BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Kompensasi
Sirait (2006:77) menyatakan bahwa, kompensasi adalah hal yang
diterima oleh pegawai, baik berupa uang atau bukan uang sebagai balas jasa
yang diberikan bagi upaya pegawai (kontribusi pegawai) yang diberikannya
untuk organisasi.
Menurut Dessler (2005:72) ,kompensasi karyawan merujuk kepada
semua bentuk pembayaran atau imbalan bagi karyawan dan berasal dari
pekerjaan mereka. Ada dua komponen utama dalam kompensasi yaitu
Pembayaran keuangan langsung (kompensasi langsung), satu lagi adalah
Pembayaran tidak langsung (kompensasi pelengkap atau kompensasi tidak
langsung). Kompensasi langsung adalah pembayaran dalam bentuk gaji atau
upah, insentif, premi dan bonus. Sedangkan kompensasi tidak langsung
adalah pembayaran dalam bentuk keuangan seperti asuransi, dan lain-lain.
Menurut Hasibuan (2005:118), bentuk dan jenis kompensasi yang
dapat dibedakan menjadi dua yaitu kompensasi langsung berupa gaji dan
inentif dan kompensasi tidak langsung dapat berupa asuransi, cuti, tunjang
hari raya, liburan, dan lainnya.
1. Kompensasi langsung
Kompensasi merupakan hak bagi karyawan dan menjadi kewajiban
2. Kompensasi tidak langsung
Kompensasi tidak langsung merupakan balas jasa yang diberikan
berdasarkan kebijaksanaan perusahaan terhadap semua karyawan
dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.Kompensasi
tidak langsung diberikan dalam bentuk tunjangan keuangan seperti
asuransi, tunjangan hariraya, kesehatan, liburan,dan lain-lain.
2.2 Insentif
2.2.1 Pengertian Insentif
Sistem insentif merupakan bentuk kompensasi yang punya kaitan
langsung dengan motivasi. Insentif diberikan tergantung dari prestasi atau
produktivitas pegawai, sedangkan upah merupakan suatu hal yang wajib
diberikan oleh perusahaan. Insentif diberikan untuk mendorong pegawai
untuk lebih giat bekerja dan biasanya diberikan pada pegawai yang mudah
diukur prestasi atau produktivitasnya secara satuan (Sirait, Justine T,
2006:200).
Menurut Andrew F. Sikula (dalam Sirait, Justine T, 2006:200)
insentif ialah sesuatu yang mendorong atau mempunyai kecenderungan
untuk merangsang suatu kegiatan, insentif adalah motif-motif dan
imbalan-imbalan yang dibentuk untuk memperbaiki produksi. Hasibuan (2005: 118)
mengemukakan insentif adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada
karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar. Insentif ini
merupakan alat yang dipergunakan sebagai pendukung prinsip adil dalam
Menurut Handoko (2002:176) insentif adalah perangsang yang
ditawarkan kepada para karyawan untuk melaksanakan kerja sesuai atau
lebih tinggi dari standar-standar yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut
Panggabean (2002:89) insentif adalah penghargaan dalam bentuk uang yang
diberikan kepada mereka yang dapat bekerja melampaui standar yang telah
ditentukan.
Menurut Henry Simamora (2004:445) insentif adalah tambahan
kompensasi diatas atau diluar gaji atau upah yang berikan organisasi.
Program insentif disesuaikan dengan memberikan bayaran tambahan
berdasarkan produktivitas dan kinerja karyawan. Insentif diberikan untuk
mendorong karyawan untuk lebih giat bekerja dan biasanya diberikan pada
karyawan yang mudah diukur prestasi atau produktivitasnya dan kualitasnya
secara satuan. Pemberian insentif pada prinsipnya adalah menguntungkan
kedua belah pihak, yaitu pihak karyawan dan perusahaan. Perusahaan
mengharapkan adanya gairah atau semangat yang timbul dalam diri
karyawan yang mendorong karyawan untuk bekerja dengan lebih baik
dalam arti lebih produktif agar tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan
dapat terpenuhi sedangkan bagi karyawan adalah sebagai salah satu alat
pemuas kebutuhannya.
