• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Insentif dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja terhadap Produktivitas Kerja Karyawan (Studi pada PT.Bank Perkreditan Rakyat NBP 20 Delitua)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Insentif dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja terhadap Produktivitas Kerja Karyawan (Studi pada PT.Bank Perkreditan Rakyat NBP 20 Delitua)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Kompensasi

Sirait (2006:77) menyatakan bahwa, kompensasi adalah hal yang

diterima oleh pegawai, baik berupa uang atau bukan uang sebagai balas jasa

yang diberikan bagi upaya pegawai (kontribusi pegawai) yang diberikannya

untuk organisasi.

Menurut Dessler (2005:72) ,kompensasi karyawan merujuk kepada

semua bentuk pembayaran atau imbalan bagi karyawan dan berasal dari

pekerjaan mereka. Ada dua komponen utama dalam kompensasi yaitu

Pembayaran keuangan langsung (kompensasi langsung), satu lagi adalah

Pembayaran tidak langsung (kompensasi pelengkap atau kompensasi tidak

langsung). Kompensasi langsung adalah pembayaran dalam bentuk gaji atau

upah, insentif, premi dan bonus. Sedangkan kompensasi tidak langsung

adalah pembayaran dalam bentuk keuangan seperti asuransi, dan lain-lain.

Menurut Hasibuan (2005:118), bentuk dan jenis kompensasi yang

dapat dibedakan menjadi dua yaitu kompensasi langsung berupa gaji dan

inentif dan kompensasi tidak langsung dapat berupa asuransi, cuti, tunjang

hari raya, liburan, dan lainnya.

1. Kompensasi langsung

Kompensasi merupakan hak bagi karyawan dan menjadi kewajiban

(2)

2. Kompensasi tidak langsung

Kompensasi tidak langsung merupakan balas jasa yang diberikan

berdasarkan kebijaksanaan perusahaan terhadap semua karyawan

dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.Kompensasi

tidak langsung diberikan dalam bentuk tunjangan keuangan seperti

asuransi, tunjangan hariraya, kesehatan, liburan,dan lain-lain.

2.2 Insentif

2.2.1 Pengertian Insentif

Sistem insentif merupakan bentuk kompensasi yang punya kaitan

langsung dengan motivasi. Insentif diberikan tergantung dari prestasi atau

produktivitas pegawai, sedangkan upah merupakan suatu hal yang wajib

diberikan oleh perusahaan. Insentif diberikan untuk mendorong pegawai

untuk lebih giat bekerja dan biasanya diberikan pada pegawai yang mudah

diukur prestasi atau produktivitasnya secara satuan (Sirait, Justine T,

2006:200).

Menurut Andrew F. Sikula (dalam Sirait, Justine T, 2006:200)

insentif ialah sesuatu yang mendorong atau mempunyai kecenderungan

untuk merangsang suatu kegiatan, insentif adalah motif-motif dan

imbalan-imbalan yang dibentuk untuk memperbaiki produksi. Hasibuan (2005: 118)

mengemukakan insentif adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada

karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar. Insentif ini

merupakan alat yang dipergunakan sebagai pendukung prinsip adil dalam

(3)

Menurut Handoko (2002:176) insentif adalah perangsang yang

ditawarkan kepada para karyawan untuk melaksanakan kerja sesuai atau

lebih tinggi dari standar-standar yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut

Panggabean (2002:89) insentif adalah penghargaan dalam bentuk uang yang

diberikan kepada mereka yang dapat bekerja melampaui standar yang telah

ditentukan.

Menurut Henry Simamora (2004:445) insentif adalah tambahan

kompensasi diatas atau diluar gaji atau upah yang berikan organisasi.

Program insentif disesuaikan dengan memberikan bayaran tambahan

berdasarkan produktivitas dan kinerja karyawan. Insentif diberikan untuk

mendorong karyawan untuk lebih giat bekerja dan biasanya diberikan pada

karyawan yang mudah diukur prestasi atau produktivitasnya dan kualitasnya

secara satuan. Pemberian insentif pada prinsipnya adalah menguntungkan

kedua belah pihak, yaitu pihak karyawan dan perusahaan. Perusahaan

mengharapkan adanya gairah atau semangat yang timbul dalam diri

karyawan yang mendorong karyawan untuk bekerja dengan lebih baik

dalam arti lebih produktif agar tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan

dapat terpenuhi sedangkan bagi karyawan adalah sebagai salah satu alat

pemuas kebutuhannya.

