• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENCURIAN KAYU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENCURIAN KAYU"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENCURIAN KAYU DI HUTAN

PENGGARON KECAMATAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN

SEMARANG

(Kajian Dilihat Dari Prespektif Hukum Lingkungan)

Triyan Febriyanto

triyanfebriyanto@students.unnes.ac.id

Abstrak

Sumber daya alam suatu negara merupakan bukti bahwa negara tersebut akan kekayaan alam yang melimpah dan dapat digunakan oleh suatu negara untuk kepentingan bangsanya terutama negara di Indonesia. Ditambah Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman hayati, kita bisa melihat dari luasnya hutan tropis di Indonesia yang memiliki berbagai jenis pohon yang memiliki kualitas kayu terbaik seperti pohon jati. Tapi dibalik itu semua masih banyak oknum yang tidak bertnggung jawab yang tega merusak hutan di Indonesia dengan melakukan penebangan dan pencurian kayu secara illegal bahakan banyak juga oknum dari instansi pemerintah yang terlibat akan kegiatan illegal logging hanya untuk kepentingan pribadi. Sedangkan Indonesia sendiri telah menerapkan berbagai peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perlindungan hutan dan kayu seperti UU NO 41 Tahun 1999 tentang kehutanan. Jika dilihat dari segi perkembangan ekonomi Indonesia hutan merupakan salah satu unsur yang mempengaruhi ekonomi Indonesia ketika hutan di daerah Indonesia semakin sedikit hal ini akan menyebabkan Indonesai melakukan impor kayu dari negara lain yang harganya lebih mahal. Sedangkan satu pohon yang ditanam membutuhkan waktu lebih dari satu tahun untuk menjadi pohon dewasa. Dari banyaknya kasus pohon di Indonesia sering dicuri oleh beberapa oknum yang mengambil kayu di kawsan hutan milik pemerintah Indonesia, sanksi yang tegas haruslah diterapkan bagi pencuri kayu secara illegal karena dapat menyebabkan habisnya pohon di Indonesia seperti denda dan penjara agar oknum-oknum ini jera untuk melakukan tindakan pencurian kayu di kawasan yang dilindungi oleh pemerintah.

Kata kunci : Hutan, Illegal Logging, Pencuri, dan Penebangan.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

(2)

1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi

ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Ketentuan umum Pasal 1 angka 2 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU-PPLH), perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Selama ini pengelolaan lingkungan hidup cenderung hanya pada pemanfaatan lingkungan hidup sebagai objek pembangunan. Pengelolaan lingkungan hidup berarti manajemen terhadap lingkungan hidup atau lingkungan dapat dikelola dengan melakukan pendekatan manajemen. Pendekatan manajemen lingkungan mengutamakan kemampuan manusia dalam mengelola lingkungan, sehingga pandangan yang lazim disebut dengan “ramah lingkungan”.1 Sikap dan kelakuan pro lingkungan tidak boleh anti

pembangunan.2Penegakan hukum merupakan isu yang menarik untuk diteliti

karena berkaitan dengan implementasi peraturan perundang-undangan yang berlaku, penegakan hukum lingkungan sangat berkaitan dengan semua aspek kehidupan manusia karena lingkungan merupakan penyangga kehidupan mahluk hidup di bumi ini.

Secara konstitisonal terdapat dalam Pasal 28 huruf h ayat (1) yang berbunyi “setiap orang hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan” dan Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” pada pasal 28 dikatakan setiap warga negara berhak akan lingkungan yang baik dan sehat, penegakan hukum lingkungan merupakan instrumen untuk menciptakan lingkungan yang baik dan sehat.3 Dalam praktek penyelenggaraan negara

dalam kaitannya dengan pengelolaan SDA, pada masa Orde Baru posisi rakyat tidak sejajar dengan pemerintah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, artinya, diciptakan relasi yang bersifat subordinasi antara rakyat dengan pemerintah, dalam pengertian bahwa rakyat dalam posisi yang inferior dan

1 Supriadi,2008, Hukum Lingkungan di Indonesia: Sebuah Pengantar, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 32.