2.2.2 Tujuan Pemberian Insentif
Menurut Panggabean (2002:93) tujuan utama pemberian insentif
lebih spesifik tujuan pemberian insentif dapat dibedakan menjadi dua
golongan:
1. Bagi Perusahaan
Tujuan dari pelaksanaan insentif dalam perusahaan khususnya dalam
kegiatan produksi adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja
karyawan dengan jalan mendorong/merangsang agar karyawan:
a. Bekerja lebih bersemangat dan cepat
b. Bekerja lebih disiplin
c. Bekerja lebih kreatif
2. Bagi Karyawan
Dengan adanya pemberian insentif karyawan akan mendapatkan
keuntungan:
a. Standar kinerja dapat diukur secara kuantitatif.
b. Standar kinerja di atas dapat digunakan sebagai dasar pemberian
balas jasa yang diukur dalam bentuk uang.
c. Karyawan harus lebih giat agar dapat menerima uang lebih besar.
2.2.3 Jenis – Jenis Insentif
Menurut Sirait (2006:202) ada tiga jenis insentif yaitu:
1. Financial Incentive
Pemberian insentif yang bersifat keuangan yang meliputi upah atau
gaji yang pantas dan juga kemungkinan untuk memperoleh bagian
keuangan adalah bonus dan komisi yang dihitung berdasarkan
loyalitas atau penjualan yang melebihi standar.
2. Non Financial Incentive
Pendidikan dan hiburan, liburan/hiburan, terjaminnya tempat kerja,
dan terjaminnya komunikasi yang baik antara atasan dan bawahan
merupakan insentif yang tidak bersifat keuangan.
3. Social Incentive
Insentif sosial adalah insentif yang berupa rangsangan yang
berbentuk sikap dan tingkah laku yang diberikan oleh anggota
kelompok, cenderung pada keadaan dan sikap dari para rekan kerja.
2.2.4 Indikator – Indikator Pemberian Insentif
Menurut Sofyandi (2008:167) insentif yang diberikan kepada
karyawan harus secara adil dengan mempertimbangkan:
1. Besarnya insentif (jumlah insentif) yang ditetapkan perusahaan.
2. Peningkatan insentif yang sesuai dengan kontribusi karyawan dalam
mencapai target yang ditetapkan.
3. Ketepatan dan kelancaran insentif yang diberikan tanpa mengalami
penundaan.
2.2.5 Proses Pemberian Insentif
Menurut Panggabean (2002: 90) proses pemberian insentif dapat
1. Rencana insentif individu
Bertujuan untuk memberikan penghasilan tambahan selain gaji
pokok bagi individu yang dapat mencapai standar kinerja tertentu.
Pemberian insentif individu bisa berupa upah perpotong dan upah
per jam kerja secara langsung.
2. Rencana insentif kelompok
Insentif akan diberikan kepada kelompok kerja apabila kinerja
mereka juga melebihi standar yang telah ditetapkan. Pemberian
insentif terhadap kelompok dapat diberikan dengan cara:
a. Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan yang
diterima oleh mereka yang paling tinggi kinerjanya.
b. Semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama
dengan pembayaran yang diterima oleh karyawan yang paling
rendah kinerjanya.
c. Semua anggota menerima pembayaran yang sama dengan
rata-rata pembayaran yang diterima oleh kelompok.
Menurut Dessler (2001:154) insentif juga dapat diberikan kepada
seluruh organisasi, tidak hanya berdasarkan insentif individu atau
kelompok. Rencana insentif seluruh perusahaan ini antara lain terdiri dari:
1. Profit sharing plan, yaitu rencana dimana kebanyakan karyawan berbagi laba perusahaan.
2. Rencana kepemilikan saham karyawan, yaitu insentif yang diberikan
oleh perusahaan dimana perusahaan menyumbang saham dari
sumbangan-sumbangan tambahan dibuat setiap tahun. Orang kepercayaan
mendistribusikan stok kepada karyawan yang mengundurkan diri
(pensiun) atau yang terpisah dari layanan.
3. Rencana Scanlon, yaitu suatu rencana insentif yang dikembangkan pada tahun 1937 oleh Joseph Scanlon dan dirancang untuk
mendorong kerjasama, keterlibatan dan berbagai tunjungan.
4. Gainsharing plans, yaitu rencana insentif yang melibatkan karyawan dalam suatu usaha bersama untuk mencapai sasaran kinerja dan
pembagian perolehan.
2.2.6 Syarat Pemberian Insentif
Menurut Panggabean (2002:92) syarat pemberian insentif adalah
sebagai berikut:
1. Sederhana, peraturan dari sistem insentif harus singkat, jelas dan
dapat dimengerti.
2. Spesifik, karyawan harus mengetahui dengan tepat apa yang
diharapkan untuk mereka lakukan.
3. Dapat dicapai, setiap karyawan mempunyai kesempatan yang masuk
akal untuk memperoleh sesuatu.