2.2.2 Tujuan Pemberian Insentif

Menurut Panggabean (2002:93) tujuan utama pemberian insentif

(4)

lebih spesifik tujuan pemberian insentif dapat dibedakan menjadi dua

golongan:

1. Bagi Perusahaan

Tujuan dari pelaksanaan insentif dalam perusahaan khususnya dalam

kegiatan produksi adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja

karyawan dengan jalan mendorong/merangsang agar karyawan:

a. Bekerja lebih bersemangat dan cepat

b. Bekerja lebih disiplin

c. Bekerja lebih kreatif

2. Bagi Karyawan

Dengan adanya pemberian insentif karyawan akan mendapatkan

keuntungan:

a. Standar kinerja dapat diukur secara kuantitatif.

b. Standar kinerja di atas dapat digunakan sebagai dasar pemberian

balas jasa yang diukur dalam bentuk uang.

c. Karyawan harus lebih giat agar dapat menerima uang lebih besar.

2.2.3 Jenis – Jenis Insentif

Menurut Sirait (2006:202) ada tiga jenis insentif yaitu:

1. Financial Incentive

Pemberian insentif yang bersifat keuangan yang meliputi upah atau

gaji yang pantas dan juga kemungkinan untuk memperoleh bagian

(5)

keuangan adalah bonus dan komisi yang dihitung berdasarkan

loyalitas atau penjualan yang melebihi standar.

2. Non Financial Incentive

Pendidikan dan hiburan, liburan/hiburan, terjaminnya tempat kerja,

dan terjaminnya komunikasi yang baik antara atasan dan bawahan

merupakan insentif yang tidak bersifat keuangan.

3. Social Incentive

Insentif sosial adalah insentif yang berupa rangsangan yang

berbentuk sikap dan tingkah laku yang diberikan oleh anggota

kelompok, cenderung pada keadaan dan sikap dari para rekan kerja.

2.2.4 Indikator – Indikator Pemberian Insentif

Menurut Sofyandi (2008:167) insentif yang diberikan kepada

karyawan harus secara adil dengan mempertimbangkan:

1. Besarnya insentif (jumlah insentif) yang ditetapkan perusahaan.

2. Peningkatan insentif yang sesuai dengan kontribusi karyawan dalam

mencapai target yang ditetapkan.

3. Ketepatan dan kelancaran insentif yang diberikan tanpa mengalami

penundaan.

2.2.5 Proses Pemberian Insentif

Menurut Panggabean (2002: 90) proses pemberian insentif dapat

(6)

1. Rencana insentif individu

Bertujuan untuk memberikan penghasilan tambahan selain gaji

pokok bagi individu yang dapat mencapai standar kinerja tertentu.

Pemberian insentif individu bisa berupa upah perpotong dan upah

per jam kerja secara langsung.

2. Rencana insentif kelompok

Insentif akan diberikan kepada kelompok kerja apabila kinerja

mereka juga melebihi standar yang telah ditetapkan. Pemberian

insentif terhadap kelompok dapat diberikan dengan cara:

a. Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan yang

diterima oleh mereka yang paling tinggi kinerjanya.

b. Semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama

dengan pembayaran yang diterima oleh karyawan yang paling

rendah kinerjanya.

c. Semua anggota menerima pembayaran yang sama dengan

rata-rata pembayaran yang diterima oleh kelompok.

Menurut Dessler (2001:154) insentif juga dapat diberikan kepada

seluruh organisasi, tidak hanya berdasarkan insentif individu atau

kelompok. Rencana insentif seluruh perusahaan ini antara lain terdiri dari:

1. Profit sharing plan, yaitu rencana dimana kebanyakan karyawan berbagi laba perusahaan.

2. Rencana kepemilikan saham karyawan, yaitu insentif yang diberikan

oleh perusahaan dimana perusahaan menyumbang saham dari

(7)

sumbangan-sumbangan tambahan dibuat setiap tahun. Orang kepercayaan

mendistribusikan stok kepada karyawan yang mengundurkan diri

(pensiun) atau yang terpisah dari layanan.

3. Rencana Scanlon, yaitu suatu rencana insentif yang dikembangkan pada tahun 1937 oleh Joseph Scanlon dan dirancang untuk

mendorong kerjasama, keterlibatan dan berbagai tunjungan.

4. Gainsharing plans, yaitu rencana insentif yang melibatkan karyawan dalam suatu usaha bersama untuk mencapai sasaran kinerja dan

pembagian perolehan.

2.2.6 Syarat Pemberian Insentif

Menurut Panggabean (2002:92) syarat pemberian insentif adalah

sebagai berikut:

1. Sederhana, peraturan dari sistem insentif harus singkat, jelas dan

dapat dimengerti.

2. Spesifik, karyawan harus mengetahui dengan tepat apa yang

diharapkan untuk mereka lakukan.

3. Dapat dicapai, setiap karyawan mempunyai kesempatan yang masuk

akal untuk memperoleh sesuatu.