2 Otto Soemarwoto,2001, Atur Diri Sendiri, Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm. 92.

(3)

pemerintah dalam kedudukan yang superior. Sehingga selama kekuasaan pemerintah Orde Baru telah memainkan tiga peran pokok dalam penguasaan dan pemanfaatan SDA di Indonesia, yaitu: (1) pemerintah sebagai penguasa SDA; (2) pemerintah sebagai pengusaha SDA; dan (3) pemerintah sebagai institusi yang memproteksi SDA.4

Paradigma penguasaan dan pemanfaatan SDA oleh pemerintah cenderung berorentasi pada kapital dan ekonomi, sehingga tidak jarang mengorbankan kepentingan perlindungan ekologi dan perlindungan nilai-nilai sosial budaya masyarakat pengguna SDA.5 Hal senada dengan itu menurut Mas

Ahmad Sentosa, pengelolaan SDA yang dijalankan selama orde baru, berlangsung lebih didasarkan kepada kepentingan kebutuhan investasi dalam rangka pemulihan kondisi ekonomi. Sehingga SDA dipandang dan dipahami

keberlanjutan dan kerentanan daya dukung SDA yang terlihat dari berbagai produk hukum mengenai sumberdaya alam telah mengakibatkan tingkat perusakan berlangsung lebih cepat.7 Kondisi ini diperlukan pemikiran,

bagaimana melakukan pembangunan dengan cara berkesinambungan atau yang lebih dikenal dengan konsep”sustainable development”.8

Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia yang awam akan arti pentingnya lingkungan hidup, maka di dalam pandangannya lingkungan hanyalah objek sederhana yang sekadar terkait dengan alam, tumbuhan, dan hewan. Padahal sesungguhnya, ruang lingkup lingkungan jauh lebih luas daripada hal tersebut, yaitu menyangkut entitas menyeluruh di mana semua makhluk hidup berada. Dalam konteks pembangunan negara dan pemberdayaan masyarakat, segala aktivitas dan kegiatannya tidak dapat mengenyampingkan eksistensi lingkungan pada titik dan batas tertentu. Oleh karenanya, pembangunan dan pemberdayaan yang tidak memberikan perhatian serius terhadap lingkungan justru akan menghasilkan anti-pembangunan dan anti-pemberdayaan. Terlebih lagi, perlindungan terhadap lingkungan juga terkait erat dengan pemenuhan hak asasi manusia.9

Menurut Mattias Finger, krisis lingkungan hidup yang mendunia seperti sekarang ini setidaknya disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya, yaitu: kebijakan yang salah dan gagal; teknologi yang tidak efisien bahkan cenderung merusak; rendahnya komitmen politik, gagasan, dan ideologi yang akhirnya merugikan lingkungan; tindakan dan tingkah laku menyimpang dari aktor-aktor negara; merebaknya pola kebudayaan seperti konsumerisme dan

4 I. Nyoman Nurjaya,2000, Proses Pemiskinan di sektor Hutan dan Sumber Daya Alam, Perspektif Politik Hukum, dalam Agenda Penangulangan Kemiskinan Struktural; Focal Point Masyarakat Hutan, KIKIS, KPSHK, AusAID, Jakarta, hlm. 22.

5 Taqwaddin,2011, Aspek Hukum Kehutanan & Masyarakat Hukum Adat di Indonesia, Intan Cendekia, Yogyakarta, hlm. 40.

6 Sutikno dan Maryunani,2006, Ekonomi Sumberdaya Alam, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang, hlm. 20.

7 Mas Ahmad Sentosa,1999, Demokratisasi Pengelolaan Sumber Daya alam, ICEL, Jakarta, hlm. 25.

8 Sutikno dan Maryunani, Loc.Cit.

(4)

individualisme; serta individu-individu yang tidak terbimbing dengan baik. Beranjak dari hal tersebut, maka pada umumnya jalan yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan lingkungan akan dilakukan melalui pembuatan kebijakan yang lebih baik; teknologi baru dan berbeda; penguatan komitmen politik dan publik; menciptakan gagasan dan ideologi baru yang pro-lingkungan (green thinking); penanganan terhadap aktor-aktor yang dianggap menyimpang; dan mengubah pola kebudayaan, tingkah laku, serta kesadaran tiap-tiap individu.10