4. Dapat diukur, sasaran yang dapat diukur merupakan dasar untuk
menentukan rencana insentif. Program dolar akan sia-sia (program
evaluasi akan terhambat), jika kinerja tertentu tidak dapat dikaitkan
2.3 Jaminan Sosial Tenaga Kerja
2.3.1 Pengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Menurut Kenneth Thomson (dalam Sentanoe Kertonegoro, 2004:29)
seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jendral International Security
Association (ISSA), dalam kuliahnya pada Regional Trainning ISSA,
seminar tanggal 16 dan 17 Juni 1980 di Jakarta, mengemukakan perumusan
jaminan sosial sebagai berikut: “Jaminan Sosial dapat diartikan sebagai
perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota – anggotanya
untuk risiko – risiko atau peristiwa – peristiwa tertentu dengan tujuan,
sejauh mungkin, untuk menghindari terjadinya peristiwa – peristiwa tersebut
yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar
penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan atau jaminan
keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut,
serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak”
Pengertian yang diberikan oleh Imam Soepomo (1981:136) Jaminan
Sosial adalah pembayaran yang diterima oleh pihak buruh diluar
kesalahanya tidak melakukan pekerjaan, jadi menjamin kepastian
pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan diluar kehendaknya. Sedangkan menurut Naning (2001:203)
menyatakan bahwa jaminan sosial adalah jaminan terhadap kemungkinan
hilangnya pendapatan sebagian atau seluruhnya, bertambahnya pengeluaran
karena resiko sakit, kecelakaan, hari tua, meninggal dunia, atau resiko sosial
Berdasarkan UU No.3 Tahun 1992 Pasal 1, jaminan sosial tenaga
kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan
berupa uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau
berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang
dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin,
hari tua dan meninggal dunia. Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah program
publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi
resiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggaraanya menggunakan
mekanisme asuransi sosial. Sebagai program publik, Jaminan Sosial Tenaga
Kerja memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti bagi
pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang – Undang No. 3 Tahun
1992, yaitu berupa santunan tunai dan pelayanan medis, sedangkan
kewajiban peserta adalah tertib administrasi dan rutin membayar iuran
setiap bulan.
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja memberikan perlindungan
bersifat dasar, untuk menjaga harkat dan martabat manusia, khususnya
tenaga kerja, jika mengalami resiko – resiko sosial ekonomi dengan
pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja. Resiko sosial
ekonomi yang ditanggulangi oleh program Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
terbatas pada saat terjadi peristiwa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin,
cacat, hari tua, dan meninggal dunia, yang mengakibatkan berkurangnya
atau terputusnya penghasilan tenaga kerja dan membutuhkan perawatan
2.3.2 Dasar Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Pasal 99 UU No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa setiap pekerja
atau buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga
kerja (Jamsostek). Ayat 2 pasal 99 selanjutnya menentukan bahwa jaminan
sosial tenaga kerja dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Peraturan yang mengatur tentang jaminan sosial tenaga kerja
(Jamsostek) adalah UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek (Jaminan
Sosial Tenaga Kerja), dengan peraturan pelaksanaannya adalah:
1. Peraturan Pemerintah (PP) No.14 Tahun 1993; tentang
penyelenggaraan program Jamsostek yang telah 7 kali mengalami
perubahan, terakhir dengan Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun
2010, tanggal 20 Desember 2010.
2. Keputusan Presiden (Keppres) No. 22 Tahun 1993.
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Menaker) No.PER – 12 / MEN VI
2007.
UU No.3 Tahun 1992 menentukan bahwa jaminan sosial tenaga
kerja Jamsostek) merupakan hak bagi setiap tenaga kerja dan
merupakan kewajiban bagi setiap perusahaan (pasal 3 ayat 2 dan
pasal 4 ayat 1).
2.3.3 Tujuan Jaminan Sosial bagi Karyawan
Sentanoe Kertonegoro (1980:125) menyebutkan program jaminan
1. Peranan pokok dalam upaya mencapai tujuan sosial yang
memberikan ketenangan kerja bagi pekerja yang merupakan
pelaksana pembangunan melalui perlindungan terhadap
terganggunya arus penerimaan penghasilan. Disamping itu program
jaminan sosial juga memiliki tujuan ekonomi sebagai uraian pada
pesertanya.
2. Program jaminan sosial bertujuan untuk menanggulangi berbagai
peristiwa yang menimbulkan ketidakpastian sosial ekonomi secara
menyeluruh dan meningkatkan taraf hidup pada umumnya. Dengan
memberikan penggantian untuk berkurangnya atau hilangnya
penghasilan karena sakit, kecelakaan, hari tua atau kematian, maka
kehidupan beserta keluarga akan terjamin. Selain itu program
jaminan sosial juga memberikan berbagai pelayanan untuk
pencegahan (preventif),penanggulangan (represif), maupun
rehabilitas akibat peristiwa. Jaminan dan perlindungan tersebut tidak
hanya untuk peserta sendiri tetapi juga keluarganya.
