• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tradisi Puako Pada Masyarakat Melayu Batubara Kajian: Fungsi Dan Makna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tradisi Puako Pada Masyarakat Melayu Batubara Kajian: Fungsi Dan Makna"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Kepustakaan Yang Relevan

Teori merupakan landasan fundamental sebagai argumentasi dasar untuk

menjelaskan atau memberi jawaban terhadap masalah yang digarap, dengan

landasan teori ini maka segala masalah yang timbul dalam skripsi ini akan

terjawab.

Dalam penulisan sebuah karya ilmiah sangat diperlukan kajian pustaka.

Dalam penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang

relevan dengan judul skripsi ini.

Kajian pustaka adalah paparan atau konsep yang mendukung pemecahan

permasalahan dalam suatu penelitian, paparan atau konsep itu bersumber dari

pendapat para ahli, empirisme (pengalaman peneliti) dan daya nalar peneliti yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti.

2.2 Teori yang Digunakan 2.2.1 Teori Struktural

Berdasarkan judul ini, teori yang digunakan pada mantra puako adalah teori struktural. Teori struktural pada dasarnya merupakan cara berpikir tentang

dunia yang berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur.

Berdasarkan alur pikirannya maka teori ini lebih merupakan susunan

(2)

dalam struktur itu tidak mempunyai makna dengan sendirinya, melainkan

maknanya ditentukan oleh hubungannya dengan semua unsur lainnya yang

terkandung struktur itu (Pradopo, 1987:119).

Sedangkan dalam kemunculannya, karya sastra merupakan struktur.

Struktur tersebut adalah susunan dari unsur-unsur tersebut bukan hanya berdiri

sendiri, melainkan akan saling terkait, berkaitan dan saling bergatung satu sama

lain menjadi ikatan yang tak terpisahkan (pradopo, 1987:118).

Berdasarkan hal ini atas tentunya puisi dapat dianalisis struktur dan

unsur-unsurnya, yaitu unsur fisik dan unsur struktur batin. Struktur fisik dan struktur

batin. Struktur fisik meliputi diksi, kata-kata kongkrit, imajinasi dan gaya bahasa.

Sedangkan struktural batin meliputi tema, nada, rasa dan amanat. Kemudian

mengingat bahwa puisi terdiri dari struktur yang tersusun dari bermacam-macam

unsur dan sarana-sarana kepuitisannya. Puisi yang paling tua adalah mantra

(Waluyo,1987:1), yang berisikan kekuatan magis sehingga menimbulkan

kayakinan diri bagi sipengguna dan sipendengarnya.

Untuk itulah peneliti memilih teori ini sebagai suatu landasan berpijak

dalam menganalisi mantra puako dalam masyarakat etnis Melayu Dikabupaten Batubara.

1. diksi (pilihan kata)

Diksi atau diction adalah pilihan kata yang biasanya diusahakan oleh

penyair dengan secermat mungkin. Ketika penyair menekspresikan karyanya

(3)

terjajah. Kebebasan ini penting demi menjaga keeksistensian penyair dalam

menciptakan atau mewujudkan dan menyampaikan pesan dari ide tersebut, yang

meliputi dari makna, komposisi bunyi dalam rima, irama dan nilai-nilai

estetikanya (waluyo,1991:1). Yang intinya diksi ialah pemilihan kata berdasarkan

makna yang akan disampaikan dilatar belakangi oleh faktor sosial budaya penyair.

2. imajinasi

Menurut walayu (1987:78) pengimajinasian adalah kata atau susunan

kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan,

pendengaran, dan perasaan.

Imajinasi dapat diambil pengertiannya sebagai intuisi, angan, daya khayal.

Sifatnya abstrak sehingga hanya dapat diketahui wujud konkretnya oleh

orang-orang yang memahaminya.

Adapun delapan macam citraan yang terdapat dalam imajinasi adalah:

1. Imajinasi penglihatan (visual), yaitu imajinasi pembaca yang meradasakan sendiri apa yang dikemukakan atau apa yang diceritakan

oleh sipenyair.

2. Imajinasi pendengaran (auditory), yaitu pembaca sepertimendengarkan sendiri apa yang dikemukakan oleh penyair.

3. Imajinasi Artikulatory, yaitu pembaca mendengar bunyi-bunyi dengan

artikulasi-artikulasi tertentu pada bagian mulut, sewaktu kita membaca

(4)

mulut yang membunyikan sehingga bagian-bagian mulut kita dengan

sendirinya.