4. Dapat diukur, sasaran yang dapat diukur merupakan dasar untuk

menentukan rencana insentif. Program dolar akan sia-sia (program

evaluasi akan terhambat), jika kinerja tertentu tidak dapat dikaitkan

(8)

2.3 Jaminan Sosial Tenaga Kerja

2.3.1 Pengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Menurut Kenneth Thomson (dalam Sentanoe Kertonegoro, 2004:29)

seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jendral International Security

Association (ISSA), dalam kuliahnya pada Regional Trainning ISSA,

seminar tanggal 16 dan 17 Juni 1980 di Jakarta, mengemukakan perumusan

jaminan sosial sebagai berikut: “Jaminan Sosial dapat diartikan sebagai

perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota – anggotanya

untuk risiko – risiko atau peristiwa – peristiwa tertentu dengan tujuan,

sejauh mungkin, untuk menghindari terjadinya peristiwa – peristiwa tersebut

yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar

penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan atau jaminan

keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut,

serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak”

Pengertian yang diberikan oleh Imam Soepomo (1981:136) Jaminan

Sosial adalah pembayaran yang diterima oleh pihak buruh diluar

kesalahanya tidak melakukan pekerjaan, jadi menjamin kepastian

pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan diluar kehendaknya. Sedangkan menurut Naning (2001:203)

menyatakan bahwa jaminan sosial adalah jaminan terhadap kemungkinan

hilangnya pendapatan sebagian atau seluruhnya, bertambahnya pengeluaran

karena resiko sakit, kecelakaan, hari tua, meninggal dunia, atau resiko sosial

(9)

Berdasarkan UU No.3 Tahun 1992 Pasal 1, jaminan sosial tenaga

kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan

berupa uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau

berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang

dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin,

hari tua dan meninggal dunia. Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah program

publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi

resiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggaraanya menggunakan

mekanisme asuransi sosial. Sebagai program publik, Jaminan Sosial Tenaga

Kerja memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti bagi

pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang – Undang No. 3 Tahun

1992, yaitu berupa santunan tunai dan pelayanan medis, sedangkan

kewajiban peserta adalah tertib administrasi dan rutin membayar iuran

setiap bulan.

Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja memberikan perlindungan

bersifat dasar, untuk menjaga harkat dan martabat manusia, khususnya

tenaga kerja, jika mengalami resiko – resiko sosial ekonomi dengan

pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja. Resiko sosial

ekonomi yang ditanggulangi oleh program Jaminan Sosial Tenaga Kerja,

terbatas pada saat terjadi peristiwa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin,

cacat, hari tua, dan meninggal dunia, yang mengakibatkan berkurangnya

atau terputusnya penghasilan tenaga kerja dan membutuhkan perawatan

(10)

2.3.2 Dasar Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Pasal 99 UU No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa setiap pekerja

atau buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga

kerja (Jamsostek). Ayat 2 pasal 99 selanjutnya menentukan bahwa jaminan

sosial tenaga kerja dilaksanakan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Peraturan yang mengatur tentang jaminan sosial tenaga kerja

(Jamsostek) adalah UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek (Jaminan

Sosial Tenaga Kerja), dengan peraturan pelaksanaannya adalah:

1. Peraturan Pemerintah (PP) No.14 Tahun 1993; tentang

penyelenggaraan program Jamsostek yang telah 7 kali mengalami

perubahan, terakhir dengan Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun

2010, tanggal 20 Desember 2010.

2. Keputusan Presiden (Keppres) No. 22 Tahun 1993.

3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Menaker) No.PER – 12 / MEN VI

2007.

UU No.3 Tahun 1992 menentukan bahwa jaminan sosial tenaga

kerja Jamsostek) merupakan hak bagi setiap tenaga kerja dan

merupakan kewajiban bagi setiap perusahaan (pasal 3 ayat 2 dan

pasal 4 ayat 1).

2.3.3 Tujuan Jaminan Sosial bagi Karyawan

Sentanoe Kertonegoro (1980:125) menyebutkan program jaminan

(11)

1. Peranan pokok dalam upaya mencapai tujuan sosial yang

memberikan ketenangan kerja bagi pekerja yang merupakan

pelaksana pembangunan melalui perlindungan terhadap

terganggunya arus penerimaan penghasilan. Disamping itu program

jaminan sosial juga memiliki tujuan ekonomi sebagai uraian pada

pesertanya.

2. Program jaminan sosial bertujuan untuk menanggulangi berbagai

peristiwa yang menimbulkan ketidakpastian sosial ekonomi secara

menyeluruh dan meningkatkan taraf hidup pada umumnya. Dengan

memberikan penggantian untuk berkurangnya atau hilangnya

penghasilan karena sakit, kecelakaan, hari tua atau kematian, maka

kehidupan beserta keluarga akan terjamin. Selain itu program

jaminan sosial juga memberikan berbagai pelayanan untuk

pencegahan (preventif),penanggulangan (represif), maupun

rehabilitas akibat peristiwa. Jaminan dan perlindungan tersebut tidak

hanya untuk peserta sendiri tetapi juga keluarganya.