3. Terbagi atas 2 yaitu :
a. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan
hidup.
b. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah
menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan
tempat mereka bekerja (UU RI Tahun 1992, Tentang Jaminan
Pendapat tersebut menjelaskan bahwa jaminan sosial yang diberikan
memberikan manfaat kepada karyawan dalam bentuk ketenangan kerja,
memberikan bantuan kepada individu atau kelompok, khususnya tenaga
kerja atau karyawan yang mengalami hambatan hidup yang disebabkan
kebutuhan hidup yang kurang terpenuhinya.
Adapun tujuan jaminan sosial bagi karyawan adalah sebagai berikut:
1. Memberikan tingkat kesejahteraan karyawan sehingga dapat
melaksanakan kegiatan ditempatnya bekerja, di dalam keluarga dan
masyarakat.
2. Meningkatkan atau setidak tidaknya mempertahankan kemampuan
untuk kecakapan karyawan untuk berdiri sendiri.
3. Memberikan gambaran bagi karyawan bahwa mereka mempunyai
pekerjaan yang dapat menjamin kehidupan.
2.3.4 Fungsi Jaminan Sosial bagi Karyawan
Jaminan sosial bertujuan membantu atau melindungi pada karyawan
yang mengalami masalah sebagai akibat kekuranagn pendapat atau
penghasilan yang memiliki untuk tujuan pemenuhan kebutuhan, sehingga
bagi karyawan jaminan sosial berfungsi untuk:
1. Meningkatkan kondisi kehidupan karyawan sehingga mampu
mengembangkan diri sendiri dan berpartisipasi dalam proses
2. Mengembangkan sumber - sumber manusia melalui peningkatan
kemampuan yang dimiliki oleh pekerja berupa ketrampilan -
ketrampilan tertentu.
2.3.5 Manfaat Jaminan Sosial bagi Karyawan
Menurut Zaeni Asyhadie (2008:36) ada beberapa manfaat yang
diperoleh dengan dilaksanakannya jaminan sosial bagi pekerja, yaitu
sebagai berikut:
1. Jaminan sosial menciptakan ketenangan kerja bagi pekerja dan
ketenangan berusaha bagi pengusaha sehingga mendorong
terciptanya produktivitas kerja.
2. Dengan adanya program jaminan sosial yang permanen berarti
pengusaha dapat melakukan perancanaan yang pasti untuk
kesejahteraan pekerja, dimana biasanya pengeluaran-pengeluaran
untuk jaminan sosial ini bersifat mendadak sehingga tidak bisa
diperhitungkan terlebih dahulu.
3. Dengan adanya jaminan sosial, praktis akan menimbulkan ikatan
bagi pekerja untuk bekerja di perusahaan tersebut serta tidak
berpindah ketempat lain.
4. Jaminan sosial juga akan ikut menciptakan hubungan yang positif
antara pekerja dan pengusaha. Hubungan yang positif ini sangat
diperlukan untuk kegairahan dan semangat kerja ke arah kenaikan
5. Dengan adanya jaminan sosial ini, kepastian akan perlindungan
terhadap resiko-resiko dari pekerjaan akan terjamin, terutama untuk
melindungi kelangsungan penghasilan pekerja yang sangat
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup beserta keluarganya.
2.3.6 Ruang Lingkup Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Ruang Lingkup Jaminan Sosial Tenaga Kerja berdasarkan UU RI
No.24 Tahun 2011, Bab II tentang Pembentukan dan Ruang Lingkup, Pasal
5 (BPJS, 2014 (Online)) menyebutkan bahwa :
1. Berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk BPJS
2. BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. BPJS Kesehatan
b. BPJS Ketenagakerjaan
Sedangkan Bagian Kedua, Ruang Lingkup, Pasal 6 menyebutkan
bahwa:
1. BPJS kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf
a menyelenggarakan jaminan kesehatan
2. BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(2) huruf b menyelenggarakan program:
a. Jaminan kecelakaan kerja
b. Jaminan hari tua
c. Jaminan pensiun,
2.3.7 Jenis Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Jenis program jaminan sosial tenaga kerja antara lain:
1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Dalam Pasal 1 ayat (14) UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (BPJS, 2014 (Online)), menyatakan
bahwa kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam
hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan
dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang
disebabkan oleh lingkungan kerja.