4. Imajinasi penciuman (alfatory), yaitu pembaca atau pendengar ketika bersentuhan dengan sajak tersebut seperti mencium sesuatu.

5. Imajinasi pencicipan (gustatory), yaitu dengan membaca atau mendengar kata-kata atau kalimat tertentu, kita seperti mencicipi

sesuatu benda yang ,menimbulkan rasa.

6. Iamjinasi rasa kulit (tachtual), yaitu yang menyebabkan kita seperti merasakan di bagian kulit kita.

7. Imajinasi gerakan tubuh (kinaestetik), yaitu dengan membaca atau mendengar kata-kata atau kalimat-kalimat dalam puisi melalui gerakan

tubuh otot, menyebabkan kita merasakan atau melihat gerakan badan

atau otot itu.

8. Imajinasi organik, yaitu imajinasi badan yang menyebabkan kita dapat

melihat atau merasakan badan yang lesu, lapar, lemas, dan sebagainya.

3. Kata-kata Konkrit

Menurut Tarigan (1991:32) Kata nyata adalah kata yang kongkret dan

khusus, bukan kata yang besifat abstrak atau bersifat umum.

Kata-kata kongkrit (the concert world) jugqa merupakan kata-kata yang dilihat secara makna denotatif sama, tetapi secara konotatifnya tidak sama

menurut kondisi dan situasi sipemakainya. Dengan kata lain, kata-kata yang

(5)

kejadian yang digambarkan penyair. Kata-kata yang dikongkritkan ini erat

hubungannya dengan kiasan atau lambang (Waluyo, 1991:81).

4. Majas (Gaya Bahasa)

Menurut Waluyo (1987:83) bahasa majas (figurative) adalah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni

secara taklangsung mengungkapkan makna.

Gaya bahasa atau majas merupakan salah satu komponen penting yang

harus dikuasai oleh penyair dalam upaya mewujudkan maksud dari puisi,

sehingga gaya bahasa atau majas mampu menambah daya ungkap atau daya pikat

dari puisi tersebut.

Ada beberapa macam gaya bahasa atau majas, yaitu:

1. Metafora, yaitu kiasan langsung dimana benda itu yang dikiaskan tidak

disebutkan.

2. Perbandingan, yaitu kiasan tidak langsung disebut simile, karena benda

yang dikiaskan keduanya ada bersama pengiasnya dan digunakan

kata-kata pembanding sesuatu dengan benda yang lain.

3. Personifikasi, yaitu keadaan atau peristiwa alam seiring dikiaskan sebagai

keadaan atau peristiwa yang dialami manusia. Dalam hal ini benda mati

dianggsp sebagai manusia atau personal atau dipersonifikasikan. Hal ini

untuk memperjelas penggambaran peristiwa tersebut.

4. Hipebola, adalah kiasan yang berlebih-lebihan. Penyair merasa

(6)

5. Sinekdoce menyebutkan sebagian untuk maksud keseluruhan atau

menyebutkan keseluruhanuntuk maksud sebagian.

6. Ironi adalah kata-kata yang bersifat berlawanan untuk memberikan

sindiran, ironi dapat berubah menjadi sinisme atau serkasme, yaitu

memberikan kata-kata kasar atau keras untuk menyindir atau mengkritik.

Jika ironi memberikan kata-kata kebalikan untuk menyindir maka sinisme

dan sarkasme sebaliknya. Tetapi ketiganya mempunyai maksud atau

substansi yang sama yaitu memberikan kritik atau sindiran.

Sedangkan struktur batin puisi meliputi :

1. Tema

Menurut Waluyo (1987:106) tema merupakan gagasan pokok atau subjek matter yang dikemukakan oleh penyair. Tema adalah ide dasar dari sebuah puisi yang menjadi inti dari keseluruhan dalam suatu puisi (Aminuddin, 1987:151). Di

dalam menulis puisi baik itu puisi percintaan, agama dan lain-lain, harus

mempunyai landasan utama dalam membuat puisi. Karena tanpa landasan yang

kuat sulit bagi seseorang untuk menulis puisi sesuai dengan apa yang diinginkan.

Dengan kata lain setiap orang harus mempunyai tema dalam membuat puisi.