3. Terbagi atas 2 yaitu :

a. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan

hidup.

b. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah

menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan

tempat mereka bekerja (UU RI Tahun 1992, Tentang Jaminan

(12)

Pendapat tersebut menjelaskan bahwa jaminan sosial yang diberikan

memberikan manfaat kepada karyawan dalam bentuk ketenangan kerja,

memberikan bantuan kepada individu atau kelompok, khususnya tenaga

kerja atau karyawan yang mengalami hambatan hidup yang disebabkan

kebutuhan hidup yang kurang terpenuhinya.

Adapun tujuan jaminan sosial bagi karyawan adalah sebagai berikut:

1. Memberikan tingkat kesejahteraan karyawan sehingga dapat

melaksanakan kegiatan ditempatnya bekerja, di dalam keluarga dan

masyarakat.

2. Meningkatkan atau setidak tidaknya mempertahankan kemampuan

untuk kecakapan karyawan untuk berdiri sendiri.

3. Memberikan gambaran bagi karyawan bahwa mereka mempunyai

pekerjaan yang dapat menjamin kehidupan.

2.3.4 Fungsi Jaminan Sosial bagi Karyawan

Jaminan sosial bertujuan membantu atau melindungi pada karyawan

yang mengalami masalah sebagai akibat kekuranagn pendapat atau

penghasilan yang memiliki untuk tujuan pemenuhan kebutuhan, sehingga

bagi karyawan jaminan sosial berfungsi untuk:

1. Meningkatkan kondisi kehidupan karyawan sehingga mampu

mengembangkan diri sendiri dan berpartisipasi dalam proses

(13)

2. Mengembangkan sumber - sumber manusia melalui peningkatan

kemampuan yang dimiliki oleh pekerja berupa ketrampilan -

ketrampilan tertentu.

2.3.5 Manfaat Jaminan Sosial bagi Karyawan

Menurut Zaeni Asyhadie (2008:36) ada beberapa manfaat yang

diperoleh dengan dilaksanakannya jaminan sosial bagi pekerja, yaitu

sebagai berikut:

1. Jaminan sosial menciptakan ketenangan kerja bagi pekerja dan

ketenangan berusaha bagi pengusaha sehingga mendorong

terciptanya produktivitas kerja.

2. Dengan adanya program jaminan sosial yang permanen berarti

pengusaha dapat melakukan perancanaan yang pasti untuk

kesejahteraan pekerja, dimana biasanya pengeluaran-pengeluaran

untuk jaminan sosial ini bersifat mendadak sehingga tidak bisa

diperhitungkan terlebih dahulu.

3. Dengan adanya jaminan sosial, praktis akan menimbulkan ikatan

bagi pekerja untuk bekerja di perusahaan tersebut serta tidak

berpindah ketempat lain.

4. Jaminan sosial juga akan ikut menciptakan hubungan yang positif

antara pekerja dan pengusaha. Hubungan yang positif ini sangat

diperlukan untuk kegairahan dan semangat kerja ke arah kenaikan

(14)

5. Dengan adanya jaminan sosial ini, kepastian akan perlindungan

terhadap resiko-resiko dari pekerjaan akan terjamin, terutama untuk

melindungi kelangsungan penghasilan pekerja yang sangat

dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup beserta keluarganya.

2.3.6 Ruang Lingkup Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Ruang Lingkup Jaminan Sosial Tenaga Kerja berdasarkan UU RI

No.24 Tahun 2011, Bab II tentang Pembentukan dan Ruang Lingkup, Pasal

5 (BPJS, 2014 (Online)) menyebutkan bahwa :

1. Berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk BPJS

2. BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. BPJS Kesehatan

b. BPJS Ketenagakerjaan

Sedangkan Bagian Kedua, Ruang Lingkup, Pasal 6 menyebutkan

bahwa:

1. BPJS kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf

a menyelenggarakan jaminan kesehatan

2. BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat

(2) huruf b menyelenggarakan program:

a. Jaminan kecelakaan kerja

b. Jaminan hari tua

c. Jaminan pensiun,

(15)

2.3.7 Jenis Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Jenis program jaminan sosial tenaga kerja antara lain:

1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

Dalam Pasal 1 ayat (14) UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Tenaga Kerja (BPJS, 2014 (Online)), menyatakan

bahwa kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam

hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan

dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang

disebabkan oleh lingkungan kerja.

2. Jaminaan Kematian (JK)

Jaminan kematian diperuntukkan bagi ahli waris dan peserta yang

meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan kematian

diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam

bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Pengusaha

wajib menanggung iuran program jaminan kematian sebesar 0,3%

dengan jaminan kematian yang diberikan adalah Rp 21.000.000,-

terdiri dari Rp 14.200.000,- santunan kematian dan Rp 2.000.000,-

biaya pemakaman dan santunan berkala. (BPJS, 2014 (Online)).