Kronologi Kasus

Ungaran, Aparat Polsekta Ungaran berhasil menggagalkan aksi pencurian kayu di hutan Penggaron, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, setelah mendapat laporan masyarakat, selasa 29 Agustus dini hari. Polisi mengamankan tiga orang pelaku yakni ST (pembeli kayu), RS (sopir truk) dan BT (kuli panggul). Selain mengamankan tiga orang pelaku asal Magelang, polisi menyita truk bernomor polisi AA 1412 NK bermuatan kayu Sonokeling, tali tambang dan gergaji mesin. Truk tersebut memuat 19 batang kayu Sonokeling dengan volume 5.27 meter kubik senilai Rp 40 juta. “ Para pelaku melakuka aksinya mulai senin 28 Agustus sore sampai 29 Agustus dini hari. Mereka menebang pohon Snokeling di petak nomor 6 hutan penggaron milik Perhutani yang berada di wilayah Susukan, Ungaran Timur, “Ungkap Kapolres Semarang AKBP V Thirdy Hadmiarso di Polsekta Ungaran, Selasa 29 Agustus.

Menurut kapolres, dugaan pencurian kayu Perhutani tersebut terendus warga yang curiga ada truk masuk Hutan Penggaron pada malam hari. Warga kemudian melaporkan ke Polsekta Ungaran “Saat polisi mendatangi lokasi sudah tidak mendapati ada truk, dan mendapat informasi truk sudah keluar dari Hutan Penggaron. Para pelaku kita amankan dalam perjalanan ketika akan membawa kayu ke Magelang. “jelasnya”. Kapolres mengatakan saat ini masih mendalami keterangan pelaku. Hal ini untuk mengetahui adanya keterlibatan pelaku lain termasuk keterliatan oknum di internal Perhutani. “Akan kita telusuri apakah ada pihak tertenu yang terlibat. Kita masih mendalami keterangan ketiga pelaku, “ujarnya”. Kapolres menambahkan, polisi juga masih mendalami apakah kayu yang dicuri jumlahnya lebih lebih banyak dari yang berhasil digagalkan. Adanya aksi pencurian tersebut kerugian yang dialami Perhutani diperkirakan mencapai Rp 40 juta. “Para pelaku dikenakan pasal 78 UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan karena diduga melakukan tindak pidana pencurian hasil hutan. “katanya”(Koran Wawasan Rabu 30 Agustus 2017 Halaman 17).11

Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat ditetukan rumusan masalah dari peristiwa ini yaitu:

1. Bagaimana penegakan hukum lingkungan di Indonesia dalam kasus pencurian kayu di Hutan Penggaron?

2. Bagaimana pengaruh penegakan hukum lingkungan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia?

10 Matthias Finger, 2006, “Which Governance for Sustainable Development? An Organizational and Institutional Perspective”, dalam Jacob Park, Ken Conca, dan Matthias Finger, editor., The Crisis of Global Environmental Governance: Towards a New Political Economy of Sustainability,

New York: Routledge Taylor & Francis Group, hlm. 125.

(5)

3. Apa saja sanksi yang akan dikenakan bagi pelaku pencurian kayu di Hutan Penggaron?

PEMBAHASAN Subjudul 1

Penegakan hukum lingkungan merupakan mata rantai terakhir dari siklus peraturan (regulatory chaim) perencanaan kebijakan lingkungan. Sebagai mata rantai terakhir, banyak kalangan menganggap bahwa penegakan hukum lingkungan (environmental law enforcement) hanyalah proses pengadilan. Anggapan seperti ini mengisyaratkan bahwa penegakan hukum lingkungan hanya bersifat represif, yaitu setelah terjadinya kasus pencemaran dan atau kerusakan lingkungan. Padahal penegakan hukum lingkungan sebenarnya tidak hanya terbatas pada tindakan yustisial atau dengan istilah “meja hijaukan” semata, melainkan bagaimana melaksanakan dan menegakan peraturan perundang-undangan lingkungan. Kegiatan melakukan dan melaksanakan peraturan tidak hanya menjadi tanggung jawab pengadilan, melainkan yang paling utama menjadi tanggung jawab aparatur pemerintah di bidang lingkungan hidup. Untuk itu tepatlah pandangan Keith Hawkins, bahwa penegakan hukum lingkungan dapat dilihat daari dua sistem atau strategi yang langkah pertama yang harus dilakukan untuk mencapai penataan peraturan. Ada kelebihan penegakan hukum lingkungan administrasi dibandingkan dengan penegakan hukum lainnya (perdata dan pidana), sebagaimana dikemukakan oleh Mas Ahmad Santosa berikut ini:

1. Penegakan hukum administrasi di bidang lingkungan hidup dapat dioptimalkan sebagai perangkat pencegahan (preventif)

2. Penegakan hukum administrative (yang bersifat pencegahan) dapat lebih efisien dari sudut pembiayaan dibandingkan dengan penegakan hukum pidana dan perdata. Pembiayaan untuk penegakan hukum administrasi meliputi biaya pengawasan lapangan yang dilakukan secara rutin dan pengujian laboratorium, lebih murah daripada dengan upaya pengumpulan bukti, investigasi lapangan, mempekerjakan saksi ahli untuk membuktikan aspek kualitas (sebab akibat) dalam kasus pidana dan perdata.

3. Penegakan hukum administrasi lebih memiliki kemampuan mengundang partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat dilakukan mulai dari prose perizinan, pemantauan penataan/pengawasan, dan partisipasi dalam mengajukan keberatan dan meminta pejabat tata usaha negara untuk memberlakukan sanksi administrasi.12

Proses penegakan hukum, dalam pandangan Soerjono Soekanto, dipengaruhi oleh 5 (lima) faktor6. Pertama, faktor hukum atau peraturan perundangundangan. Kedua, faktor aparat penegak hukumnya, yakni pihak-pihak yang terlibat dalam peroses pembuatan dan penerapan hukumnya, yang berkaitan dengan masalah mentalitas. Ketiga, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung proses penegakan hukum. Keempat, faktor masyara-kat, yakni lingkungan social di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; berhubungan dengan kesadaran dan kepatuhan hukum yang merefleksi dalam perilaku masyarakat. Kelima, faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.13

(6)

Subjudul 2

Menurut pandangan para ekonom klasik (Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus dan John Stuart Mill), maupun para ekonom neoklasik (Robert Sollow dan Trevor Swan), pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu24 :

a. Jumlah penduduk.

b. Jumlah stok barang modal.

c. Luas tanah dan kekayaan alam, dan d. Tingkat teknologi yang digunakan.14

Dian Puji Simatupang, dalam keterangan tertulisnya mengatakan sebanyak 89 persen investor menginginkan produk hukum yang lebih baik untuk menjamin kelanjutan investasi di sini Beberapa kasus ketidakpastian hukum yang dikemukanan oleh PMA antara lain mengenai dimenangkannya gugatan Renaissance Capital Management Investment Pte Ltd terhadap Merrill Lynch International Bank Ltd. MA telah memutuskan Renaissance yang dimiliki Prem Harjani berhak mendapat ganti sebesar Rp 251 miliar. Padahal sebelumnya di Pengadilan Tinggi Singapura, telah memutuskan bahwa Prem Harjani telah melakukan penipuan dan Renaissance telah mengakui hutangnya kepada Merrill Lynch. Tak heran jika banyak kasus PMA yang lebih memilih menghindari berperkara di pengadilan Indonesia. Seperti kasus yang dialami Medley Opportunity Fund di tahun 2012. Ketika berperkara dengan pengusaha lokal, perusahaan asal AS ini lebih memilih pengadilan di Inggris dan Singapura. Begitupun dengan Churchill Mining, perusahaan asal Inggris, tahun lalu juga memilih mengajukan gugatan ke International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington, AS, saat bersengketa dengan pemerintah RI dalam kasus pencabutan ijin tambangnya. Dia menambahkan, ada tiga hal yang menjadi perhatian utama PMA25. Pertama, produk hukum yang menciptakan kebingungan karena multitafsir. Kedua, sistem hukum peradilan di mana Indonesia menganut pada hukum Belanda. Namun, ketika ada perkara, banyak menggunakan dasar hukum dan berubah-ubah. Sedangkan yang ketiga yaitu Risiko Politik. Setiap pergantian pejabat maka kebijakan yang dibuat juga mengalami perubahan sehingga membingungkan investor. Sehingga jika kondisi ini terus berlangsung, PMA belum bisa memastikan keberlangsungan investasinya di Indonesia. Menurut Adi Sulistyono memberikan berpendapat mengenai konsep pembangunan pembangunan hukum ekonomi berkelanjutan (sustainable economic law development), selain melakukan pembangunan hukum harus memberdayakan daya dukung aspek yang lainnya.15