2. Jaminaan Kematian (JK)
Jaminan kematian diperuntukkan bagi ahli waris dan peserta yang
meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan kematian
diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam
bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Pengusaha
wajib menanggung iuran program jaminan kematian sebesar 0,3%
dengan jaminan kematian yang diberikan adalah Rp 21.000.000,-
terdiri dari Rp 14.200.000,- santunan kematian dan Rp 2.000.000,-
biaya pemakaman dan santunan berkala. (BPJS, 2014 (Online)).
3. Jaminan Hari Tua (JHT)
Ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja
karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan
sistem tabungan hari tua. Program jaminan hari tua memberikan
tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau lebih yang telah meenuhi
persyaratan tertentu.
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
Menurut UU No. 3 Tahun 1992 Bab I Pasal 1 ayat 9, pemeliharaan
kesehatan adalah upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan
kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan/ atau
perawatan termasuk kehamilan dan persalinan.
2.3.8 Syarat Kepesertaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Perusahaan/pengusaha diwajibkan untuk mengikutsertakan tenaga
kerjanya yang meliputi program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang
meliputi jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua,
jaminan pemeliharaan kesehatan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Bagi pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10
orang atau lebih
2. Bagi pengusaha yang membayar upah paling sedikit Rp.1.000.000
sebulan.
3. Bagi pengusaha yang telah menyelenggarakan sendiri program
pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerjanya dengan manfaat yang
lebih baik dari paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar menurut
ketentuan yang berlaku, tidak wajib ikut dalam jaminan
pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan oleh Badan
4. Pengusaha dan tenaga kerja yang telah ikut program asuransi sosial
tenaga kerja sebelumnya, tetap melanjutkan kepesertaannya dalam
program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana yang telah
berlaku.
2.4 Produktivitas Kerja
2.4.1 Pengertian Produktivitas Kerja
Produktivitas muncul pertama kali pada tahun 1966 yang disusun
oleh Sarjana Ekonomi Prancis yang bernama “Quesnay”, tetapi menurut Walter Aigner dalam karyanya “Motivation and Awareness” filosofi dan
spirit tentang produktivitas, sudah ada sejak mulai peradaban manusia
karena makna produktivitas adalah keinginan (the will) serta upaya (effort) manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan di segala bidang
(Sumarsono, 2003:40).
Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2009:247) produktivitas
menyangkut masalah hasil akhir, yakni seberapa besar hasil akhir yang
diperoleh di dalam proses produksi. Produktivitas tidak terlepas dari
efisiensi dan efektivitas. Efektivitas diukur dengan rasio output dan input
atau mengukur efisiensi memerlukan identifikasi dari hasil kinerja dan
identifikasi jumlah sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan output
tertentu.
Menurut Siagian (2002:54) produktivitas kerja merupakan
maksimal. Kemampuan yang dimaksud dalam defenisi tersebut tidak hanya
berhubungan. dengan sarana dan prasarana, tetapi berhubungan dengan
pemanfaatan waktu dan sumber daya manusia. Menurut Mulyono (1993:56)
menyatakan bahwa produktivitas yaitu rasio keluaran (output) dibandingkan
masukan (input).
Menurut Henry Simamora (2004:610), produktivitas kerja adalah
kemampuan memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari sarana dan
prasarana yang tersedia dengan menghasilkan output yang optimal. Oleh
karena itu produktivitas dapat tercapai apabila seorang individu dapat
melakukan suatu pekerjaan dengan maksimal dan memiliki kemampuan
yang baik dalam memanfaatkan fasilitas yang diberikan untuk memperoleh
suatu hasil yang optimal.
Sedangkan produktivitas kerja karyawan menurut J. Ravianto
(2001:102) adalah sebagai suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan
antara output (hasil kerja) dengan waktu yang dibutuhkan untuk
menghasilkan produk dari seorang tenaga kerja, maksudnya bahwa
produktivitas seorang tenaga kerja sangat berkaitan dengan hasil kerja yang
diperoleh terhadap waktu yang diperlukan untuk menghasilkannya. Pada
dasarnya produktivitas kerja mencakup sikap yang memandang hari depan
secara optimis dengan penuh keyakinan bahwa kehidupan ini harus lebih
baik dari hari kemarin hasilnya, artinya ada suatu peningkatan kepada arah
2.4.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Dalam analisis MSDM produktivitas pegawai merupakan variabel
tergantung atau dipengaruhi banyak yang ditentukan oleh banyak faktor.