3. Jaminan Hari Tua (JHT)

Ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja

karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan

sistem tabungan hari tua. Program jaminan hari tua memberikan

(16)

tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau lebih yang telah meenuhi

persyaratan tertentu.

4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)

Menurut UU No. 3 Tahun 1992 Bab I Pasal 1 ayat 9, pemeliharaan

kesehatan adalah upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan

kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan/ atau

perawatan termasuk kehamilan dan persalinan.

2.3.8 Syarat Kepesertaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Perusahaan/pengusaha diwajibkan untuk mengikutsertakan tenaga

kerjanya yang meliputi program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang

meliputi jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua,

jaminan pemeliharaan kesehatan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Bagi pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10

orang atau lebih

2. Bagi pengusaha yang membayar upah paling sedikit Rp.1.000.000

sebulan.

3. Bagi pengusaha yang telah menyelenggarakan sendiri program

pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerjanya dengan manfaat yang

lebih baik dari paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar menurut

ketentuan yang berlaku, tidak wajib ikut dalam jaminan

pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan oleh Badan

(17)

4. Pengusaha dan tenaga kerja yang telah ikut program asuransi sosial

tenaga kerja sebelumnya, tetap melanjutkan kepesertaannya dalam

program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana yang telah

berlaku.

2.4 Produktivitas Kerja

2.4.1 Pengertian Produktivitas Kerja

Produktivitas muncul pertama kali pada tahun 1966 yang disusun

oleh Sarjana Ekonomi Prancis yang bernama “Quesnay”, tetapi menurut Walter Aigner dalam karyanya “Motivation and Awareness” filosofi dan

spirit tentang produktivitas, sudah ada sejak mulai peradaban manusia

karena makna produktivitas adalah keinginan (the will) serta upaya (effort) manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan di segala bidang

(Sumarsono, 2003:40).

Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2009:247) produktivitas

menyangkut masalah hasil akhir, yakni seberapa besar hasil akhir yang

diperoleh di dalam proses produksi. Produktivitas tidak terlepas dari

efisiensi dan efektivitas. Efektivitas diukur dengan rasio output dan input

atau mengukur efisiensi memerlukan identifikasi dari hasil kinerja dan

identifikasi jumlah sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan output

tertentu.

Menurut Siagian (2002:54) produktivitas kerja merupakan

(18)

maksimal. Kemampuan yang dimaksud dalam defenisi tersebut tidak hanya

berhubungan. dengan sarana dan prasarana, tetapi berhubungan dengan

pemanfaatan waktu dan sumber daya manusia. Menurut Mulyono (1993:56)

menyatakan bahwa produktivitas yaitu rasio keluaran (output) dibandingkan

masukan (input).

Menurut Henry Simamora (2004:610), produktivitas kerja adalah

kemampuan memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari sarana dan

prasarana yang tersedia dengan menghasilkan output yang optimal. Oleh

karena itu produktivitas dapat tercapai apabila seorang individu dapat

melakukan suatu pekerjaan dengan maksimal dan memiliki kemampuan

yang baik dalam memanfaatkan fasilitas yang diberikan untuk memperoleh

suatu hasil yang optimal.

Sedangkan produktivitas kerja karyawan menurut J. Ravianto

(2001:102) adalah sebagai suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan

antara output (hasil kerja) dengan waktu yang dibutuhkan untuk

menghasilkan produk dari seorang tenaga kerja, maksudnya bahwa

produktivitas seorang tenaga kerja sangat berkaitan dengan hasil kerja yang

diperoleh terhadap waktu yang diperlukan untuk menghasilkannya. Pada

dasarnya produktivitas kerja mencakup sikap yang memandang hari depan

secara optimis dengan penuh keyakinan bahwa kehidupan ini harus lebih

baik dari hari kemarin hasilnya, artinya ada suatu peningkatan kepada arah

(19)

2.4.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

Dalam analisis MSDM produktivitas pegawai merupakan variabel

tergantung atau dipengaruhi banyak yang ditentukan oleh banyak faktor.

Ada beberapa faktor yang menentukan besar kecilnya produktivitas kerja

(Ambar, 2009:248) antara lain:

1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan dan keterampilan sesungguhnya yang mendasari

pencapaian produktivitas. Ada perbedaan substansial antara

pengetahuan dan keterampilan. Konsep pengetahuan lebih

berorientasi pada daya pikir dan penguasaan ilmu serta luas

sempitnya wawasan yang dimiliki seseorang. Dengan demikian

pengetahuan merupakan akumulasi hasil proses pendidikan baik

yang diperoleh secara formal maupun non formal yang memberikan

kontribusi pada seseorang pada pemecahan masalah, daya cipta,

termasuk dalam melakukan atau menyelesaikan pekerjaan. Dengan

pengetahuan yang luas dan pendidikan yang tinggi, seorang pegawai

diharapkan mampu melakukan pekerjaan dengan baik dan produktif.