Karena tema merupakan gagasan pokok yang dikemukakan penyair. Pokok-pokok

pikiran itu begitu kuat mendesak dalam pikiran dan jiwa penyair sehingga menjadi

landasan utama pengucapannya. Jika desakan itu kuat untuk hubungan penyair

denga kekasihnya, maka puisi tersebut bertemakan kekasih, dan apabila desakan

tersebut kuat secara gaib maka tema dari puisi tersebut adalah bertemakan mantra.

(7)

yang tak saling berhubungan dan juga terpisah, sehingga sulit untuk mencari

makna dan menentukan tema puisi tersebut secara keseluruhan.

2. Nada

Menurut Tarigan (1991:18) nada adalah sikap penyair terhadap para

penikamat karyanya. Nada puisi adalah sikap batin penyair yang hendak

diekpresikan penyair kepada pembaca. Sikap penyair seperti menggurui,

mengejek, menyindir, atau bersifat lugas dan lain sebaginya yang kesemuannya

itu disebut dengan nada. Suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca

puisi. Nada dan suara saling berhubungan karena nada puisi menimbulkan suatu

suasana terhadap pembacanya. Misal nada duka yang diceritakan penyair dapat

menimbulkan suasana iba dihati pembaca atau penyair.

3. Perasaan

Menurut Tarigan (1991:8) perasaan yaitu sikap sang penyair terhadap bahan atau

objeknya. Dalam menciptakan puisi suasana perasaan penyair. Dalam membuat

puisi seseorang penyair harus mampu mengekspresikan perasaan agar dapat

dihayati pembacanya. Peasaan dalam puisi adalah perasaan yang disampaikan

penyair melalui puisinya. Puisi mengungkapkan perasaan beraneka ragam.

Mungkin perasaan sedih, kecewa, terharu, benci, rindu, cinta dan lain-lain. Untuk

tema puisi yang sama yang dilukiskan dengan peasaan yang berbeda akan

menghasilkan puisiyang berbeda pula.

(8)

Menurut Waluyo (1987:130) amanat adalah tujuan yang mendorong

penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat puisi adalah maksud yang hendak

disampaikan oleh penyair. Amanat yang hendak disampaikan dapat dianalisis

setelah kita memahami tema, nada, dan rasa puisi tersebut. Amanat tersirat dibalik

kata-kata yang disusun, dan juga berada dibalik tema yang diungkapkan. Amanat

yang hendak disampaikan oleh penyair mungkin secara sadar berada dalam

pikiran penyair, namun lebih banyak penyair mungkin secra sadar berada dalam

pikiran penyair, namun lebih banyak penyair tidak sadar akan amanat yang akan

disampaikan.

2.2.2 Teori Semiotik

Pengertian semiotika secara terminologis adalah ilmu yang mempelajari

sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai

tanda. Semiotika, yang biasanya didefinisikan sebagai pengkajian tanda-tanda (the study of signs), pada dasarnya merupakan sebuah studi atas kode-kode, yaitu sistem apapun yang memungkinkan kita memandang entitas-entitas tertentu

sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna (Scholes, 1982:9 dalam

Kris Budiman, 2011:3).

Berdasarkan objeknya Pierce merumuskan suatu tanda selalu merujuk

pada suatu acuan. Setiap tanda selalu memiliki fungsi dan memiliki makna yang

sesuai dengan tanda itu sendiri.

Berdasarkan objeknya Peirce membagi tanda itu menjadi tiga bagian yaitu:

(9)

2. Indeks (index)

3. Simbol (symbol)

Ketiga bagian di atas merupakan objek yang membagi jenis-jenis tanda di

mana tanda memiliki arti dan makna tertentu. Ketiga bagian di atas biasa disebut

dengan tipologi tanda.

1. Icon adalah tanda berdasarkan identitas dan hubungan antara tanda dan

acuannya dapat berupa hubungan kemiripan. Jadi, sebuah tanda bersifat iconic

seandainya ada kemiripan rupa atau kemiripan bentuk diantara tanda dengan

hak yang diwakilinya.

Contoh:

- Rambu-rambu lalu lintas

- Lampu merah menandakan mobil harus berhenti

- Lampu hijau menandakan mobil harus berjalan

- Lukisan menandakan sebuah ekspresi yang disampaikan dalam sebuah

gambar

2. Indeks adalah tanda berdasarkan hubungan kausalitas atau hubungan yang

timbul karena adanya kedekatan eksistensi.