Ada beberapa faktor yang menentukan besar kecilnya produktivitas kerja
(Ambar, 2009:248) antara lain:
1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan dan keterampilan sesungguhnya yang mendasari
pencapaian produktivitas. Ada perbedaan substansial antara
pengetahuan dan keterampilan. Konsep pengetahuan lebih
berorientasi pada daya pikir dan penguasaan ilmu serta luas
sempitnya wawasan yang dimiliki seseorang. Dengan demikian
pengetahuan merupakan akumulasi hasil proses pendidikan baik
yang diperoleh secara formal maupun non formal yang memberikan
kontribusi pada seseorang pada pemecahan masalah, daya cipta,
termasuk dalam melakukan atau menyelesaikan pekerjaan. Dengan
pengetahuan yang luas dan pendidikan yang tinggi, seorang pegawai
diharapkan mampu melakukan pekerjaan dengan baik dan produktif.
2. Keterampilan (Skills)
Keterampilan adalah kemampuan dan penguasaan teknis operasional
mengenai bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan. Dengan
ketrampilan yang dimiliki seorang pegawai diharapkan mampu
menyelesaikan pekerjaan secara produktif. Ketrampilan merupakan
Dengan kata lain, jika seorang pegawai/guru memiliki ketrampilan
yang baik maka akan semakin produktif.
3. Kemampuan (Abilities)
Abilities atau kemampuan terbentuk dari sejumlah kompetensi yang
dimiliki oleh seorang pegawai. Konsep ini jauh lebih luas karena
dapat mencakup semua kompetensi. Pengetahuan dan ketrampilan
termasuk faktor pembentuk kemampuan dengan demikian apabila
seseorang mempunyai kemampuan dan ketrampilan yang tinggi,
diharapkan memiliki ability yang tinggi pula. Melalui kemampuan
yang memadai, maka seseorang dapat melaksanakan aktivitas
dengan tanpa ada permasalahan teknis.
4. Perilaku (Attitude)
Sangat erat hubungan antara kebiasaan dan perilaku. Attitude
merupakan suatu kebiasaan yang terpolakan. Jika kebiasaan
terpolakan tersebut memiliki implikasi positif dalam hubungannya
dengan perilaku kerja seseorang maka akan menguntungkan. Arti
yang dimaksud diatas, apabila kebiasaan-kebiasaan pegawai adalah
baik, maka hal tersebut dapat menjamin perilaku kerja yang baik
pula. Dapat dicontohkan disini misalnya seorang pegawai
mempunyai kebiasaan tepat waktu, displin, simpel, maka perilaku
kerja juga baik, apabila diberi tanggungjawab akan menepati aturan
5. Behaviors
Dengan demikian perilaku manusia yang juga ditentukan oleh
kebiasaan-kebiasaan yang telah tertanam dalam diri pegawai sebagai
motivasi dalam mendukung kerja yang efektif atau sebaliknya.
Dengan kondisi pegawai tersebut, maka produktivitas dipastikan
dapat terwujud.
2.4.3 Pengukuran Produktivitas Kerja
Untuk mengetahui produktivitas kerja dari setiap karyawan maka
perlu dilakukan sebuah pengukuran produktivitas kerja. Menurut Henry
Simamora (2004: 612), faktor-faktor yang digunakan dalam pengukuran
produktivitas kerja meliputi kuantitas kerja, kualitas kerja dan ketepatan
waktu:
1. Kuantitas kerja adalah merupakan suatu hasil yang dicapai oleh
karyawan dalam jumlah tertentu dengan perbandingan standar yang
ada atau ditetapkan oleh perusahaan.
2. Kualitas kerja adalah merupakan suatu standar hasil yang berkaitan
dengan mutu dari suatu produk yang dihasilkan oleh karyawan,
dalam hal ini merupakan suatu kemampuan karyawan dalam
menyelesaikan pekerjaan secara teknis dengan perbandingan standar
yang ditetapkan oleh perusahaan.
3. Ketepatan waktu merupakan tingkat suatu aktivitas diselesaikan
aktivitas lain. Ketepatan waktu diukur dari persepsi karyawan
terhadap suatu aktivitas yang disediakan diawal waktu sampai
menjadi output. Mengukur produktivitas kerja menurut dimensi
organisasi menurut Alan Thomas (dalam Kusnendi, 2003:85).
2.4.4 Indikator Produktivitas Kerja
Terdapat 5 (lima) indikator produktivitas kerja menurut Eddy
Sutrisno (2011: 211) yaitu sebagai berikut:
1. Kemampuan
Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas. Kemampuan
seorang pegawai sangat bergantung kepada keterampilan yang
dimiiki serta profesionalisme mereka dalam bekerja. Ini memberikan
daya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diembankan kepada
mereka.