2. Keterampilan (Skills)

Keterampilan adalah kemampuan dan penguasaan teknis operasional

mengenai bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan. Dengan

ketrampilan yang dimiliki seorang pegawai diharapkan mampu

menyelesaikan pekerjaan secara produktif. Ketrampilan merupakan

(20)

Dengan kata lain, jika seorang pegawai/guru memiliki ketrampilan

yang baik maka akan semakin produktif.

3. Kemampuan (Abilities)

Abilities atau kemampuan terbentuk dari sejumlah kompetensi yang

dimiliki oleh seorang pegawai. Konsep ini jauh lebih luas karena

dapat mencakup semua kompetensi. Pengetahuan dan ketrampilan

termasuk faktor pembentuk kemampuan dengan demikian apabila

seseorang mempunyai kemampuan dan ketrampilan yang tinggi,

diharapkan memiliki ability yang tinggi pula. Melalui kemampuan

yang memadai, maka seseorang dapat melaksanakan aktivitas

dengan tanpa ada permasalahan teknis.

4. Perilaku (Attitude)

Sangat erat hubungan antara kebiasaan dan perilaku. Attitude

merupakan suatu kebiasaan yang terpolakan. Jika kebiasaan

terpolakan tersebut memiliki implikasi positif dalam hubungannya

dengan perilaku kerja seseorang maka akan menguntungkan. Arti

yang dimaksud diatas, apabila kebiasaan-kebiasaan pegawai adalah

baik, maka hal tersebut dapat menjamin perilaku kerja yang baik

pula. Dapat dicontohkan disini misalnya seorang pegawai

mempunyai kebiasaan tepat waktu, displin, simpel, maka perilaku

kerja juga baik, apabila diberi tanggungjawab akan menepati aturan

(21)

5. Behaviors

Dengan demikian perilaku manusia yang juga ditentukan oleh

kebiasaan-kebiasaan yang telah tertanam dalam diri pegawai sebagai

motivasi dalam mendukung kerja yang efektif atau sebaliknya.

Dengan kondisi pegawai tersebut, maka produktivitas dipastikan

dapat terwujud.

2.4.3 Pengukuran Produktivitas Kerja

Untuk mengetahui produktivitas kerja dari setiap karyawan maka

perlu dilakukan sebuah pengukuran produktivitas kerja. Menurut Henry

Simamora (2004: 612), faktor-faktor yang digunakan dalam pengukuran

produktivitas kerja meliputi kuantitas kerja, kualitas kerja dan ketepatan

waktu:

1. Kuantitas kerja adalah merupakan suatu hasil yang dicapai oleh

karyawan dalam jumlah tertentu dengan perbandingan standar yang

ada atau ditetapkan oleh perusahaan.

2. Kualitas kerja adalah merupakan suatu standar hasil yang berkaitan

dengan mutu dari suatu produk yang dihasilkan oleh karyawan,

dalam hal ini merupakan suatu kemampuan karyawan dalam

menyelesaikan pekerjaan secara teknis dengan perbandingan standar

yang ditetapkan oleh perusahaan.

3. Ketepatan waktu merupakan tingkat suatu aktivitas diselesaikan

(22)

aktivitas lain. Ketepatan waktu diukur dari persepsi karyawan

terhadap suatu aktivitas yang disediakan diawal waktu sampai

menjadi output. Mengukur produktivitas kerja menurut dimensi

organisasi menurut Alan Thomas (dalam Kusnendi, 2003:85).

2.4.4 Indikator Produktivitas Kerja

Terdapat 5 (lima) indikator produktivitas kerja menurut Eddy

Sutrisno (2011: 211) yaitu sebagai berikut:

1. Kemampuan

Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas. Kemampuan

seorang pegawai sangat bergantung kepada keterampilan yang

dimiiki serta profesionalisme mereka dalam bekerja. Ini memberikan

daya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diembankan kepada

mereka.

2. Meningkatkan hasil yang dicapai

Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Hasil merupakan

salah satu hal yang dapat dirasakan oleh yang mengerjakan maupun

orang yang menikmati hasil pekerjaan tersebut. Jadi, ada usaha

untuk memanfaatkan produktivitas kerja bagi masing-masing yang

terlibat dalam suatu pekerjaan.

3. Semangat kerja

Ini merupakan usaha untuk lebih baik dari hari kemarin. Indikator ini

dapat dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai dalam satu hari

(23)

4. Pengembangan diri

Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan

kerja. Pengembangan diri dapat dilakukan dengan melihat tantangan

dan harapan dengan apa yang akan dihadapi. Sebab, semakin kuat

tantangannya, pengembangan diri mutlak dilakukan. Begitu juga

harapan untuk menjadi lebih baik pada gilirannya akan sangat

berdampak pada keinginan pegawai untuk meningkatkan

kemampuan.

