percaya diri.

d. Evaluasi Pembelajaran

Teknik dan instrumen penilaian yang dipilih dan dilaksanakan tidak hanya mengukur pencapaian akademik kognitif tetapi juga mengukur perkembangan kepribadian peserta didik. Tetapi, guru mengeluh kesulitan dalam pemberian nilai berkaitan dengan karakter siswa. Walaupun sering diikutsertakan dalam pelatihan ataupun workshop eksternal, guru tersebut belum pernah mendapat-kan materi ataupun diberitahu mengenai teknik penilaian berkarakter. Begitu pula guru lain yang belum pernah diikutsertakan dalam pelatihan atau work-shop eksternal. Maka, kedua guru tersebut memberikan nilai berupa penilaian kognitif kepada peserta didik berbentuk skor angka yang tercantum dalam daftar nilai. Kedua guru berpendapat, nilai karakter peserta didik sudah ter-cakup dalam nilai angka tersebut. Apakah peserta didik tergolong anak yang baik, rajin, pintar, sopan, suka bekerja keras ataupun sebaliknya, guru hanya memberi tanda dalam catatan tertentu atau mengingatnya kemudian meramu pengamatan mereka tersebut dengan skor angka untuk kognitif peserta didik. Tidak ada catatan, format khusus atau format standar yang diberlakukan dari sekolah.

KESIMPULAN

(11)

kebijakan pembina masing-masing kegiatan ekstra kurikuler. Namun lain halnya dengan kegiatan ekstra kurikuler seperti Pramuka, Palang Merah Remaja, Unit Kesehatan Sekolah, Drum Band, Bengkel Seni serta Seni tari di sekolah yang masih belum diberi tanggung jawab untuk memberikan laporan perkembangan karakter peserta didik

Secara khusus penanaman pendidikan karakter di kehidupan kelas seperti yang peneliti amati di mata pelajaran Biologi masih belum menyentuh konsep filosofis dan teknis pendidikan karakter yang seharusnya. Hal itu dikarenakan kegiatan proses pembelajaran yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup dalam pembelajaran Biologi belum sepenuhnya meng-gambarkan internalisasi nilai karakter. Guru Biologi juga masih mengalami kesulitan untuk memenuhi target capaian pendidikan karakter baik secara proses maupun hasil. Dalam hal ini terutama pada tahap evaluasi yang belum terukur, terlihat dari tidak adanya laporan perkembangan mengenai karakter peserta didik yang telah mengikuti kegiatan pembelajaran.

Iklim sekolah dan budaya positif sekolah untuk mendukung optimalnya pelaksaan pendidikan karakter sudah berjalan tetapi belum optimal.Penugasan guru yang mengikuti beberapa pelatihan atau workshop juga masih dipertanyakan dan tidak didistribusikan dengan baik.

Oleh karena itu, agar pendidikan karakter tidak lagi dipertanyakan oleh guru dan dapat dijalankan dalam kehidupan sekolah, maka peneliti merekomen-dasikan bahwa: Pertama, bagi pemerintah Provinsi/ Kota perlu mengakomodir para guru. Salah satunya dengan mensosialisasikan dengan baik pemahaman dan tata laksana pembelajaran berkarakter melalui kegiatan-kegiatan diperlukan. Kedua, kepala sekolah harus mau untuk terlibat secara aktif sehingga seluruh

(12)

profesional dengan selalu mempersiapkan diri terutama mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penanaman dan pembinaan karakter siswa. Dalam proses pembelajaran, dalam hal ini guru Biologi selain bertugas untuk menginternalisasi dan mengimplementasi nilai karakter pada peserta didik juga harus bisa memberikan teladan, baik sikap, maupun perilaku yang berkarakter sehingga peserta didik serta warga sekolah lain yang melihat dapat mencontohnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Thoha Putra, 1991.

--- , Panduan Penulisan Karya Ilmiah Program Pascasarjana IAIN STS Jambi, 2012.

Agusmizal, ProgramPembinaan Akhlak Siswa MAdarasah Tsanawiyah Negeri Bangko, Tesis Magister, Program Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Tahun 2009.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. Rineka Cipta. Edisi Revisi IV.1998.

Baihaki, Implementasi Kurikulum Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Sarolangun.Tesis Magister, Program Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Tahun 2011.

Tuckman, Bruce W., Conducting educational research, New York. Harccourt Brance, 1972.

Forcese, Denis and Stepher Richer, Social Research Methode, New Jersey, Prentice-hall, Englewood Cliffs.