2. Meningkatkan hasil yang dicapai
Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Hasil merupakan
salah satu hal yang dapat dirasakan oleh yang mengerjakan maupun
orang yang menikmati hasil pekerjaan tersebut. Jadi, ada usaha
untuk memanfaatkan produktivitas kerja bagi masing-masing yang
terlibat dalam suatu pekerjaan.
3. Semangat kerja
Ini merupakan usaha untuk lebih baik dari hari kemarin. Indikator ini
dapat dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai dalam satu hari
4. Pengembangan diri
Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan
kerja. Pengembangan diri dapat dilakukan dengan melihat tantangan
dan harapan dengan apa yang akan dihadapi. Sebab, semakin kuat
tantangannya, pengembangan diri mutlak dilakukan. Begitu juga
harapan untuk menjadi lebih baik pada gilirannya akan sangat
berdampak pada keinginan pegawai untuk meningkatkan
kemampuan.
5. Mutu
Selalu berusaha untuk meningkatkan mutu dari masa yang
sebelumnya. Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat
menunjukkan kualitas kerja seorang pegawai. Jadi, meningkatkan
mutu bertujuan untuk memberikan hasil yang terbaik yang apda
gilirannya akan sangat berguna bagi perusahaan dan dirinya sendiri.
2.5 Pengaruh Insentif terhadap Produktivitas Kerja
Menurut Setiadi (dalam Tambunan, Vellina dkk 2012:3) ada
tidaknya pemberian insentif terhadap pekerja akan memberi pengaruh
positif pada peningkatan produktivitas tenaga kerja. Dengan adanya
pemberian insentif maka pekerja lebih semangat lagi dalam bekerja
sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya dalam bekerja.
Hal di atas diperkuat oleh hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
produktivitas sebesar 200% selama 10 tahun di IBM. Sedangkan penelitian
dari Dieks dan Mc Nally pada tahun 1987 mengemukakan bahwa kenaikan
itu sebesar 200 – 300% di Bank In Little Rock, Arkansas. Selanjutnya,
penelitian Locke pada tahun 1982 mengemukakan bahwa insentif berupa
uang lebih dapat meningkatkan produktivitas dibandingkan dengan teknik –
teknik lainnya, seperti penetapan tujuan, partisipasi karyawan dalam
pengambilan kepuasan, dan pemerkayaan pekerjaan (job enrichment).
2.6 Pengaruh Jaminan Sosial terhadap Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja adalah suatu kemampuan untuk melakukan
kegiatan yang menghasilkan suatu produk atau hasil kerja sesuai dengan
mutu yang ditetapkan dalam waktu yang lebih singkat dari seorang
karyawan. Setiap organisasi pada dasarnya akan memiliki kebijakan yang
berbeda – beda terhadap sumber daya manusia yang dimilikinya guna
mencapai produktivitas kerja karyawan. Untuk meningkatkan produktivitas
perlu digunakan faktor – faktor yaitu perbaikan terus menerus, peningkatan
mutu hasil pekerjaan, pemberdayaan sumber daya manusia dan filsafat
organisasi agar dapat menunjang tercapainya produktivitas di dalam
organisasi tersebut (Sahrani, 2016:27)
Menurut J. Ravianto (1985:18), produktivitas kerja dipengaruhi
berbagai faktor, seperti pendidikan, ketrampilan, motivasi, sikap dan etika
kerja, tingkat penghasilan, jaminan sosial, lingkungan dan iklim kerja, gizi
dan kesehatan, teknologi, disiplin, sarana produksi, manajemen, dan
kerja adalah jaminan sosial. Menurut Kurniawan (dalam Adhadika,
2013:43) Apabila jaminan sosialnya mencukupi, maka akan menimbulkan
kesenangan bekerja sehingga mendorong pemanfaatan kemampuan yang
dimiliki untuk meningkatkan produktivitas. Berdasarkan teori tersebut di
atas dapat diasumsikan bahwa dengan adanya jaminan sosial tenaga kerja
berpengaruh pula dengan peningkatan produktivitas kerja karyawan.