5. Mutu

Selalu berusaha untuk meningkatkan mutu dari masa yang

sebelumnya. Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat

menunjukkan kualitas kerja seorang pegawai. Jadi, meningkatkan

mutu bertujuan untuk memberikan hasil yang terbaik yang apda

gilirannya akan sangat berguna bagi perusahaan dan dirinya sendiri.

2.5 Pengaruh Insentif terhadap Produktivitas Kerja

Menurut Setiadi (dalam Tambunan, Vellina dkk 2012:3) ada

tidaknya pemberian insentif terhadap pekerja akan memberi pengaruh

positif pada peningkatan produktivitas tenaga kerja. Dengan adanya

pemberian insentif maka pekerja lebih semangat lagi dalam bekerja

sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya dalam bekerja.

Hal di atas diperkuat oleh hasil penelitian yang telah dilakukan oleh

(24)

produktivitas sebesar 200% selama 10 tahun di IBM. Sedangkan penelitian

dari Dieks dan Mc Nally pada tahun 1987 mengemukakan bahwa kenaikan

itu sebesar 200 – 300% di Bank In Little Rock, Arkansas. Selanjutnya,

penelitian Locke pada tahun 1982 mengemukakan bahwa insentif berupa

uang lebih dapat meningkatkan produktivitas dibandingkan dengan teknik –

teknik lainnya, seperti penetapan tujuan, partisipasi karyawan dalam

pengambilan kepuasan, dan pemerkayaan pekerjaan (job enrichment).

2.6 Pengaruh Jaminan Sosial terhadap Produktivitas Kerja

Produktivitas kerja adalah suatu kemampuan untuk melakukan

kegiatan yang menghasilkan suatu produk atau hasil kerja sesuai dengan

mutu yang ditetapkan dalam waktu yang lebih singkat dari seorang

karyawan. Setiap organisasi pada dasarnya akan memiliki kebijakan yang

berbeda – beda terhadap sumber daya manusia yang dimilikinya guna

mencapai produktivitas kerja karyawan. Untuk meningkatkan produktivitas

perlu digunakan faktor – faktor yaitu perbaikan terus menerus, peningkatan

mutu hasil pekerjaan, pemberdayaan sumber daya manusia dan filsafat

organisasi agar dapat menunjang tercapainya produktivitas di dalam

organisasi tersebut (Sahrani, 2016:27)

Menurut J. Ravianto (1985:18), produktivitas kerja dipengaruhi

berbagai faktor, seperti pendidikan, ketrampilan, motivasi, sikap dan etika

kerja, tingkat penghasilan, jaminan sosial, lingkungan dan iklim kerja, gizi

dan kesehatan, teknologi, disiplin, sarana produksi, manajemen, dan

(25)

kerja adalah jaminan sosial. Menurut Kurniawan (dalam Adhadika,

2013:43) Apabila jaminan sosialnya mencukupi, maka akan menimbulkan

kesenangan bekerja sehingga mendorong pemanfaatan kemampuan yang

dimiliki untuk meningkatkan produktivitas. Berdasarkan teori tersebut di

atas dapat diasumsikan bahwa dengan adanya jaminan sosial tenaga kerja

berpengaruh pula dengan peningkatan produktivitas kerja karyawan.

2.7 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah model tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah terindentifikasi sebagai

masalah. Dalam penelitian ini, maka dapat digambarkan kerangka

konseptual yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual

Sumber: Penulis, 2016 Insentif

(X1)

Jaminan Sosial Tenaga Kerja

(X2)

(26)

2.8 Penelitian Terdahulu

Salah satu faktor yang mendukung penelitian ini adalah penelitian –

penelitian sebelumnya dengan tema pembahasan yang sama. Diantaranya

adalah sebagai berikut:

1. Sania Rosma Hasibuan, 2014 (Universitas Sumatera Utara)

Penelitian ini berjudul Pengaruh kedisiplinan kerja dan Insentif

terhadap peningkatan produktivitas kerja karyawan pada PT.PP

London Sumatra Indonesia,Tbk Sei Merah Estate. Dimana variabel

produktivitas kerja (Y), kedisiplinan kerja (X1), insentif (X2). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kedua variabel independen yang

diteliti terbukti secara signifikan mempengaruhi variabel dependen

produktivitas kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kedisiplinan kerja dan insentif berpengaruh terhadap produktivitas

kerja sebesar 66,8%

2. Nurpaisyah, 2015 (Universitas Sumatera Utara)

Penelitian ini berjudul Pengaruh insentif dan kepuasan kerja

terhadap kinerja karyawan pada PT. Socfin Indonesia Aek

Pamienke. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja dan

insentif berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja

karyawan pada PT Socfin Indonesia Aek Pamienke. Uji parsial

menunjukkan bahwa variabel insentif yang paling dominan

mempengaruhi kinerja karyawan pada PT Socfin Indonesia Aek

Pamienke. Hasil penelitian menunjukkan bahwa insentif dan

(27)