Contoh:

- Adanya asap menandakan adanya api

(10)

- Suara bising menandakan adanya keramaian

- Suara gemuruh menandakan adanya petir

3. Simbol adalah tanda yang menyatakan hubungan konvensional atau tanda

yang bersifat mana suka (Arbitrary). Istilah simbol dipergunakan secara

meluas dengan pengertian yang beraneka ragam dan dapat pula disesuaikan

dengan situasi dan kondisi tertentu dalam sebuah situasi.

Contoh:

- Harimau simbol kekuatan

- Ular simbol suatu kelicikan

- Anggukan kepala simbol sebuah persetujuan

- Lambaian tangan simbol selamat tinggal atau selamat jalan

- Senyum simbol kebahagiaan

- Gambar tengkorak simbol bahaya, dan lain-lain

Secara etimologi, simbol berasal dari bahasa yunani symballein yang berarti melemparkan bersama sesuatu (benda, perbuatan) dikaitkan dengan suatu

ide. Ada pula yang menyebutkan symbolos yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang.

Semua simbol melibatkan tiga usur yaitu simbol itu sendiri, satu rujukan

atau lebih, dan hubungan antara simbol dengan rujukan. Ketiga hal ini merupakan

(11)

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta

(1991:439) menyebutkan simbol atau lambang adalah semacam tanda, lukisan,

perkataan, lencana, dan sebagainya yang menyatakan sesuatu hal, atau

mengandung maksud tertentu. Misalnya, warna putih melambangkan kesucian,

warna merah melambangkan keberanian, dan padi melambangkan kemakmuran.

Dengan demikian, dalam konsep Pierce simbol diartikan sebagai tanda

yang mengacu pada objek tertentu di luar tanda itu sendiri. Hubungan antara

simbol sebagai penanda dengan sesuatu yang ditandakan (petanda) yang sifatnya

konvensional. Berdasarkan konvensi itu pula masyarakat pemakainya dapat

menafsirkan ciri dan hubungan antara simbol dengan objek yang diacu dan

menafsirkan maknanya.

Pierce juga membagi klasifikasi simbol menjadi tiga jenis yaitu:

1. Rhematic symbol atau Symbolik rheme

2. Dicent symbol atau proposition (proposisi)

3. Argumen

1. Rhematic symbol atau Symbolic rheme, yakni tanda yang dihubungkan dengan objeknya melalui asosiasi nilai umum. Misalnya, di jalan kita melihat lampu

merah lantas kita katakan berhenti. Mengapa kita katakan demikian, ini terjadi

karena adanya asosiasi dengan benda yang kita lihat.

2. Dicent symbol atau proposition (proposisi) adalah tanda yang langsung menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak. Kalau seseorang

(12)

merta kita pergi. Padahal dari ungkapan tersebut yang kita kenal hanya kata.

Kata-kata yang kita gunakan membentuk kalimat, semuanya adalah proposisi

yang mengandung makna yang berasosiasi dalam otak. Otak secara otomatis

dan cepat menafsirkan proposisi itu dan seseorang segera dapat menitipkan

pilihan atau sikap.

3. Argumen yakni tanda yang merupakan kesamaan seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teori semiotik yang

dikemukakan oleh Peirce. di mana setiap tanda memiliki makna yang bersifat

arbitrer atau mana suka.

Sesuai dengan teori di atas masyarakat etnis Melayu di Kabupaten

Batubara juga memberi makna pada setiap tanda bersiat arbitrer. Artinya, mereka

menentukan makna dari sebuah tanda sesuai dengan situasi dan apa yang ingin

meraka utarakan yang sesuai dengan adat istiadatnya. Masyarakat Karo

menyesuaikannya dengan bentuk dan kebiasaan mereka sehari-hari.

Menurut Preminger, semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini

menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu

merupakan tanda-tanda. Semiotik ini mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan,

konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti

(Pradopo, dalam Jabrohim, 2001:71).

(13)

penanda atau petandanya. Jenis tanda yang paling utama adalah ikon, indeks, dan

simbol. Arti dari ikon itu sendiri adalah tanda yang menunjukkan adanya

hubungan yang bersifat alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan ini

adalah hubungan persamaan, misalnya potret menandai orang yang dipotret

sebagai artinya. Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan sebab akibat

(kausal) antara penanda dan petandanya, misalnya asap menandai adanya api.