2.7 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah model tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah terindentifikasi sebagai
masalah. Dalam penelitian ini, maka dapat digambarkan kerangka
konseptual yaitu sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Sumber: Penulis, 2016 Insentif
(X1)
Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(X2)
2.8 Penelitian Terdahulu
Salah satu faktor yang mendukung penelitian ini adalah penelitian –
penelitian sebelumnya dengan tema pembahasan yang sama. Diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Sania Rosma Hasibuan, 2014 (Universitas Sumatera Utara)
Penelitian ini berjudul Pengaruh kedisiplinan kerja dan Insentif
terhadap peningkatan produktivitas kerja karyawan pada PT.PP
London Sumatra Indonesia,Tbk Sei Merah Estate. Dimana variabel
produktivitas kerja (Y), kedisiplinan kerja (X1), insentif (X2). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kedua variabel independen yang
diteliti terbukti secara signifikan mempengaruhi variabel dependen
produktivitas kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kedisiplinan kerja dan insentif berpengaruh terhadap produktivitas
kerja sebesar 66,8%
2. Nurpaisyah, 2015 (Universitas Sumatera Utara)
Penelitian ini berjudul Pengaruh insentif dan kepuasan kerja
terhadap kinerja karyawan pada PT. Socfin Indonesia Aek
Pamienke. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja dan
insentif berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan pada PT Socfin Indonesia Aek Pamienke. Uji parsial
menunjukkan bahwa variabel insentif yang paling dominan
mempengaruhi kinerja karyawan pada PT Socfin Indonesia Aek
Pamienke. Hasil penelitian menunjukkan bahwa insentif dan
3. Arjuna Wijaya, 2016 (Universitas Sumatera Utara)
Penelitian ini berjudul Pengaruh pemberian insentif dan karakteristik
individu terhadap loyalitas kerja karyawan pada CV. Wijaya
Perkasa. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemberian insentif
dan karakteristik individu berpengaruh positif dan signifikan
terhadap loyalitas kerja karyawan, secara keseluruhan menunjukan
relasi insentif (X1) terhadap loyalitas kerja karyawan sebesar 0,50
(p=0,019<0,50) artinya hubungan antarvariabel cukup erat,
sedangkan diantara seluruh element dari Karakteristik Individu(X2),
hanya status perkawinan lah yang memiliki pengaruh yang paling
besar terhadal Loyalitas Karyawan (Y) yakni 0,050 (p=017<0,05).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian insentif dan
karakteristik individu berpengaruh terhadap loyalitas kerja sebesar
71,8%.
4. Rifliana Khoridatur, 2014 (UIN Sunan Ampel)
Penelitian ini berjudul Pengaruh Program Jaminan Sosial Tenaga
Kerja terhadap Produktivitas Karyawan pada PT. Teknik Umum
Surabaya. Hasil pengujian koefisien regresi secara simultan
diperoleh Fhitung sebesar 0,343 lebih kecil dari Ftabel sebesar
2,726, maka Jaminan sosial tenaga kerja yang terdiri dari jaminan
kecelakaan kerja, jaminan kematian dan Jaminan hari tua tidak
berpengaruh secara simultan terhadap produktivitas kerja karyawan.
Jaminan hari tua 0,114. Semua perhitungan menunjukkan hasil yang
lebih kecil dari perhitungan ttabel sebesar 1,992, artinya
masing-masing variabel bebas tidak berpengaruh secara parsial terhadap
produktivitas kerja karyawan. Bagi para peneliti berikutnya yang
tertarik membahas produktivitas kerja disarankan untuk menambah
variabel atau faktor-faktor lain seperti motivasi, kedisiplinan,
kepuasan kerja dan lain-lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
jaminan sosial tenaga kerja berpengaruh terhadap produktivitas kerja
sebesar 1,4%.
5. Siti Khafidhoh, 2015 (Universitas Mulawarman)
Penelitian ini berjudul Pengaruh insentif dan jaminan sosial terhadap
produktivitas kerja karyawan kantor pada PT. Rea Kaltim
Plantations di Samrinda. Hasil penelitian ini menunjukan Variabel
insentif secara individual (Parsial), berpengaruh sebesar 36,2% dan
signifikan terhadap produktivitas kerja. Hal ini dapat dilihat dari
probabilitas signifikansi penelitian yaitu 0,00 < 0,05. Dengan
demikian H1 yang menyatakan bahwa variabel insentif berpengaruh
signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan pada perusahaan
PT. Rea Kaltim Plantations Samarinda. Variabel jaminan sosial
secara individual (parsial), berpengaruh sebesar 44,2% dan
signifikan terhadap produktivitas kerja. Hal ini dapat dilihat dari
probabilitas signifikansi penelitian yaitu 0,00 < 0,05. Dengan
demikian H1 yang menyatakan bahwa variabel Jaminan Sosial
perusahaan PT. Rea Kaltim Plantations Samarinda. Secara
bersama-sama (simultan) variabel Insentif dan Jaminan Sosial mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas kerja pada
perusahaan PT. Rea Kaltim Plantations Samarinda. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa insentif dan jaminan sosial berpengaruh