Subjudul 3

Sebagai suatu kebijakan umum dalam penegakan hukum dibidang hukum lingkungan, pada tahun 2001, Presiden Republik Indonesia melalui instruksi Presiden (INPRES) Nomor 5 Tahun 2001 telah memerintahkan beberapa instansi yang terkait untuk memberantas penebangan kayu illegal

(illegal logging) dan peredaran hasil hutan illegal. Dalam instruksi Presiden ini secara tegas diperintahkan kepada Menteri Koordinator Politik dan Sosial Keamanan, Menteri Kehutanan, Kepala Kepolisisan Negara, Jaksa Agung,

14 Mudrajad Kuncoro, 2004, “ Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang “, Penerbit Erlangga, Jakarta, hlm. 35.

(7)

Panglima Tentara Nasional Indonesia, Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Perhubungan dan Telekomunikasi serta Menteri Kehakiman dan HAM dari instansi masing-masing mengambil langkah-langkah tegas dan segera menanggulangi kejahatan dan pelanggaran dibidang kehutanan khususnya penebangan, pencurian dan peredaran kayu secara illegal.16

Sesuai dengan UU NO 41 Tahun 1999 pasal 50 ayat 3 E. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang dan F.menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah.17Pasal 362 KUHP barang siapa

mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagaian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara 5 tahun dan denda 60 ribu rupiah.18 UU NO

41 Tahun 1999 Pasal 14 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila dilakukan oleh dan atau atas nama badan hukum atau badan usaha, tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersamasama, dikenakan pidana sesuai dengan ancaman pidana masing-masing ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan.19

KESIMPULAN

Pencurian kayu yang terjadi diberbagai daerah di Indonesia terutama pada kawasan Hutan Penggaraon Semarang merupakan salah satu kegiatan yang melanggar UU No 41 Tahun 1999 tentang kehutanan dimana illegal logging menjadi salah satu hal yang selalu terjadi setiap tahunya bahkan bisa dikatakan sudah berapa banyak jumlah pohon di Indonesia yang habis karena penebangan dan pencurian kayu secara liar. Telah banyak perturan undang-undang yang dapat mencegah terjadinya kegiatan tersebut dari mulai UUD 1945, KUHP dan undang-undang lain akan tetapi masyarakat tidak takut akan sanksi hukum di Indonesia dari mulai denda dan penjara, bukan hanya masyarakat luar saja yang terlibat dalam penebangan liar ini tapi banyak ditemui oknum-oknum pemerintahan yang ikut terlibat, alasan yang mendasar dari tindakan yang dilakukan oknum pemerintah bukan lain adalah karena hanya didasarkan pada kepentingan individu. Hukum yang diciptakan oleh negara sendiri hanya dijadikan sebuah pajangan saja dimana masyarakat tidak memikirkan dampak apa yang akan terjadi ketika melanggar peraturan yang telah dibuat tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

16 Yudistira Rusydi, “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pencurian Kayu Hutan di Kabupaten Musi Banyu Asin Propinsi Sumatera Selatan”, Jurnal Ilmu Hukum Pandecta, vol. 6, No. 1, Juni 2011, FH UNNES, Semarang, hlm. 144.

(8)

 Supriadi. 2008. Hukum Lingkungan di Indonesia: Sebuah Pengantar. Jakarta: Sinar Grafika.