Sedangkn simbol adalah tanda yang menujukan bahwa tidak ada hubungan

alamiah antara penanda dan petandanya, hubungannya bersifat arbiter

(semau-maunya), misalnya “ibu” adalah simbol, artinya ditentukkan oleh

konvensi-konvensi masyarakat bahasa (Indonesia). Orang Inggris menyebutnya mother dan sebagainya, namun yang paling dekat pengkajiannya pada tradisi puako yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dan petandanya,

hubungannya bersifat arbiter (semau-maunya). (Pradopo, dalam Jabrohim,

2001:71).

Dari beberapa pendapat di atas yang menjelaskan tentang pengertian

semiotik penulis mengambil kesimpulan bahwa semiotik adalah ilmu yang

mempelajari tentang tanda-tanda dan mengkaji tentang makna yang terkandung

dalam sebuah tanda di mana tanda-tanda ini dianggap sebagai fenomena sosial

dan hubungan antara masyarakat dan kebudayaan.

Semiotik juga mempelajari tentang sistem-sistem, aturan-aturan,

konvensi-konvensi yang memungkinkan tanta-tanda tersebut memiliki arti. Tanda sangat

berperan dalam kehidupan manusia di mana setiap manusia menggunakan

(14)

dan merepresentasikan kehidupannya dengan kebudayaannya dalam kehidupan

sehari-hari.

Berdasarkan judul skripsi ini , maka teori yang digunakan untuk mengkaji

tradisi puako pada masyarakat Melayu di Kabupaten Batubara adalah teori semiotika.

Saussure, (1991:32) mengatakan bahwa tanda memiliki tiga aspek yaitu:

1. Aspek itu sendiri

2. Aspek material dan tanda itu, aspek material ini dapat berupa bunyi,

tautan huruf menjadi kata, gambar warna dan atribut-atribut lainnya ini

disebut dangan signifer

3. Konsep, konsep ini sangat berperan dalam mengkontruksikan makna

suatu denotatum atau objek yang disebut dengan signified.

Etnis Melayu di Kabupaten Batubara memberi makna tradisi puako ini

bersifat arbiter. Mereka menentukan makna sesuai dengan apa yang mereka

utarakan.

2.2.3 Teori Fungsi

Fungsi menurut Bascom (Danandjaja, 1986:1) ada empat yaitu :

1. Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-angan

suatu kolektif.

2. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga

kebudayaan.

(15)

4. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat

akan selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya.

Lebih jauh Koentjaraningrat (dananjaja 1986:1) menyatakan bahwa fungsi

yang paling menonjol adalah sebagai penebal emosi kagamaan atau kepercayaan.

Teori fungsi yang diungkapkan Bascom berkenaan dengan tradisi puako pada masyarakat Melayu di Kabupaten Batubara adalah manusia yakin akan adanya

makhluk-makhluk gaib yang menempati alam sekeliling tempat tinggalnya dan

yang berasal dari jiwa orang mati, atau manusia takut akan krisis-krisis dalam

hidupnya, Hal ini terlihat dari banyaknya etnis Melayu di Kabupaten Batubara

menggunakan tradisi puako ini pada zaman dahulu walaupun kini sudah agak jarang, namun masih dipertahankan dengan maksud untuk mengemban fungsi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tekanan penyebab trauma yang dialami oleh tokoh Ajo Kawir, dampak trauma yang diderita, dan mendeskripsikan bentuk

Analisis data yang dilakuakn peneliti adalah berdasarkan data yangdiperoleh dari penelitian lewat pengisian angket persepsi siswa terhadap layanan orientasi pada siswa

Penelitian ini dilakukan pada 10 Kantor Akuntan Publik di Bandung, dengan kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pada beberapa Kantor Akuntan Publik yang terdaftar

Biaya produksi yang undercosted terjadi karena biaya produksi dengan metode ABC mengalami penambahan jenis biaya (biaya bahan baku pengemasan, biaya gudang, biaya tenaga

Dalam penelitian ini dilakukan pemodelan jumlah kasus DBD di Surabaya dengan menggunakan metode Geographically Weighted Binomial Negative Regression (GWBNR) dan Flexibly

Apakah Kebijakan Dividen berpengaruh positif terhadap Harga Saham. Apakah Kebijakan Dividen mampu memediasi pengaruh ROA

BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF BAHAN BAKAR (Variasi Jumlah Green Phoskko (GP-7) Sebagai Media Pengurai Terhadap Rendemen Dan Karakteristik Biogas Dari Biomassa Organik

Semua teman-teman Fakultas Psikologi Widya Mandala Surabaya yang telah memberikan semangat, dukungan dan doa selama peneliti dalam masa studi hingga pengerjaan skripsi