3. Arjuna Wijaya, 2016 (Universitas Sumatera Utara)

Penelitian ini berjudul Pengaruh pemberian insentif dan karakteristik

individu terhadap loyalitas kerja karyawan pada CV. Wijaya

Perkasa. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemberian insentif

dan karakteristik individu berpengaruh positif dan signifikan

terhadap loyalitas kerja karyawan, secara keseluruhan menunjukan

relasi insentif (X1) terhadap loyalitas kerja karyawan sebesar 0,50

(p=0,019<0,50) artinya hubungan antarvariabel cukup erat,

sedangkan diantara seluruh element dari Karakteristik Individu(X2),

hanya status perkawinan lah yang memiliki pengaruh yang paling

besar terhadal Loyalitas Karyawan (Y) yakni 0,050 (p=017<0,05).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian insentif dan

karakteristik individu berpengaruh terhadap loyalitas kerja sebesar

71,8%.

4. Rifliana Khoridatur, 2014 (UIN Sunan Ampel)

Penelitian ini berjudul Pengaruh Program Jaminan Sosial Tenaga

Kerja terhadap Produktivitas Karyawan pada PT. Teknik Umum

Surabaya. Hasil pengujian koefisien regresi secara simultan

diperoleh Fhitung sebesar 0,343 lebih kecil dari Ftabel sebesar

2,726, maka Jaminan sosial tenaga kerja yang terdiri dari jaminan

kecelakaan kerja, jaminan kematian dan Jaminan hari tua tidak

berpengaruh secara simultan terhadap produktivitas kerja karyawan.

(28)

Jaminan hari tua 0,114. Semua perhitungan menunjukkan hasil yang

lebih kecil dari perhitungan ttabel sebesar 1,992, artinya

masing-masing variabel bebas tidak berpengaruh secara parsial terhadap

produktivitas kerja karyawan. Bagi para peneliti berikutnya yang

tertarik membahas produktivitas kerja disarankan untuk menambah

variabel atau faktor-faktor lain seperti motivasi, kedisiplinan,

kepuasan kerja dan lain-lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

jaminan sosial tenaga kerja berpengaruh terhadap produktivitas kerja

sebesar 1,4%.

5. Siti Khafidhoh, 2015 (Universitas Mulawarman)

Penelitian ini berjudul Pengaruh insentif dan jaminan sosial terhadap

produktivitas kerja karyawan kantor pada PT. Rea Kaltim

Plantations di Samrinda. Hasil penelitian ini menunjukan Variabel

insentif secara individual (Parsial), berpengaruh sebesar 36,2% dan

signifikan terhadap produktivitas kerja. Hal ini dapat dilihat dari

probabilitas signifikansi penelitian yaitu 0,00 < 0,05. Dengan

demikian H1 yang menyatakan bahwa variabel insentif berpengaruh

signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan pada perusahaan

PT. Rea Kaltim Plantations Samarinda. Variabel jaminan sosial

secara individual (parsial), berpengaruh sebesar 44,2% dan

signifikan terhadap produktivitas kerja. Hal ini dapat dilihat dari

probabilitas signifikansi penelitian yaitu 0,00 < 0,05. Dengan

demikian H1 yang menyatakan bahwa variabel Jaminan Sosial

(29)

perusahaan PT. Rea Kaltim Plantations Samarinda. Secara

bersama-sama (simultan) variabel Insentif dan Jaminan Sosial mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas kerja pada

perusahaan PT. Rea Kaltim Plantations Samarinda. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa insentif dan jaminan sosial berpengaruh

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPSsiswa kelas V semester II SDN 02 Kaling Tasikmadu dengan menggunakan pendekatan Quantum Teaching. Adapun

[r]

The Board believes that financial reporting of not-for-profit organizations will significantly improve by consistently recognizing (a) restricted contributions as revenues,

ATM (Automated Teller Machine) adalah komputer terminal yang dioperasikan oleh kartu magnetik, yang dapat digunakan nasabah untuk mengambil uang tunai dari rekening giro atau

Tantangan yang harus dijawab pada kurun waktu lima tahun ke depan dalam peningkatan keterampilan kerja lulusan terutama untuk meningkatkan akses terhadap layanan pendidikan

Pada Penulisan ilmiah ini, penulis mencoba membuat suatu aplikasi Windows yang dibuat dengan Microsoft Visual C++ 6.0, yaitu aplikasi metode numerik secara biseksi dan regula

Dengan adanya website ini, diharapkan internet sebagai sarana penyampaian informasi dapat tercapai sepenuhnya. Dan tentu saja website ini dapat dimodifikasi

Jumlah forum koordinasi/jejaring yang berfungsi dalam rangka Pengembangan Jumlah K/L , Pemda Provinsi dan Ormas, dan dunia usaha yang difasilitasi untuk peningkatan kapasitas