 Soemarwoto, Otto. 2001. Atur Diri Sendiri, Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

 Nurjaya, I. Nyoman. 2000. Proses Pemiskinan di sektor Hutan dan Sumber Daya Alam, Perspektif Politik Hukum, dalam Agenda Penangulangan Kemiskinan Struktural. Jakarta :Focal Point Masyarakat Hutan, KIKIS, KPSHK, AusAID.

 Taqwaddin. 2011. Aspek Hukum Kehutanan & Masyarakat Hukum Adat di Indonesia. Yogyakarta: Intan Cendekia.

 Sutikno dan Maryunani. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam. Malang: Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya.

 Sentosa, Mas Ahmad Sentosa. 1999. Demokratisasi Pengelolaan Sumber Daya alam, Jakarta: ICEL.

 Finger, Matthias. 2006. Which Governance for Sustainable Development? An Organizational and Institutional Perspective. dalam Jacob Park, Ken Conca, dan Matthias Finger, editor., The Crisis of Global Environmental Governance: Towards a New Political Economy of Sustainability, New York: Routledge Taylor & Francis Group.

 Akib, Muhammad Akib. 2014. Hukum Lingkungan Prespektif Global dan Nasional. Jakarta: Rajawali Pers.

 Soekanto, Soerjono. 1983. Penegakan Hukum. Jakarta: BPHN & Binacipta.

 Kuncoro, Mudrajad Kuncoro. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Penerbit Erlangga.

 Sulistyono, Adi dan Muhammad Rastamji. 2009. Hukum Ekonomi Sebagai Panglima. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.

 Lewis, Bridget. Environmental Rights or a Right to the Environment? Exploring the Nexus between Human Rights and Environmental Protection. Macquarie Journal of International and Comparative Environmental Law, Vol. 8 No. 1, 2012.

 Akhmaddian, Suwari. 2013. Peran Pemerintah Daerah dalam Mewujudkan Hutan Konservasi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan (Studi di Kabupaten Kuningan). Jurnal Dinamika Hukum. Purwokert: FH Unsoed Vol. 13 No.3 September 2013.

 Rusydi, Yudistira. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pencurian Kayu Hutan di Kabupaten Musi Banyu Asin Propinsi Sumatera Selatan. Jurnal Ilmu Hukum Pandecta,vol. 6, No. 1, Juni 2011, Semarang: FH UNNES.

 Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM. Lembaran Negara RI Tahun 1999. Sekretariat Negara. Jakarta.

 Republik Indonesia. 1999. UUD No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.

Lembaran Negara RI Tahun 1999. Sekretariat Negara. Jakarta.

 Republik Indonesia. 2014. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Lembaran Negara RI Tahun 2014. Sekretariat Negara. Jakarta.

 Wawasan. 2017. Polisi Gagalkan Pencurian Kayu Hutan Penggaron.

(9)

Referensi

Dokumen terkait

“Jazzahummullahukhaira…” pada Nabiku Muhammad SAW dan semua sahabatnya… kalianlah yang selalu memperjuangkan hidayah Allah dan menuntunku kejalan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNGTERHADAP HASIL BELAJAR PASSING STOPPING DALAM PERMAINAN

Dalam hal matakuliah yang sudah pernah diajarkan sebelumnya maka Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan untuk satu matakuliah semuanya dimasukkan saja dalam kolom 3 dan

Upaya pembangunan sumber daya pun masalah ini bukan masalah baru, tetapi alam (SDA) danlingkungan hidup tersebut benturan kepentingan antara pemanfaatan hendaknya

Kegiatan yang dilakukan ibu kalian setiap pagi dalam rangka menyiapkan sarapan pagi itu disebut dengan produksi.Semua kebutuhan manusia harus dipenuhi, dan untuk memenuhi

Metode yang digunakan dalam akuisisi data yaitu metode seismik refraksi dengan interpretasi data menggunakan Metode Hagiwara untuk menentukan kedalaman suatu lapisan tanah

Sehingga dapat disimpulkan bahwa mind mapping melalui brain based learning pada materi ikatan kimia di kelas eksperimen lebih berpengaruh positif terhadap hasil belajar

Hal ini dapat dikatakan bahwa penerapan pembelajaran teknik dasar service bolavoli dengan model PAKEM pada siswa kelas X SMK PGRI 1 Jombang yang diukur pada aktivitas guru dan