Faisal, Sanafiah. Pendidikan Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, Malang, Yayasan Asah Asih Asuh, 1990.

Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta. Gaung Persada Press. Cet. 2. 2009.

(13)

Matwey Miler dan Huberman. Analisis Data Qualilatif, terj. Djejep Rohidi, Jakarta UI Press.

Moelong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta, Depdikbud RI, 1998.

Mulyana, Dedi. Metode Kualitatif: Paradigma Baru Penelitian Komunikasi Dan Ilmu Lainnya, Bandung: Rosdakarya, 2000.

Mulyasa, E. Manajemen Pendidikan Karakter, Jakarta: Bumi Aksara, 2011.

Nabawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 1991.

Pendidikan Karakter di SMP Kementerian Pendidikan Nasional Ditjen Mandikdasmen Direktorat Pembinaan SMP Tahun 2010.

Prayitno dan Belferik Manullang, Pendidikan Karakter dalamPembangunan Bangsa, Jakarta: Grasindo, 201.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung. Alfabeta. Cetakan ke-6. 2009

Summiyani, Pembinaan Akhlak Siswa melalui Pengelolaan Kantin Kejujuran (Studi Kasus di SMA Negeri 5 Kota Jambi), Tesis Magister, Program Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Tahun 2010.

Surachman, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar Metode Teknik, Edisi ke 7, Bandung: Tarsito, 1984

Victor Battistich Character Education, Prevention, and Positive Youth Development, University of Missouri, St. Louis

Yanfaunnas, Pembinaan Akhlak Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Muara Bungo, Tesis Magister, Program Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Tahun 2009.

Sumber dari Internet

Informational Handbook & Guide II for Support and Implementation of the Student Citizen Act of 2001.(Character and Civic Education).

(14)

http://edukasi.kompas.com/read/2011/09/26/1758337/Mendiknas: Perlu Pendi-dikan Karakteruntuk Tangkal.Radikalisme.

http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/21/1710174/ Sekolah Wajib

Terap-kan.Pendidikan. Karakter.

http://www.Inherent-Dikti.Net/Files/Sisdiknas.Pdf.

http://www.pendidikankarakter.org/12%20Pilar.html.

http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/11/01/13/158247-hikmah-pendidikan-karakter.

http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/08/09/128972-pendidikan-karakter-diterapkan-dalam-kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan.

http://www.today.co.id/read/2011/05/02/29089/pendidikan_karakter_masuk_kuri kulum_pada_2012.

Kementerian Pendidikan Nasional Ditjen Mandikdasmen Direktorat Pembinaan SMP Tahun 2010, Pendidikan Karakter di SMP

Lickona, T., Schaps, E., & Lewis, C. (2003). CEP’s Eleven Principles of Effective Character Education. Washington DC: Character Education Partnership.

www.Isi-Dps.Ac.Id/Download/Grand-Design-Pend-Karakter.Ppt

Referensi

Dokumen terkait

Penerimaan pesan komunikasi massa tidak hanya dalam jumlah yang besar (heterogen). Namun, komunikannya pun terdiri dari orang-orang yang berbeda, diantaranya

b. Prestasi; ketekunan, pencapaian/perolehan, ganjaran-ganjaran material mobilitas sosial. Pribadi; kejujuran, ketulusan, keadilan, dan kemurahan hati. Penyesuaian diri;

Pada akhirnya, penulis mencoba untuk menentukan pengaruh dari beban dinamis yang ditimbulkan oleh mesin generator dan turbin pada perencanaan pondasi dengan studi

Line atau 490 Km) menggunakan media transfer data berupa kabel  fiber  fiber optic optic yang dipasang yang dipasang sepanjang jalur pipa, selain untuk keperluan

Menurut Assauri (1999:4) mendefinisikan pemasaran: “Sebagai usaha menyediakan dan menyampaikan barang dan jasa yang tepat kepada orang-orang yang tepat pada tempat dan waktu

menunjukkan bahwa dalam waktu 24 jam, ketiga isolat dapat menurunkan 100% kadar merkuri dalam media nutrient broth, dengan demikian ketiga isolat bakteri yang

Tujuannya adalah untuk menemukan niche yang sangat menguntungkan yang sangat cocok untuk perusahaan lingkungan internal dan eksternal perusahaan lain tidak

Hasil klasifikasi secara manual seperti pada tabel 2.2 yang akan digunakan sebagai dasar pembuatan model untuk melakukan klasifikasi pada data sejenis yang belum